Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ODS MIOPIA SEDANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Septi Ali Sadyan Nugraha Putra
30101407321

Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

“ODS MIOPIA SEDANG”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal : juli 2019

Disusun oleh:
Septi Ali Sadyan Nugraha Putra
30101407321

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : An. An
Umur : 14 tahun
Alamat : Pancaarga, jalan teratai, Magelang
Pekerjaan : Pelajar
Status Menikah : Belum Menikah
Tanggal periksa : 28 Juni 2019

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh pandangan kabur pada mata kanan dan kiri jika melihat
jauh dan lebih jelas saat melihat jarak dekat.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli klinik RST TK.II dr.Soedjono Magelang dengan
keluhan pandangan kabur pada mata kanan dan kiri jika melihat jauh dan lebih
jelas saat melihat jarak dekat. Keluhan tersebut dirasakan pertama sejak kelas 7
SMP, saat ini pasien adalah seorang pelajar kelas 8 SMP. Pada saat itu pasien
mengaku pandangan kabur saat melihat papan tulis di kelas walaupun sudah
duduk di kursi paling depan, namun pandangan lebih jelas jika melihat lebih
dekat, setelah sebelumnya mencoba kacamata milik teman sebangku dikelasnya.
Biasanya pasien sering menyipitkan mata untuk melihat jauh. Pasien mengaku
sering menggunakan HP, sering menonton TV dan membaca dengan jarak yang
dekat.
Pasien menyangkal melihat benda menjadi ganda, melihat bintik atau
benang melayang di depan matanya. Pasien tidak mengeluh pusing dan mual.
Pasien tidak mengeluh pandangan semakin kabur saat melihat benda yang lebih
dekat. Pasien tidak melihat suatu garis lurus menjadi berkelok. Pasien tidak
pernah memakai kacamata sebelumnya. Keluarga pasien juga tidak ada yang
memakai kacamata. Pasien baru pertama kali ini memeriksakan penglihatannya.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa : disangkal
 Riwayat DM : diasangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Sosial dan Ekonomi


 Pasien seorang pelajar
 Biaya kesehatan BPJS
 Kesan ekonomi baik

3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36,5oC

4
Status Ophthalmicus :

OD OS

Gambar Ilustrasi:

5
4. Status Lokalis
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
Visus 5/60 5/60
1
S -3.00 6/6 S -3.00  6/6
Bulbus okuli
• Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
2 • Enoftalmus - -
• Eksoftalmus - -
• Strabismus Tidak ditemukan Tidak ditemukan
3 Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior :
• Edema - -
• Brill Hematom - -
• Hiperemia - -
4 • Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
• Ptosis - -
• Pseudoptosis - -
Palpebra Inferior :
• Edema - -
• Massa - -
• Brill Hematom - -
5 • Hiperemia - -
• Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Konjungtiva :
• Injeksi Konjungtiva - -
• Injeksi siliar - -
• Sekret - -
• Perdarahan - -
6
konjungtiva
• Bangunan Patologis - -
• Simblefaron - -
• Jaringan - -
fibrovaskuler
7 Kornea :

6
• Kejernihan Jernih Jernih
• Infiltrat - -
• Keratik presipitat - -
• Ulkus - -
• Sikatrik - -
• Edema - -
• Lakrimasi - -
• Bangunan - -
patologis

COA :
• Kedalaman Cukup Cukup
8 • Hifema - -
• Hipopion - -
• Efek tyndall - -
Iris :
• Kripta (+) (+)
• Edema - -
• Sinekia - -
9
• Atrofi - -
• Irish Shadow - -
• Iris tremulans - -

Pupil :
• Bentuk Bulat Bulat
• Diameter 3mm 3mm
10
• Reflek Langsung (+) (+)
• Reflek Tidak (+) (+)
langsung
Lensa:
• Kejernihan Jernih Jernih
11
• Dislokasi - -
• Iris shadow - -
Corpus Vitreum
Floaters tidak di temukan tidak ditemukan
12
 Hemoftalmia - -

13 Fundus Refleks (+) Cemerlang (+) Cemerlang


Funduskopi
- Fokus Fokus 2 Fokus 2

Papil bulat, batas

7
- Papil N II tegas,warna orange, Papil bulat, batas
CDR : 0,3 tegas,warna orange,
Tidak ditemukan CDR : 0,3
- Miopic Tidak ditemukan
crescent
2:3
 Vasa - 2:3
AV Rasio -
-
-
Mikroaneurisma
neovaskularisasi
+
 Macula -
+
Reflek fovea - -
edema - -
eksudat -
 Retina -
Cotton wool spot - -
Edema - -
Bleeding -
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Fundus Tigroid
Tidak ditemukan
Ablasio retina Tidak ditemukan
14 TIO (Digital) Normal Normal

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada

6. DIAGNOSIS BANDING
- ODS Miopia Sedang : Dipertahankan kerena pada miopia sedang dimana
miopia 3-6 D, pada pasien diberi koreksi dengan lensa sferis -3,00 sudah
membaik dan lensa sferis -3,00 termasuk miopia sedang.
- ODS Miopia Ringan : Disingkirkan karena pada miopia ringan dimana
miopinya 1-2 D, sedangkan pasien membaik penglihatannya Jika diberi koreksi
dengan lensa sferis -3.00 ODS. Lensa sferis -3,00 termasuk miopia sedang.

8
- ODS Miopia Berat : Disingkirkan kerena pada miopia berat dimana miopia > 6
D, sedangkan pada pasien diberi koreksi dengan lensa sferis -3,00 sudah
membaik dan lensa sferis -3,00 termasuk miopia sedang.
- ODS Pseudomiopia : Disingkirkan karena pada miopia palsu terjadi oleh
rangsangan berlebih terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kejang
pada otot siliaris dan hilang jika di relaksasikan sedangkan pada pasien tetap
menetap miopianya walaupun sudah direlaksasikan.
- ODS Hipermetropia : Disingkirkan karena pada hipermetropia mengeluh jika
melihat jauh kabur dan melihat dekat lebih kabur dan jika di beri lensa sferis (+)
membaik, sedangkan pada pasien ini mengeluh melihat jauh kabur dan melihat
dekat lebih jelas dan di beri lensa (+) tidak membaik.
- ODS Astigmatisma : Disingkirkan karena pada pasien astigmatisma jika di
tambahkan lensa cylinder obyek akan terlihat lebih jelas, sedangkan pada pasien
ini tidak perlu ditambahkan lensa cylinder sudah membaik.

7. DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia Sedang

8. PENATALAKSANAAN
ODS Miopia Ringan
Medikamentosa
a. Oral :-
b. Topikal :-
c. Parenteral :-
d. Operatif :-

Non Medikamentosa
Kacamata dengan lensa Sferis (–) ODS -3,00 (visus menjadi 6/6)

9. KOMPLIKASI
- Ablasio retina
- Strabimus

9
10. EDUKASI MIOPIA
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah satunya
disebabkan oleh bentuk bola mata yang panjang.
- Menjelaskan kepada pasien jika ukuran minusnya berselisih >2 akan merasa
pusing
- Menjelaskan bahwa kondisi mata minus tersebut bisa berhenti pada usia 25 th
jika minusnya < 3, jika > 3 - 6 maka akan berhenti pada usia 30 th, jika > 6
maka akan berhenti di atas 40 th.
- Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat dibantu
dengan kacamata.
- Bisa menggunakan lensa kontak namun butuh keterampilan dan ke hati hatian,
karena bisa menimbulkan infeksi pada mata
- Menjelaskan pada pasien selain terapi kacamata dan kontak lens bisa di lakukan
operasi lasik tetapi di lakuakan setelah usia 25 th atau pertumbuhan minus nya
sudah berhenti
-
11. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya
karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan
Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

12. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad sanam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad functionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo ad vitam ad Bonam ad Bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MIOPIA
2.1 Definisi
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu seseorang
tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas tapi bisa melihat dengan jelas benda-benda
yang dekat. Hal ini terjadi apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.

2.2 Klasifikasi
Borish and Duke-Elder membagi beberapa bentuk miopia menjadi :
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
 Kurvatura miopia adalah banyaknya atau peningkatan lengkungan satu atau
lebih dari permukaan refraksi dari mata, terutama kornea. Pada pasien dengan
sindrom Cohen, miopia biasanya diakibatkan oleh tingginya tenaga kornea dan
lentikular.
 Indeks miopia adalah variasi pada indeks refraksi dari satu atau lebih dari media
okular.
b. Miopia aksial, miopia akibat penjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal.

Miopia diukur dalam satuan dioptri menurut kekuatan dan tenaga optik dari lensa, dapat
dibagi menurut derajat beratnya yaitu :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri.
2. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri. Pasien dengan miopia
sedang lebih cenderung terkena sindrom penyebaran pigmen atau glukoma
pigmentasi.

11
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Pasien dengan
miopia berat atau tinggi lebih cenderung mengalami pelepasan retina dan glukoma
primer sudut terbuka.

2.3 Patofisiologi
Pada saat bayi baru lahir , kebanyakan bayi memiliki mata hyperopia, namun
saat pertumbuhan, mata menjadi kurang hyperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi
emetropia. Proses ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi berlanjut,
namun mereka menderita myopia derajat rendah pada awal kehidupan. Saat mereka
terpajan pada factor miopigenik seperti kerja jarak dekat secara berlebihan yang
menyebabkan bayangan buram dan tidak focus pada retina. Miopisasi berlanjut untuk
mencapai titik fokus yang menyebabkan elongasi aksial dan menimbulkan myopia
derajat sedang.
Dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi myopia yaitu:
1. Menurut tahanan sclera
a. Mesodermal Abnormalitas
Mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan
elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini,
dimana pembuangan sebagian mesenkim sklera dapat menyebabkan
terjadi ektasia pada daerah ini karena adanya perubahan tekanan dinding
okular.
b. Ektodermal-Mesodermal
Miopia adalah hasil ketidakharmonisan pertumbuhan jaringan mata
dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian
perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif
jaringan.
2. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas
a.Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal
terlihat pada gloukoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekan berperan
besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.

12
b.Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologi sklera memberikan berbagai respon
terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan
pada stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningktkan
tekanan intraokuler 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan
pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan
intraokular 60 mmHg.

2.4 Epidemologi
Prevalensi secara global terhadap gangguan refraksi diperkirakan sebanyak 800
juta sampai 2.3 miliar. Insiden dari miopia dalam sampel populasi berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan dan
faktor lainnya. Pada daerah tertentu yaitu Cina, India dan Malaysia, lebih dari 41%
populasi dewasa menderita miopia sampai 1 dioptri dan lebih dari 80% populasi dewasa
menderita miopia sampai 0.5 dioptri. Penelitian terbaru di Inggris terhadap siswa yang
baru lulus mendapatkan 50% orang Inggris kulit putih dan 53.4% siswa Asia-Inggris
menderita miopia. Di Australia, prevalensi miopia secara keseluruhan (lebih dari 0.5
dioptri) diperkirakan sebesar 17%. Sedangkan prevalensi miopia di Amerika sebesar
20%. Perbedaan etnik dan ras juga mempengaruhi prevalensi dari miopia. Prevalensi
miopia dilaporkan sebesar 70-90% pada beberapa Negara Asia, 30-40% di Eropa dan
Amerika serta 10-20% di Afrika. Beberapa penelitian menunjukkan insiden miopia
bertambah dengan meningkatkannya tingkat pendidikan dan adanya hubungan antara
miopia dan IQ. Menurut Arthur Jensen, penderita miopia memiliki IQ 7-8 lebih tinggi
dibandingkan bukan penderita miopia. Karakteristik personal lainnya seperti,
penghargaan diri, pencapaian sekolah, waktu yang dihabiskan untuk membaca,
kemampuan bahasa dan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan olahraga berhubungan
dengan munculnya miopia pada beberapa penelitian.

2.5 Tanda dan Gejala Klinis


Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh.
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.

13
c. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi).
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain:
1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan
pada.
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan
disebut sebagai fundus tigroid.

2.6 Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan

14
penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda dari
jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada:2,8
a. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur yang menetap saat
melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat biasanya normal. Gejala selain
pemandangan kabur mungkin saja muncul.
b. Miopia malam
Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat pencahayaan kurang.
Pasien sering mengeluhkan sulit melihat rambu-rambu lalu lintas saat
berkendaraan malam hari.
c. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat setelah melakukan
pekerjaan yang dekat. Hal ini mengindikasikan tidak cukup baiknya fungsi
akomodasi.
d. Miopia degeneratif
Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh yang sangat kabur
karena derajat miopia sangat signifikan. Pasien harus meletakkan objek
sangat dekat dengan matanya. Pasien mungkin mengeluhkan adanya kilatan
cahaya atau benda-benda yang mengapung akibat perubahan dari
vitreoretinalnya. Jika patologi dari segmen posterior berubah maka akan
mengakibatkan gangguan fungsi retina, pasien akan mengeluhkan memiliki
riwayat hilangnya penglihatan atau riwayat menggunakan alat optik dengan
koreksi tinggi.
e. Miopia terinduksi
Pasien dengan miopia terinduksi juga melaporkan adanya pandangan jauh
yang kabur. Waktu kaburnya itu sesuai dengan agen atau kondisi yang
mempengaruhi miopia tersebut. Pupil konstriksi saat penyebab dari miopia
ini adalah agen agonis kolinergik.

Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan pemeriksaan mata


sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus, refraksi subjektif)

15
Cara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen dan lensa
coba. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak 5-6
meter dari kartu Snellen dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan
tenang. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau
visus yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.Visus yang terbaik adalah 6/6
(20/20), yaitu pada jarak pemeriksaan 5 meter dapat terlihat huruf yang
seharusnya terlihat pada jarak 5 meter.

Gambar 2. Snellen Chart10

Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari
pada bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat
pada jarak 60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka
visusnya sebesar 2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak
dapat terlihat, maka pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa
menggerakkan tangannya pada bermacam-macam arah dengan jarak
bermacam-macam dan meminta penderita mengatakan arah gerakan
tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal terlihat pada jarak 300 m,

16
jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan pada jarak 1 m, maka
visusnya 1/300.Namun apabila gerakan tangan tidak dapat terlihat pada
jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan
menggunakan cahaya dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut
pada mata penderita dari segala arah, dengan salah satu mata penderita
ditutup. Pada pemeriksaan ini penderita harus dapat melihat arah sinar
dengan benar, apabila penderita dapat melihat sinar dan arahnya benar,
maka fungsi retina bagian perifer masih baik dan dikatakan visusnya 1/~
dengan proyeksi baik. Namun jika penderita hanya dapat melihat sinar dan
tidak dapat menentukan arah dengan benar atau pada beberapa tempat tidak
dapat terlihat maka retina tidak berfungsi dengan baik dan dikatakan sebagai
proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama sekali tidak terlihat oleh penderita
maka berarti terjadi kerusakan dari retina secara keseluruhan dan dikatakan
visus nol atau buta total.
b. Retinoskopi atau refraksi objektif
Pemeriksaan retinoskopi dilakukan dalam kamar gelap, dengan jarak
pemeriksa dan penderita sejauh 0,5 meter. Sumber cahaya terletak di atas
penderita agak kebelakang dan cahaya ditujukan kepada pemeriksa yang
memegang cermin, dimana cermin kemudian memantulkan cahaya tersebut
ke arah pupil penderita, sehingga pemeriksa dapat melihat refleks fundus
pada pupil penderita melalui lubang pada bagian tengah cermin.

Gambar 3. Reflek Fundus pada Retinoskopi12

Kemudian cermin tersebut digerak-gerakkan dan pemeriksa memperhatikan


gerakan dari refleks fundus pada mata penderita. Pada penderita miopia

17
akan didapatkan arah gerak refleks fundus yang berlawanan dengan arah
gerak cermin, maka perlu ditambahkan dengan lensa konkaf (minus),
sampai reflek pupil mengisi seluruh apertura pupil dan tidak lagi terdeteksi
adanya gerakan (titik netralisasi). Pemeriksaan dilakukan dengan
memasangkan lensa sferis +2 D, selanjutnya dilakukan koreksi yang sesuai
sampai dicapainya titik netralisasi.

Gambar 4. Gerak Reflek Fundus yang Berlawanan Arah12

Selain itu, pemeriksa juga perlu memperhatikan terang, bentuk dan


kecepatan gerak fundus. Refleks yang terang, pinggirnya tegas dan gerak
yang cepat menunjukkan kelainan refraksi yang ringan, sedangkan refleks
yang suram, pinggir tidak tegas dan gerak lamban menunjukkan adanya
kelainan refraksi yang tinggi.

Pada pasien dewasa, pemeriksaan subjektif dan objektif harus dilakukan.


Setelah melakukan pemeriksaan mata, dapat dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mengidentifikasi keadaan yang berhubungan serta
memantau perubahan retina pada pasien dengan miopia degeneratif atau
progresif, yaitu melalui:12
a. Fundus fotografi
b. A- dan B-scan ultrasonografi
c. Lapangan pandang
d. Pemeriksaan lain, seperti gula darah puasa, dan lain-lain.

18
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis miopia ditegakkan secara subyektif dan obyektif. Menegakkan
diagnosis secara subyektif melalui gejala klinis pada miopia dan menggunakan cara
trial and error. Diagnosis secara obyektif menggunakan pemeriksaan penunjang berupa
funduskopi, streak retinoskopi dan autorefraksi. Diagnosis banding dari miopia adalah
hipermetropi, astigmatisma, dan kelainan pada segmen belakang mata.

2.8 Penatalaksanaan

a. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kacamata atau lensa
kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat miopia
diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan
demikian, titik jauh sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi
sekitar minus 4 dioptri.
b. Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk mengurangi respon
akomodasi yang merupakan bagian dari pengobatan pseudomiopia.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa penggunaan harian atropin dan
siklopentolin topikal dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak
dengan onset usia muda. Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar,
penambahan lensa positif tinggi (2.50 D) diperlukan untuk penglihatan
dekat. Untuk pasien yang memiliki potensi reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi
dan toksisitas sistemik, maka penggunaan atropin dalam jangka waktu lama
dapat memberikan efek kebalikannya pada retina. 11-13
c. Ortokeratologi
Ortokeratologi adalah penyesuaian lensa kontak setelah jangka waktu
seminggu atau sebulan, untuk meratakan kornea dan mengurangi miopia.
Hasil penelitian dengan standar lensa kotak rigid menunjukkan respon
individu terhadap ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata
menurunan miopia lebih dari 3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya
penurunan miopia dilaporkan dalam sebuah penelitian rata-rata 0.75-1.00 D,
kebanyakkannya terjadi penurunan pada 4-6 bulan pertama dari

19
ortokeratologi program. Ortokeratologi secara umum hanya digunakan
untuk orang dewasa, meskipun kontrol yang terlihat pada miopia anak-anak
dengan menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable memberikan efek
yang sama dengan ortokeratologi.
d. Operasi refraktif
1) Radial keratotomi (RK)
Insisi dengan pola seperti jari-jari radial pada parasentral kornea untuk
melemahkan bagian dari kornea. Bagian yang curam pada kornea akan
menjadi lemah sedangkan bagian central kornea akan mendatar. Hasil dari
perubahan refraktif tergantung pada ukuran zona optiknya dan jumlah serta
dalamnya insisi.

Gambar 5. Radial Keratotomi

2) Photorefraktive Keratektomi (PRK)


PRK adalah suatu prosedur dimana kekuatan kornea dikurangi dengan
menggunakan ablasi laser pada central kornea. Data dari beberapa penelitian
menyatakan bahwa 48-92% pasien mendapatkan ketajaman penglihatan 6/6
setelah melakukan prosedur ini. Pasien kadang-kadang menyatakan tidak
ada perbaikan setelah PRK, namun PRK ini lebih baik daripada RK. Baik
RK maupun PRK ini diindikasikan untuk miopia ringan dan sedang.

20
Gambar 6. Photorefractive Keratectomy

3) Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

Gambar 7. Operasi Metode LASIK

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata, direkomendasikan


untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan
laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratom untuk memotong
flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga

21
terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser
untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
Kandidat yang ideal untuk dilakukan LASIK, yaitu:
a. Diatas 18 tahun.
b. Memiliki resep kaca mata atau lensa kontak yang stabil minimal 2 tahun ini.
c. Memiliki ketebalan kornea yang cukup.
d. Memiliki satu gangguan penglihatan seperti miopia, astigmatisma,
hipermetropia atau kombinasinya.
e. Tidak menderita penyakit, baik yang berhubungan dengan penglihatan atau
penyakit lain.
f. Telah melakukan informed consent yang adekuat ke pasien tentang tindakan
ini.
Syarat untuk melakukan LASIK, yaitu:
a. Gangguan refraksi harus masuk dalam katagori yang bisa diobati oleh FDA-
laser excimer, seperti: miopia sampai -14.0D, astigmatisma sampai -6.0D
dan hipermetropia sampai +6.0D. Karena teknik dan teknologi yang
berkembang sangat cepat, dokter dapat mengobati keadaan yang lebih
parah. Laser juga digunakan untuk regular atau campuran astigmat. Jika
gangguan refraktif pasien atau faktor kesehatan lain tidak memungkinkan
melakukan LASIK, prosedur lain dapat direkomendasikan.
b. Mata harus dalam keadaan stabil dan tidak ada kemungkinan untuk berubah
kedepannya, hal ini bisa dikonfirmasi dengan resep kaca mata dan lensa
kontak yang digunakan dalam 1 tahun ini atau lebih.
c. Kondisi yang mengikuti, sampai berubah atau diperbaiki, bisa membuat
pasien tidak bisa melakukan LASIK, karena hal tersebut menyebabkan
fluktuasi pada mata, seperti:
 Kehamilan atau menyusui
 DM atau penyakit lain dengan fluktuasi hormonal yang mempengaruhi
mata.
 Dibawah usia 18 tahun (operasi laser tidak diizinkan dibawah usia 18 tahun
oleh FDA, karena mata selalu stabil pada usia pertengahan dua puluhan.)
 Pasien menggunakan obat yang dapat menyebabkan fluktuasi penglihatan.

22
d. Kondisi mata yang membuat pasien tidak dapat menjalani LASIK, baik
sementara atau permanen, yaitu:
 Glaukoma, suspek glaukoma atau hipertensi okular.
 Beberapa penyakit mata, seperti uveitis.
 Trauma mata atau operasi mata sebelumnya.
 Keratokonus, penyakit kornea degeneratif atau pre keratokonus.
 Katarak.
 Penyakit retina.
e. Pasien harus bebas dari penyakit dan pengobatan yang dapat mempengaruhi
penyembuhan, seperti penyakit autoimun (rematik artritis, lupus
eritematosus), gangguan immunodefisiensi (HIV), diabetes, dan obat-obat
lain seperti steroid, retinoid acid, dan lain-lain.
f. Pasien harus tidak memiliki herpes okular dalam 1 tahun waktu potensial
operasi. Sebelum dan sesudah melakukan prosedur LASIK, pasien diberi
beberapa nasehat dan informasi, yaitu
a. Sebelum LASIK
 Sebelum operasi, pasien menghentikan penggunaan kream, losion, make up
dan parfum untuk menjamin tidak ada kumpulan debris pada mata yang
dapat meningkatkan risiko infeksi. Dokter mungkin meminta pasien untuk
mengscrab matanya sebelum dilakukan operasi untuk mengangkat residu
dan debris disekitar mata.
 Pasien harus diberitahu diantarkan pergi dan pulang serta pada saat follow
pertama, karena pengobatan ini memberikan rileksasi sehingga penglihatan
menjadi kabur.
b. Setelah LASIK
 Rasa terbakar yang ringan dan gatal atau merasakan suatu sensasi di mata,
bisa berlangsung sampai beberapa jam setelah LASIK. Obat analgetik
mungkin bisa diberikan. Tetes mata harus digunakan setiap hari dalam
jangka waktu beberapa hari untuk mencegah infeksi dan inflamasi.
 Penglihatan akan tetap kabur pada hari pertama dan penglihatan meningkat
saat pemeriksaan pasien esok harinya. Kebanyakan orang menyatakan
bahwa penglihatan membaik 1 hari setelah operasi. Tidak disarankan untuk

23
menggunakan lensa kontak pada periode ini, walaupun penglihatan kabur.
Beberapa pasien dapat berkendaraan satu hari setelah operasi.
 Pasien disuruh untuk menunggu beberapa hari sebelum diperbolehkan
bekerja seperti semula.
 Make up dan losion mata tidak diperbolehkan pada beberapa periode setelah
operasi.
 Semua olahraga dilarang untuk 3 hari dan olah raga berat atau berkelanjutan
dihentikan untuk 4 minggu.
 Pasien tidak diizinkan untuk berkendara sampai penglihatannya baik.
 Pada beberapa bulan pertama (6 bulan) ketajaman penglihatan bisa
berfluktuasi dan efek samping mungkin akan muncul. Periode
penyembuhan dan stabilitas dari penglihatan bisa memakan waktu 1 sampai
3 bulan.
 Setelah LASIK mata lebih mudah untuk terkena trauma, karena flap dari
kornea tidak sekuat kornea yang original. Pasien disarankan untuk
menggunakan pelindung mata saat berolah raga dan aktivitas yang dapat
membuat trauma pada bola mata, proyeksi, alis mata.
4) Ekstraksi Lensa Mata (Lensektomi)

Ekstraksi lensa mata (extraction of clear crystalline lens, lensektomi)


dianjurkan pada miopia dengan -16 D sampai -18 D, khususnya pada
anisometropia miopia. Ekstraksi lensa mata pada anisometropia miopia
yang berat dikenal dengan operasi Fucala. Setelah ekstraksi lensa mata,
dilakukan implantasi lensa intraokular artifisial dengan kekuatan 0 D.
Ekstraksi lensa mata dengan implantasi lensa intraokular artifisial baru-baru
ini direkomendasikan untuk miopia dengan -12 D.

24
Gambar 8. Lensektomi dengan Implan Lensa Intraokuler13
5) Implantasi Lensa Kontak Intraokuler (Phakic IOLs)

Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk LASIK karena memiliki miopia
yang sangat tinggi atau kornea yang sangat tipis adalah calon potensial
untuk operasi implan lensa kontak. Fungsi lensa kontak ini sama dengan
lensa kontak yang dipakai di ekstraokular, namun ditempatkan antara
kornea dan iris. Beberapa ahli bedah mata menganggap metode ini
merupakan pilihan terbaik untuk miopia ekstrim. Lensa mata pasien tetap
ada sehingga fungsi akomodasi tidak terganggu.

Gambar 9. Koreksi Refraktif dengan Phakic IOLs13


6) Intracorneal Ring (ICR) Implantation11,13
Implantasi cincin intrakorneal dilakukan pada kira-kira dua per tiga
kedalaman stroma menggunakan implan dari plastik sintetik yang berbentuk
dua buah setengah lingkaran. Tindakan ini dianjurkan pada miopia dengan
usia di atas 2 tahun. Adapun hasil yang diharapkan yaitu sentral kornea
lebih datar dan mengurangi miopia.

Gambar 10. Intracorneal Ring Implantation

25
2.9 Komplikasi

Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya
ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat
mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi
satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

2.10 Prognosis

Prognosis dari miopia simpel sangatlah bagus. Pasien dapat memperoleh


penglihatan jauh yang baik dengan menggunakan koreksi. Hal ini tergantung
juga dengan derajat miopianya, astigmat, anisometropia dan fungsi akomodasi
dari pasien. Pemeriksaan secara teratur sangat penting untuk penderita
degeneratif miopia karena mereka mempunyai faktor risiko untuk terjadinya
ablasio retina, degerasi retina atau masalah lainnya

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta, 2000:
2. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI, Jakarta. 2004:
3. SUSAN R. CARTER, M.D., Eyelid Disorders: Diagnosis and Management, University
of California, San Francisco, School of Medicine, San Francisco, CaliforniaAm Fam
Physician. 1998 Jun 1;57(11):2695-
2702.http://www.aafp.org.afp/980600ap/articles.html
4. Joanne car Ff. Opthalmology Referral Guidelines. NHS oxfordshire. 2012:19-20
5. James C. tsai ea. Oxford American Handbook of Opthalmology. first ed. New
York2011. 103-13 p.
6. Ilyas Sidarta H: Ikhtisar penyakit mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2009. Hal 28-29
7. Kanski JJ. 2009. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-Heinemann,
Boston

27

Anda mungkin juga menyukai