Ilmu Penyakit Saraf Departemen Neurologi P.K. St. Carolus FK Atma Jaya Jakarta 18 Agustus – 20 September 2014 INTRODUCTION Sekitar 15-20% pasien dengan stroke iskemik akan mendapatkan perawatan di ICU.
Hal ini juga termasuk pasien yang beresiko mengalami
transformasi haemorrhagik atau berkembang menjadi edema cerebral maligna, atau yang membutuhkan intubasi karena stroke batang otak atau penurunan kesadaran, dan pasien menunjukkan instabilitas hemodinamik.
Semua pasien stroke direkomendasikan untuk dirawat
di ICU dengan menyediakan neurocritical care. POST-THROMBOLYSIS AND / OR INTRA-ARTERIAL REVASCULARIZATION Tissue-type plasminogen (tPA) bermanfaat bagi pasien dengan iskemia serebral akut.
Pasien dengan oklusi arteri besar intrakranial akan
mendapatkan intervensi dengan alat intra-arteri, seperti stent retrievers, dengan tujuan untuk mendapatkan rekanalisasi yang cepat dan efektif, meksipun peran dari alat tersebut masih belum jelas hingga sekarang.
Hasil fungsionalnya juga tidak begitu signifikan jika
dibandingkan dengan penggunaan tPA saja. POST-THROMBOLYSIS AND / OR INTRA-ARTERIAL REVASCULARIZATION Penggunaan alat itu beresiko menyebabkan perdarahan intrakranial. Trombolisis dengan tPA intravena berkaitan dengan perdarahan intrakranial yg simptomatik (sICH) pada 3-6% pasien. Oleh karena itu, pasien yg menerima tPA IV atau embolektomi intra- arterial, membutuhkan monitoring neurologi di ICU atau unit stroke minimal selama 24 jam.
Untuk meminimalisasi resiko transformasi menjadi hemorrhagic, tekanan
darah harus selalu dipantau (<180/105 mmHg untuk 24 jam pertama setelah trombolisis). Biasanya pasien stroke cenderung mengalami hipertensi, sehingga dibutuhkan pemberian Labetalol IV 10 mg selama 10-15 menit, atau Nicardipin IV (2,5-5 mg / hr, dititrasi hingga maksimal 15 mg / hr), untuk mengontrol tekanan darah. POST-THROMBOLYSIS AND / OR INTRA-ARTERIAL REVASCULARIZATION Jika pasien mengalami deteriorasi neurologis, terutama setelah pemberian tPA IV atau IA, maka perlu dilakukan neuro-imaging untuk mengetahui apakah terjadi transformasi hemorrhagik atau tidak. Pada kasus sICH, PT, aPTT, trombosit, dan nilai fibrinogen akan menurun.
Agen reversal juga perlu dipertimbangkan, walaupun jarang digunakan,
seperti fresh frozen plasma (2 unit setiap 6 jam selama 24 jam), kriopresipitat (10-20 unit), dan trombosit (4-8 unit), biasanya akan ditransfusikan. Jika gagal, dapat dipertimbangkan pemberian asam aminocaproik antifibrinolitik (5 gr dalam 250 mL NS).
Jika terjadi perdarahan intrakranial spontan, perlu diberikan manitol atau
salin hipertonik, atau dekompresi neurosurgical (perdarahan fossa posterior, lobar / superfisial). POST-THROMBOLYSIS AND / OR INTRA-ARTERIAL REVASCULARIZATION Perdarahan sistemik yg hebat setelah revaskularisasi sangat jarang terjadi. Prosedur intervensi dimulai dengan kanulasi arteri femoral. Kadang-kadang, perdarahan dari bagian kanulasi, termasuk perdarahan retroperitoneal berat, dapat terjadi. Kompresi manual dari sisi inguinal, dengan penambahan replacement eritrosit, trombosit, dan fresh frozen plasma juga dibutuhkan.
Komplikasi paling serius dari pemberian tPA adalah timbulnya
angioedema orolingual. Angioedema orolingual terjadi pada 1-5% pasien, biasanya ringan, transien, dan kontralateral dari hemisfer yg iskemik. Jika angioedema menjadi derajat berat, maka dapat menyebabkan obstruksi pernafasan. Adanya hal ini, maka perlu diberikan anti-histamin, kortikosteroid, dan antagonis reseptor histamin tipe 2 secara IV. Jika terdapat stridor pada pasien, maka perlu dilakukan tindakan intubasi. Stroke Hemisfer luas dengan Edema Serebri Maligna Pasien dengan stroke hemisfer luas sering memburuk secara neurologis dan seringkali membutuhkan tatalaksana perawatan intensif (ICU). Gejala transformasi hemorrhagic dan evolusi edema serebri merupakan penyebab utama dari perburukan ini. Secara klasik, edema serebri terjadi pada 2 – 5 hari setelah onset dari infark. Sebagian pasie dengan strok hemisfer luas dengan infark complete daerah middle cerebral artery (MCA) mengalami perburukan dalam 24 – 48 jam pertama. Disertai : Edema massive Severe Midline shift Kompresi dari basal sisterna pada neuroimaging “Malignant” MCA infarction merupakan 1 – 10% dari seluruh supratentorial ischemic stroke. Mortalitas 50 -80% Stroke Hemisfer luas dengan Edema Serebri Maligna Identifikasi dini dari pasien dengan malignat cerebral edema penting untuk keputusan terapi : dekompresi, hemicraniektomi. NIH Stroke Scale (NIHSS) seringkali melampaui 16 – 20 jika melibatkan hemisfer dominan, 15 – 18 pada infark malignan jka hemisfer nondominan tidak terlibat. Prediksi radilogi dari edema serebri maligna : Pada CT scanEarly hipodensity > 50% dari area MCA Atau Lesi difus dengan volume > 82mL dalam 6 jam setelah onset stroke Keterlibatan teritori vaskular yang berdekatan : Anterior cerebral artery (ACA) atau Posterior cerebral artery Stroke Hemisfer luas dengan Edema Serebri Maligna Goalprimer dari dekompresi (hemicraniektomi dan duraplasty) : Menyediakan space pada jaringan yang edema untuk memperluas keluar karnuium, Mengurangi pergeseran jaringan dan tekanan pada kompartmen intrakranial , Mengembalikan perfusi cerebral dan meminimalkan ekacauan oxigenasi pada jaringan noninfark Stroke Hemisfer luas dengan Edema Serebri Maligna Peneletian membandingkan antara dekompresi hemicraniektomi dalam 48 jam setelah onset stroke dengan managemen medis terbaik pada pasien usia 18 -60 tahun dengan nilai NIHSS > 12 penurunan kesadaran tanpa fixed. Dilatasi pupil bilateral, dengan hipodensitas > 50% dari area MCA pada CT scan case fatality (28%) < dibandingkan kedan terapi konservatif (78%) Pedekatan lain untuk edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial Agen hiperosmolar manitol Hipertonik salin Bekerja dengan pembentukan ruang hipertonik intrvaskuler relatif memicu osmotic flow dari air keluat dari parenkim otak. Manitol : Bolus 0.25 – 1.0 g/kg setiap 4 - 6 jam Dengan bolus hipertonik saline (dengan dosis setara dengan manitol atau continuous infusion) Pedekatan lain untuk edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial Penelitian membandingkan antara hipertonik saline dengan manitol 16 dari 16 espisode stroke iskemik dengan ↑ TIK > 25 mmHg atau adanya abnormalitas pupil memberi respon pada hipertonik saline 10 dari 14 episode stroke berespon dengan manitol rata rata ↓ TIK 11 mmHg dengan hipertonic saline , dan 5 mmhg dengan manitol. Tidak ada penelitian yang menyatakan manitol dan hipertonic saline sebagai profilaksi untuk ↓ edema dan pergeseran jaringan karena adanya onset hipertensi intrakranial . Pedekatan lain untuk edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial Dimasa depan kita dapat mencegah terjadinya edema serebi maligna secara menyeluruh, Penelitian dahulu tentang peran sitotoksik pada pembentukan edema menyebutkan salah satu mediator : nonselective cation channel regulated by sulfonylurea receptor 1 (SUR1) blokade dari SUR1 oleh glibenclamide menurunkan pembentukan sitotoksik edema ,volume infarct , dan mortalitas sebanyak 50% pada tikus dengan obstruksi MCA. Glibenclamide diberikan 6 jam setelah iskemia asama efektifnya dengan dekompresi kraniektomi dalam mencegah kematian ari edema serebri maligna. Tekanan Darah – Parameter umum, augmentasi via vasopressors Hipertensi pada stroke akut sering terjadi ↑ tekanan darah terjadi pada 80% pasien , termasuk pasien tanpa riwayat hipertensi Hipertensi arterial yang berat dapat memicu terjadinya cerebral edema dan berkontribusi bagi transfrmasi hemorrhagic dari jaringan infark. Sebaliknya, hipotensi arterial yang berat merugikan karena terjadi reduksi MAP dan tekanan Perfusi serebral (CPPs) dapat memperluas area iskemia. Tekanan Darah – Parameter umum, augmentasi via vasopressors Penelitian dengan 2029 kasus stroke akut dengan rata rata tekanan darah 171/90 mmHg dengan candesartan vs plasebo selama 7 hari pasca stroke . Kelompok candesartan : 147/82 vs Kelompok plasebo 152/84 mmHg analisa 6 bulan risiko menjadi lebih buruk pada kelompok yang diberikan candesartan. Peningkatan tekanan darah sering terjadi pada beberapa hari setelah stroke , batas sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg selama 24 jam pertama Tekanan Darah – Parameter umum, augmentasi via vasopressors Tekanan darah ini perlu diturunkan, jika pasien ditemukan : angina/ MCI, Edema pulmoner, disfungsi ginjal Tekanan Darah – Parameter umum, augmentasi via vasopressors Adapasien stroke tertentu yang memerlukan augmentasi dari tekanan darah melalui cairan isotonik atau vasopressors. Severe stenosis dari arteri carotid dan basiler Figure 1: wanita 73 tahun fraktur femur (intramedullary fixation) . Diberikan 2 dosis hydralazine untuk meningkatkan Tekanan darah. Bahkan setelah sesaat setelah operasi, mengakibatkan penurunan SBP 190 mmHg 110 mmHg , keesokan paginya Ia menjadi confused, nonverbal paresis lengan kanan An inpatient stroke code CT/CTA/CTP. gambaran perfusi : revealed a prolonged MTT, decreased CBF, and relatively preserved CBV within the left hemisphere suggestive of ischemia (A). Ia dibawa ke ICU untuk tatalaksana yang tepat (B) resolusi terjadi dengan perbaikan di CBF diikuti dengan aggressive intravenous fluid resuscitation, transfusi darah untuk anemia, dan peningkatan tekanan darah dengan pressors. Diikuti dengan perbaikan secara klinis Her CTA neck menjelaskan etiologi dari stroke : stenosis PADA left internal carotid artery (C); Dilakukan angioplasty dan pemasangan stent gejala sisa minimal Advanced Neuromonitoring Advanced neuromonitors sebuah alat yang secara kuantitatif dan konitu mengukur: Tekanan intrakranial Temperatur jaringan otak Oksigenasi jaringan otak Saturasi oksigen pada vena jugularis Biokimia pada jaringan interstitial serebelum Advanced Neuromonitoring Advanced neuromonitors Telah banyak digunakan untuk pasien dengan cedera saraf pusat berat, cedera otak dan pendarahan subaraknoid. Alat ini mendeteksi kemungkinan keadaan yang dapat menyebabkan cedera saraf dan menurunkan fungsi saraf tersebut Pertanyaan apakah hal ini dapat memonitor pasien dengan kemungkinan mengalami kemunduran fungsi saraf akibat stroke iskemik? Advanced Neuromonitoring Randomized controlled trial terhadap pengukuran tekanan intrakranial pasien dengan cedera otak hasil penggunaan monitor tersebut tidak lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pemeriksaan umum dan pencitraan neurologi biasa Pada pasien dengan stroke hemisferik luas, deteriorasi klinis dapat terjadi tanpa adanya bukti tanda peningkatan tekanan intrakranial atau penurunan tekanan perfusi otak hanya 26% yang mengalami peningkatan TIK dan 11% yang mengalami penurunan TPO Advanced Neuromonitoring Bahkan pasien dengan herniasi kadang tidak menunjukan peningkatn TIK Secara teori, pengukuran saturasi oksigen pada vena jugular (SjvO2) menunjukkan metabolisme oksigen serebral Hasil percobaan: ekstraksi oksigen ditemukan minimal di daerah jaringan infark dan dapat menunjukan saturasi palsu pada vena jugular, kecuali terdapat iskemik pada parenkim secara dramatis. Prevensi terhadap cedera neuronal sekunder: kontrol terhadap glukosa Keadaan hiperglikemia sering dijumpai pada pasien dengan stroke iskemik akut, walaupun pasien bukan penderita diabetes Infark luas dan lesi pada korteks insular merupakan predisposisi hiperglikemi Pada percobaan Hiperglikemik menimbulkan adanya peningkatan kebutuhan metabolik pada daerah penumbra Asam laktat dan radikal bebas dilepaskan lisisnya sel saraf dan degenerasi sawar darah otak Prevensi terhadap cedera neuronal sekunder: kontrol terhadap glukosa Terdapat dampak negatif yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemi pada pasien stroke: Tingginya kemungkinan pendarahan Edema serebri Peningkatan angka mortalitas Dengan demikian penting untuk menurunkan secara signifikan kadar glukosa darah pada pasien dengan stroke iskemik walaupun hal ini menimbulkan kontroversial dalam beberapa studi Prevensi terhadap cedera neuronal sekunder: kontrol terhadap glukosa Penelitian tahun 2009: membandingkan hasil dari pasien stroke di ICU dengan kontrol glukosa darah (target glukosa 81-108 mg/dL) dan tanpa kontrol gula darah (≤180 mg/dL) hasil: pasien dengan kontrol glukosa menunjukan peningkatan resiko mortalitas dalam 90 hari sebanyak 2.6% NINDS kontrol glukosa darah menggunakan insulin dengan target 80-130 mg/dL dapat memperbaiki fungsi pada stroke iskemik AHA/ASA dan European Stroke initiative Guidelines merekomendasi target glukosa darah 140-180 mg/dL Prevensi terhadap cedera neuronal sekunder: kontrol terhadap temperatur Regulasi temperatur pada ICU mengupakan hal yang paling esensial tujuan: mencegah demam hingga membuat keadaan hipotermia Demam menyebabkan cedera saraf Target suhu pada pasien dengan cedera SSP akut normotermi (36-37oC) Hipotermia neuroprotektan pada pasien dengan serebral iskemia/ hipoksia yang diakibatkan henti jantung. Sekarang dan masa datang hipotermia dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan stroke iskemik akut Prevensi terhadap cedera neuronal sekunder: kontrol terhadap temperatur Hipotermia juga diindikasikan untuk pasien dengan peningkatan TIK yang refrakter terhadap terapi umum Penggunaan antipiretik, seperti Tynelol tidak efektif “Surface Cooling”/ kompres tidak nyaman dan menyebabkan pasien menggigil “Antishivering Protocols” buspirone, meperidine, cutaneous counterwarming Jika terapi tersebut gagal opioid and dexmedetomidine Jika masih menggigil sedasi dengan propofol dosis tinggi atau neuromuscular blockade Terima Kasih