Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan

rahmatnya sehingga Tim PPI dapat menyusun dan menyelesaikan Standar

Kewaspadaan Isolasi ini.

Pelayanan dikamar isolasi merupakan salah satu rangkaian dari pelayanan

pada sistem pengendalian dan pencegehan infeksi, sehingga ruang isolasi

memenuhi prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan

bagi pasien, petugas, dan pengunjung.

Untuk itu perlu disusun standar agar dapat dipakai sebagai acuan dalam

mengembangkan dan meningkatkan dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien

yang mengidap penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari

pasien kepada pasien lain, petugas dan pengunjung.

Dokumen ini dibuat berdasarkan buku standar kewaspadaan isolasi oleh TIM

PPI dan profesi terkait serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk itu

Tim mengucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................

B. Tujuan Pedoman............................................................................

C. Ruang Lingkup Pelayanan.............................................................

D. Batasan Operasional......................................................................

E. Landasan Hukum

BAB II STANDAR KETENAGAAN............................................................

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia...............................................

B. Distribusi Ketenagaan...................................................................

C. Pengaturan Jaga.............................................................................

BAB III STANDAR FASILITAS...................................................................

A. Denah Ruang.................................................................................

B. Standar Fasilitas.............................................................................
BAB IV TATA LAKSANA.............................................................................

BAB V LOGISTIK.........................................................................................

BAB VI KESELAMATAN PASIEN..............................................................

BAB VII KESELAMATAN KERJA..............................................................

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU............................................................

BAB IX PENUTUP........................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan penyakit

infeksi yang menular agar tidak menular kepada pasien lain, petugas, dan

pengunjung.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah Sakit

harus menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari Kewaspadaan Standar dan

Kewaspadaan berbasis transmisi.

Rumah Sakit harus mampu memisahkan pasien yang mengidap penyakit

infeksi dan menular, dengan pasien yang mengidap penyakit tidak menular.

Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka penularan penyakit dapat

dibedakan menjadi penularan kontak, dan penularan droplet (H5N1, H1N1, MERS

CoV) atau udara (tuberculosis).

B. Tujuan Pedoman

Pedoman ini bertujuan memberi petunjuk agar pengelolaan Rumah Sakit

memperhatikan kaidah pengendalian dan pencegehan infeksi, sehingga ruang

isolasi memenuhi prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

kemudahan bagi pasien, petugas, dan pengunjung.Rumah Sakit Publik dan Rumah

Sakit Privat harus menyiapkan ruang isolasi dalam memberi layanan kesehatan bagi

pasien yang mengidap penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi

dari pasien kepada pasien lain, petugas dan pengunjung.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang

mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan


berbahaya;

2. Pelaksana Pedoman ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan

keluarga.

D. Batasan Operasional

Rumah Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat harus menyiapkan ruang

isolasi dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien yang mengidap penyakit

infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari pasien kepada pasien lain,

petugas dan pengunjung

E. Landasan Hukum

1. UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

2. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. PP No. 36 Tahun 2006 tentang Bangunan Gedung.

4. Kep. Menkes No. 270 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Lainnya.

5. Kep. Menkes No. 382 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan PPI

Rumah Sakit Pedoman. Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Isolasi yang

diterbitkan Dit. JangMed Tahun 2014.

6. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit, Ruang Isolasi yang diterbitkan

Dit. JangMed Tahun 2014.

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Pimpinan Rumah Sakit selalu menunjukkan komitmen dalam mendukung

pendidikan berkelanjutan (continuing professional development) khusus bagi

petugas yang melayani pasien yang di rawat di ruang isolasi

Dengan kriteria:

1. Ada analisa kebutuhan pelatihan teknis dan pendidikan dalam rangka

pengembangan pelayanan medis di rumah sakit yang dibuat secara periodik.

2. Ada program pendidikan, pelatihan spesialistik dan pendidikan pelatihan

berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis di rumah sakit.


B. Distribusi Ketenagaan

1. Seluruh Staf Rumah Sakit

1) Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi

2. Perawat Instalasi Rawat Inap

1) Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolasi

2) Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan

3) Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau

pasien yang dirawat di kamar isolasi.

3. Dokter Penanggung Jawab Pasien

1) Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien memerlukan

perawatan di ruang Isolasi;

2) Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi

mendapat perawatan secara benar

4. Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan

1) Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik

2) Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi dan

memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya

kembali insiden tersebut.

5. Direktur

1) Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan

baik.

2) Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap

masalah yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatan pasien di

ruang Isolasi

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga di ruang isolasi disesuaikan dengan jadwal shift dinas di ruangan

isolasi. Syarat petugas jaga yang bekerja di kamar isolasi:

1. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi

2. Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi

3. Berbicara seperlunya

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


5. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan

dan sendal khusus

6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi

7. Kuku harus pendek

8. Tidak memakai perhiasan

9. Pakaian rapi dan bersih

10. Mengetahui prinsip aseptic/antiseptic

11. Harus sehat

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Ruang isolasi dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama:

1) Airborne Infection Isolation (AII) Dikenal dengan Kelas N = Tekanan Negatif

2) Protective Environment (PE). Dikenal dengan Kelas P = Tekanan Positif

Kamar ini memiliki fungsi yang berbeda:

1) Ruangan AII yang dirancang untuk pasien dengan kondisi serius dan menular

(misalnya Tuberculosis),

2) Ruangan PE ada untuk melindungi pasien dengan sistem kekebalan yang lemah

atau beberapa bentuk gangguan terhadap sistem pertahanan alami mereka.

Klasifikasi Ruang Isolasi

1. Ruang dengan tekanan standar class S

1) Untuk pasien yang memerlukan isolasi kontak atau droplet

2) Berupa kamar standR dengan Ac

3) Elemen yang direkomendasikan:

a. Wasthafel dalam kamar

b. Kamar mandi didalam kamar

c. Pintu yang tertutup sendiri

d. Alkohol handrub

e. Label” kamar dengan tekanan standar”

2. Ruang dengan tekanan negatif (Class N)

1) Untuk pasien yang memerlukan isolasi airbone


2) Elemen ysng direkomendasikan

a. Ruang tekanan negatif. Tekanan negatif dipertahankan dari anteroom

dan udara di luar ruangan

b. Pertukaran udara 12x/jam atau 145 per detik per pasien

c. Harus terdapat anteroom pada tiap ruangan isolasi dengan tekanan yang

lebih rendah daripada tekanan di luar ruangan

d. Wastafel harus yang non hand operated dalam ruang isolasi dan ruang

anteroom

e. Gunakan self closing door

f. Semua sistem mekanik, elektrik dan bangunan mudah untuk dilakukan

pemeliharaan

g. Label sebagai ruang dengan tekanan negatif

Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal

1) Perawatan Isolasi (Isolation Room)

a. Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi

b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System

d. Air Sterilizer System dengan Burning & Filter

e. Modular minimal = 3 x 3 m2

2) Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)

a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

b. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

c. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air Suction System

d. Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2

3) Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)

a. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

c. Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruang rawat

isolasi

d. Modular minimal = 3 x 2,50 m2

4) Area Sirkulasi (Circulation Corridor)


a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

d. Modular minimal lebar = 2,40 m

5) Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)

a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System

c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

d. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)

B. Standar Fasilitas

Type Ruang Isolasi berdasarkan pengaturan tekanan udara

1. Type S (tidak ada beda tekanan dengan ruangan sekitar).Type N (tekanan

udara lebih negatif daripada ruangan sekitar).

2. Type P (tekanan udara lebih positif daripada ruangan sekitar).

3. Type N-P (tekanan udara bisa disesuaikan tergantung pasien yang dirawat) à

tidak rekomendasikan karena kesulitan perawatan dan pengoperasian.

1. Isolasi Untuk Transmisi Kontak

1) Ruang isolasi berbentuk jenis S, Bisa sederhana dengan memaksimalkan

natural ventilasi atau dengan bantuan wall fan dan ekshaus fan.

2) Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah

ditularkan melalui kontak langsung.

3) Petugas pakai masker bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada

kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan

infeksius.

4) Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien

lain.

5) Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis

gonorhoea, infeksi kulit oleh Streptococcus grup A, herpes simpleks, rabies,

rubella,MRSA, resisten E coli, Clostridium difficile, Norovirus,

Pseudomonas aeruginosa, Herpes simplex virus.

2. Isolasi Untuk Tranmisi Doplet


1) Saat merancang bangunan sarana pelayanan kesehatan di rumah sakit,

sebaiknya tempat isolasi terletak tersendiri dari bagian-bagian lain dan di

tempat yang mempunyai karakteristik angin yang baik sepanjang tahun.

2) Udara harus diarahkan dari tempat perawatan pasien ke tempat terbuka yang

jarang digunakan dilalui orang.

3) Ruang isolasi sebaiknya berada dalam area yang dapat dipantau oleh

perawat.

Ruang isolasi sebaiknya berada dalam area yang dapat dipantau oleh perawat.

1). Ventilasi udara, baik yang masuk maupun keluar tanpa hambatan yang

berarti.

2). Dimensi pintu, jendela dan lubang angin, disesuaikan dengan 15% bukaan

dari luas ruangan.

3). Kecepatan rata-rata angin yang dapat terjadi, serta jangka waktu adanya

angin.

4) Peletakan dan ketinggian jendela dan lubang angin dari lantai.Desain

jendela/lubang angin, bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan.

5) Arah angin yg diinginkan baik yang masuk maupun keluar.

6) Lokasi ruangan yang berkaitan dengan pencegahan infeksi.

7) Penempatan posisi meja konsultasi, periksa dan kursi pasien, terhadap

kursi dokter/staf medik, posisi staf registrasi dan pasien yang mendaftar

serta tempat tidur pasien infeksius

3. Isolasi Untuk Transmisi Droplet

1) Ruang isolasi jenis S dengan persyaratan pertukaran udara per jam.

2) Bisa sederhana dengan memaksimalkan natural ventilasi atau dengan

bantuan wall fan dan ekshaus fan.

3) Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen yang dikeluarkan pasien

saat batuk,bersin dan bicara yang dapat diteruskan melalui transmisi

kontak tidak langsung.

4) Penempatan pasien dalam kamar terpisah, petugas kesehatan harus

memakai APD : masker ,gaun, sarung tangan untuk mencegah tranmisi

droplet, misalnya pada pasien pertusis, H5N1, H1N1, RSV, Influenza.


4. Isolasi Untuk Transmisi Airborne

1) Ruang isolasi jenis N, tekanan negatif di dalam ruang rawat dan anteroom.

2) Tujuan isolasi ini adalah mencegah penyebaran semua penyakit menular

yang ditransmisikan melalui udara.

3) Pasien ditempatkan di kamar tersendiri dan petugas yang berhubungan

dengan pasien harus memakai Alat Pelindung Diri seperti respirator

partikulat, gaun, sarung tangan bagi petugas, masker bedah bagi pasien dan

pengunjung, petugas mematuhi aturan pencegahan yang ketat.

4) Isolasi ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit tuberculosis, antraks,

cacar, difteri, varicella.

5) Pergantian sirkulasi udara >12 kali perjam. Udara harus dibuang keluar, atau

diresirkulasi dengan menggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate

Air).

5. Isolasi Untuk Protektif (Hal Khusus)

1) Ruang isolasi jenis P. Anteroom tekanan negative sedangkan ruang rawat

tekanan positif .

2) Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan

pasien terutama yang memiliki daya tahan tubuh rendah atau menurun.

3) Pasien harus ditempatkan dalam ruangan yang mempermudah terlaksananya

tindakan pencegahan transmisi infeksi. Misalnya pasien yang sedang

menjalani pengobatan sitostatika ,mendapat terapi imunosupresi atau paska

transplantasi.

BAB IV

TATA LAKSANA

A. Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi

1. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.Kategori I meliputi:

1) Kebersihan tangan/Handhygiene

2) Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata

pelindung), faceshield (pelindung wajah), gaun

3) Peralatan perawatan pasien


4) Pengendalian lingkungan

5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6) Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan

7) Penempatan pasien

8) Hygiene respirasi/Etika batuk

9) Praktek menyuntik yang aman

10) Praktek untuk lumbal punksi

1. Kebersihan tangan  Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien

agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan

ke permukaan

 Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan

berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan sabun

biasa/antimikroba dengan air mengalir.

 Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi

dengan alkohol handrub

 Sebelum kontak langsung dengan pasien

Alat pelindung diri (APD):

sarung tangan, masker,

kacamata, pelindung wajah,

gaun

 Pakai bila mungkin terkontaminasi darah,

cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan

terkontaminasi,mukus membran dan kulit yang

tidak utuh, kulit utuhyang potensial terkontaminasi

 Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan

 Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat

pasienlangsung

 Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai

ulanguntuk membersihkan lingkungan

 Lepaskan sarung tangan segera setelah

selesai,sebelum menyentuh benda dan permukaan


yangtidak terkontaminasi ,atau sebelum beralih ke

pasienlain

 Pakai bila mungkin terkontaminasi darah,

cairantubuh, sekresi, ekskresi dan bahan

terkontaminasi,mukus membran dan kulit yang

tidak utuh, kulitutuh yang potensial terkontaminasi

 Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan

 Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat

pasien langsung

 Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang

untuk membersihkan lingkungan

 Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,

sebelum menyentuh benda dan permukaan yang

tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien

lain

 Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk

pasien yang berbeda

 Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari

area tubuh terkontaminasi ke area bersih

 Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan

 Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus

membran mata, hidung, mulut selama

melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan

pasien yang berisiko terjadi cipratan/semprotan dari

darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi

 Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan Masker

bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas

RS untuk mencegah transmisi melalui partikel

besar dari droplet saat kontak erat (<1 m) dari

pasien saat batuk/bersin.

 Pakailah selama tindakan yang menimbulkan


aerosol walaupun pada pasien tidak diduga infeksi

 Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk

melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,

kulit terkontaminasi selama prosedur/merawat

pasien yang memungkinkan terjadinya percikan/

semprotan cairan tubuh pasien yang

memungkinkan terjadinya percikan/semprotan

cairan tubuh pasien

 Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan

tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan

jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila

gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan

cairan mengantisipasi semprotan/cipratan cairan

infeksius.

 Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk

mencegah transmisi mikroba ke pasien lain ataupun

ke lingkungan

 Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara

epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar

ruang pasien

 Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk

pasien yang sama

 Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang

risiko tinggi seperti ICU, NICU

3. Peralatan perawatan

pasien

 Buat aturan dan prosedur untuk menampung,

transportasi, peralatan yang mungkin

terkontaminasi darah atau cairan tubuh

 Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal,

semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai


dengan sebelum di DTT atau sterilisasi

 Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan

tubuh, sekresi, ekskresi dengan benar sehingga

kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju

terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien

lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telah

dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan

dan tidak dipakai untuk pasien lain. Pastikan

peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan

melalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang

diproses dengan benar

 Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi

setelah dipakai. Peralatan semikritikal didisinfeksin

atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus

didisinfeksi kemudian disterilkan

 Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air

panas dan detergen

 Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan

yang besar (USG, X ray) setelah keluar ruangan

isolasi

 Bersihkan dan disinfeksi yang benar peralatan

terapi pernapasan terutama setelah dipakai pasien

infeksi saluran napas , dapat dipakai Na hipoklorit

0,05%

 Alat makan dicuci dalam alat pencuci otomatik

atau manual dengan detergen tiap setelah makan.

Benda disposable dibuang ketempat sampah.

4.Pengendalian lingkungan

Ditulis yg sdh dipakai di RS

Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan

melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan,


disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur,

peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,

permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan

ini dimonitor

RS harus mempunyai disinfektan standar untuk

menghalau patogen dan menurunkannya secara

signifikan di permukaan terkontaminasi sehingga

memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfeksi

adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi

mikroorganisme tidak termasuk spora.

Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan

permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum

dibersihkan dari bahan organik (ekskresi, sekresi

pasien, kotoran).

Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi,

menurunkan pencemaran lingkungan. Ikuti aturan

pakai pabrik cairan disinfektan, waktu kontak, dan cara

pengencerannya.

Disinfektan yang biasa dipakai RS:

Na hipoklorit (pemutih ), alkohol, komponen fenol,

komponen ammonium quarternary, komponen

peroksigen.

Pembersihan area sekitar pasien:

Pembersihan permukaan horisontal sekitar pasien harus

dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang.

Untuk mencegah aerosolisasi patogen infeksi saluran

napas, hindari sapu, dengan cara basah (kain basah)

Ganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelah

dipakai (terkontaminasi)

Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan

tiap kali setelah pakai


Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum disimpan

dan dipakai kembali

Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area

pasien dari benda-benda/peralatan yang tidak perlu

Jangan fogging dengan disinfektan, tidak terbukti

mengendalikan infeksi, berbahaya

Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner

(pakai filter, HEPA). Jangan memakai karpet.

5. Pemrosesan Peralatan

Pasien dan

Penanganan, transpor dan proses linen yang terkena

darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dengan

Penatalaksanaan Linen proseduryang benar untuk mencegah kulit, membran

mukosa terekspos dan terkontaminasi linen, sehingga

mencegah transfer mikroba ke pasien lain, petugas

danlingkungan

Buang terlebih dahulu kotoran (misal: feses), ke

toiletdan letakkan linen dalam kantong linen.

Hindari menyortir linen di ruang rawat pasien. Jangan

memanipulasi linen terkontaminasi untuk

hindarikontaminasi terhadap udara, permukaan dan

orang.

Cuci dan keringkan linen sesuai SPO. Dengan air

panas 70oC, minimal 25 menit. Bila dipakai suhu <

70oC pilihzat kimia yang sesuai.

Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama

transportasi. Kantong tidak perlu double.

Petugas yang menangani linen harus mengenakan

APD.

6. Kesehatan karyawan /

Perlindungan Petugas
Kesehatan

Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah traumasaat

menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang

dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen

dan saat membuang jarum

Jangan menutup jarum yang telah dipakai,

memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk jarum,

mematahkan, melepas jarum dari spuit.

Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam

habis pakai kedalam wadah tahan tusukan sebelum

dibuang ke insenerator.

Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan

ventilasi lain pengganti metoda resusitasi mulut ke

mulut

Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian

tubuh selain akan menyuntik.

7. Penempatan Pasien  Tempatkan pasien yang potensial

mengkontaminasilingkungan atau yang tidak dapat

diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol

lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah.

 Bila ruang isolasi tidak memungkinkan,

konsultasikan dengan petugas PPI.

 Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan

terhadaptransmisi infeksi.

8. Hygiene respirasi/ Etika

batuk

 Edukasi petugas akan pentingnya

pengendaliansekresi respirasi untuk mencegah

transmisipatogen dalam droplet dan vomite

terutamaselama musim / KLB virus respiratorik di

masyarakat
 Terapkan pengukuran kandungan sekresi

respirasipasien dengan individu dengan gejala

klinik infeksirespiratorik, dimulai dari unit

emergensi

 Beri poster pada pintu masuk dan tempat

strategisbahwa pasien rajal atau pengunjung

dengan gejalaklinis infeksi saluran napas harus

menutup mulutdan hidung dengan tisu kemudian

membuangnyake dalam tempat sampah infeksius

dan mencucitangan

 Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya

 Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci

tanganpada ruang tunggu pasien rajal, atau

alcoholhandrub

 Pada musim infeksi saluran napas, tawarkan

maskerpada pasien dengan gejala infeksi saluran

napas,juga pendampingnya. Anjurkan untuk

dudukberjarak > 1 m dari yang lain

 Lakukan sebagai standar praktek

Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen

dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi kepada

kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang

ditransmisikan melalui droplet besar dan atau droplet

nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada

semua individu dengan gejala gangguan pada saluran

napas. Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala

infeksi saluran napas harus:

 Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin

 Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis

bilatersedia, buang ke tempat sampah

Manajemen fasilitas kesehatan/RS harus promosi


hygiene respirasi/etika batuk:

 Promosi klepada semua petugas, pasien, keluarga

dengan infeksi saluran napas dengan demam

 Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung

akan pentingnya kandungan aerosol dan sekresi

dari saluran napas dalam mencegah transmisi

penyakit saluran napas

 Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan

(alcohol handrub, wastafel antiseptik, tisu towel,

terutama area tunggu harus diprioritaskan.

9. Praktek menyuntik

yangAman

 Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap

suntikan untuk mencegah kontaminasi pada

peralatan injeksidan terapi.

 Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun

multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang

untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat

menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat

menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

10. Praktek untuk lumbal

punksi

Pakai masker saat insersi cateter atau injeksi suatu obat

kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal

punksi misal saat melakukan anastesi spinal dan

epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi

dropletflora orofaring.

2. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat

untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau

terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak


dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan

transmisi :

1) Kontak.

2) Melalui droplet

3) Melalui udara (Airborne)

4) Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)

5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Catatan : Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun

kombinasidengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci

tangan sebelum dansesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun

antiseptik berbasis alkohol, memakaisarung tangan sekali pakai bila kontak dengan

cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapatkemungkinan terkena percikan

cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajahdari percikan cairan

tubuh.

1) Kewaspadaan Transmisi Kontak

Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs.Ditujukan

untuk menurunkanrisiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi

ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung.Kontak langsung

meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang rentan/petugas

dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.Misal perawat membalikkan tubuh

pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka

basahsaat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien

HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan

benda yangterkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang

terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau

sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang

lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresipasien

terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati

dilingkungan pasien.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada

atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi

mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak

langsung.

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih

memakaisarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.Hindari

mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan

perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

Pengelolaan pasien dengan isolasi (contact precautions):

a. Penempatan Pasien

Pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan.Tempatkan pasien di kamar

tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar

bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama.

tetapi bila tidak memungkinkan ditempatkan dengan pasien kasus yang sama

maka tempatkan pasien bersama dengan pasien dengan kasus yang lain(kecuali

pasien dengan airborne disesses) tetapi dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kirakira

1 m) dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan

udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.

b. Sarung Tangan dan Cuci Tangan

Sebagai tambahan dari pemakaian sarung tangan seperti yang digariskan dalam

Standard Precautions, pakailah sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) saat

memasuki kamar dan merawat pasien, ganti sarung tangan setelah menyentuh

bahan-bahan terinfeksi yang kira-kira mengandung mikroorganisme dengan

konsentrasi tinggi (faeces dan drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum

meninggalkan lingkungan pasien dan segera lakukan kebersihan tangan dengan

cuci tangan atau handrub. Setelah melakukan kebersihan tangan jangan

menyentuh permukaan lingkungan yang mungkin terkontaminasi atau barangbarang

dalam kamar pasien untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke

pasien lain atau lingkungan.

c. Gaun

Sebagai tambahan dari pemakaian gaun yang digariskan dalam Standard


Precautions, pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar

pasien bila kira-kira pakaian anda akanbersentuhan dengan pasien, permukaan

lingkungan, atau barang-barang dalam kamar pasien. ataubila pasien menderita

inkontinensia atau diare, ileostomi, kolostomi, atau drainase luka yang tidak

tertutup perban. Lepas gaun sebelum meninggalkan lingkungan pasien. Setelah

melepas gaun, pastikan pakaian tidak menyentuh permukaan lingkungan yang

mungkin terkontaminasi, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke

pasien lain atau lingkungan.

d. Pemindahan Pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia

untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang dibutuhkan

pemindahan dan transportasi, pastikan kewaspadaan tetap terjaga untuk

meminimalkan kemungkinan penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan

kontaminasi permukaan lingkungan dan peralatan.

e. Peralatan Perawatan Pasien

Bila memungkinkan, khususkan penggunaan peralatan non-kritikal hanya untuk

satu pasien saja (atau digunakan bersama dengan pasien yang terinfeksi atau

terkolonisasi dengan patogen yang sama yang membutuhkan kewaspadaan)

untuk mencegah penggunaan bersama dengan pasien lain. Bila penggunaan

bersama tidak dapat dihindari, maka bersihkan dan desinfeksi peralatan

tersebut sebelum digunakan oleh pasien lain.

2) Kewaspadaan Transmisi Droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan

infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan

melalui droplet (> 5μm). Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di

udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan

kontak konjungtiva atau membran mukosa hidung/mulut. Droplet partikel besar

yang mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier

dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction,

bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien <1m . Karena

droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara
atau ventilasi.Misal : Adenovirus. Transmisi droplet langsung, dimana droplet

mencapai mucus membrane atau terinhalasi.

Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan

dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane. Transmisi jenis ini

lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal: commoncold,

respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk,

bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada,

resusitasi kardiopulmoner.

Pengelolaan pasien dengan isolasi (droplet precautions) :

a. Penempatan Pasien

Pasien dengan droplet diseases bisa ditempatkan disemua ruang perawatan

dengan kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan

pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan

mikroorganisme yang sama, tetapi bila tidak memungkinkan ditempatkan

dengan pasien kasus yang sama maka tempatkan pasien bersama dengan

pasien dengan kasus yang lain(kecuali pasien dengan airborne disesses)

tetapidengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira 1 m) dengan pasien lainnya

dan pengunjung. Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi yang

khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.

b. Masker

Sebagai tambahan standard precautions, gunakan masker bedah/medik bila

bekerja dalam jarak kurang dari 1 m dari pasien.

c. Pemindahan Pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia

untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja.Bila memang dibutuhkan

pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan

memakaikan masker bedah/medik pada pasien, bila memungkinkan.

3) Kewaspadaan Transmisi melalui Udara ( Airborne Precautions )

Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai

tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah

diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan


ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel

terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi

baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil < 5μm

evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang

mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran

udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang

sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan,

misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi

melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi

(S.aureus)mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa

memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik,

sementara sabun antiseptic (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau

menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar mikroorganisme.

Pengelolaan pasien dengan isolasi (airbone Precautions):

a. Penempatan pasien

Tempatkan pasien yang memiliki syarat berikut :

 Bertekanan udara negatif dibandingkan dengan ruangan sekitarnya.

 Bila ruangan dengan tekanan negative penuh tempatkan pasien di ruangan

ventilasi alami dengan pertukaran udara 6 sampai 12 kali per jam.

 Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang memadai atau

memiliki system penyaringan udara yang efisien sebelum udara

disirkulasikan ke ruang lain.

Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut ada di dalamnya. Bila tidak

tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama dengan pasien lain yang

terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama, kecuali bila ada

rekomendasi lain. Dilarang menempatkan pasien dengan pasien jenis infeksi

lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan perawatan gabung tidak diinginkan,

konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi sebelum menempatkan

pasien.

b. Perlindungan Pernafasan (Masker)


Gunakan masker partikulat N-95 bila memasuki kamar pasien yang diketahui

atau dicurigai menderita airborne disease (Tbc, Varicela, rubella dll).Orangorang

yang sensitif dilarang memasuki kamar pasien yang diketahui atau

dicurigai menderita airborne disease.Petugas yang kebal pada measles

(rubeola) atau varicella tidak perlu memakai perlindungan

pernafasan.Pasien harus selalu menggunakan masker medik/bedah.

c. Pemindahan Pasien

Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia

untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja.Bila memang dibutuhkan

pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan

memakaikan masker bedah/medic pada pasien bila memungkinkan.

C. Lama Isolasi

Lama isolasi tergantung dari jenis penyakit, kuman penyebab dan laboratorium

yaitu:

1. Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)

2. Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,

khusus luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular

3. Selama pasien dirawat di ruang rawat (khusunya asien dengan hepatitis

virus A dan B, leptosiprosis)

4. Sampai 24 jam setelah dimulainnya pemberian antibiotika yang efektif

(misalnya pasa sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus

D. Prosedur Keluar Ruang Perawatan Isolasi

1. Perlu disediakan ruangan ganti khusus untuk melepaskan APD

2. Pakaian bedah/masker masih tetap dipakai

3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti umum, masukan dalam

kantong plastik kuning

4. Pintu keluar dari ruang perawatan harus terpisah dari pintu masuk

E. Kriteria pindah rawat dari ruang Isolasi ke ruang perawatan biasa :

1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan dirawat di ruang isolasi

2. Pasien dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk dirawat

diruang rawat inap biasa oleh dokter


3. Pertimbangan lain dari dokter

F. Penanganan pasien Imunosuppressed

1. Penanganan pasien Imunosuppressed hanya melakukan kestabilan keadaan

umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang

lain

2. Pasien dengan Imunosuppressed harus ditempatkan dalam ruangan isolasi

atau ruangan biasa yang mampu menampung hanya satu orang pasien

3. Jika isolasi tidak memungkinkan, boleh menempatkan pasien satu ruangan

dengan pasien yang lain namun dengan penyakit yang sama, dengan tetap

memperhatikan kewaspadaan isolasi

G. Alur Pasien Perawatan di Ruang Isolasi

Pasien

POLIKLINIK/IG

1. Suspek Penyakit Menular yang

berbahaya

2. Luka bakar indikasi rawat

3. Penurunan sistem imun

4. Kemoterapi

H. TRIAGE

Rawat Inap Rawat Jalan

Apakah pasien Tidak Antri Normal

mengidap batuk?

YA

Berikan

pendidikan

etika batuk

Batuk lebih dari Tidak

2 minggu

YA

Berikan pendidikan Atau Antri Normal


etika batuk

Bila Mungkin

dipisah

Jalur Cepat

Pemeriksaan Sputum

I. Alur Pasien HIV

KLIEN RAWAT

INAP

RUJUKA

N LUAR

DATANG

SENDIRI

- Ditangani sesuai keluhan

dan gejala HIV oleh

dokter Sp.Pd

- Perawat rawat inap

menghubungi dan

melaporkan pasien +

HIV ke petugas poli

VCT

POLI VCT

KONSELING

BALASAN

RUJUKAN KESEDIAAN TES

YA TIDAK

TES HIV

- PELAYANAN KONSELING

LANJUTAN

- TERAPI ARV

- KONSELING EFEK SAMPING

ARF
MOTOVASI

UNTUK

KUNJUNGAN

ULANG

KONSELING

PASCA

PAJANAN

AMBIL HASIL

TINDAK LANJUT

JIKA HIV

I. Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara

penularannya:

1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi

tersendiri.

2. Saat ini RSUD Mas Amsyar Kasongan belum memiliki ruang

isolasi tersendiri, kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang

isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan,untuk merawat pasien,RSUD

Mas Amsyar menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien

menular TBC, diare berat, varicella perdarahan tak terkontrol, luka lebar

dengan cairan keluar.

3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask

rangkap 2) atau masker N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada

diruangan tersebut. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat

sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai

gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan

dengan hati-hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan

laundry bag yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat

pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di

dalam ruang isolasi.

Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:


1) Termometer.

2) Stetoskop.

3) Tensimeter.

4) Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri).

5) Tempat pembuangan limbah infeksius.

6) Jas.

7) Instrumen.

8) Sampah termasuk sisa makanan, alat makan.

9) Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting.

10) Barrier atau penghalang.

11) APD yang sesuai.

BAB V

LOGISTIK

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Upaya keselamatan pasien adalah :

1. Ketepatan identifikasi pasien

Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.

2. Peningkatan komunikasi efektif

1) Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :

a. Komunikasi antar perawat.

b. Komunikasi perawat dengan dokter.

c. Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di

Rumah Sakit Mas Amsyar Kasongan

2) Menggunakan komunikasi SBAR :

a. Saat pergantian shift jaga.

b. Saat terjadi perpindahan rawat pasien.

c. Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.

d. Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan

atau pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang

merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

1) Melaksanakan SPO Independent Double chek, Obat kewaspadaan

tinggi pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.

2) Memberikan obat sesuai dengan prinsip 5 BENAR.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

1) Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :

a.Infeksi luka infus.

b. Infeksi saluran kencing.

c.ISK.

d. Dekubitus.

e.Kepatuhan kebersihan tangan.

2) Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.

3) Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.

4) Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.

5) Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .

B. Manajemen Keselamatan Pasien di Ruang Isolasi:

1. Komunikasi dan dokumentasi.

2. Tanda (Signage).

3. Prosedur yang harus diikuti sebelum memasuki ruangan.

4. Prosedur yang harus diikuti sebelum keluar ruangan.

5. Kebersihan tangan.

6. Alat Pelindung Diri (APD).

7. Koleksi spesimen dan transportasi.

8. Makanan.

9. Transfer/Pemindahan pasien di isolasi.

10. Transportasi pasien dengan Ambulance.

11. Pengelolaan linen dan pakaian.

12. Tumpahan darah/cairan tubuh.

13. Pengelolaan benda tajam/limbah.

14. Pembersihan lingkungan.


15. Perawatan/Peralatan Medis.

16. Pengunjung.

17. Discharge dari ruang isolasi.

18. Penghentian isolasi keperawatan.

19. Kebersihan terminal.

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,

prasarana dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan:

1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan

peralatan kesehatan

2. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan keamanan, serta keselamatan dan

kesehatan kerja penyelenggara rumah sakit khusunya di ruang isolasi

3. Lokasi ruang isolasi harus memenuhi ketentuan mengenai lingkungan, tata ruang

serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan di

ruang isolasi

4. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan

5. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan APD

6. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan

kerja yang disampaikan kepada Direktur rumah sakit.

Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antara pasien dan petugas saat

perawatan pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap. Perlu dujalankan

hal berikut:

1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari

seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi

2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien

3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien)

4. Gunakan tekhnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari

menyentuh bahan infeksius

5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan

tubuh serta barang yang terkontaminasi. Didinfeksi tangan segera setelah


melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien

6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam lubang

pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disenfeksi bedpan, urinal dan

ontainer pasien yang lain.

7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur

8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan

dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pimpinan rumah sakit harus melaksanakan evaluasi pelayanan dan pengendalian

mutu pasien isolasi dengan kriteria :

1. Ada program/kegiatan peningkatan mutu pelayanan medis untuk pasien isolasi

yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit, dengan melakukan kegiatan audit

medik.

2. Ada pertemuan berkala secara formal antara pimpinan rumah sakit dan komite

medik / Tim DOTS untuk membahas, merencanakan, dan mengevaluasi

3. Pelayanan medis serta upaya peningkatan mutu pelayanan medis TB.

4. Ada laporan data/statistik serta hasil analisa pelayanan medis TB rumah sakit.

5. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring internal

6. Ada laporan dan hasil evaluasi pelaksanaan jejaring eksternal.

7. Ada rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi.

BAB IX

PENUTUP

Kamar isolasi merupakan salah satu program pengendalian dan pencegehan

infeksi, sehingga ruang isolasi memenuhi prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan bagi pasien, petugas, dan pengunjung.

Ruang isolasi dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien yang mengidap

penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari pasien kepada

pasien lain, petugas dan pengunjung.

Standar isolasi ini dipakai sebagai acuan oleh Rumah Sakit dalam

mengembangkan instalasi kamar isolasi agar dapat menjadi lebih baik lagi.
IV. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

RS X

STANDAR KAMAR JENAZAH

No. Dokumen

.............................

No. Revisi

.........

Halaman

1 dari 2

SPO

(STANDAR

PROSEDUR

OPERASIONAL)

Tanggal Terbit

…..................

Ditetapkan,

Kepala RS X

dr. Z

PENGERTIAN Untuk penempatan bagi pasien dengan penyakit infeksi yang menular agar

tidak menular kepada pasien lain, petugas, dan pengunjung.

TUJUAN

Memberi petunjuk agar pengelolaan rumah sakit memperhatikan kaidah

pengendalian dan pencegehan infeksi, sehingga ruang isolasi memenuhi

prinsip-prinsip keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi

pasien, petugas, dan pengunjung.

KEBIJAKAN

1. UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

2. Kep. Menkes No. 270 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajerial.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Lainnya.

PROSEDUR
Kebersihan tangan

APD

Pengendalian lingkungan

Penanganan limbah

Peralatan perawatan pasien

Penanganan linen

Penenmpatan pasien

Perlindungan Kesehatan karyawan

Penyuntikan yang aman

Etika batuk/bersin

Praktik lumbal fungsi

Anda mungkin juga menyukai