Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS MANDIRI

OD AMBLIOPIA ANISOMETROPIA
ODS MIOPIA RINGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Alya Fonanda
1820221083

Pembimbing:
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp. M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN


NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 13 MEI 2019 – 15 JUNI 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

“OD AMBLIOPIA ANISOMETROPIA


ODS MIOPIA RINGAN”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal : Mei 2019

Disusun oleh:
Alya Fonanda
1820221083

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Nn. N
Umur : 15 tahun
Alamat : Karang Geneg Payaman, Magelang
Pekerjaan : Pelajar
Status Menikah : Belum Menikah
Tanggal periksa : 16 Mei 2019

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kanan buram
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RST Soedjono dengan keluhan mata
kanan buram saat melihat jauh dan lebih jelas saat melihat dekat. Keluhan
ini sudah dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merasa
penglihatan mata kanannya lebih kabur dibanding penglihatan mata kiri.
Pandangan jauh pasien buram ketika mata kirinya ditutup. Pasien merasa
penglihatannya semakin lama semakin buram sehingga mengganggu
aktivitasnya. Pasien kerap menyipitkan mata untuk memperoleh
penglihatan yang lebih jelas, khususnya ketika membaca tulisan di papan
tulis kelas.
Pasien mengaku belum pernah menggunakan kacamata atau
memeriksakan matanya ke dokter dan optik sebelumnya. Hal ini karena
pada awalnya pasien merasa penglihatannya tampak jelas jika
menggunakan kedua matanya. Namun beberapa bulan terakhir,
penglihatan jauh pasien tetap buram ketika melihat dengan kedua mata,
meskipun penglihatan mata kiri masih lebih jelas dibandingkan mata
kanan. Pasien menyangkal melihat benda menjadi ganda, melihat garis

3
lurus menjadi tidak lurus, dan melihat bintik atau benang melayang di
depan matanya. Pasien tidak mengeluh pusing dan mual.
Pasien memang memiliki kebiasaan menggunakan smartphone
secara terus-menerus dari pagi hingga malam setiap hari. Pasien mengakui
adanya riwayat keluhan serupa pada keluarga, yaitu ayah, saudara
perempuan kandung, dan saudara sepupu. Ayah pasien memiliki riwayat
miopia sejak usia 16 tahun dan saat ini memakai kacamata minus ukuran S
-1.00, sedangkan saudara perempuan pasien memiliki riwayat miopia
sejak usia 12 tahun dan sekarang memakai kacamata minus ukuran S -
1.25. Saudara sepupu memiliki riwayat miopia sejak usia 13 tahun dan
sekarang memakai kacamata minus dengan ukuran S -1.50.
Riwayat trauma atau operasi pada mata serta DM disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat operasi mata : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat memakai kacamata minus:
o Ayah : diakui
o Kakak kandung : diakui
o Saudara sepupu : diakui
o Ibu : disangkal
 Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Pengobatan
Keluhan pandangan kabur pada pasien belum pernah diobati sebelumnya.

Riwayat Sosial dan Ekonomi

4
 Pasien seorang pelajar kelas 9 (3 SMP)
 Biaya kesehatan ditanggung BPJS
 Kesan ekonomi baik

3. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Tanda Vital : Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Status Oftalmikus :

OD OS

Gambar Ilustrasi:

5
4. Status Lokalis
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister
Visus 6/30 6/12
S -1.50 S -0.75  6/6
6/7,5
1 NBC
Pasien Pusing
S -1.25
6/9
Bulbus okuli
• Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
2 • Enoftalmus - -
• Eksoftalmus - -
• Strabismus Tidak ditemukan Tidak ditemukan
3 Suprasilia Normal Normal
Palpebra Superior :
• Edema - -
• Brill Hematom - -
• Hiperemia - -
4 • Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia - -
• Ptosis - -
• Pseudoptosis - -
Palpebra Inferior :
• Edema - -
• Massa - -
• Brill Hematom - -
5 • Hiperemia - -
• Entropion - -
• Ektropion - -
• Silia - -

Konjungtiva :
• Injeksi Konjungtiva - -
• Injeksi siliar - -
• Sekret - -
6
• Perdarahan - -
konjungtiva
• Bangunan Patologis - -
• Simblefaron - -

6
• Jaringan - -
fibrovaskuler
Kornea :
• Kejernihan Jernih Jernih
• Infiltrat - -
• Keratik presipitat - -
• Ulkus - -
• Sikatrik - -
7 • Edema - -
• Lakrimasi - -
• Bangunan - -
patologis

COA :
• Kedalaman Cukup Cukup
8 • Hifema - -
• Hipopion - -
• Efek tyndall - -
Iris :
• Kripta (+) (+)
• Edema - -
• Sinekia - -
9
• Atrofi - -
• Irish Shadow - -
• Iris tremulans - -

Pupil :
• Bentuk Bulat Bulat
• Diameter 3mm 3mm
10
• Reflek Langsung (+) (+)
• Reflek Tidak (+) (+)
langsung
Lensa:
• Kejernihan Jernih Jernih
11
• Dislokasi - -
• Iris shadow - -
Corpus Vitreum
 Floaters Tidak di temukan Tidak ditemukan
12
 Hemoftalmia - -

7
13 Fundus Refleks (+) Cemerlang (+) Cemerlang
Funduskopi
Fokus -1 0
1.Papil N II Papil bulat, batas Papil bulat, batas
tegas,warna orange, tegas,warna orange,
CDR : 0,3 CDR : 0,3
Miopic crescent Tidak ditemukan Tidak ditemukan

2.Vasa
AV Rasio 2:3 2:3
Mikroaneurisma - -
Neovaskularisasi - -

14.
3.Macula
Reflek fovea + +
edema - -
eksudat - -

4.Retina
Cotton wool spot - -
Edema - -
Bleeding - -
Fundus Tigroid Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Ablasio retina Tidak ditemukan Tidak ditemukan
15 TIO (Digital) Normal Normal

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan penunjang Ambliopia Anisometropia:
Uji Density Filter Netral, dan Uji Worth’s Four Dot.
b. Pemeriksaan penunjang miopia :
USG

8
6. DIAGNOSIS BANDING
OD Ambliopia Anisometropia
 OD Ambliopia Anisometropia
Dipertahankan karena didapatkannya penurunan visus pada kedua
mata yang tidak dapat dikoreksi secara maskimal namun tidak didapatkan
adanya kelainan organik yang tampak pada pemeriksaan oftalmologi dan
terdapat keadaan dimana ada perbedaan tajam penglihatan antara mata
kanan dan kiri. Penurunan visus tidak didapatkan perbedaan kedudukan
bola mata.
 OD Ambliopia Isometropia
Disingkirkan karena pada amblyopia isometropia didapatkan
penurunan visus pada kedua mata yang tidak dapat dikoreksi secara
maskimal namun tidak didapatkan adanya kelainan organik yang tampak
pada pemeriksaan oftalmologi serta didapatkan visus dengan koreksi
dioptri yang tinggi (miopi tinggi) dengan perbedaan yang tidak begitu
jauh. Sedangkan koreksi pada kedua mata pasien yaitu OD S -1.25 dan OS
S -0.75 dimana masih dalam kategori miopia ringan.
 OD Ambliopia Strabismik
Disingkirkan karena pada ambliopia strabismik didapatkan adanya
kelainan kedudukan bola mata yang tidak sejajar. Sedangkan pada pasien
ini kedudukan kedua bola mata sejajar dalam batas normal.
ODS Miopia
 ODS Pseudomiopia
Disingkirkan karena pada pseudomiopia, terjadi mekanisme akomodasi
yang tidak berlangsung lama, sehingga saat otot – otot siliar mengalami
relaksasi, keluhan akan hilang. Sedangkan pada pasien ini, keluhan buram
saat melihat jauh berlangsung lama dan tidak hilang.
 ODS Miopia Ringan
Dipertahankan karena pada miopia ringan dioptrinya antara -0.25 s/d -3 D
dan pada pasien ini diberikan koreksi lensa sferis OD -1.50 dan OS -0.75.
Penglihatan OD dan OS membaik sehingga termasuk miopia ringan.

9
 ODS Miopia Sedang
Disingkirkan karena pada miopia sedang dioptrinya – 3.25 s/d -6.00
dioptri. Sedangkan pada pasien ini diberikan koreksi lensa sferis OD -1.50
dan OS -0.75 sudah membaik.
 ODS Miopia Berat
Disingkirkan karena pada miopia sedang dioptrinya lebih dari -6.00
dioptri. Sedangkan pada pasien ini diberikan koreksi lensa sferis OD -1.50
dan OS -0.75 sudah membaik.

7. DIAGNOSIS KERJA
ODS Ambliopia Anisometropia
ODS Miopia Ringan

8. PENATALAKSANAAN
 ODS Ambliopia Anisometropia
Medikamentosa
a. Oral :-
b. Topikal :-
c. Parenteral :-
d. Operatif : Operasi LASIK

Non Medikamentosa
a. Kacamata dengan sferis OD -1.50  6/7.5 dan OS -0.75  6/6
b. Lensa Kontak
c. Terapi oklusi

 ODS Miopia Ringan


Medikamentosa
d. Oral :-
e. Topikal :-
f. Parenteral :-
g. Operatif : Operasi LASIK

10
Non Medikamentosa
 Kacamata dengan sferis OD -1.50  6/7.5 dan OS -0.75  6/6
 Lensa Kontak

9. KOMPLIKASI
 Komplikasi Ambliopia Anisometropia
 Strabismus
 Komplikasi Miopia Ringan
 Strabismus, dapat terjadi jika miopia berkembang menjadi miopia
berat
 Ablatio Retina

10. EDUKASI
 Edukasi OD Ambliopia Anisometropia
o Menjelaskan pada pasien bahwa penurunan tajam penglihatan yang
dialami oleh pasien diakibatkan karena kelainan bentuk bola mata.
o Menjelaskan pada pasien untuk lebih sering menggunakan mata
kanan untuk melihat dan menutup mata kiri. Hal tersebut dilakukan
agar mata kanan tetap terlatih untuk melihat.
o Menjelaskan pada pasien bahwa pasien harus menggunakan
kacamata agar kemampuan fungsi mata kanan pasien tidak
semakin buruk dan tidak terjadi juling pada mata pasien.
o Menjelaskan kepada pasien bahwa koreksi kacamata pasien tidak
dapat dikoreksi dengan sempurna karena selama ini pasien hanya
menggunakan mata kiri nya saja untuk melihat.
o Menjelaskan pada pasien walaupun keluhan penurunan tajam
penglihatan dapat dibantu dengan kacamata tetapi koreksi tidak
maksimal.
o Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien dapat menggunakan
lensa kontak sebagai pengganti kacamata, karena dengan
menggunakan lensa kontak pasien dapat melihat lebih jelas tanpa

11
merasa pusing seperti menggunakan kacamata, namun kerugiannya
mata pasien akan rentan terkena infeksi.
o Minus pada kedua pasien dapat hilang dengan operasi lasik.
Namun, syarat untuk dapat dilakukan operasi lasik yaitu minimal
pasien berusia 25 tahun dan minus pada mata pasien sudah
berhenti bertambah.
 Edukasi ODS Miopia
o Menjelaskan pada pasien bahwa penurunan tajam penglihatan
pasien dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti kelainan bentuk
mata ataupun genetik.
o Menjelaskan pada pasien bahwa pasien harus menggunakan
kacamata saat beraktivitas agar kemampuan melihat pada mata
pasien tidak semakin buruk dan agar mata pasien tidak terjadi
juling.
o Menjelaskan pada pasien bahwa usia 15 tahun merupakan masih
dalam masa perkembangan, walaupun minus pada mata kanan dan
kiri pasien masing-masing -1.50 dan -0.75 termasuk minus ringan,
namun suatu saat akan bertambah sehingga amblyopia pada mata
pasien akan semakin nyata.
o Menjelaskan pada pasien bahwa ada pilihan lain jika tidak ingin
menggunakan kacamata yaitu dengan penggunaan lensa kontak.
Keuntungannya koreksi sesuai minus yang dialami oleh pasien dan
tidak membuat pusing, namun kerugiannya mata pasien akan
rentan terkena infeksi, sehingga pasien disarankan untuk menjaga
kebersihan pada mata dan kedua tangan pasien ketika pasien
menggunakan lensa kontak.
o Minus pada kedua pasien dapat hilang dengan operasi lasik.
Namun, syarat untuk dapat dilakukan operasi lasik yaitu minimal
pasien berusia 25 tahun dan myopia sudah berhenti.

12
11. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang
berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

12. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam Dubia ad bonam ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 AMBLIOPIA
II.1.1 DEFINISI
Ambilopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye” atau “mata malas”.
Ambilopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau
bilateral walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan
struktur pada mata atau lintasan visual bagian belakang. Hal ini merupakan akibat
pengalaman visual yang abnormal pada masa lalu (masa perkembangan visual)
yang penyebabnya adalah strabismus atau mata juling, anisometropia atau
bilateral ametrop yang tinggi.

II.1.2 ETIOLOGI
Ambliopia biasanya disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk
meningkatan perkembangan penglihatan. Suatu penyebab ekstraneural yang
menurunnya tajam penglihatan (seperti astigmat, strabismus, atau suatu kelainan
refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi). Beratnya ambliopia
berhubungan dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk
perkembangan penglihatan makula.

II.1.3 PATOFISIOLOGI
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum
jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang
dan percobaan laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi
beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem
penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan pengalaman
melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan
kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel
yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi

14
pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat
disimpulkan.
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi
kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk
berkembang hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka
harus belajar bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus belajar
bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata
bersamaan. Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada
kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak
sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan
baik, bahkan dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata
yang tidak fokus dan orang tersebut akan bergantung pada satu mata untuk
melihat.

II.1.4 KLASIFIKASI
a. Ambliopia Anisometropia
Terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang
menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika
bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang
disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan,
maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih – lebih fovea mata yang lebih
ametropik akan menghalangi pembentukan bayangan (form vision).
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan
kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan
sebagian lagi akibat kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi
tidak harus identik) dengan yang terjadi pada ambliopia strabismik.
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat
menyebabkan ambliopia ringan. Miopia anisometropia ringan (< - 3 D)
biasanya tidak menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral ( - 6
D) sering menyebabkan ambliopia berat. Begitu juga dengan hyperopia
tinggi unilateral ( + 6 D). Tapi pada beberapa pasien (kemungkinan onset-
nya terjadi pada umur lanjut), gangguan penglihatan termasuk ringan. Bila

15
gangguan penglihatan amat sangat besar, sering didapat bukti adanya
malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropia yang
menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor
ambliopiogenik.
b. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.
Dimana walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi
hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi
lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk
ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan
terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan
faktor penyebab. Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina
yang kabur saja. Pada ambliopia isometropia, bayangan retina (dengan
atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal ukuran.
Hyperopia lebih dari 5 D dan miopia lebih dari 10 D beresiko
menyebabkan bilateral ambliopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin
agar tidak terjadi ambliopia.
c. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama biasanya juling kedalam pada
anak sebelum pengelihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada
mata tersebut untuk mencegah gangguan pengelihatan (diplopia). Kelainan
ini disebut sebagai ambliopia stabismik dimana kedudukan bola mata tidak
sejajar sehingga hanya pada satu mata yang diarahkan pada benda yang
dilihat.

II.1.5 TANDA DAN GEJALA


Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam
melihat sebuah objek. Tanda-tanda tersebut meliputi :
1. Memicing-micingkan mata
2. Memiringkan kepala untuk melihat objek
3. Duduk terlalu dekat dengan objek
5. Menutup sebelah mata saat membaca

16
7. Mata terasa lelah
8. Memanfaatkan telunjuk saat membaca
9. Peka terhadap cahaya
10. Sering mengeluh sakit kepala
Gejala ambliopia meliputi semua kegiatan yang dilakukan penderita untuk
melihat sebuah objek yang dapat ditinjau dan dinilai secara medis. Berikut adalah
gejala-gejala dari ambliopia :
1. Hilangnya sensitivitas kontras
2. Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
3. Hilangnya sensitivitas kontras
4. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
5. Anisokoria
6. Tidak mempengaruhi penglihatan mata
7. Daya akomodasi menurun
8. ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak terdapat
kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.

II.1.6 PEMERIKSAAN LAIN


1. Uji Crowding Phenomena
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan penderita diminta membaca kartu snellen sampai
huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf
dibuka dan pasien di suruh melihat sebaris huruf yang sama.

Gambar. Balok Interaktif yang mengelilingi huruf Snellen.

17
Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam
baris maka hal ini disebut adanya fenomena crowding pada mata sehingga mata
ini menderita ambliopia. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”. Terkadang
mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat
turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction).
2. Uji Density Filter Netral
Dasar uji adalah diketahui pada mata yang ambliopia secara fisiologik
berada dalam keadaan beradaptasi gelap sehingga bila pada mata ambliopia
dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai
filter density) tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan di gelapkan
sehingga penglihatan pada mata normal turun 50%, sedangkan pada mata
ambliopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit menurunkan tajam penglihatan
pada pemeriksaan sebelumnya.
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter sehingga tajam penglihatan pada
mata yang normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada kartu
pemeriksaan gabungan filter tersebut di taruh pada mata yang di duga ambliopia.
Jika ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan
berkurang satu baris atau tidak terganggu sama sekali. Jika mata tersebut
ambliopia organik maka tajam penglihatan akan sangat menurun dengan
pemakaian filter tersebut.

Gambar. Tes Filter Densitas Netral

18
Keterangan :
A. Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang
ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.
B. Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
C. Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada Ambliopia
fungsional.
D. Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus Ambliopia
organik.

3. Uji Worth’s Four Dot


Uji ini bertujuan untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi,
korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan
filter biru mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2
hijau 1 putih. Lampu atau pada titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan
dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan
lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4
titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah. 4
titik juga akan dilihat oleh mata juling akan tetapi telah terjadi korespondensi
retina yang tidak normal. Bila dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan.
Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata tersebut
berkedudukan esotropia.

II.1.7 PENATALAKSANAAN
Ambliopia, pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif
selama satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka
akan semakin besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah
berhasil hal ini tidak menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka
para klinisi harus tetap waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan
hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :
1. Koreksi kelainan refraksi.

19
2. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik.

1. Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia maka
dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata
ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila
dijumpai miopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk.
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung
menurun maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera
mungkin untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya
lensa menjadi defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan ambliopia
isometropik akan sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama
beberapa bulan.

2. Oklusi
A. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi
pilihan yang keberhasilannya baik dan cepat dapat dilakukan oklusi penuh waktu
(full time) atau paruh waktu (part-time)
A.1 Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga (occlusion for all or all but
one waking hour). Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia
dengan cara penggunaan mata yang “rusak”. Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara
komersial.
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) dapat juga menjadi
alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang

20
lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan
menghambat penglihatan binokular karena full-time patching mempunyai sedikit
resiko yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular. Ada suatu aturan / standar
mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia
misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai
full-time patch selama 3 minggu lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.
A.2. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya
tergantung dari derajat ambliopia.
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan
peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan
pasien usia 3- 7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 =
6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan
penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari
menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6
jam/hari pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan
aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari. Idealnya terapi ambliopia diteruskan
hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20
(6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang
terapi terus menunjukkan kemajuan maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.

II.1.8 KOMPLIKASI
Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya
ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko
tinggi dan harus dipantau dengan ketat terutama pada anak balita. Follow-up
pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1
minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun).
Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi
full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi ambliopia

21
unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat. Tajam penglihatan dengan
Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.Waktu yang
diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
Derajat ambliopia
Pilihan terapeutik yang digunakan
Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
Usia pasien
Semakin berat ambliopia dan usia lebih tua membutuhkan
penatalaksanaan yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat
memberi perbaikan ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang.
Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai
sekolah dan pada akhir minggu saja membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk
dapat berhasil.

II.1.9 PROGNOSIS
Sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama setelah 1 tahun. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Masa sensitif dimana amblyopia bisa disembuhkan s/d 8 tahun pada
strabismus dan s/d 12 tahun pada anisometropi.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut :
 Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia
strabismik prognosisnya paling baik.
 Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
 Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam
penglihatan awal pada mata amblyopia maka prognosisnya juga semakin baik.

22
II.2 MIOPIA
II.2.1 DEFINISI
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan dekat) yaitu suatu
keadaan dimana seseorang tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas akan tetapi
dapa melihat dengan jelas benda-benda yang dekat. Hal ini terjadi apabila
bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang
tidak berakomodasi.

II.2.2 KLASIFIKASI
Miopia diukur dalam satuan dioptri menurut kekuatan dan tenaga optik dari lensa,
dapat dibagi menurut derajat beratnya yaitu :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada -0.25 s/d -3 dioptri.
2. Miopia sedang, dimana miopia kurang lebih antara -3.25 s/d -6 dioptri.
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari -6 dioptri.

II.2.3 ETIOLOGI
 Aksis bola mata terlalu Panjang
 Kurvatura
 Indeks pembiasan terlalu kuat
 Posisi lensa terlalu depan

II.2.4 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi secara global terhadap gangguan refraksi diperkirakan sebanyak 800
juta sampai 2.3 miliar. Insiden dari miopia dalam sampel populasi berbeda-beda
dan dipengaruhi oleh usia, negara, jenis kelamin, ras, etnik, pekerjaan, lingkungan
dan faktor lainnya. Pada daerah tertentu yaitu Cina, India dan Malaysia, lebih dari
41% populasi dewasa menderita miopia sampai 1 dioptri dan lebih dari 80%
populasi dewasa menderita miopia sampai 0.5 dioptri. Penelitian terbaru di
Inggris terhadap siswa yang baru lulus mendapatkan 50% orang Inggris kulit
putih dan 53.4% siswa Asia-Inggris menderita miopia. Di Australia, prevalensi
miopia secara keseluruhan (lebih dari 0.5 dioptri) diperkirakan sebesar 17%.
Sedangkan prevalensi miopia di Amerika sebesar 20%. Perbedaan etnik dan ras

23
juga mempengaruhi prevalensi dari miopia. Prevalensi miopia dilaporkan sebesar
70-90% pada beberapa Negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika serta 10-20%
di Afrika. Beberapa penelitian menunjukkan insiden miopia bertambah dengan
meningkatkannya tingkat pendidikan dan adanya hubungan antara miopia dan IQ.
Menurut Arthur Jensen, penderita miopia memiliki IQ 7-8 lebih tinggi
dibandingkan bukan penderita miopia. Karakteristik personal lainnya seperti,
penghargaan diri, pencapaian sekolah, waktu yang dihabiskan untuk membaca,
kemampuan bahasa dan waktu yang dihabiskan untuk kegiatan olahraga
berhubungan dengan munculnya miopia pada beberapa penelitian.

II.2.5 TANDA DAN GEJALA KLINIS


Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Penglihatan menjadi kabur saat melihat jauh.
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.
c. Sering merasa lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai
dengan akomodasi).

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil
saraf optik.
2. Miopia patologik :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada :
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi

24
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
miopia.
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer.
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

II.2.6 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan penglihatan kabur saat melihat jauh,
dapat melihat jelas dengan jarak dekat, sering menyipitkan mata, atau sering
membaca dengan jarak dekat sekali (pada miopia tinggi).
Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaan ketajaman
penglihatan (visus, refraksi subjektif). Cara subjektif dilakukan dengan
menggunakan kartu Snellen dan lensa coba. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen
dilakukan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dan pemeriksaan ini harus
dilakukan dengan tenang. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam
penglihatan atau visus yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.Visus yang
terbaik adalah 6/6 (20/20), yaitu pada jarak pemeriksaan 6 meter dapat terlihat
huruf yang seharusnya terlihat pada jarak 6 meter.

25
Gambar 2. Snellen Chart

Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat dilihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada
bermacam-macam jarak. Hitung jari pada penglihatan normal terlihat pada jarak
60 m, jika penderita hanya dapat melihat pada jarak 2 m, maka visusnya sebesar
2/60. Apabila pada jarak terdekat pun hitung jari tidak dapat terlihat, maka
pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksa menggerakkan tangannya pada
bermacam-macam arah dengan jarak bermacam-macam dan meminta penderita
mengatakan arah gerakan tersebut. Gerakan tangan pada penglihatan normal
terlihat pada jarak 300 m, jika penderita hanya dapat melihat gerakkan tangan
pada jarak 1 m, maka visusnya 1/300. Namun apabila gerakan tangan tidak dapat
terlihat pada jarak terdekat sekalipun, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan
menggunakan cahaya dari senter pemeriksa dan mengarahkan sinar tersebut pada
mata penderita dari segala arah, dengan salah satu mata penderita ditutup. Pada
pemeriksaan ini penderita harus dapat melihat arah sinar dengan benar, apabila
penderita dapat melihat sinar dan arahnya benar, maka fungsi retina bagian perifer
masih baik dan dikatakan visusnya 1/~ dengan proyeksi baik. Namun jika
penderita hanya dapat melihat sinar dan tidak dapat menentukan arah dengan
benar atau pada beberapa tempat tidak dapat terlihat maka retina tidak berfungsi
dengan baik dan dapat dikatakan sebagai proyeksi buruk. Bila cahaya senter sama
sekali tidak terlihat oleh penderita maka berarti terjadi kerusakan dari retina
secara keseluruhan dan dikatakan visus nol atau buta total.

26
II.2.7 PENATALAKSANAAN

a. Koreksi optikal
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan kacamata atau
lensa kontak yang memberikan penglihatan jauh yang baik. Derajat
miopia diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik
jauh.
b. Operasi refraktif
Laser Assisted In situ Keratomileusis (LASIK)

Gambar 7. Operasi Metode LASIK

LASIK merupakan metode terbaru didalam operasi mata,


direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat.
Pada LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan
mikrokeratom untuk memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap
yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea.
Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah bentuk dan
fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
 Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan
beberapa hal, yaitu:

27
o Kelainan refraksi : miopia sudah berhenti
o Usia >25 tahun
o Tidak sedang hamil atau menyusui
o Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
o Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil
selama paling tidak 6 (enam) bulan
o Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf
mata, katarak, glaukoma dan ambliopia
o Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14
hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk
lensa kontak (hard contact lens)
 Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:
o Usia < 25 tahun / usia dibawah 25 tahun dikarenakan
refraksi belum stabil.
o Sedang hamil atau menyusui.
o Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
o Riwayat penyakit glaukoma.
o Penderita diabetes mellitus.
o Mata kering
o Penyakit : autoimun, kolagen
o Pasien Monokular
o Kelainan retina atau katarak
 Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien
melakukan konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis
mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur /
tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan
diperiksa secara seksama dan teliti denganmenggunakan peralatan
yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga
dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan
tindakan LASIK.

28
 Persiapan calon pasien LASIK:
o Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan
finduskopi
o Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri
Orbscan
o Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea
sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK
o Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
o Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau
tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat
memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua
prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya
resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat
terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain:
 Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction).
Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau
berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan
melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah
kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan
setelah tindakan.
 Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap
kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap).
Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah
tindakan.
 Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi
selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan
sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam
lubrikan tetes mata.
 Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien
dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang
tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya

29
waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering
membaik setelah 1-3 bulan.
 Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:
a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)

II.2.8 KOMPLIKASI
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah
terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke
dalam akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling
keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

II.2.9 PROGNOSIS

Pasien dapat memperoleh penglihatan jauh yang baik dengan


menggunakan koreksi. Hal ini tergantung juga dengan derajat miopianya,
astigmat, anisometropia dan fungsi akomodasi dari pasien. Pemeriksaan
secara teratur sangat penting untuk penderita degeneratif miopia karena
mereka mempunyai faktor risiko untuk terjadinya ablasio retina, degerasi
retina atau masalah lainnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta,
2000:
2. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
2004:
3. SUSAN R. CARTER, M.D., Eyelid Disorders: Diagnosis and Management,
University of California, San Francisco, School of Medicine, San Francisco,
CaliforniaAm Fam Physician. 1998 Jun 1;57(11):2695-
2702.http://www.aafp.org.afp/980600ap/articles.html
4. Joanne car Ff. Opthalmology Referral Guidelines. NHS oxfordshire. 2012:19-20
5. James C. tsai ea. Oxford American Handbook of Opthalmology. first ed. New
York2011. 103-13 p.
6. Ilyas Sidarta H: Ikhtisar penyakit mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2009. Hal
28-29
7. Kanski JJ. 2009. Clinical Ophthalmology A Synopsis. Butterworth-
Heinemann, Boston

31

Anda mungkin juga menyukai