PA R T U S P R E M AT U R U S I M M I N E N S
Koass:
Ajeng Amalia Insani
Desti Diana Sari
Grace Sara
Leni Amelia
Yosua Pandapot Purba
Pembimbing :
dr.Dino Rinaldy, SpOG (K) Onk
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. T
Rekam Medik : 54551
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : merak batin, kecamatan natar, lampung selatan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 08 April 2018
Riwayat Perkawinan : menikah 1x, usia pertama kali menikah 30 tahun, lama
menikah 6 tahun.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,0oC
Status Obstetri
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 155x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik
Inspekulo: Portio lunak, OUE tertutup, fluor (+)
D. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine.
E. PROGNOSIS
Ibu dan janin: dubia ad bonam.
F. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. IVFD RL gtt xx/m
5. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
6. Nifedipin 10mg/6jam
7. Histolan 2x½ tab
8. R/ USG konfirmasi
9. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
.
Hasil pemeriksaan laboratorium (08 April 2018) :
Darah rutin :
Hb : 7.4 gr/dl
Eritrosit : 2.6jt/mm3
Leukosit : 12.000/mm3
Hematokrit : 23 %
Trombosit : 541.000
Imunologi dan serologi : HbsAg rapid = reaktif
G. EVALUASI
09 April 2018 (07.00 WIB)
Keluhan : pasien mengatakan mules berkurang, keluar darah dari kemaluan (-)
Status present:
KU : Baik kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg N : 88 x/menit
T : 36,8oC RR : 20 x/menit
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 155x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik
Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine
Terapi:
1. Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. IVFD RL gtt xx/m
5. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
6. Nifedipin 10mg/6jam
7. Histolan 2x½ tab
8. R/ USG konfirmasi
10 April 2018 (06.30 WIB)
Keluhan : perut mules masih sering hilang timbul dan flek darah sudah tidak keluar
Status present:
KU : Baik kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit
T : 36 oC RR : 20 x/menit
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 153x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik
Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine
Terapi:
1. Mobilisasi rawat bangsal
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
5. Nifedipin 10mg/6jam
6. R/ USG konfirmasi
Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine + plasenta previa parsialis
Terapi:
1. Tirah baring
2. Rencana pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan hal
yang berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar 70%.
Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh kembang
organ-organ vital yang menyebabkan ia masih belum mampu untuk hidup di luar
kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan
morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.1
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan prematur tidak diketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm,
seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan
kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm
bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada
kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel
limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus.
Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus
persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion. Dari penelitian
Lettieri dkk.(1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi
korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi
jalan lahir dengan kelahiran prematur.1,2
Minor3
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau
dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.
C. Kriteria Diagnosis3
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari
2. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:
nyeri pinggang belakang
rasa tertekan pada perut bagian bawah
terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam
terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau terdapat
lendir bercampur darah.
D. Pemeriksaan penunjang3,4
1. Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
E. Penatalaksanaan3,4,5
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol
juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/pecah
pecah jelas
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
G. Cara persalinan3,4,5
1. Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
2. Indikasi seksio sesarea :
Janin sungsang
Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam tidak
terpenuhi
Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan
sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 C ( rawat intensif di
bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.
Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka
perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di rumah sakit
berkurang.
H. Penyulit5
1. Sindroma gawat nafas (RDS)
2. Perdarahan intrakranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan neurologi
I. Komplikasi5
1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis
neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih
besar.
2. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas
dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara
dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang
disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya
terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan
lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam
sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung
melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung.
8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena
kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan
perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9. Infeksi atau septikemia.
10. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi
(peradangan pada usus).
11. Anemia .
12. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
BAB III
PERMASALAHAN
1. Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd
ed.McGraw- Hill.
2. Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practise. McGraw-Hill.
3. Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th
ed.Saunders.
4. Jafferson Rompas. 2004. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-
11Persalinanpreterm.pdf/145.30
5. Medlinux. 2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ruptur membran - pre-
persalinan.html