Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

OD KONJUNGTIVITIS VIRAL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang

Oleh:

Septi Ali Sadyan Nugraha Putra

30101407321

Pembimbing:

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M.

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

OD KONJUNGTIVITIS VIRAL
ODS PRESBIOPIA

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Juli 2019

Disusun oleh:

Septi Ali Sadyan Nugraha Putra

30101407321

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M


BAB I

LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

1. IDENTITAS

Nama : Ny. Sr

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Alamat : Citrogaten, Magelang

Pekerjaan : Petani dan ibu rumah tangga

2. ANAMNESIS

 Keluhan utama :

Mata kiri merah disertai gatal, berair dan mengganjal.

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan mata kiri
merah dan gatal. Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai
dengan mata berair, panas, dan terasa mengganjal. Keluhan muncul tiba-tiba dan
dirasakan terus menerus. Pasien mengaku tidak ada lodokan dan gangguan penglihatan.
Pasien menyangkal adanya benda asing yang masuk ke mata dan tidak ada riwayat
trauma pada mata sebelumnya. Pasien mengaku sudah mengobatinya dengan obat tetes
mata namun hanya sedikit perbaikan. Keluhan melihat pelangi saat memandang lampu,
nyeri kepala cekot-cekot hingga mual dan muntah disangkal. Anak pasien pernah
mengalami keluhan serupa seperti pasien 1 bulan yang lalu namun sudah sembuh.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat gejala serupa sebelumnya : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat kemasukan benda asing : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluhan serupa : diakui (anak pasien)
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah pernah mengobati keluhan yang dideritanya namun hanya sedikit perbaikan.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga. Biaya pengobatan menggunakan
umum, kesan ekonomi cukup.

3. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Aktivitas : Normoaktif
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik
B. Vital Sign
 TD : 130/90 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : Tidak dilakukan

C. Status Ophthalmicus

Oculus Dexter Oculus Sinister


Skema
OD OS
No. Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
1. Visus 6/6 6/9 Tidak dikoreksi

Bulbus Okuli
 Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
2.  Enoftalmus
- -
 Eksoftalmus
- -
 Strabismus
- -
3. Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior
 Sekret - +(mukoserous)
 Edema - -
 Hematom
 Hiperemi - -
 Entropion - +
 Ektropion
- -
4.  Silia
 Krusta - -
 Ptosis Trikiasis(-) Trikiasis(-)
 Papila konjungtiva
 Krusta - -
- -
- -
- -
Palpebra Inferior
 Edema Tidak ditemukan -
 Hematom - -
 Hiperemi
 Entropion - +
 Ektropion - -
 Silia
5.  Sekret - -
 Krusta Trikiasis(-) Trikiasis(-)
 Pseudomembran

- +(mukoserous)
- -
Tidak ditemukan -
Konjungtiva
 Edem Tidak ditemukan -
 Injeksi - +
konjungtiva
 Injeksi siliar
 Sekret Tidak ditemukan -
 Perdarahan
- +(mukoserous)
6. subkonjungtiva
 Bangunan Tidak ditemukan -

patologis
 Simblefaron Tidak ditemukan -
 Jaringan
fibrovaskuler
- -
- -
Kornea
 Kejernihan Jernih Jernih
 Edema - -
 Infiltrat
 Keratic Precipitat Tidak ditemukan -
 Ulkus - -
 Sikatrik
7. - -
 Bangunan
Patologis - -
- -

COA :
 Kedalaman Cukup Cukup
8.  Hifema - -
 Hipopion
- -
Iris
 Kripta + +
9.  Edema - -
 Sinekia
 Atrofi - -
- -
10. Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Diameter 3 mm 3 mm
 Reflek Pupil
 Seklusio + +
 Oklusio - -
- -
Lensa:
11.  Kejernihan Jernih Jernih
 Iris shadow - -
Corpus Vitreum
12.  Floaters - -
 Hemoftalmus - -
Retina:
13.
Fundus Refleks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. TIO (palpasi) Normal Normal


4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Konjungtivitis
Dilakukan pemeriksaan mikrobiologi seperti kultur kerokan konjungtiva dan analisis
sekret untuk mengetahui mikrooganisme penyebab konjungtivitis.

5. DIAGNOSIS BANDING
OS Konjungtivitis
a. Konjungtivitis viral :
Dipertahankan, karena dari pemeriksaan ditemukan adanya sekret yang bersifat
mukoserous, tidak ada edem palpebra, hiperemi yang tidak begitu infiltratif serta
tidak ada riwayat alergi pada pasien.
b. Konjungtivitis bakterial :
Disingkirkan, karena pada konjungtivitis bakterial seharusnya ditemukan eksudat
mukopurulen, hiperemis yang infiltratif, serta edema pada palpebra sedangkan pada
pasien tidak ditemukan eksudat mukopurulen, edema palpebral, serta injeksi
infiltratif.
c. Konjungtivitis alergika :
Disingkirkan, karena pada konjungtivitis alergikal ditemukan adanya riwayat alergi
terhadap alergen tertentu serta rata-rata terjadi pada usia kurang dari 10 tahun,
sedangkan pada pasien tidak didapatkan adanya riwayat alergi dan usia pasien yang
sudah 30 tahun.

6. DIAGNOSIS KERJA
- OS Konjungtivitis viral.

7. TERAPI

A. OS Konjuntivitis viral.

1. Medikamentosa
 Oral : Tidak diberikan
 Topikal : Tobramycin + Dexamethasone ED 6x1 gtt I OD
 Parenteral : Tidak diberikan
 Operatif : Tidak dilakukan
2. Terapi Non-medikamentosa
 Kompres mata kiri dengan air hangat apabila terjadi bengkak pada kelopak mata.

8. KOMPLIKASI
 OS Konjungtivitis Viral
o Konjungtivitis Bakterial
o Blefarokonjungtivitis
o Subconjunctival Bleeding
o Keratitis

9. PROGNOSIS

Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister


Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam ad bonam ad bonam
Quo ad functionam ad bonam ad bonam
Quo ad kosmetikan ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam

10. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya karena dari
pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan Disiplin Ilmu
Kedokteran lainnya
11. EDUKASI
Konjungivitis Viral
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan infeksi pada mata akibat
mikroorganisme berupa virus, sehingga dapat sembuh dengan sendirinya dan mata
dapat kembali sehat seperti biasa.
 Memberitahu pasien bahwa konjungtivitis mudah menular, penderita harus sering
mencuci tangannya dengan sabun setelah kontak dengan mata yang sakit dan
penyakit ini bisa menular ke mata yang tidak sakit.
 Memberitahu pasien untuk menggunakan handuk atau lap yang bersih dan hindari
pemakaian bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya untuk mencegah
tertularnya penyakit.
 Memberitahu pasien untuk berbagi alat riasan dengan orang lain untuk mencegah
penularan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi Konjungtiva

Gambar 2.1 Anatomi Konjungtiva1


Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis,
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva terdiri dari 3 bagian :1
1) Konjungtiva Palpebralis
2) Konjungtiva Bulbaris
3) Konjungtiva Forniks
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profunda bersambung
dengan pembuluh limfe kelopak mata membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V.1
2.2. Konjungtivitis
Peradangan pada konjungtiva atau konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri-
virus-fungus-alergi. Oleh karena itu, pada setiap konjungtivitis perlu dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dari secret ataupun kerokan konjungtiva untuk mengetahui
penyebabnya supaya pengobatannya tepat.1
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan
lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri,
jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2
2.2.1. Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
 Infeksi oleh virus atau bakteri
 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari.
2.2.2. Gambaran Klinik Konjungtivitis
a. Subjektif
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas, gatal, kadang kabur, lengket
waktu pagi.
b. Objektif
1. Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran berkelok-
kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut bergerak
apabila konjungtiva bulbi digerakkan.
2. Folikel
Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1mm.
tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik kearah
puncak folikel.
3. Papil raksasa (Coble-stone)
Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan permukaan datar.
Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari bawah sentral.
4. Flikten
Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva atau
kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis.
5. Membran
Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau seluruh
konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat berupa
endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan disebut pseudomembran. Selain massa
putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis konjungtiva,
sehingga sukar diangkat, disebut membran.7
Gejala lainnya adalah:
- mata berair
- mata terasa nyeri
- mata terasa gatal
- pandangan kabur
- peka terhadap cahaya
- terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.2
2.2.3. Klasifikasi Konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
 Definisi
Inflamasi konjungtiva diakibatkan Staphylococcus aureus (berhubungan
dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Haemophilus
influenza (khususnya pada anak-anak)
 Diagnosis
Gejala : Mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi
Tanda :
- Papila konjungtiva
- Kemosis : pembengkakan konjungtiva
- Konjungtiva injeksi
- Tanpa adenopati preaurikuler
Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan segmen anterior bola mata
- Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya.
 Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama
obat diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali
sehari selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk
mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan
 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena
konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah
dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan
meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.1,4
 Pencegahan
- Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya
bersih-bersih.
- Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
- Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.8
2. Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
 Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata
merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan
daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri
tekan).1
 Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3
dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa
dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini
dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody
penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa
dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
 Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
2. Keratokonjungtivitis Epidemika
 Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa
ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14
hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea
normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra,
kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan
konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan
mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. Keratokonjungtiva epidemika pada
orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin
terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis
media, dan diare.
 Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan
37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam
biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil. 1
 Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau
pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika
topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi
terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu,
yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
 Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-
alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas
dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
 Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
 Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea
tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu
ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra
dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah
nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
 Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari
tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea,
jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan
pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
 Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-
hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus,
dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 –
10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali
sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes
setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk
infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri
yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
4. Konjungtivitis Hemoragika Akut
 Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
 Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang
terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa
bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar
ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
 Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi
dalam 5-7 hari.
Temuan Viral Bakteri Klamidia Alergika
Klinis dan
Sitologi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemia Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati Sering Jarang Hanya sering pada Tak ada
preaurikular konjungtivitis
inklusi
Pada kerokan Monosit Bakteri, PMN PMN, sel plasma, Eosinofil
dan eksudat badan inklusi
yang dipulas
Disertai sakit Sesekali Sesekali Tak pernah Tak pernah
tenggorokan
dan demam

2.2.4. Diagnosis Banding

Tanda Konjuntivitis Keratitis/Iritis Glaukoma akut


Tajam penglihatan Normal Turun nyata Sangat kabur
Silau Tidak ada Nyata -
Sakit Pedes, rasa kelilipan Sakit Berat
Mata merah Injeksi konjungtival Injeksi siliar Injeksi sirkumkorneal
Sekret Serous, mukos, purulen Tidak ada Tidak ada
Lengket kelopak Terutama pagi hari Tidak ada Tidak ada
Pupil Normal Mengecil Dilatasi sedang dan terfiksasi
(tidak ada respon cahaya
pupil)
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. 205-216
2. James, B., Chris C., Bron A. 2006. Lecture Notes : Oftamologi Edisi Kesembilan. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
3. Perhimpunan dokter spesialis mata Indonesia.2002. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum
dan mahasiswa kedokteran: edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta.
4. Setiohadji, B., 2006. Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept
of Ophthalmology Medical Faculty of Padjadjaran University.
5. Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
6. Crick RP, Khaw PT. Practical Anatomy and Physiology of The Eye and Orbit. In: A Textbook
of Clinical Ophtalmology. 3thEd. Singapore : FuIsland Offset Printing (S) Pte Ltd; 2003. p 5-7.
7. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical Physiology. 11 th Ed.
Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
8. Junqueira, Luiz Carlos.& Jose Carneiro. 2010. Histologi Dasar ;Teks dan Atlas .Edisi 10. Jakarta. EGC.
9. Vaughan, DG., Asbury, T., Riordan Eva, P. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
10. Kemkes RI, 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.
Available at: http://www.depkes.go.id. [Accessed 17 April 2015].
11. Ilyas, S. 2009. Ilmu Penyakit Mata 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai