Anda di halaman 1dari 22

RUPTUR KORNEA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Mata RSUD Salatiga

Disusun oleh:

Zidnil Ula
1913020050

Dokter Pembimbing:

dr. Iman Sp.M

BAGIAN ILMU MATA RSUD KOTA SALATIGA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul


RUPTUR KORNEA

Disusun Oleh:
Zidnil Ula

Disahkan oleh:
Dokter Pembimbing,

dr.Iman Sp.M
BAB I
KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : S

No RM : 20-21-439587

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kembang 11/8 ds. Sumogawe kec. Getasan Semarang

Tanggal MRS : 21 JANUARI 2020

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD kota Salatiga
 Keluhan Utama :
Pasien mengeluh mata kanan nyeri.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD kota salatiga dengan keluhan mata
kanan terasa nyeri dan merah. Pasien mengaku mata kanan terkena sabetan
buntut sapi sejak seminggu yang lalu. Gejala awal yang dirasakan pasien
mata terasa nyeri, pandangan kabur dan mata merah. Sebelumnya pasien
berobat kebidan dan diberikan salep mata, namun setelah salep habis dan
pasien merasa tidak ada perbaikan akhirnya pasien memeriksakan diri ke
rumah sakit.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Tidak ada riwayat operasi yang berhubungan dengan mata
 Tidak ada riwayat terkena bahan kimia pada mata
 Tidak ada riwayat infeksi (ulkus kornea) sebelummnya
 Riwayat Hipertensi, DM disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
 Riwayat Sosial Ekonomi :
Kesan sosial ekonomi pasien cukup. Pasien berobat sebagai pasien BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
 Kesadaran : Compos mentis
 Aktivitas : Normoaktif
 Kooperatif : Kooperatif
 Status gizi : Baik

Vital Sign
 TD : 130/71 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 RR : 24 x/menit
 Suhu : 36,10 C

Status Lokalis :

Oculus Dexter Oculus Sinister

No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister

1 Visus 1/300 6/12

2 Koreksi - -

3 Bulbus okuli
• Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
• Enoftalmus - -
• Eksoftalmus -
• Strabismus - -
4 Palpebra Superior :
• Vulnus laceratum - -
• Edema - -
• Hematom - -
• Hiperemia - -
• Silia Trikiasis ( - ) Trikiasis ( - )
• Ptosis - -
5 Palpebra Inferior :
• Edema - -
• Hematom - -
• Hiperemia - -
• Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia Trikiasis ( - ) Trikiasis ( - )
6 Konjungtiva :
• Hiperemi + Tidak ditemukan
• Injeksi konjungtiva + Tidak ditemukan
• Injeksi siliar + Tidak ditemukan
• Sekret - -
7 Kornea :
• Kejernihan - (keruh) jernih
• Mengkilat - (edem) +
• Edema + Tidak ditemukan
• Lakrimasi + Tidak ditemukan
• Infiltrat + Tidak ditemukan
8 COA :
• Hifema tidak ditemukan Tidak ditemukan
• Hipopion - -
9 Iris :
• Kripta Normal Normal
• Edema - -
• Sinekia Tidak ditemukan Tidak ditemukan
• Atrofi - -
10 Pupil :
• Bentuk Tidak beraturan Bulat
• Reflek pupil + +
• Sinekia - -
• Isokoris - -
11 Lensa:
• Kejernihan keruh jernih
• Iris shadow - -
12 TIO Normal Normal

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Darah Lengkap

E. DIAGNOSIS BANDING
Oculus dexter
a. OD Ulkus Kornea disingkirkan karena adanya penurunan tajam
penglihatan disertai dengan mata yang merah dan berair. Tetapi tidak
didapatkan fotofobia dan pengeluaran sekret. Selain itu, pada pemeriksaan
oftalmologis, kekeruhan berwarna putih pada kornea berasal dari lensa dan
edem pada kornea.
b. OD Ruptur kornea ditegakan karena didapatkan riwayat trauma, disertai
robekan kornea dan prolaps iris.
c. OD Katarak traumatika ditegakan karena terdapat kesuraman pada lensa
akibat perforasi langsung melalui kornea tanpa ataupun langsung mengenai
lensa.
d.
F. DIAGNOSIS KERJA
OD Ruptur Kornea

G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa:
a. Topical :
- Bacitracin ED BT I
∫ 6 dd gtt I OD
- Gentamycin ED BT I
∫ 6 dd gtt I OD
b. Oral :
- Ciprofloksasin 500 mg No. X
∫ 3 dd tab I
- Na diklofenac 50 mg No. XV
∫ 2 dd tab I
- Dexamethason No. XV
∫ 3 dd tab 1

2. Non medikamentosa :
- Operatif : eviserasi dan enokleasi kornea
H. EDUKASI
a. Pasien harus segera di lakukan tindakan operatif karena penanganan secara
dengan menggunakan obat saja tidak bisa untuk menangani kasus ruptur kornea,
karena luka terbuka ditakutkan bisa terjadi infeksi di mata sebelah kanan.
b. Bila sudah dilakukan tindakan operasi diatas dianjurkan untuk kontrol
teratur dan mengkonsumsi obat yang diberikan agar proses penyembuhanya
cepat dan tidak terjadi komplikasi yang lebih buruk.
d. Untuk menghindari kecelakaan serupa hendaknya dalam berpergian
memakai kendaraan bermotor supaya lebih berhati-hati dan memakai APD
seperti helm.
I. PROGNOSIS
Quo Ad Visam : ad malam
Quo Ad Sanam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo Ad Kosmetikam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam

J. KOMPLIKASI
Komplikasi sebelum penatalaksanaan, dapat berupa :

1. Terdapatnya benda asing intraokuler bisa memperberat keadaan menjadi


endoftalmitis, panoftalmitis, ablasio retina, perdarahan
intraocular,dan ptisis bulbi
2. Katarak traumatika. Lensa menjadi putih segera setelah masuk benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan aquous humour dan kadang-
kadang viterus masuk ke dalam struktur lensa.

Komplikasi setelah penatalaksanaan, dapat berupa :

1. Jaringan sikatrik pada kornea


2. Glaukoma sekunder karena sinekia anterior, atau inflamasi yang diinduksi
oleh lensa
3. Pembentukan membran pada pupil
4. Kerusakan epitel okular permanen, timbul ulserasi stromal steril.
5. Downgrowth epitelial
Epitelium bisa tumbuh melewati luka dan terus ke bagian belakang kornea.
6. Astigmatisma
Pertama, ini karena jaringan korneal yang sifatnya tidak elastisnya, sutura
yang diikat keras bisa mendistorsi bentuk kornea dan mengakibatkan
astigmatisme dan yang keduan karena terbentuknya fibrosis pada
penyembuhan luka .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TRAUMA MATA
2.1.1. Definisi
Trauma mata adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata
dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihatan.
2.2.2. Klasifikasi
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata dibagi
menjadi:
 Tertutup
- Kontusio: tidak ada luka pada bola mata
- Laserasi lamellar: hanya mengenai setengah dari ketebalan dinding
bola mata.
 Terbuka
- Laserasi: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang
disebabkan benda tajam
- Penetrasi: satu agen menyebabkan satu luka masuk
- Benda asing dalam mata: sama dengan penetrasi tetapi
dikelompokan sendiri karena memerlukan penanganan berbeda.
- Perforasi: terdapat luka masuk dan luka keluar
- Ruptur: mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang
disebabkan benda tumpul
2.1.3. Etio-Patogenesis
Beratnya trauma yang terjadi ditentukan oleh ukuran benda,
komposisi dan kecepatan pada saat bertumbukan. Benda tajam seperti pisau
akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola mata. Berbeda dengan
kerusakan akibat benda asing yang terbang beratnya kerusakan ditentukan
oleh energi kinetik yang dimiliki. Contohnya pada peluru pistol angin yang
besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi
kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah.
Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil
dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas yang jelas
dan beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru
pistol angin.
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli
yaitu coup, countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata
cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak selalu seperti yang diharapkan.
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan
sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1. Palpebra mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator
apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen.
2. Saluran Lakrimalis dapat merusak sistem pengaliran air mata dari
pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat
menyebabkan kekurangan air mata.
3. Congjungtiva dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan
perdarahan sub konjungtiva.
4. Sklera bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan
tekanan bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera
yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi
injury.
5. Kornea, bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan
karena fungsi corneas ebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus
kornea menyebabkan iris prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris
prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.
6. Lensa bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina
sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan
menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
7. Iris bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga
pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa terdapat warna
gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
8. Pupil, bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter
pupil sehingga pupil menjadi midriasis

2.1.4. Manifestasi Klinis


Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai
tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat
bersifat tidak beracun (seperti pasir, kaca) dan beracun (contohnya logam
besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu). Bahan
tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya
masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata
tembus seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun akibat terdapatnya kekeruhan media
refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus
tersebut
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sclera
- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan
kaca atau retina
- Konjungtivis kemotis
- Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme dan lakrimasi
- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata
- Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
- Adanya hifema pada bilik mata depan
2.1.5. Diagnosis
Anamnesis
- Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan detail dan lengkap
- Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.
- Asal dari objek penyebab trauma.
- Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada orbita.
- Keadaan saat terjadinya trauma
- Waktu dan lokasi terjadinya trauma.
- Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada trauma
akut.
- Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap trauna
kompresi anterior-posterior.
- Riwayat medis
- Riwayat mata
- Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah ruptur.
- Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.
- Penyakit mata yang ada.
- Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan alergi.
Pemeriksaan fisik
 Orbita
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola
mata. Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi
harus dijaga hingga dilakukan pembedahan.8
 Palpebra
Pelpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya
trauma yang dalam pada mata. Laserasi pada palpebra dapat
menyebabkan perforasi bola mata. Perbaikan palpebra ditunda hingga
trauma bola mata ditentukan penyebabnya.2,4,8
 Konjungtiva
Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola
mata.
 Kornea dan sclera
Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian
dari ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat
terjadi prolapse iris pada laserasi kornea penuh. Tekanan bola mata
umumnya rendah, namun pengukuran merupakan kontraindikasi untuk
menghindari penekanan pada bola mata.4
 Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect
(APD). Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur
bola mata.
 Segmen anterior
Pada pemeriksaan dengan lampu sliIt, bisa ditemukan defek pada iris,
laserasi kornea, prolaps iris, hifema, dan kerusakan lensa. Bilik mata
depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis
yang buruk. Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan
dalam pada ekstrusi vitreous pada segmen posterior.8
 Temuan lain
Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina
atau koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing. Robekan
retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola
mata.2,7
Pemeriksaan penunjang
 Foto polos orbita untuk mencari benda asing radioopak.
 USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan
informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda
asing intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan
koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.
 CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi
adanya benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya
atau derajat kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial
misalnya perdarahan subdural.2,7
 MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak tetapi kontraindikasi pada
benda asing yang terbuat dari metal.7
 Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal
tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg). Pengkajian dengan
menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi. Pemeriksaan Laboratorium, seperti : SDP,
leukosit, kemungkinan adanya infeksi sekunder. Pemeriksaan kultur
untuk mengetahui jenis kumannya. Perlu pemeriksaan tonometri
Schiotz, perimetri, gonioskopi, tonografi, maupun funduskopi.8
2.1.6. Penatalaksanaan
Teknik yang digunakan tergantung dari beratnya luka dan adanya
komplikasi seperti inkarserasi iris, COA yang datar, dan kerusakan
intraokular.
 Laserasi kornea kecil
Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna atau
dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut.
 Laserasi kornea ukuran medium
Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang
datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah
dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam seimbang.
Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama beberapa hari
untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam.
 Laserasi kornea dengan inkarserasi iris
Manajemen tergantung dari durasi dan luasnya inkarserasi. Kebocoran
kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan oleh konstriksi
pupil. Inkarserasi iris yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat
non-viabel.
 Laserasi kornea dengan kerusakan lensa
Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan
phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.
Luka pada sklera anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius
seperti prolaps uvea dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus
meskipun dengan manajemen yang tepat, dapat menimbulkan traksi
vitreoretina dan ablasio retina.

2.1. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditentukan setelah trauma okuli perforans :
 Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
 Katarak traumatic
 Galukoma sekunder
 Oftalmika simpatika
 Ablasi retina
 Perdarahan intraokuler
 Ptisis bulbi
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam
beberapa minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat.
Endoftalmitis dapat berlanjut menjadi panoftalmitis.7
Simpatetik oftalmika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang
tidak cedera dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90%
terjadi dalam 1 tahun.8 Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya
uvea karena cedera, keadaan ini menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman
penglihatan mendadak, dan fotofobia yang dapat membaik dengan enukleasi
mata yang cedera.5

2.2. PROGNOSIS
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal,
tipe dan luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda
asing. Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi
atau ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek
besar yang menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus,
sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik
dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror. Trauma tembus
akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang baik.
Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih
mudah dikeluarka dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75%
mata akan mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.

2.2. RUPTUR KORNEA


2.1.1. Definisi
 Ruptur kornea merupakan trauma pada kornea baik partial- maupun full-
thickness.
 Luka partial-thickness tidak mengganggu bola mata (abrasi)
 Luka full-thickness penetrasi penuh pada kornea, menyebabkan ruptur dari
bola mata
2.2.2. Etiologi
 Ruptur kornea (luka terbuka atau open globe) diakibatkan oleh trauma
yang bersifat tumpul. Luka terjadi akibat peningkatan tiba-tiba melalui
mekanisme inside-out (dalam ke luar) sebagai mekanisme cedera.
 Laserasi adalah luka full thickness pada dinding mata akibat objek yang
tajam. Mekanisme adalah outside in (luar ke dalam). Termasuk di bawah
laserasi adalah luka perforasi, luka penetrasi, dan akibat benda asing.
2.2.3. Penatalaksaan
Penyembuhan Luka Kornea
Dalam waktu satu jam setelah trauma, sel epitel parabasilar mulai
membelah dan bermigrasi ke seluruh denudation area secara terus menerus
untuk menutup defek. Penyembuhan yang lengkap, termasuk restorasi
ketebalan epitel (4-6 lapis) dan reformasi fibril, membutuhkan waktu 4-6
minggu.
Penyembuhan stroma kornea avascular. Tidak sepeti jaringan
lainnya, penyembuhan pada stroma kornea terjadi karena fibrosis daripada
proliferasi fibrovaskular.
Epitelium dan endothelium merupakan bagian yang penting untuk
penyembuhan luka. Jika epitelium tidak menutupi luka dalam waktu
beberapa hari, penyembuhan stroma di bawahnya akan terbatas dan luka
akan rapuh. Factor pertumbuhan dari epitelium merangsang dan
meneruskan penyembuhan. Sel endotel di atas luka menyebrang ke
posterior kornea, beberapa sel diganti melalui aktivitas mitosis.
Endothelium membentang di bawah lapisan tipis yang baru dari membrane
Descemet. Jika batas interna luka tidak ditutupi oleh membrane Descemet,
fibroblast stroma berproliferasi terus-menerus ke ruang anterior sebagai
fibrous ingrowth, atau posterior luka mungkin terbuka permanen. Kolagen
fibrillar pertama diganti oleh kolagen yang lebih kuat pada pada akhir bulan-
bulan penyembuhan. Lapisan Bowman tidak berdegenerasi ketika luka
ataupun hancur.
Pada partial-thickness corneal laceration luka biasanya akan
menutup sendiri. Terapi yang dibutuhkan berupa antibiotik topikal dan
siklopegik topikal untuk mengurangi spasme siliar sehingga nyeri
berkurang. Dapat juga digunakan lensa kontak sebagai pelindung luka.

Pada simple full-thickness lacerations, tatalaksana dilakukan


berdasarkan ukuran luka, kebocoran luka, dan keterlibatan organ okular lain.
Jika ukuran kecil (<2mm), maka luka bisa menutup sendiri dengan baik.
Terapi yang diberikan ssama seperti pada laserasi partial-thickness, yaitu
antibiotik, siklopegik dan lensa kontak perban. Jika COA tidak bertambah
dalam atau kebocoran luka tidak menutup dalam 48 jam, maka dilakukan
penutupan luka dengan jahitan atau lem jaringan (cyanoacrylate).

Pasien dengan ukuran luka lebih dari 3 mm, terdapat lepasnya


jaringan korneal, laserasi yang sampai ke iris atau kornea harus di
tatalaksana bedah. Intervensi pada trauma tembus bola mata idealnya
dilakukan secepat mungkin, meskipun dari berbagai penelitian menyatakan
bahwa tidak ada kerugian yang ditimbulkan jika operasi ditunda hingga 36
jam.

Laserasi kornea dapat menyebabkan tissue loss pada mata. Defek


yang sangat kecil dapat ditutup dengan cara dijahit atau menggunakan lem
jaringan cyanoacrylate. Untuk defek yang lebih besar membutuh terapi
autograf. Jika ukuran defek <5 mm dapat dilakukan autograf lamelar. Defek
yang lebih besar dari itu dapat diberikan graf full-thickness patch. Kedua
teknik ini membutuhkan donor kornea.

Laserasi pada kornea juga bisa menyebabkan terjadinya prolaps


uvea. Jika luka di kornea itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus
dipotong dan sisanya di repossisi, Jika jaringan uvea prolaps lebih dari 24
jam jangan direposisi karena beresiko terjadi infeksi atau epithelial seeding
ke COA. Prolap jaringan uveal yang lama atau prolap jaringan yang sudah
tidak vial lagi harus dieksisi.
Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata
depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc, sebelum
kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan
spektrum luas dan sistemik, juga subkonjungtiva
Untuk terapi konservatif dapat diberikan Antibiotik agar tidak terjadi
endoftalmitis postraumatika. Sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas
untuk Gram positif dan Gram negatif. Obat yang dapat digunakan adalah
Vankomisin intravitreal 1 mg atau intravena 1 gram tiap 12 jam, Ofloksasin
1 tetes 4 kali sehari, atau Seftazidim 250 mg-2 g IV/IM tiap 8-12 jam atau
2,25 mg intravitreal.

2.2.6. Komplikasi
Komplikasi sebelum penatalaksanaan, dapat berupa :

3. Terdapatnya benda asing intraokuler bisa memperberat keadaan


menjadi endoftalmitis, panoftalmitis, ablasio retina, perdarahan
intraocular,dan ptisis bulbi
4. Katarak traumatika. Lensa menjadi putih segera setelah masuk benda
asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan aquous
humour dan kadang-kadang viterus masuk ke dalam struktur lensa.

Komplikasi setelah penatalaksanaan, dapat berupa :

6. Jaringan sikatrik pada kornea


7. Glaukoma sekunder karena sinekia anterior, atau inflamasi yang
diinduksi oleh lensa
8. Pembentukan membran pada pupil
9. Kerusakan epitel okular permanen, timbul ulserasi stromal steril.
10. Downgrowth epitelial
Epitelium bisa tumbuh melewati luka dan terus ke bagian belakang
kornea. Lebih jarang ditemukan sekarang karena adanya teknologi
mikrosurgeri. Walaupun ditemukan, pengobatan yang efektif adalah
sukar. Downgrowth tersebut harus dieksisi dan kawasan sekeliling
downgrowth tersebut dikrioterapi.
11. Astigmatisme
Komplikasi yang sangat sering setelah luka kornea walau sekecil
manapun luka tersebut. Pertama, ini karena jaringan korneal lebih
berkompresi daripada elastis. Karena sifat tidak elastisnya, sutura yang
diikat keras bisa mendistorsi bentuk kornea dan mengakibatkan
astigmatisme. Keduanya, fibrosis pada penyembuhan luka adalah sangat
bervariasi.

2.2.7. Prognosis
Pada trauma kornea sederhana yang tidak melibatkan struktur okular
lain atau tissue loss, memperlihatkan hasil yang baik. Laserasi kornea
kompleks, yang melibatkan struktur okular lain seperti uvea atau vitreu
ataupun adanya tissue loss, tidak hanya sulit pada penatalaksanaannya,
tetapi lebih sulit lagi untuk memperbaiki komplikasi yang ditimbulkan
setelah penanganan. Semakin tinggi derajat komplikasi makin buruk
prognosis visualnya.
BAB III
PEMBAHASAN

Trauma mata adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihatan.
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT), trauma mata
dibagi menjadi:trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati struktur
dinding bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati seluruh
struktur dinding bola mata (full thickness).Langkah pertama dalam evaluasi trauma
kornea adalah menentukan apakah termasuk luka full-thickness atau bukan dan
mengakibatkan rupture bola mata, yaitu aqueous humor keluar dari bilik mata
depan, yang ditandai dengan kornea yang rata, gelembung air di bawah kornea,
pupil asimetris sekunder karena iris yang menonjol kearah defek kornea, dan juga
tanda dari ruptur sklera yaitu adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola
mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur.
Pada kasus ini Ny. S (55 tahun) datang dengan keluhan keluhan mata
kanan terasa nyeri dan merah. Pasien mengaku mata kanan terkena sabetan buntut
sapi sejak seminggu yang lalu. Gejala awal yang dirasakan pasien mata terasa nyeri,
pandangan kabur dan mata merah. Sebelumnya pasien berobat kebidan dan
diberikan salep mata, namun setelah salep habis dan pasien merasa tidak ada
perbaikan akhirnya pasien memeriksakan diri ke rumah sakit.Pemeriksaan fisik
dilakukan setelah pasien mendapatkan penanganan, sehingga tidak dapat dilakukan
evaluasi awal melalui gambaran klinis apakah termasuk luka full thickness atau
tidak. Namun dapat dipastikan bahwa ini merupakan suatu ruptur kornea karena
pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami trauma mata terbuka oleh
benda tumpul dimana ketika pasien terkena sabetan buntut sapi dan menekan orbita
sehingga mengakibatkan tekanan pada bola mata dalam aksis anterior posterior
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular, sehingga terjadi robekan kornea.
Sesuai teori bahwa tindakan penanganan untuk trauma sehingga
menyebabkan ruptur dari bola mata yang menyebabkan nyeri hebat dan kebutaan
maka harus dilakukan tindakan eviserasi, yaitu pengangkatan isi bola mata dengan
meninggalkan bagian dinding bola mata, sklera, otot-otot ekstra okuli dan saraf
optik.
Pada pasien ini dilakukan cito operasi dengan tujuan untuk memperbaiki rupture.
Ketika di lakukan operasi, terlihat kerusakan yang terjadi sampai ke iris dan koroid
sehingga diputuskan untuk dilakukan tindakan eviserasi.Dilihat dari kerusakannya
pun dapat diduga bahwa kemungkinan perdarahan aktif yang dialami oleh pasien
berasal dari kumpulanarteri utama dan cabang dari badan siliar, arteri koroid, vena
badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil akibat kerusakan tesebut.
Pada penanganan medikamentosa dapat diberikan antibiotic spectrum
luas untuk mencegah kemungkinan akibat terjadinya infeksi pasca trauma dan
operasi. Pada pasien ini diberikan amoxicillin dengan dosis 3x500 mg per oral dan
diberikan asam mefenamat yang merupakan golongan NSAID dengan fungsinya
selain sebagai antiinflamasi juga dapat menghilangkan rasa nyeri dengan dosis
3x500 mg per oral. Setelah perawatan 3 hari, pasien dipulangkan dengan anjuran
untuk kontrol kembali 1 minggu setelah dirawat untuk mengevaluasi kondisi
matanya setelah dioperasi apakah terdapat komplikasi dari eviserasi atau tidak
berupa Anophthalmic orbit (Enophthalmos, Sulkus superior dalam, Kekenduran
kelopak dalam bawah, Ptosis, Kelainan socket mengendur, Kelainan socket
mengerut), perdarahan, atau infeksi. Jika kondisi mata baik, maka dapat dilakukan
pemasangan protesa atau pemasangan bola mata palsu pada mata yang telah
dilakukan eviserasi.
Prognosis dari kasus ini tidak sampai menyebabkan pasien meninggal,
namun untuk pasien dengan ruptur korneo-sklera post eviserasi maka pasien sudah
dipastikan kehilangan fungsi dari penglihatannya yang juga dapat mempengaruhi
keadaan psikiologi pasien.Untuk kemungkinan berulangnya kejadian ini tergantung
pada pasien bagaimana pasien dapat melindungi dirinya agar sebisa mungkin
terhindar dari trauma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005.Kapita Selekta Kedokteran edisi


ketiga.Jakarta: Media Aesculapius
2. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ;
3. Augsburger J, Asbury T. Ocular & Orbital Trauma. In: Vaughan & Asbury's
General Ophthalmology, 16th ed.; San Fransisco: McGraw-Hill; 2004. P.: 371-
9.
4. Djelantik AAAS, Andayani A, Widiana IGR. The Relation of Onset of
Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. JOI. 2010; 7(3):85-90.
5. Webb LA. Manual of eye emergencies, diagnosis and management.
Butterworth-Heinemann. Toronto.2004. p.1-2
6. Zorab RA, Straus H, Dondrea, et.al. The Eye. In: Fundamental and Principles
of Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of
ophtalmology.;2008-2009. p.43
7. Sutphin EJ, Dana MR, et.al. External Disease and Kornea. Section 8.
International ophtalmology american academy of ophtalmology. The Eye
M.D;2008-2009. p.9, p.38-9, p.407-18
8. Khurana KA. Comprehensive Opthalmology 4th Edition. New Delhi 2007. p.52,
p.401-10
9. Lang GK. Ophtalmology : A Short Text Book. Thieme Stuttgart. New York.
2000. P.497-513
10. Sujipto, Hoesin RG. Protesa Mata Paska Enukleasi dan Eviserasi. Jurnal
Oftalmologi Indonesia. 2008;6(2):69-80.

Anda mungkin juga menyukai