Disusun oleh:
Zidnil Ula
1913020050
Dokter Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Zidnil Ula
Disahkan oleh:
Dokter Pembimbing,
dr.Iman Sp.M
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : S
No RM : 20-21-439587
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD kota Salatiga
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh mata kanan nyeri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD kota salatiga dengan keluhan mata
kanan terasa nyeri dan merah. Pasien mengaku mata kanan terkena sabetan
buntut sapi sejak seminggu yang lalu. Gejala awal yang dirasakan pasien
mata terasa nyeri, pandangan kabur dan mata merah. Sebelumnya pasien
berobat kebidan dan diberikan salep mata, namun setelah salep habis dan
pasien merasa tidak ada perbaikan akhirnya pasien memeriksakan diri ke
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat operasi yang berhubungan dengan mata
Tidak ada riwayat terkena bahan kimia pada mata
Tidak ada riwayat infeksi (ulkus kornea) sebelummnya
Riwayat Hipertensi, DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Kesan sosial ekonomi pasien cukup. Pasien berobat sebagai pasien BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Vital Sign
TD : 130/71 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,10 C
Status Lokalis :
2 Koreksi - -
3 Bulbus okuli
• Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
• Enoftalmus - -
• Eksoftalmus -
• Strabismus - -
4 Palpebra Superior :
• Vulnus laceratum - -
• Edema - -
• Hematom - -
• Hiperemia - -
• Silia Trikiasis ( - ) Trikiasis ( - )
• Ptosis - -
5 Palpebra Inferior :
• Edema - -
• Hematom - -
• Hiperemia - -
• Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia Trikiasis ( - ) Trikiasis ( - )
6 Konjungtiva :
• Hiperemi + Tidak ditemukan
• Injeksi konjungtiva + Tidak ditemukan
• Injeksi siliar + Tidak ditemukan
• Sekret - -
7 Kornea :
• Kejernihan - (keruh) jernih
• Mengkilat - (edem) +
• Edema + Tidak ditemukan
• Lakrimasi + Tidak ditemukan
• Infiltrat + Tidak ditemukan
8 COA :
• Hifema tidak ditemukan Tidak ditemukan
• Hipopion - -
9 Iris :
• Kripta Normal Normal
• Edema - -
• Sinekia Tidak ditemukan Tidak ditemukan
• Atrofi - -
10 Pupil :
• Bentuk Tidak beraturan Bulat
• Reflek pupil + +
• Sinekia - -
• Isokoris - -
11 Lensa:
• Kejernihan keruh jernih
• Iris shadow - -
12 TIO Normal Normal
E. DIAGNOSIS BANDING
Oculus dexter
a. OD Ulkus Kornea disingkirkan karena adanya penurunan tajam
penglihatan disertai dengan mata yang merah dan berair. Tetapi tidak
didapatkan fotofobia dan pengeluaran sekret. Selain itu, pada pemeriksaan
oftalmologis, kekeruhan berwarna putih pada kornea berasal dari lensa dan
edem pada kornea.
b. OD Ruptur kornea ditegakan karena didapatkan riwayat trauma, disertai
robekan kornea dan prolaps iris.
c. OD Katarak traumatika ditegakan karena terdapat kesuraman pada lensa
akibat perforasi langsung melalui kornea tanpa ataupun langsung mengenai
lensa.
d.
F. DIAGNOSIS KERJA
OD Ruptur Kornea
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa:
a. Topical :
- Bacitracin ED BT I
∫ 6 dd gtt I OD
- Gentamycin ED BT I
∫ 6 dd gtt I OD
b. Oral :
- Ciprofloksasin 500 mg No. X
∫ 3 dd tab I
- Na diklofenac 50 mg No. XV
∫ 2 dd tab I
- Dexamethason No. XV
∫ 3 dd tab 1
2. Non medikamentosa :
- Operatif : eviserasi dan enokleasi kornea
H. EDUKASI
a. Pasien harus segera di lakukan tindakan operatif karena penanganan secara
dengan menggunakan obat saja tidak bisa untuk menangani kasus ruptur kornea,
karena luka terbuka ditakutkan bisa terjadi infeksi di mata sebelah kanan.
b. Bila sudah dilakukan tindakan operasi diatas dianjurkan untuk kontrol
teratur dan mengkonsumsi obat yang diberikan agar proses penyembuhanya
cepat dan tidak terjadi komplikasi yang lebih buruk.
d. Untuk menghindari kecelakaan serupa hendaknya dalam berpergian
memakai kendaraan bermotor supaya lebih berhati-hati dan memakai APD
seperti helm.
I. PROGNOSIS
Quo Ad Visam : ad malam
Quo Ad Sanam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo Ad Kosmetikam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam
J. KOMPLIKASI
Komplikasi sebelum penatalaksanaan, dapat berupa :
2.1. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditentukan setelah trauma okuli perforans :
Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
Katarak traumatic
Galukoma sekunder
Oftalmika simpatika
Ablasi retina
Perdarahan intraokuler
Ptisis bulbi
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam
beberapa minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat.
Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi panoftalmitis.7
Simpatetik oftalmika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang
tidak cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90%
terjadi dalam 1 tahun.8 Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya
uvea karena cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman
penglihatan mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi
mata yang cedera.5
2.2. PROGNOSIS
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal,
tipe dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda
asing. Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi
atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek
besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus,
sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik
dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus
akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik.
Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih
mudah dikeluarka dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75%
mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.
2.2.6. Komplikasi
Komplikasi sebelum penatalaksanaan, dapat berupa :
2.2.7. Prognosis
Pada trauma kornea sederhana yang tidak melibatkan struktur okular
lain atau tissue loss, memperlihatkan hasil yang baik. Laserasi kornea
kompleks, yang melibatkan struktur okular lain seperti uvea atau vitreu
ataupun adanya tissue loss, tidak hanya sulit pada penatalaksanaannya,
tetapi lebih sulit lagi untuk memperbaiki komplikasi yang ditimbulkan
setelah penanganan. Semakin tinggi derajat komplikasi makin buruk
prognosis visualnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Trauma mata adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihatan.
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata
dibagi menjadi:trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati struktur
dinding bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati seluruh
struktur dinding bola mata (full thickness).Langkah pertama dalam evaluasi trauma
kornea adalah menentukan apakah termasuk luka full-thickness atau bukan dan
mengakibatkan rupture bola mata, yaitu aqueous humor keluar dari bilik mata
depan, yang ditandai dengan kornea yang rata, gelembung air di bawah kornea,
pupil asimetris sekunder karena iris yang menonjol kearah defek kornea, dan juga
tanda dari ruptur sklera yaitu adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola
mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur.
Pada kasus ini Ny. S (55 tahun) datang dengan keluhan keluhan mata
kanan terasa nyeri dan merah. Pasien mengaku mata kanan terkena sabetan buntut
sapi sejak seminggu yang lalu. Gejala awal yang dirasakan pasien mata terasa nyeri,
pandangan kabur dan mata merah. Sebelumnya pasien berobat kebidan dan
diberikan salep mata, namun setelah salep habis dan pasien merasa tidak ada
perbaikan akhirnya pasien memeriksakan diri ke rumah sakit.Pemeriksaan fisik
dilakukan setelah pasien mendapatkan penanganan, sehingga tidak dapat dilakukan
evaluasi awal melalui gambaran klinis apakah termasuk luka full thickness atau
tidak. Namun dapat dipastikan bahwa ini merupakan suatu ruptur kornea karena
pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami trauma mata terbuka oleh
benda tumpul dimana ketika pasien terkena sabetan buntut sapi dan menekan orbita
sehingga mengakibatkan tekanan pada bola mata dalam aksis anterior posterior
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular, sehingga terjadi robekan kornea.
Sesuai teori bahwa tindakan penanganan untuk trauma sehingga
menyebabkan ruptur dari bola mata yang menyebabkan nyeri hebat dan kebutaan
maka harus dilakukan tindakan eviserasi, yaitu pengangkatan isi bola mata dengan
meninggalkan bagian dinding bola mata, sklera, otot-otot ekstra okuli dan saraf
optik.
Pada pasien ini dilakukan cito operasi dengan tujuan untuk memperbaiki rupture.
Ketika di lakukan operasi, terlihat kerusakan yang terjadi sampai ke iris dan koroid
sehingga diputuskan untuk dilakukan tindakan eviserasi.Dilihat dari kerusakannya
pun dapat diduga bahwa kemungkinan perdarahan aktif yang dialami oleh pasien
berasal dari kumpulanarteri utama dan cabang dari badan siliar, arteri koroid, vena
badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil akibat kerusakan tesebut.
Pada penanganan medikamentosa dapat diberikan antibiotic spectrum
luas untuk mencegah kemungkinan akibat terjadinya infeksi pasca trauma dan
operasi. Pada pasien ini diberikan amoxicillin dengan dosis 3x500 mg per oral dan
diberikan asam mefenamat yang merupakan golongan NSAID dengan fungsinya
selain sebagai antiinflamasi juga dapat menghilangkan rasa nyeri dengan dosis
3x500 mg per oral. Setelah perawatan 3 hari, pasien dipulangkan dengan anjuran
untuk kontrol kembali 1 minggu setelah dirawat untuk mengevaluasi kondisi
matanya setelah dioperasi apakah terdapat komplikasi dari eviserasi atau tidak
berupa Anophthalmic orbit (Enophthalmos, Sulkus superior dalam, Kekenduran
kelopak dalam bawah, Ptosis, Kelainan socket mengendur, Kelainan socket
mengerut), perdarahan, atau infeksi. Jika kondisi mata baik, maka dapat dilakukan
pemasangan protesa atau pemasangan bola mata palsu pada mata yang telah
dilakukan eviserasi.
Prognosis dari kasus ini tidak sampai menyebabkan pasien meninggal,
namun untuk pasien dengan ruptur korneo-sklera post eviserasi maka pasien sudah
dipastikan kehilangan fungsi dari penglihatannya yang juga dapat mempengaruhi
keadaan psikiologi pasien.Untuk kemungkinan berulangnya kejadian ini tergantung
pada pasien bagaimana pasien dapat melindungi dirinya agar sebisa mungkin
terhindar dari trauma.
DAFTAR PUSTAKA