Anda di halaman 1dari 20

CASE BASED DISCUSSION

PA R T U S P R E M AT U R U S I M M I N E N S

Koass:
Ajeng Amalia Insani
Desti Diana Sari
Grace Sara
Leni Amelia
Yosua Pandapot Purba

Pembimbing :
dr.Dino Rinaldy, SpOG (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RSUD DR.H ABDUL MOELOEK PROPINSI LAMPUNG
2018
BAB I
IDENTITAS PASIEN

A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. T
Rekam Medik : 54551
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : merak batin, kecamatan natar, lampung selatan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 08 April 2018

B. ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 08 april 2018)


Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan

Riwayat perjalanan penyakit :


Pasien hamil kurang bulan datang dari rujukan RS. Dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan, perut mulas, dan menjalar ke pinggang.

Riwayat Perkawinan : menikah 1x, usia pertama kali menikah 30 tahun, lama
menikah 6 tahun.

Riwayat Reproduksi : Menarche umur 15 tahun, haid teratur, siklus 28 hari,


lamanya 7 hari. HPHT 23 September 2017
Riwayat Obstetri : G2P1A0

No Tgl/Th Tempat Umur Jenis Penyulit Nifas Anak


partus partus kehamilan Persalinan BB PB
1. 17-11-2013 Klinik Cukup Pervaginam - - 3400 50
(Laki-laki) bidan bulan
2. Hamil ini

Riwayat sosial ekonomi : Sedang


Riwayat gizi : Nafsu makan baik, miksi dan defekasi normal
Riwayat penyakit dahulu :-
Riwayat penyakit keluarga : -

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,0oC

Status Obstetri
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 155x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik
Inspekulo: Portio lunak, OUE tertutup, fluor (+)
D. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine.

E. PROGNOSIS
Ibu dan janin: dubia ad bonam.

F. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. IVFD RL gtt xx/m
5. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
6. Nifedipin 10mg/6jam
7. Histolan 2x½ tab
8. R/ USG konfirmasi
9. Pemeriksaan laboratorium darah rutin
.
Hasil pemeriksaan laboratorium (08 April 2018) :
Darah rutin :
 Hb : 7.4 gr/dl
 Eritrosit : 2.6jt/mm3
 Leukosit : 12.000/mm3
 Hematokrit : 23 %
 Trombosit : 541.000
Imunologi dan serologi : HbsAg rapid = reaktif
G. EVALUASI
09 April 2018 (07.00 WIB)
Keluhan : pasien mengatakan mules berkurang, keluar darah dari kemaluan (-)
Status present:
KU : Baik kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg N : 88 x/menit
T : 36,8oC RR : 20 x/menit
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 155x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik

Inspekulo: Portio lunak, OUE tertutup, fluor (+)

Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine

Terapi:
1. Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. IVFD RL gtt xx/m
5. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
6. Nifedipin 10mg/6jam
7. Histolan 2x½ tab
8. R/ USG konfirmasi
10 April 2018 (06.30 WIB)
Keluhan : perut mules masih sering hilang timbul dan flek darah sudah tidak keluar
Status present:
KU : Baik kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit
T : 36 oC RR : 20 x/menit
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 153x/menit
HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik

Inspekulo: Portio lunak, OUE tertutup, fluor (+)

Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine

Terapi:
1. Mobilisasi rawat bangsal
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Tirah baring
4. R/ pematangan paru 2 hari (dexamethason 6mg/12jam)
5. Nifedipin 10mg/6jam
6. R/ USG konfirmasi

Hasil USG 10 April 2018 (10.00 WIB)


 Janin tunggal hidup, presentasi kepala
 Biometri janin 28 minggu
 Ketuban cukup
 Plasenta corpus dengan melekat ke segmen bawah rahim menutupi sebagian
OUI
 EFW = 1280 g
 Hamil 28 minggu JTH preskep + plasenta previa parsialis

11 April 2018 (06.45 WIB)


Keluhan : perut mules sudah berkurang
Status present:
KU : Baik kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg N : 62 x/menit
T : 36 oC RR : 16 x/menit
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar:
Tinggi fundus uteri 22cm (½ prosessus – pusat )
Ballotement (+)
DJJ 150x/menit

Inspekulo: Portio lunak, OUE tertutup, fluor (+)

Diagnosis:
G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
intra uterine + plasenta previa parsialis

Terapi:
1. Tirah baring
2. Rencana pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan hal
yang berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar 70%.
Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh kembang
organ-organ vital yang menyebabkan ia masih belum mampu untuk hidup di luar
kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan
morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.1 
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan prematur tidak diketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm,
seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan
kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm
bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada
kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel
limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus.
Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus
persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion. Dari penelitian
Lettieri dkk.(1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi
korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi
jalan lahir dengan kelahiran prematur.1,2

B. Faktor Risiko Prematuritas


Mayor3
1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
9. Riwayat operasi konisasi
10. Iritabilitas uterus

Minor3
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau
dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.

C. Kriteria Diagnosis3
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari
2. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:
 nyeri pinggang belakang
 rasa tertekan pada perut bagian bawah
 terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam
 terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau terdapat
 lendir bercampur darah.

Jika proses persalinan prematur berkelanjutan, terjadi gejala klinik sbb:


1. kontraksi uterus 4x/20menit atau 8x/60menit
2. terjadi perubahan progresif serviks:
 pembukaan lebih dari 1 cm
 perlunakan sekitar 75-80%
 penipisan serviks

D. Pemeriksaan penunjang3,4
1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan pH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
 Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.

E. Penatalaksanaan3,4,5
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol
juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/pecah
pecah jelas
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

 Nifedipin 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya


hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
 Golongan beta-mimetik
 Salbutamol Perinfus : 20-50 µg/menit Per oral : 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau :
 Terbutalin Per infuse : 10-15 µg/menit, Subkutan: 250 µg setiap 6 jam. Per
oral : 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance)
Efek samping : Hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru
3. Magnesium sulfat
Parenteral : 4-6 gr/iv pemberian bolus selama 20-30 menit, infus 2-4gr/jam
(maintenance)
Efek samping : Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi)

F. Kontraindikasi penundaan persalinan3,4,5


Mutlak
Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak.
Relatif
Gestosis; diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin terhambat,
pembukaan serviks lebih dari 4 cm.

G. Cara persalinan3,4,5
1. Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
2. Indikasi seksio sesarea :
 Janin sungsang
 Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
 Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
 Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam tidak
terpenuhi
 Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan
sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 C ( rawat intensif di
bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.
Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka
perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di rumah sakit
berkurang.

H. Penyulit5
1. Sindroma gawat nafas (RDS)
2. Perdarahan intrakranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan neurologi

I. Komplikasi5
1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis
neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih
besar.
2. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas
dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara
dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang
disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya
terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan
lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam
sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung
melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung.
8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena
kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan
perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9. Infeksi atau septikemia.
10. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi
(peradangan pada usus).
11. Anemia .
12. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
BAB III
PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?
BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


Pasien seorang wanita, 37 tahun, hamil kurang bulan (28 minggu) datang ke
RSUD Abdul Moelok pada tanggal 08 April 2018, dengan keluhan perut mulas dan
keluar darah dari kemaluan. Pada anamnesis os mengaku saat ini adalah
kehamilannya yang kedua, HPHT tanggal 23 september 2017, pada pemeriksaan fisik
didapatkan tinggi fundus uteri setinggi 22 cm (½ prosessus – pusat), Ballotement (+),
DJJ 155x/menit, HIS 1x dalam 10 menit selama 10 detik. Inspekulo: Portio lunak,
OUE tertutup, fluor (+), darah (+) tidak aktif.
. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini memenuhi kriteria
diagnosis partus prematurus iminens yaitu usia gestasi 22 – 36 minggu (pada pasien
usia gestasi 28 minggu), his 1x/10’/30” (pada pasien his 1x/10’/10”), Sehingga
diagnosis pasien G2P1A0 hamil 28 minggu dengan partus prematurus iminens, janin
tunggal hidup intra uterine.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Dalam menghadapi kasus PPI ada 3 kemungkinan, yaitu :
 Mempertahankan kehamilan sehingga janin dapat lahir se-aterm mungkin.
 Menunda persalinan 2-3 hari untuk dapat memberikan obat pematangan paru
janin
 Membiarkan terjadi persalinan
Pada pasien ini diambil penatalaksanaan untuk mempertahankan kehamilan
seaterm mungkin, melalui cara tirah baring, menghambat proses persalinan preterm
dengan tokolitik, pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid, serta
pemberian antibiotik bila perlu untuk pencegahan terhadap infeksi. Pemberian
tokolitik pada pasien ini dilakukan berdasarkan indeks tokolitik (pada pasien skor 3)
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/pecah
pecah jelas
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

Pada pasien tokolitik yang diberikan yaitu nifedipin karena memenuhi


indikasi (partus prematurus imminens, usia kehamilan 20-36 minggu, tafsiran berat
janin < 2500 gram). Cara pemberiannya yaitu dosis awal 20mg dilanjutkan dengan 3
dosis lanjutan 20mg setiap 30 menit jika kontraksi masih terus berlangsung. Dosis
rumatan 20-40mg per oral setiap 4 jam hingga 48 jam (tidak lebih dari
160mg/24jam). Pematangan surfaktan paru janin perlu diberikan bila usia
kehamilan < 35 minggu (pada pasien usia kehamilan 28 minggu) untuk menurunkan
insidensi respiratory distress syndrome, mencegah perdarahan intraventrikular
sehingga pada pasien diberikan deksametason 4 x 6 mg dengan jarak pemberian 6
jam.

3. Apakah yang menjadi kemungkinan etiologi pada kasus ini?


Faktor yang dapat menimbulkan persalinan prematur adalah antara lain faktor
maternal seperti penyakit maternal (ginjal, hipertensi, dm, penyakit hati dan kelainan
uterus) serta faktor gaya hidup wanita, jarak kehamilan yang terlalu dekat (kurang
dari satu tahun), pertumbuhan janin yang kurang selaras dan serasi misalnya karena
kekurangan nutrisi, solusio plasenta, palsenta previa, persalinan hamil ganda,
korioamnionitis, faktor khusus seperti, serviks inkompeten pada persalinan
prematur/abortus berulang, kehamilan ganda, kehamilan dengan hidramnion.
Pada kasus ini faktor yang mungkin menyebabkan persalinan prematur adalah
riwayat post coital (maternal), yang mempengaruhi terjadinya persalinan prematur.
Coitus yang dilakukan pada usia kehamilan terutama trimester akhir akan
menyebabkan rangsangan pada hipofisis anterior sehingga hipofisis akan merelease
oksitosin yang meningkatkan terjadinya kontraksi pada ibu. Selain itu, coitus juga
dapat mengakibatkan prostaglandin yang terdapat pada cairan semen merangsang
pembentukan oksitosin, sehingga ibu akan mengalami kontraksi dini.
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat


2. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat
3. Etiologi pada kasus ini belum diketahui dengan jelas tetapi kemungkinan
disebabkan oleh riwayat coitus.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd
ed.McGraw- Hill.
2. Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practise. McGraw-Hill.
3. Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th
ed.Saunders.
4. Jafferson Rompas. 2004. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-
11Persalinanpreterm.pdf/145.30
5. Medlinux. 2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ruptur membran - pre-
persalinan.html

Anda mungkin juga menyukai