Anda di halaman 1dari 36

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PAPER

PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

Disusun oleh:

REINA ROMAULI TARIHORAN


NIM: 140100015

Supervisor:
dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan
judul “Primary Open Angle Glaucoma”. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing penulis Dr. Fithria Aldy,
M. Ked(Oph), Sp.M(K) yang telah meluangkan waktunya dan memberikan
bimbingan serta masukan dalam penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper
selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1 Anatomi Mata............................................................................................. 3
2.1.1 Sudut Bilik Mata Depan .................................................................. 3
2.1.2 Badan Siliar....................................................................................... 3
2.2 Fisiologi Aqueous Humour......................................................................... 5
2.2.1 Produksi Aqueous Humour............................................................... 5
2.2.2 Aliran Keluar Aqueous Humour....................................................... 6
2.2.3 Tekanan Intraokular ......................................................................... 7
2.3 Glaukoma.................................................................................................... 8
2.3.1 Definisi ............................................................................................. 8
2.3.2 Klasifikasi......................................................................................... 9
2.4 Glaukoma Primer Sudut Terbuka............................................................... 10
2.4.1 Definisi.............................................................................................. 10
2.4.2 Epidemiologi..................................................................................... 10
2.4.3 Faktor Risiko...................................................................................... 11
2.4.4 Patofisiologi...................................................................................... 12
2.4.5 Manifestasi Klinis............................................................................. 14
2.4.6 Diagnosis........................................................................................... 14
2.4.7 Diagnosis Banding............................................................................ 20
2.4.8 Penatalaksanaan................................................................................ 23
2.4.9 Pencegahan, Komplikasi dan Prognosis........................................... 28
BAB III KESIMPULAN................................................................................... 29

ii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Anatomi Bola Mata................................................................................... 3
2.2 Sudut Bilik Mata Depan ........................................................................... 4
2.3 Tampilan Posterior Lensa, Zonula, Badan Siliar, dan Ora Serrata........... 5
2.4 Fisiologi Sistem Outflow........................................................................... 8
2.5 Patofisiologi Glaukoma............................................................................ 13
2.6 Tonometri Aplanasi Goldmann ................................................................ 16
2.7 Tonometri Schiotz..................................................................................... 17
2.8 Kerusakan glaukoma lanjur dengan gambaran cupping dan tampak
papil pucat
........................................................................................................ 18
2.9 Perbandingan Cawan Diskus Optikus Pada Mata Normal Dan Pada
Mata Glaukoma ........................................................................................ 19
2.10 Gambaran Skotoma Pada Mata Dengan Glaukoma ................................. 21
2.11 Optical Coherence Tomography (OCT)................................................... 21
2.12 Algoritma Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka .................................. 26

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka Berdasarkan Tingkat
Keparahannya........................................................................................... 23

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang,
biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular. Berdasarkan etiologinya,
glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma absolut. Sementara
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma terbagi
menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.1
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di dunia setelah katarak.
Saat ini sekitar 60 juta penduduk dunia menderita glaukoma dimana 8,4 juta orang
telah mengalami kebutaan. Primary Open Angle Glaucoma (POAG) merupakan
tipe glaukoma yang paling banyak dijumpai. Diperkirakan angka ini akan
meningkat menjadi 11 juta orang pada tahun 2020.2
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis glaukoma yang paling
sering terjadi dan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan
glaukoma jenis lainnya. Pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun,
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer adalah sebesar 1,86%, dengan insidensi
2,4 juta orang setiap tahunnya.3 Glaukoma sudut terbuka primer memiliki
perjalanan penyakit yang bersifat lama (kronis) sehingga biasanya tidak
menimbulkan tanda dan gejala (asimptomatik). Akibatnya, POAG menjadi sulit
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif. Untuk itu,
diperlukan skirining dan pemeriksaan mata secara teratur.4
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan
efektivitas terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraokular,
inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapangan pandang secara teratur. Terapi
ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular, dan apabila mungkin
memperbaiki sebab yang mendasarinya. Adapun manajemen yang dapat

1
dilakukan berupa pemberian obat-obatan untuk menurunkan produksi dan
meningkatkan aliran keluar akuos, atau pembuatan pintas sistem drainase melalui
pembedahan.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI MATA


Bola mata dapat dibagi menjadi dua segmen, yaitu segmen anterior dan
segmen posterior. Segmen anterior terdiri atas lensa kristalin dan struktur
anterior dari mata seperti iris, kornea, bilik anterior dan bilik posterior. Bilik
anterior dibatasi oleh kornea di bagian depan, dan iris serta badan siliaris di
bagian belakang. Bilik posterior merupakan suatu ruangan segitiga yang
dibatasi oleh iris dan badan siliaris di bagian depan, lensa kristalin dan zonula di
bagian belakang, dan badan siliaris di bagian lateral. Segmen posterior terdiri
atas bagian posterior dari lensa, vitreous humour, retina, koroid dan diskus
optikus.5

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata.6

2.1.1 Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe, anyaman
trabekula, dan taji sklera.1

3
Garis schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula
berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke
korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan
kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin
mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Bagian dalam anyaman yang
menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai anyaman uvea, sedangkan bagian
luar yang berada di dekat kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-
serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji
sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan
kanal schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluran-saluran eferen
dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
berhubungan dengan sistem vena episklera.1

Gambar 2.2 Sudut Bilik Mata Depan.1

2.1.2 Badan Siliar


Badan siliar merupakan bagian dari traktus uveal yang berada diantara iris dan
koroid. Pada potongan sagital, badan siliar berbentuk segitiga. Di tengah badan siliar
terdapat iris. Iris akan membagi rongga aqueous menjadi bilik posterior dan anterior.
Pertemuan antara iris, sklera dan kornea disebut sebagai sudut bilik anterior. Sisi
dalam segitiga dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian anterior (sekitar 2 mm) yang

4
memiliki tonjolan silia seperti jari disebut pars plicata dan bagian posterior yang halus
(sekitar 4 mm) disebut pars plana.1,7

Prosesus siliaris berasal dari pars plicata. Terdapat 2 lapisan epitel siliaris yaitu
satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina
ke anterior dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar yang merupakan perluasan
lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya
berfungsi sebagai pembentuk aqueous humour.1

Gambar 2.3 Tampilan posterior lensa, zonula, badan siliar, dan ora serrata.1

2.2 FISIOLOGI AQUEOUS HUMOUR


2.2.1 Produksi Aqueous Humour
Aqueous humour adalah cairan jernih yang mengisi ruangan bola mata
anterior dengan volume 0,25 ml dan ruangan posterior dengan volume 0,06 ml. Laju
produksi aqueous sekitar 2,5 mcL/menit. Aqueous humour berperan dalam
mempertahankan tekanan intraokular yang sesuai serta memainkan peran
menyediakan substrat dan mengeluarkan metabolit dari kornea avaskular dan lensa
kristalin.1,5
Aqueous humour diproduksi di badan siliaris. Aqueous humour berasal dari
plasma di dalam kapiler-kapiler dari prosesus siliaris. Produksi aqueous humour
meliputi mekanisme difusi, ultrafiltrasi, dan sekresi sebagai berikut:5

5
1. Ultrafiltrasi
Sebagian besar substansi plasma dikeluarkan dari dinding kapiler dan jaringan
ikat longgar. Oleh karena itu, filtrat plasma (dialisat) berakumulasi di belakang
epitelium berpigmen dan tidak berpigmen dari prosesus siliaris.
2. Sekresi
Dialisat plasma ditransportasi ke dalam pigmen epitel. Sambungan antar sel
epitel tidak berpigmen menciptakan bagian blood aqueous barrier. Substansi
tertentu ditransportasi secara aktif (disekresi) melewati sawar ini ke bilik
posterior. Substansi yang ditransportasi secara aktif termasuk natrium, klorida,
kalium, asam askorbat, asam amino, dan bikarbonat.
3. Difusi
Transport aktif dari substansi ini melalui epitel siliaris tidak berpigmen
menghasilkan suatu gradasi osmotik yang menyebabkan pergeseran isi plasma
lain ke kamera posterior melalui ultrafiltrasi dan difusi.

Aliran aqueous humour dari kamera posterior ke kamera anterior melalui


pupil melawan sedikit resistensi fisiologis. Sudut kamera anterior memainkan
peranan yang penting dalam proses drainase aqueous. Sudut ini dibentuk oleh akar
iris, bagian paling anterior dari badan siliaris, spur sklera, trabekular meshwork, dan
garis schwalbe (ujung dari membran descement kornea).

2.2.2 Aliran Keluar Aqueous Humour


Aqueos humor mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke
kamera okuli anterior, keluar ke aliran sistemik melalui 2 rute berbeda.
A. Trabecular Outflow Pressure Dependend Outflow
Merupakan aliran utama aqueos humor dari sudut kamera okuli anterior.
Kira-kira 90% aqueous humor total dialirkan melalui aliran ini. Aqueos humor
dialirkan dari sudut kamera okuli anterior ke trabecular meshwork kemudian
ke kanal Schlemm menuju ke vena episklera.5,8

6
Jaringan trabecular dibentuk oleh beberapa lapisan yang masing-masing
memiliki inti jaringan ikat berkolagen dilapisi lapisan endotel. Ini merupakan
tempat aliran bergantung tekanan. Jaringan trabecular berfungsi sebagai katup
satu arah yang melewatkan aqueos humor meninggalkan mata tetapi membatasi
aliran dari arah lain tanpa menggunakan energi.11,19,20

Kanal Schlemm dilapisi oleh endotel dan dipotong oleh tubuli. Kanal ini
adalah saluran tunggal dengan diameter rata-rata 370 µm. Dinding dalamnya
berisi vakuola raksasa yang memiliki hubungan langsung dengan ruang
intertrabekular. Kanal Schlemm memiliki lapisan endotel yang komplit dan
tidak menempel pada membran basal.11,19,20
Dinding luar berupa sel endotel satu lapis yang tidak berpori. Suatu
sistem yang kompleks menghubungkan kanalis schlemm dengan vena episklera,
yang kemudian dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmica superior
yang selanjutnya diteruskan ke sinus kavernosus.11,19,20

B. Uveoscleral Outflow / Pressure Independent Outflow


Diperkirakan 5 - 15% aliran keluar aqueos humor melalui rute ini, tetapi
penelitian terbaru mengindikasikan bahwa persentase yang lebih besar dijumpai
normal pada usia muda. Aliran uveoscleral ini akan menurun sesuai umur.5,19,20
Pada mekanisme aliran ini, aqueos humor mengalir dari sudut kamera
okuli anterior menuju ke otot siliar dan kemudian ke rongga suprasiliar dan
suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau
mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada. Aliran ini meningkat pada
pada penggunaan sikloplegik dan obat-obatan adrenergik serta operasi seperti
cyclodialisis serta menurun pada penggunaan miotikum.16,19,20

7
Gambar 2.4 Fisiologi Sistem Outflow.5

2.2.3 Tekanan Intraokular


Tekanan intraokular merupakan tekanan yang diberikan oleh cairan
intraokular terhadap lapisan bola mata. Nilai normal tekanan intraokular
bervariasi antara 10-21 mmHg. Nilai normal tersebut dipertahankan melalui suatu
dynamic equilibrium antara pembentukan dan aliran keluar aquous humour.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular, diantaranya:6
1. Kecepatan pembentukan aquous humour
2. Tahanan terhadap aliran keluar aquous humour
3. Peningkatan tekanan episklera
4. Dilatasi pupil

2.3 GLAUKOMA
2.3.1 Definisi
Glaukoma bukan merupakan suatu proses penyakit tunggal, namun
merupakan kelompok gangguan yang ditandai oleh neuropati optik progresif yang
menghasilkan penampilan yang karakteristik cupping optic disc dan pola spesifik
cacat ireversibel di bidang visual tetapi tidak selalu dengan peningkatan TIO.
Dengan demikian, TIO adalah faktor risiko yang paling umum tetapi tidak satu-
satunya faktor risiko untuk perkembangan glaukoma. Akibatnya istilah hipertensi
okular digunakan untuk kasus yang terus-menerus meningkatkan TIO tanpa ada
terkait kerusakan glaukoma.7

8
2.3.2 Klasifikasi
Berdasarkan tipe glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Open-angle glaucoma and related diagnoses


- Primary open-angle glaucoma (POAG)
- Normal-tension glaucoma (NTG)
- Juvenile open-angle glaucoma (JOAG)
- Ocular hypertension (OHT)
- Glaucoma suspect
- Secondary open angle-angle glaucoma
B. Angle-closure glaucoma
- Primary angle-closure suspect (PACS)
- Primary angle-close glaucoma (PAC)
- Primary angle-close glaucoma (PACG)
- Chronic angle closure
- Primary angle closure without pupillary block (plateau iris)
- Secondary angle closure with pupillary block
- Secondary angle closure without pupillary block
B . Childhood Glaucoma
- Primary congenital glaucoma (PCG)
- Glaucoma associated with congenital anomalies
- Secondary glaucoma in infants and children

2.4. Glaukoma Sudut Terbuka Primer


2.4.1 Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu neuropati optik anterior
yang bersifat kronis dan progresif, ditandai dengan pencekungan dan atrofi dari
diskus optikus, penurunan atau hilangnya lapangan pandang, sudut terbuka dan

9
tanpa penyebab yang jelas. Secara umum, pada glaukoma terjadi peningkatan
tekanan intraokular diatas nilai normal yang menandakan adanya hambatan atau
penurunan aliran keluar aqueous humour, meskipun pada beberapa kasus justru
dijumpai tekanan intraokular yang normal.7

2.4.2 Epidemiologi

Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis glaukoma yang paling


sering dijumpai. Hampir 45 juta penduduk dunia menderita glaukoma jenis ini,
dimana 8 juta diantaranya telah menjadi buta. Diperkirakan angka kebutaan ini
akan meningkat menjadi 11 juta orang pada tahun 2020.2 Berdasarkan penelitian
di USA pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun diperkirakan prevalensi
glaukoma primer sudut terbuka sekitar 1,86%. Dengan meningkatnya populasi
usia lanjut, jumlah pasien glaukoma juga akan meningkat 50% dari 3,36 juta pada
tahun 2020.3
Di Indonesia, prevalensi untuk glaucoma sudut terbuka primer adalah
sebesar 0,48% berdasarkan Jakarta Uban Eye Health Study tahun 2008. Namun,
dapat diduga bahwa sebagian besar penderita glaukoma belum
terdeteksi/terdiagnosis dan tentunya belum tertangani.10

2.4.3 Faktor Risiko

1. Tekanan Intra Okular (TIO)


Berdasarkan penelitian epidemiologis pada populasi yang besar, diketahui
bahwa TIO rata-rata manusia adalah 15,5 mmHg dengan rentang nilai normal
yang didapatkan adalah 10-21 mmHg. Peningkatan TIO adalah faktor risiko
yang penting pada glaukoma primer sudut terbuka. Akan tetapi pada 30-50%
penderita glaukoma dengan optik neuropati dan hilang lapangan pandang
ditemukan TIO dibawah 22 mmHg.3
2. Diskus Optikus dan Hilang Lapangan Pandang
Meskipun masih merupakan faktor risiko utama pada glaukoma primer sudut
terbuka, peningkatan TIO tidak lagi dipertimbangkan sebagai yang terpenting

10
untuk diagnosis. Gambaran diskus nervus optikus dan kehilangan lapangan
pandang lebih menentukan dalam diagnosis glaukoma sudut terbuka. Pada
kerusakan nervus optikus, terdapat pola khas pada kehilangan lapangan
pandang. Evaluasi pada kedua hal tersebut sangat penting dilakukan pada
follow up pasien glaukoma.3
3. Usia
Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi glaukoma
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras berkulit hitam yaitu
lebih dari 11% pada umur 80 tahun keatas. Pada penelitian Collaborative
Initial Glaukoma Treatment, defek pada lapangan pandang tujuh kali lipat
lebih sering terjadi pada pasien 60 tahun keatas daripada pasien yang berumur
40 tahun.3
4. Ras
Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih besar daripada
ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali lebih sering pada ras
kulit hitam daripada ras kulit putih.3
5. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada glaukoma
primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore Eye juga
menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut terbuka 3,7
kali lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung yang mengidap
penyakit tersebut.3
6. Faktor Risiko Lainnya
Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, dan
oklusi vena sentral diduga berhubungan dengan glaukoma. Namun, keadaan-
keadaan tersebut bukan merupakan faktor risiko utama dan memiliki hubungan
yang kurang signifikan dengan glaukoma dibandingkan faktor risiko
sebelumnya.3

2.4.4 Patofisiologi

11
Terdapat dua teori yang menjelaskan patofisiologi glaukoma, yaitu mekanisme
peningkatan tekanan intraokular dan mekanisme atrofi serta pencekungan saraf
optik yang terjadi secara progresif.7

1. Berkurangnya Aliran Keluar Aqueous Humour


Hal ini berhubungan dengan meningkatnya tahanan aliran keluar pada bilik
anterior dan lumen dari kanal schlemm, dimana jaringan jukstakanalikular sebagai
lokasi dengan tahanan tertinggi. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
mengapa terjadi peninggian tahanan aliran keluar dari aqueous humour pada
lokasi tersebut:7
- Obstruksi pada anyaman trabekular oleh material asing
Lutjen-Drecol dan Rohen mengatakan bahwa adanya akumulasi material yang
mengandung kolagen dan elastin pada anyaman trabekular mengakibatkan
terjadinya peningkatan tahanan terhadap aliran keluar aqueous humour.
- Hilangnya sel endotel trabekular
Pada glaukoma dijumpai sel endotel yang lebih sedikit dibandingkan dengan
mata yang normal. Hilangnya sel ini mengganggu beberapa fungsi penting
dari trabecular seperti fagositosis dan degradasi markomolekul.
- Berkurangnya ukuran dan densitas pore dinding endotel dari kanal schlemm
dijumpai pada kasus glaukoma sudut terbuka.
- Hilangnya giant vacuoles dinding endotel dari kanal Schlemm
Giant vacuoles memiliki peran yang penting dalam memindahkan cairan dari
anyaman trabekular kedalam lumen kanal schlemm, sehingga apabila giant
vacuoles berkurang atau menghilang, maka dapat meningkatkan tahanan
terhadap aliran keluar aqueous.
- Hilangnya phagocytic activity
Fagositosis terjadi pada anyaman trabekula secara terus-menerus dan
bertindak sebagai pembersih filter dari anyaman trabekula.
- Gangguan mekanisme umpan balik neurologis
Mekanisme ini sebenarnya masih belum jelas, namun diduga akibat adanya
peninggian tekanan intraokular, terjadi pengaruh umpan balik neurologis yang

12
menyebabkan penurunan produksi dan penurunan kecepatan aliran keluar
aqueous humour.

2. Atrofi dan Pencekungan Saraf Optik


Pencekungan diskus optikus dan atrofi merupakan teori lain yang membahas
patofisiologi dari glaukoma primer sudut terbuka. Pencekungan ditandai dengan
melengkungnya lamina kribrosa ke arah belakang, pemanjangan laminar beams,
dan hilangnya sel ganglion akson pada neural tissue. Pencekungan merupakan
penanda penting dari glaucomatous damage, meskipun dapat juga dijumpai pada
keadaan iskemik dan lesi kompresi pada saraf optik posterior. Berdasarkan studi
histologi, terdapat tiga elemen yang hilang pada pencekungan saraf optik yaitu
akson, pembuluh darah, dan sel glial.11
Adanya peningkatan tekanan intraokular mengakibatkan kompresi secara
langsung dan terjadinya gangguan vaskularisasi pada diskus optikus. Gangguan
vaskularisasi tersebut menimbulkan suatu keadaan iskemi yang dapat berujung
pada kematian sel ganglion saraf. Pada respon terhadap iskemia atau hipoksia
karena peningkatan tekanan intraokular, respon utama sel ganglion adalah dengan
produksi glutamat berlebihan. Hasil dari peningkatan glutamat ini mencetuskan
serangkaian jalur molekular yang menyebabkan apoptosis.11

13
Gambar 2.5 Patofisiologi Glaukoma.11

2.4.5 Manifestasi Klinis


a. Gejala
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu penyakit yang
terselubung, berkembang lambat namun progresif dan terjadi secara bilateral.
Dikatakan terselubung karena pada kebanyakan pasien dengan penyakit ini tidak
memiliki keluhan atau gejala (asymptomatic) hingga penyakit memasuki stadium
lanjut. Pada beberapa kasus, dapat dijumpai adanya edema kornea, halo vision,
atau penurunan lapangan pandang. Kualitas hidup tidak terlalu terpengaruh pada
perjalanan awal glaukoma, namun seiring perjalanan penyakit atau penanganan
yang semakin agresif, kualitas hidup dapat menjadi terganggu.7

b. Tanda

Glaukoma sudut terbuka primer sering dijumpai asimetris, dimana salah


satu mata mengalami kerusakan yang sedang hingga berat, dan mata lainnya
mengalami kerusakan yang minimal atau tidak dijumpai kerusakan. Pada
kebanyakan pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer dijumpai peningkatan
tekanan intraokular dengan rentang 22-40 mmHg, sebagian kecil mencapai
tekanan yang lebih tinggi yaitu 60 atau di atas 80 mmHg, dan sebagian lainnya
tanpa peningkatan tekanan intraokular.7

2.4.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Informasi mengenai kronologis perjalanan penyakit mencakup onset,
durasi, lokasi dan gejala, merupakan hal yang penting dalam membantu

14
menegakkan diagnosis dari glaukoma. Kebanyakan pasien tidak memilik gejala
atau keluhan sama sekali sehingga penyakit ini sulit untuk dideteksi. Pasien baru
datang ke dokter setelah terjadi penurunan lapangan pandang. Namun, beberapa
gejala lain yang dapat dikeluhkan berupa nyeri pada mata, nyeri kepala, fotofobia,
mata kabur, ataupun mata merah (hiperemis). Selain itu, perlu ditanyakan riwayat
dari penggunaan kortikosteroid, riwayat penyakit mata, riwayat operasi mata, dan
juga riwayat keluarga yang menderita penyakit glaukoma.12,13

b. Pemeriksaan Fisik pada Mata


1. Ketajaman Visual (Visual Acuity)
Tes ketajaman visual merupakan pemeriksaan yang penting dalam
menentukan fungsi penglihatan pasien, meskipun dalam tahap awal dari
perjalanan penyakit glaukoma, kebanyakan ketajaman visual tidak terganggu.11

2. Pupil
Penilaian yang cermat terhadap pupil harus dilakukan untuk
mengungkapkan adanya cacat aferen relatif.11

3. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Rentang
tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan tekanan intraokular
yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya, peningkatan tekanan
intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengidap glaukoma sudut
terbuka primer untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti
adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang.11

a. Tonometri Aplanasi
Tonometri aplanasi goldmann dipasang pada slitlamp dan mengukur
besarnya gaya yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban
standar. Makin tinggi tekanan intraokular, makin besar gaya yang dibutuhkan.12
Setelah anestesi topikal dan pemberian fluoresin, pasien didudukkan di
depan slitlamp dan tonomoter disiapkan. Agar dapat melihat fluoresin, dipakai

15
filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. Setelah memasang tonometer
di depan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp okular saat ujungnya kontak
dengan kornea. Sebuah pegas counterbalance yang dikendalikan secara manual
akan mengubah-ubah gaya yang diberikan pada ujung tonometer.12
Setelah berkontak, ujung tonometer akan meratakan bagian tengah
kornea dan menghasilkan garis fluoresin tipis yang melingkar. Sebuah prisma di
ujung memecah lingkaran ini secara visual menjadi dua setengah-lingkaran yang
tampak hijau melalui okular slitlamp. Tenaga tonometer diatur secara manual
sampai kedua setengah lingkaran tersebut tampak bertumpuk. Besarnya tenaga
yang dibutuhkan untuk melakukan ini diterjemahkan skala menjadi tekanan dalam
millimeter air raksa.12

Gambar 2.6 Tonometri Aplanasi Goldmann.12


b. Tonometri Schiotz
Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya hanya memerlukan
instrumen portabel genggam yang relatif tidak mahal. Pasien tidur terlentang dan
diberi anestesi topikal pada kedua mata. Ketika pasien menatap lurus ke depan,
kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan menarik kulit palpebra secara
hati-hati pada tepian tulang orbita. Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya
sampai ujung cekung laras menyentuh kornea. Dengan tekanan yang ditetapkan
oleh beban yang terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul sedikit melekukkan
pusat kornea. Semakin tinggi tekanan intraokular, semakin besar tahanan kornea

16
terhadap indentasi, dan plunger akan semakin terdesak ke atas. Semakin plunger
terdesak, semakin jauh jarum penunjuk bergeser di sepanjang skala yang telah
terkalibrasi. Digunakan sebuah kartu konversi untuk menterjemahkan nilai pada
skala ke dalam milimeter air raksa.12

Gambar 2.7 Tonometri Schiotz.14

c. Tonometri Non Kontak


Tonometer jenis ini tidak seteliti tonometer aplanasi. Dihembuskan
sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul dari permukaan kornea mengenai
membran penerima tekanan pada alat ini. Metode ini tidak memerlukan anestesi
karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata.12
4. Gonioskopi
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi sudut bilik mata depan
dengan pembesaran binokular dan sebuah lensa gonio khusus. Lensa-gonio jenis
goldmann dan posner/zeiss memiliki cermin khusus yang membentuk sudut
sedemikian rupa sehingga menghasilkan garis pandangan yang pararel dengan
permukaan iris, cermin tersebut diarahkan ke perifer ke arah lekukan sudut ini.1
Setelah diberi anestesi lokal, pasien didudukkan pada slitlamp dan lensa
gonio dipasang pada mata. Detil sudut bulik mata depan diperbesar dan
divisualisasikan secara stereoskopik. Dengan memutar cermin, dapat diperiksa
semua bagian sudut hingga mencapai 360 derajat.1

17
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan prosesus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan
sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.1

Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi menggunakan lensa Goldmann. 7

5. Pemeriksaan Fundus
a. Pemeriksaan Oftalmoskop Langsung
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya cawan
fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun
nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-
serat tersebut. Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan
optik

atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai


pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan
optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang. Seiring dengan
pembentukan cekungan, pembuluh retina di diskus tergeser kearah hidung. Hasil
akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai
cekungan “bean-pot”, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf bagian tepinya.7
Rasio cawan diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran
diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan

18
antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan
lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus lebih
dari 0,5 atau terdapat asimetris yang bermakna antara kedua mata sangat
diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.7

Gambar 2.9 Kerusakan glaukoma lanjur dengan gambaran cupping dan tampak
papil pucat

b. Pemeriksaan Oftalmoskop Tidak Langsung

Alat ini digunakan untuk melengkapi pemeriksaan oftalmoskop


langsung. Oftalmoskop tidak langsung dipasang dikepala pemeriksa dan
memungkinkan pandangan binokular melalui sepasang lensa dengan kekuatan
lengkap. Pasien diminta melihat kearah kuadran yang diteliti. Sebuah lensa
cembung dipegang beberapa inchi dari mata pasien dengan arah yang tepat
sehingga serentak memfokuskan cahaya pada retina. Alat ini memberikan
lapangan pandang yang jauh lebih lebar dengan pembesaran yang lebih lemah.7

19
6. Pemeriksaan Lapangan Pandang
a. Perimetri
Perimetri digunakan untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan
sentral. Teknik ini, yang dilakukan terpisah pada setiap mata, mengukur fungsi
retina, nervus optikus, dan jaras visual intrakranial secara bersama. Alat ini secara
klinis digunakan untuk mendeteksi atau memonitor hilangnya lapangan pandang
akibat penyakit di suatu tempat tersebut.1
Lapangan pandang mata diukur dan dipetakan menurut derajat
kelengkungan. Pengukuran derajat kelengkungan itu tetap konstan, tidak
tergantung jarak bidang dari mata yang diperiksa. Sensitivitas penglihatan paling
besar di pusat lapangan pandang (sesuai dengan fovea) dan paling kecil di
perifer.1
Saat mata pasien difiksasi pada objek sentral, objek-objek pengujian
disajikan secara acak pada lokasi yang berbeda-beda dalam lapangan pandang.
Jika objek-objek tadi terlihat, pasien harus berespons secara verbal atau memberi
tanda dengan alat yang dipegang. Dengan mengubah ukuran atau kecerahan
objek, sensitivitas visual berbagai daerah berbeda dalam lapangan pandang dapat
diukur. Makin kecil atau makin gelap sasaran yang dilihat, makin baik sensitivitas
di lokasi itu.1
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke lapisan pandang daerah Bjerrum 15
derajat dari fiksasi membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata.
Pengecilan lapangan pandang perifer cenderung berawal di perifer nasal sebagai
kontriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata
menimbulkan breaktrthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-
10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit.1

20
Gambar 2.10 Gambaran skotoma pada mata dengan glaucoma. 7

b. Optical Coherence Tomography (OCT)


Penilaian retinal nerve fibre layer (RNFL) menggunakan OCT
belakangan ditemukan penting dalam konfirmasi diagnosis dan menilai progresi
dari penyakit tersebut. Penilaian RNFL mungkin lebih sensitif dibandingkan
dengan penilaian diskus optikus dalam menentukan kerusakan akibat glaukoma.
Informasi yang didapat dari OCT harus selalu diinterpretasikan dengan hati-hati.11

Gambar 2.11 Optical Coherence Tomography (OCT)

2.4.7

Diagnosis Banding

21
Adapun beberapa diagnosis banding dari glaukoma sudut terbuka primer
antara lain:15

1. Normal tension glaucoma


Merupakan penyakit yang identik dengan glaukoma sudut terbuka
primer, namun tekanan intraokularnya tidak pernah mencapai diatas 22
mmHg.
2. Ocular hypertension
Terjadi peningkatan tekanan intraokular secara signifikan tanpa
memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan nervus optik atau gangguan
lapangan pandang. Diagnosis ditegakkan bila terdapat kenaikan tekanan
intraokular diatas 21 mmHg.
3. Chronic/intermitten angle-closure glaucoma
Terdapat peripheral anterior synechiae, sudut tertutup, bersifat
symptomatic, dan adanya peningkatan tekanan okular yang terjadi secara
episodik.
4. Exfoliation glaucoma
Terdapat perubahan pada kapsul lensa anterior, defek transiluminasi pada
batas (margin) pupil.
5. Pigmentary glaucoma
Adanya krukenberg spindle, pengendapan pigmen pada anyaman
trabekular, defek transiluminasi pada midperipheral iris, gejala timbul dengan
aktivitas atau midriasis.

2.4.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penanganan glaukoma sudut terbuka primer
adalah mempertahankan fungsi penglihatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien. Hal tersebut dapat tercapai dengan menurunkan tekanan intraokular
sampai pada batas dimana proses kerusakan nervus optikus dan hilangnya
lapangan pandang mata dapat berkurang atau terhenti. Penanganan glaukoma
sudut terbuka primer juga harus memaksimalkan tercapainya tujuan terapi dan

22
kenyamanan pasien, disamping meminimalisir efek samping yang ditimbulkan
oleh terapi tersebut.7
Adapun target penurunan tekanan intraokular ditentukan oleh beberapa
pertimbangan, diantaranya nilai tekanan intraokular sebelum diterapi, derajat dari
pencekungan diskus optikus serta hilangnya lapangan pandang, adanya riwayat
keluarga dengan glaukoma, dan kondisi lain yang memperburuk perjalanan
penyakit dari glaukoma seperti diabetes melitus dan gangguan vaskular. Secara
umum, target penurunan tekanan intraokular adalah sekitar 20-30% dari nilai
tekanan intraokular sebelum diterapi. Target penurunan tekanan intraokular
tersebut harus dinilai ulang secara periodik.7

Tabel 2.1 Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka Berdasarkan Tingkat


Keparahannya.16

23
a. Terapi Farmakologi
Terapi glaukoma sudut terbuka biasanya dilakukan secara konservatif
dengan obat-obatan. Sampai saat ini terdapat 5 kelas obat yang dapat digunakan
untuk menurunkan tekanan intraokular, diantaranya adalah analog prostaglandin,
penyekat adrenergik beta, penghambat anhidrase karbon, agonis adrenergik dan
kolinergik. Obat yang biasa dipakai antara lain adalah:1,17
- Penyekat adrenergik beta bekerja dengan menurunkan produksi cairan
aqueous humour dengan memblokade reseptor adrenergik beta pada epiterl-
epitel siliaris. Salah satu obat yang pertama kali dan paling banyak digunakan
hingga sekarang adalah timolol. Timolol terbukti dapat menurunkan tekanan
intrakorneal 20-35%. Penyekat adrenergik bloker ini dapat digunakan
tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain. Larutan timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%,
metipronolol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali sehari dan gel timolol maleat
0,1%, 0,25% dan 0,5% sekali setiap pagi. Kontraindikasi utama pemakaian
obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas kronik, terutama asma dan
defek hantaran jantung.
- Agonis adrenergik-2 bekerja dengan meningkatkan outflow disertai dengan
menekan produksi aqueous humour untuk menurunkan tekanan intraaokular
(TIO). Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan
sesudah terapi laser) adalah suatu agonis adrenergik-2 selektif yang
menurunkan pembentukan aqueous humour tanpa menimbulkan efek pada
aliran keluar. Ini terutama berguna untuk mencegah peningkatan tekanan
intraokular pascaterapi laser segmen anterior dan dapat diberikan sebagai
terapi jangka pendek pada kasus-kasus yang susah disembuhkan. Brimonidine
(larutan 0,2% dua kali sehari) adalah suatu agonis adrenergik- yang
terutama menghambat pembentukan aqueous humour dan juga meningkatkan
pengaliran aqueous keluar.
- Penghambat anhidrase karbonat bekerja dengan menghambat secara selektif
isoenzim anhidrase karbonik II pada epitelium siliaris untuk menurunkan
TIO. Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau

24
tiga kali sehari) adalah penghambat anhidrase karbonat topikal yang terutama
efektif bila diberikan sebagai tambahan.
- Analog prostaglandin: larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%, dan
travoprost 0,004%, masing-masing sekali setiap malam, dan larutan
unoprostone 0,15% dua kali sehari-meningkatkan aliran keluar akuos melalui
uveosklera. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan hiperemia
konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bulu mata, dan
penggelapan iris yang permanen.
- Obat kolinergik atau parasimpatomimetik bekerja dengan menghambat
asetilkolinesterase, meningkatkan aliran keluar aqueous humour dengan
bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine
diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali
sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Carbachol adalah
obat kolinergik alternatif. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai pengelihatan suram.
- Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran
keluar aqueous humour dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan
aqueous humour.

b. Operasi
Penggunaan obat-obatan anti glukoma jangka panjang dapat menyebabkan
penurunan ekonomi pada beberapa negara berkembang. Tindakan operasi dapat
menjadi pemecah masalah ekonomi tersebut. Dan apabila terapi dengan
medikamentosa tidak berhasil dan terjadi kerusakan diskus optikus serta
kehilangan lapangan pandang yang progresif, maka perlu dilakukan operasi untuk
menurunkan tekanan bola mata. Terdapat beberapa teknik operasi untuk mengatur
tekanan intraokular. Pada dasarnya, tujuan dari operasi adalah untuk membuat
jalan keluar alternatif bagi aqueous humour. Teknik yang paling banyak
digunakan adalah trabekulektomi dan trabekuloplasti laser.7,18

25
Gambar 2.12 Algoritma Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka. 19

1. Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung
aqueous humour dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
Komplikasi yang utama adalah fibrosis jaringan episklera, yang menyebabkan
penutupan jalur drainase baru tersebut. Terapi adjuvan pra- dan pascaoperasi
dengan antimetabolit, seperti 5-fluorouracil dan mitomycin memperkecil risiko
kegagalan bleb dan dikaitkan dengan kontrol tekanan intraokular yang baik.1

2. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensa-gonio
ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar aqueous humour. Hal ini
terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman trabekular dan kanal schlemm,
atau adanya proses-proses seluler yang meningkatkan fungsi anyaman trabekular.
Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis
dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Trabekuloplasti laser dapat digunakan

26
dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Pada sebagian besar kasus,
tekanan intraokular perlahan-lahan akan kembali ke tingkat praterapi dalam 2-5
tahun.1

2.4.9 Pencegahan, Komplikasi dan Prognosis


a. Pencegahan
Angka kejadian kasus glaukoma menunjukkan adanya keterlambatan
pasien berobat, dikarenakan gejala klinis yang belum signifikan. Untuk mencegah
keterlambatan ini, terdapat program skrining untuk mendeteksi pada tahap awal.
Faktor usia, jenis kelamin, rutinitas untuk melakukan pemeriksaan mata dan
presentasi dari gejala klinis yang terlambat mempengaruhi angka kejadian dari
glaukoma. Berdasarkan rekomendasi American Academy of Ophthalmology,
pemeriksaan mata oleh spesialis mata untuk populasi umum sebagai berikut:20
1. Usia 40 tahun: 1 kali pemeriksaan pada orang tanpa tanda atau faktor risiko
penyakit mata.
2. Usia 51-54 tahun: setiap 2-4 tahun.
3. Usia 55-64 tahun: setiap 1-3 tahun.
4. >64 tahun: setiap 1-2 tahun.

b. Komplikasi dan Prognosis


Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara
perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes
antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular mata yang belum mengalami
kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik (walaupun penurunan
lapangan pandang dapat terus berlanjut pada tekanan intra okular yang telah
normal). Apabila dengan proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar
pasien glaukoma dapat ditangani baik secara medis. Trabekulektomi merupakan
pilihan yang baik bagi pasien yang mengalami perburukan medis meskipun telah
menjalani terapi medis.1

27
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu neuropati optik anterior


yang bersifat kronis dan progresif, ditandai dengan pencekungan dan atrofi dari
diskus optikus, penurunan atau hilangnya lapangan pandang, sudut terbuka dan tanpa

28
penyebab yang jelas. Secara umum, pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan
intraokular diatas nilai normal yang menandakan adanya hambatan atau penurunan
aliran keluar akuos humor.
Glaukoma sudut terbuka primer memiliki insiden tertinggi dan penyebab
kedua terjadinya kebutaan. Beberapa faktor risiko terjadinya glaukoma sudut terbuka
primer adalah peningkatan tekanan intraokular, usia, ras, riwayat keluarga, dan
kondisi penyakit tertentu seperti miopia, diabetes melitus, gangguan vaskular.
Mendiagnosis glaukoma sudut terbuka primer meliputi anamnesis yang
tepat serta pemeriksaan mata yang meliputi ketajaman visual, pupil, tonometri,
funduskopi, gonioskopi, pemeriksaan lapangan pandang dan optical coherence
tomography (OCT). Adapun penangangan glaukoma dapat dilakukan dengan
pemberian obat-obatan untuk menekan pembentukan dan meningkatkan aliran keluar
aqueous humour, atau melalui pembedahan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti.
Komplikasi utama dari glaukoma sudut terbuka primer adalah kebutaan,
dimana bila dengan proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien
glaukoma dapat ditangani baik secara medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Augsburger J. Vaughan & Asbury's General


Ophthalmology. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education LLC.; 2018.
2. Alloco A, Ponce J, Riera M, Magurno M. Clinical Pathway for Primary
Open Angle Glaucoma Diagnosis. Int J Opthalmol 2017;10(6): 968-72.

29
3. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 10: Glaucoma. 2014-2015. p. 8-10,73-6.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2013. p. 216-20.
5. Khurana A, Khurana A, Khurana B. Comprehensive ophthalmology. New
Delhi: Jaypee, The Health Sciences Publisher; 2015.
6. Forrester J. The Eye. Basic Sciences and Practice. 4 th Edition. Newyork:
Elsevier; 2016. p. 14.
7. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer's diagnosis and therapy
of the glaucomas..Aqueous humor formation.[Edinburgh]: Mosby/Elsevier;
2009.
8. Jogi R. Basic Ophthalmology. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.;
2009.
9. Prum B, Herndon L, Moroi S, Mansberger S, Stein J, Lim M et al. Primary
Angle Closure Preferred Practice Pattern® Guidelines. American Academy
of Ophthalmology. 2016;123(1):P1-P40.
10. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Glaukoma. Infodatin;2015.
11. Weinreb R, Khaw P. Primary Open Angle Glaucoma. Lancet; 2004:363:
1712-3.
12. Yanoff M, Duker J. Opthalmology. 4thEdition. Elsevier;2014:1019-
21,1024-25,1031.
13. Abe H, Kitazawa Y, Kuwayama Y, Shirakashi M, Shirato S, Tanihara H et
al. Guidelines for Glaucoma. 2nd ed. Tokyo: Japan Glaucoma Society;
2006.
14. Cheung CYL, Leung CK. A Practical Guide for Interpretation of Optical
Coherence Tomography Retinal Nerve Fiber Layer Measurement. Journal of
Current Glaucoma Practice. January-april 2011;3(1):9-13.
15. Shern K, Saidel M. Opthalmology Review Manual. 2ndEdition. Philadelpia:
Wolters Kluwer; 2012. p. 276.
16. International Council of Opthalmology. ICO Guidelines for Glaucoma Eye
Care. 1stEdition. 2016. p. 10.

30
17. Cheema, A, Chang, RT, Shirasyava, A, . Update of the Medical Treatment
of Primary Open-Angle Glaucoma. The Asia-Pacific Journal of
Ophthalmology. January/February 2016;5(1):53-55.
18. Tatjana, SV, Katarina, J. Primary Open-Angle Glaucoma and
Pharmacoeconomics.Sanamed. 2016; 11(3):243-248.
19. Asia Pacific Glaucoma Society. Asia Pacific Glaucoma Guidelines.
3rdEdition. Australia: Kugler Publication; 2016. p. 39.
20. Kulkarni, U. Early Detection of Primary Open Angle Glaucoma: Is It
Happening?.2016.667-670.

31

Anda mungkin juga menyukai