Anda di halaman 1dari 17

CASE BASED DISCUSSION

CANDIDIASIS VULVOVAGINALIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Islam Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh :

Novida Eka Rahmawati

30101407272

Pembimbing :

dr. Hesti Wahyuningsih Karyadini, Sp. KK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis merupakan


infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh
jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis, didapat
baik secara endogen maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan berupa duh
tubuh. Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan dapat meluas
sampai vulva (vulvitis).
KVV merupakan salah satu infeksi yang paling banyak dikeluhkan wanita.
Sekitar 70-75% wanita setidaknya sekali terinfeksi KVV selama masa hidupnya,
paling sering terjadi pada wanita usia subur, pada sekitar 40-50% cenderung
mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua.3 Lima hingga delapan persen
wanita dewasa mengalami KVV berulang, yang didefinisikan sebagai empat atau
lebih episode setiap tahun yang dikenal sebagai kandidiasis vulvovaginalis rekuren
(KVVR), dan lebih dari 33% spesies penyebab KVVR adalah Candida glabrata dan
Candida parapsilosis yang lebih resisten terhadap pengobatan.

Diagnosis kandidiasis vulvovaginali pada sebagian besar kasus dapat


ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis yang tampak. Pemeriksaan
mikroskopis menggunakan KOH 10% dan kultur dapat membantu menegakkan
diagnosis pada beberapa kasus dengan gejala klinis tidak khas.

Kandidiasis sering didiagnosis sebagai dermatitis, sehingga sering diobati


sendiri dan menyebabkan gambaran penyakit ini menjadi tidak jelas. Seringkali sulit
untuk menetapkan diagnosis dini dari kandidiasis sistemik dikarenakan tanda klinis
yang tidak pasti, dan kultur seringkali negatif. Selain itu, tidak ada regimen
profilaksis yang pasti untuk pasien yang dengan resiko tinggi.

Prognosis penyakit ini baik. Prognosis memburuk bila terdapat gejala radang
panggul dan akan membaik bila mempu menjaga kebersihan diri.

Pada laporan kasus kali ini, kami akan membahas mengenai candidiasis
vulvovaginalis pada perempuan berusia 30 tahun yang sudah mengeluhkan gejala
yang mengarah pada diagnosis candidiasis vulvovaginalis sejak 2 hari yang lalu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis merupakan
infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh
jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut, subakut, dan kronis, didapat
baik secara endogen maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan berupa duh
tubuh. Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan dapat meluas
sampai vulva (vulvitis).2 Kandidiasis vulvovaginal (KVV) merupakan inflamasi pada
daerah vagina dan vulva yang disebabkan oleh terutama spesies Candida albicans atau
salah satu dari spesies non Candida albicans : Candida glabrata, Candida tropicalis,
Candida parapsilosis dan Candida krusei.
2.2. Epidemiologi
KVV merupakan salah satu infeksi yang paling banyak dikeluhkan wanita.
Sekitar 70-75% wanita setidaknya sekali terinfeksi KVV selama masa hidupnya,
paling sering terjadi pada wanita usia subur, pada sekitar 40-50% cenderung
mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua.3 Lima hingga delapan persen
wanita dewasa mengalami KVV berulang, yang didefinisikan sebagai empat atau
lebih episode setiap tahun yang dikenal sebagai kandidiasis vulvovaginalis rekuren
(KVVR), dan lebih dari 33% spesies penyebab KVVR adalah Candida glabrata dan
Candida parapsilosis yang lebih resisten terhadap pengobatan.

Wanita biasanya dapat mengalami infeksi sedikitnya satu episode kandidiasis


vulvovaginal selama hidupnya sekitar 75-80% dan diperkirakan 40-50% mengalami
infeksi ulangan. Genetik, biologi, perilaku, penggunaan antibiotika, kehamilan (30-
40%) dan diabetes tidak terkontrol berhubungan dengan meningkatnya angka insiden
kolonisasi Candida pada vagina. Beberapa laporan menyebutkan frekuensi hubungan
seksual, sering melahirkan juga mempengaruhi insiden penyakit ini.

Mekanisme transmisi utama adalah melalui kandidaemia endogen, di mana


spesies Candida yang merupakan mikrobiota dari berbagai situs anatomis dalam
kondisi host yang lemah sebagai patogen oportunistik. Mekanisme lain untuk
transmisi bersifat eksogen, dan ini terjadi terutama melalui tangan tenaga kesehatan
yang merawat pasien. Penyebaran infeksi juga dapat terjadi melalui bahan layanan
kesehatan, seperti kateter dan cairan intravena yang terkontaminasi.

2.3. Etiologi
Lapisan vagina terbentuk dari epitel nonkeratinized stratified squamous
dengan cairan servikovaginal yang berfungsi sebagai pelumas sehingga dapat menjadi
penghalang fisik dan biokimia terhadap organisme asing yang menyerang. Pada
sebagian besar vagina wanita sehat usia reproduksi juga mengandung banyak
mikroorganisme seperti Lactobacillus spp dan anaerob lain seperti Gardnerella,
Atopobium, Mobiluncus, Prevotella, Streptococcus, Ureaplasma, Megasphaera dan
lain lain.

Spesies C.albicans sekitar 85–95% diidentifikasi sebagai mayoritas penyebab


KVV namun telah dilaporkan peningkatan frekuensi spesies non Candida albicans
lainnya seperti C.glabrata 3,4–20%, C.tropicalis 17,9%, C. parapsilosis 10,2% dan C.
krusei 5,8%. Munculnya spesies Candida lainnya ini diduga oleh karena meluasnya
penggunaan obat yang dijual bebas, penggunaan jangka panjang azol dan penggunaan
obat antijamur yang singkat.

Jamur Candida sp. hidup sebagai saprofit, terutama di traktus gastrointestinal,


selain itu juga terdapat di vagina, uretra, kulit dan di bawah kuku. Agen penyebab
tersering untuk kelainan di kulit, genital dan mukosa oral adalah C. albicans, dan
spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan adalah C. dubliniensis, C.
glabrata, C. gullermondii, C. krusei, C. lusitaniae, C. parapsilosis, C. pseudotropicalis,
dan C. tropicalis. Kandidiasis dapat terjadi di lipatan tubuh, yaitu bagian tubuh yang
lembab dan hangat, seperti lipatan aksila, selangkangan, dan lipatan kulit lainnya. Hal
ini paling sering terjadi pada obesitas dan pada diabetes melitus.

Candida sp. merupakan suatu organisme yang biasanya tidak menyebabkan


penyakit pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tetapi dapat
menyerang seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Jenis jamur dan
riwayat alami dari infeksi ditentukan oleh kondisi predisposisi yang mendasari host.
Kemampuan yeast yang berubah bentuk menjadi hifa dianggap sebagai mekanisme
patogen primer dan terbukti, yaitu bila hifa melekat lebih kuat pada permukaan epitel.
Bentuk yeast sekarang diketahui mampu berinvasi dan tidak lagi dianggap hanya
sebagai komensal.
2.4. Faktor Resiko
lnfeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen:
1. Perubahan fisiologik: usia, kehamilan, dan haid
2. Faktor mekanik: trauma (Iuka bakar, aberasi), oklusi lokal, kelembaban,
maserasi, kegemukan
3. Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi zat besi,Malnutrisi
4. Penyakit sistemik: penyakit endokrin (misal:diabetes mellitus, sindroma
Cushing), Down Syndrome, acrodermatitis enteropatika, uremia, keganasan,
dan imunodefisiensi.
5. latrogenik: penggunaan kateter, iradiasi sinar X, penggunaan obat-obatan
(misal: glukokortikoid, agen imunosupresi, antibiotika, dll).
Flora vagina dan mikroba sekitarnya memiliki hubungan yang sangat dinamis
yaitu terdapat keseimbangan antara kolonisasi Candida dan lingkungan sekitar vagina.
Kondisi ini dapat terganggu oleh perubahan fisiologis atau nonfisiologis sehingga
membentuk daerah kolonisasi yang menguntungkan untuk perkembangan jamur.
Wanita sehat bisa saja memiliki faktor risiko yang dapat mengganggu lingkungan
vagina sehingga bisa menyebabkan KVV. Faktor risiko terkait host seperti kehamilan,
terapi penggantian hormon, diabetes mellitus yang tidak terkontrol, imunosupresi,
penggunaan antibiotika dan glukokortikoid serta predisposisi genetik. Faktor risiko
perilaku lain seperti penggunaan kontrasepsi oral, higien dan pakaian.
Infeksi sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi dan menimbulkan
masalah khusus selama kehamilan. Prevalensi pada wanita hamil sekitar 30%,
terutama pada trimester kedua dan ketiga dengan gejala simptomatik maupun
asimptomatik. Peningkatan risiko pada kehamilan disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan kehamilan, seperti perubahan imunologis, peningkatan kadar
hormon reproduksi dan peningkatan produksi glikogen.
Pengaruh hormonal dapat dilihat dari jarangnya angka kejadian pada pra-
pubertas dan pasca menopause, kecuali pada wanita yang menggunakan hormone
replacement therapy (HRT).
Penggunaan pil kontrasepsi oral juga dapat menjadi faktor risiko. Beberapa
penelitian melaporkan efek hormonal pada kehamilan sama dengan pemakaian pil
kontrasepsi oral, terutama yang mengandung dosis hormonal tinggi. Penggunaan pil
kontrasepsi oral dapat meningkatkan glikogen vagina sehingga terjadi peningkatan
ketersediaan nutrisi karbohidrat yang mendukung pertumbuhan Candida serta dapat
meningkatkan adhesi Candida ke epitel vagina.
Kondisi imunosupresif seperti infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
kemoterapi kanker, terapi glukokortikoid, transplantasi organ, kanker, diabetes
melitus, tuberkulosis danpenyakit kronis lainnya dapat menjadi faktor risiko.
Prevalensi KVV pada penderita diabetes melitus lebih tinggi dibandingkan yang
bukan. Insiden pada wanita diabetes berkisar antara 32-67,5% dibandingkan dengan
yang bukan sekitar 11-23%. Perkembangan kolonisasi Candida juga ditemukan lebih
tinggi pada pasien diabetes.
Penggunaan antibiotika (vagina atau sistemik) dapat menjadi faktor risiko.
Penelitian menunjukkan peningkatan angka kejadian KVV pada wanita yang telah
minum antibiotika dibandingkan yang tidak. Penyebab yang paling sering adalah
antibiotika spektrum luas seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin. Antibiotika
menyebabkan penipisan mikroflora bakteri vagina sebagai mekanisme pertahanan
vagina yang dominan terhadap Candida.
Faktor lain yang potensial adalah pakaian ketat, dimana terjadi peningkatan
kelembapan perineum dan suhu yang dapat berkontribusi terhadap proliferasi
Candida. Pakaian dalam sintetis dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipersensitivitas
lokal serta mengubah lingkungan vagina.
Perilaku higiene wanita yang dapat memicu hipersensitivitas lokal atau reaksi
alergi seperti penggunaan pantyliner dan cairan pembersih vagina. Cairan pembersih
vagina tidak hanya memasukkan zat eksogen yang dapat menyebabkan reaksi alergi
dan perubahan pH, tetapi juga mendorong pembersihan mekanis dari bakteri
komensal yang mempengaruhi keseimbangan ekologi rongga vagina.

2.5. Patogenesis
Kulit adalah lapisan yang melindungi terhadap rangsangan fisik maupun
kimiawi dan juga terhadap invasi yang bersifat patogen lainnya. Kulit terdiri atas
lapisan terluar dan lapisan terdalam (epidermis dan dermis) yang ditempati dan
diawasi oleh sel-sel dan sistem imun.

Lapisan vagina terbentuk dari epitel nonkeratinized stratified squamous


dengan cairan servikovaginal yang berfungsi sebagai pelumas sehingga dapat menjadi
penghalang fisik dan biokimia terhadap organisme asing yang menyerang. Pada
sebagian besar vagina wanita sehat usia reproduksi juga mengandung banyak
mikroorganisme seperti Lactobacillus spp dan anaerob lain seperti Gardnerella,
Atopobium, Mobiluncus, Prevotella, Streptococcus, Ureaplasma, Megasphaera dan
lain lain.

Patogenesis kandidiasis vulvovaginitis dimulai dari adanya faktor


predisposisi memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa dan
membentuk kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat keratolitik
(fosfolipase) yang menghidrolisis fosfolopid membran sel epitel, sehingga
mempermudah invasi jamur kejaringan.

Dalam jaringan candida akan mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil


yang akan menimbulkan raksi radang akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah
hiperemi atau eritema pada mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang
dikeluarkan candida akan terus merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus
dangkal. Yang bertambah berat dengan garukan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan
nekrotik, sel-sel epitel dan jamur akan membentuk gumpalan bewarna putih diatas
daerah yang eritema yang disebut flour albus.

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala klinis Kandidiasis Vulvovaginitis terdiri dari gejala subjektif dan


gejala objektif yang bisa ringan sampai berat. Gejala subjektif yang utama ialah
gatal didaerah vulva, dan pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah
miksi dan dispaneuria. Gejala objektif yang ringan dapat berupa lesi
eritema dan hiperemis dilabia mayora, introitus vagina dan vagina 1/3 bawah.
Sedang pada yang berat labia mayora dan minora edema dengan ulkus-ulkus kecil
bewarna merah disertai erosi serta sering bertambah buruk oleh garukan dan
terdapatnya infeksi sekunder. Tanda khasnya adalah flour albus bewarna putih
kekuningan disertai gumpalan–gumpalan seperti susu.
2.7. Diagnosis Banding
2.7.1 Candidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis
merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin)
yang disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara
akut, subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen maupun eksogen yang
sering menimbulkan keluhan berupa duh tubuh. Gejala subjektif yang utama
ialah gatal didaerah vulva, dan pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri
sesudah miksi dan dispaneuria. Tanda khasnya adalah flour albus bewarna
putih kekuningan disertai gumpalan–gumpalan seperti susu.
2.7.2 Bakterial Vaginosis
Vaginosis bakterial (VB) merupakan sindrom klinis, yang disebabkan
oleh bertambah banyaknya organisme komensal dalam vagina (yaitu
Gardnerel/ a vagina/is, Prevotella, Mobiluncus spp.) serta berkurangnya
organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang menghasilkan hydrogen
peroksida. Pada pemeriksaan klinis menunjukkan duh tubuh vagina berwama
abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal, berbau amis, melekat di
dinding vagina, seringkali terlihat di labia dan fourchette, pH sekret vagina
berkisar antara 4,5-5,5. lidak ditemukan tanda peradangan. Gambaran serviks
normal.
2.7.3Trichomoniasis
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah
pada perempuan maupun laki-laki, dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan
oleh Trichomonas vagina/is dan penularannya melalui kontak seksual. Lima
puluh persen perempuan, asimtomatik. Yang diserang terutama dinding
vagina, dapat bersifat akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat sekret
vagina seropurulen sampai mukopurulen berwarna kekuningan , sampai
kuning-kehijauan, berbau tidak enak (malodor), dan berbusa. Dinding vagina
tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada
dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwama merah
dan dikenal sebagai strawbeny appearance, disertai gejala dispareuria,
perdarahan pascakoitus, dan perdarahan intermenstrual.
2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu didapatkan adanya rasa


gatal dan panas pada vulva yang kadang-kadang diikuti nyeri sesudah miksi dan
dispaneuria serta adanya faktor predisposis seperti kegemukan, DM, kehamilan,
infeksi di servik dan vagina, kelembapan yang meningkat dan higyenitas yang
buruk.
Gambaran klinis berupa eritema dan hiperemis yang dapat disertai edema
pada labia mayora dan minora, adanya ulkus-ulkus dan daerah erosi serta flour albus
bewarna kekuningan. Diagnosis juga disertai dengan pemeriksaan penunjang antara
lain kerokan kulit atau usapan mukosa diperiksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan gram.
1. Pemeriksaan mikroskopi
Pemeriksaan mikroskopis menggunakan KOH 10%. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan pseudohifa, sel-sel bertunas (budding yeast cells) berbentuk
oval.

2. Kultur
Sampel yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula diberi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu
3◦C, koloni tumbuh setelah 2-5 hari, berupa koloni mukoid putih.

Hasil kultur berupa koloni berwarna putih, permukaan licin, menonjol


disertai bau khas (yeast odor).

2.9 Tatalaksana

Pengobatan infeksi kandida bergantung pada spesies penyebab, sensitifitas


terhadap obat antijamur, lokasi infeksi, penyakit yang mendasari, dan status imun
pasien.

1. Upayakan untuk menghindari atau menghilangkan faktor pencetus dan


predisposisi.

2. Pengobatan topikal

• larutan ungu gentian 0,5-1 % untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari.

• Nistatin: berupa krim, suspensi (untuk kelainan kulit dan mukokutan)

• Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam


dosis tunggal, sistemik bila perlu dapat diberikan ketokonazol 1x 200mg atau
itrakonazol 2x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis
tunggal.
BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. AS
b. Umur : 30 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Semarang
g. No. RM : 3330xxxx
h. Ruang : Poli Kulit dan Kelamin
i. Status Pasien : BPJS

B. AAMNESIS
a) KELUHAN UTAMA
1. Subjektif : Keputihan dan gatal pada kemaluan
2. Objektif :
Keputihan dan edema eritema pada vulva
b) RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang perempuan usia 30 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RS
Islam Sultan Agung pada tanggal 14 September 2021 pukul 12.30. Pasien datang
dengan keluhan keputihan disertai gatal pada kemaluannya. Keluhan muncul
sejak 2 hari yang lalu. Keputihan menggumpal, berwarna kuning keputihan dan
tidak berbau. Keluhan keputihan dan gatal dirasakan terus menerus. Pasien belum
pernah diobati sebelumnya, bila membersihkan kemaluannya dengan air hangat.
Pasien juga mengeluh BAK sedikit namun sering.

c) RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Keluhan serupa :-
2. Infeksi Sal. Kemih :-
3. Diabetes Mellitus :+
4. PCOS :+
5. Tuberculosis :-
6. Keganasan :-
d) RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
1. Keluhan serupa :-
2. Asma :-
3. Diabetes Mellitus :-
4. Hipertensi :-
5. Jantung :-
e) RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien membersihkan kemaluannya dengan menggunakan air hangat dan
teratur mengganti pakaian dalamnya 2 kali sehari
Kesan: Kebersihan baik

f) RIWAYAT PERNIKAHAN DAN KEHAMILAN


• Pasien sudah menikah
• Terakhir berhubungan seksual tanggal 3 September 2021
• Suami tidak mengalami keluhan yang serupa
• Pasien memiliki riwayat keguguran 2 kali
g) RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien bekerja sebagai karyawan swasta


Kesan ekonomi: cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

a) KEADAAN UMUM : Sakit ringan


b) KESADARAN : Komposmentis
c) TANDA VITAL
1. Nadi : 94 x/menit
2. Suhu : 36.7 ºC
3. Fr nafas : 22 x/menit
4. Tekanan darah : 110/60 mmHg
d) STATUS GIZI
1. BB : 64 kg
2. TB : 161 cm
3. WHZ : 24.7 ( Normoweight )
e) PEMERIKSAN FISIK
i. Kepala : TIDAK DILAKUKAN
ii. Mata : TIDAK DILAKUKAN
iii. Telinga : TIDAK DILAKUKAN
iv. Hidung : TIDAK DILAKUKAN
v. Leher : TIDAK DILAKUKAN
vi. Thorax : TIDAK DILAKUKAN
vii. Abdomen : TIDAK DILAKUKAN
viii. Genital : Terdapat edema dan eritema pada
vulva. Terasa gatal. Tak tampak vesikel

1. PULMO
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
d. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN

2. COR
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
d. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN
3. ABDOMEN
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
d. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
4. GENITALIA :
a. Inspeksi : Tampak edema dan eritema pada vulva,
tak tampak vesikel
b. Palpasi : Terasa Gatal
c. Vaginal Toucher: Fluor albus berwarna putih seperti
susu pecah
5. EXTREMITAS : TIDAK DILAKUKAN

Status Venerologis
Inspeksi :
Lokasi : Vulva dan vagina
UKK :

• Tampak edema dan eritema pada vulva terasa gatal, tak tampak
vesikel

• Fluor albus berwarna putih seperti susu pecah

Palpasi : Tidak nyeri, terasa gatal

Auskultasi : Tidak dilakukan

D. DIAGNOSIS BANDING
1. Candidiasis Vulvovaginalis
2. Bakterial Vaginosis
3. Trichomoniasis

E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
2. Kultur

F. DIAGNOSIS KERJA
1. Candidiosis Vulvovaginalis

G. RENCANA TERAPI

R/ Itrakonazol tab 100 mg no. VI


S.2.d.d

R/ Cetirizine tab 10 mg no. X


S.1.d.d

R/ Nystatin 100.000 IU no. VII


S.1.d.d intra vag i.n

H. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Ad Bonam
- Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam
- Quo ad kosmetikan : Dubia Ad Bonam

I. EDUKASI

Aspek Klinis
• Menjaga kebersihan diri dan hygiene
• Tidak menggaruk
• Rutin memberi salep dan melakukan pengobatan secara teratur
• Memberi tahu pasien bahwa penyakit ini dapat beresiko berulang kembali
Aspek Islami
• Selalu berdoa memohon kesembuhan kepada Allah.
• Mengambil sisi positive dari cobaan yang telah diberikan.
• Selalu berikhtiar untuk kesembuhan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Sandra Widaty 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Murtiastutik D. Kandidiasis Vulvovaginalis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,


Martodihardjo S, editor. Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University
Press;2008. h. 56-64.

Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. In: Holmes KK, editor. Sexually Transmitted
Diseases. 4th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008.p. 823 – 35.

Mitchell TG. Medical Mycology. In: Jawetz, Melnic, Adelber, eds. Microbiología
médica. México: McGrawHill Press; 2013. p. 671-713.

Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.

Gonçalves B, Ferreira C, Alves CT, HenriquesM, Azeredo J, Silva S. Vulvovaginal


candidiasis: Epidemiology, microbiology and risk factors.Crit Rev Microbiol.
2016;42(6):905–27.

Rosati D, Bruno M, Jaeger M, Ten Oever J, Netea MG. Recurrent vulvovaginal


candidiasis: An immunological perspective. Microorganisms. 2020;8(2):1–14.

Gispen, W. (2007). Leiden Cytologi and pathology Laboratory Leiden Netherland.


Vulvovaginal Candida, 41-60.

Anda mungkin juga menyukai