Anda di halaman 1dari 23

BLEFARITIS

1. Definisi
Peradangan pada palpebral ataupun margo palpebral, dapat disertai terbentuknya
ulkus/tukak pada margo palpebral, serta dapat melibatkan kelenjar dan folikel rambut.

2. Anamnesis
Keluhan utama: kelopak mata merah, bengkak, sakit, terdapat eksudat lengket dan
epiforia
Keluhan tambahan:
1. Gatal pada tepi kelopak mata
2. Rasa panas pada tepi kelopak mata
4. Terbentuk sisik yang keras dan krusta terutama di sekitar dasar bulu mata
5. Kadang disertai kerontokan bulu mata (madarosis), putih pada bulu mata
(poliosis), dan trikiasis
6. Dapat keluar sekret yang mengering selama tidur, sehingga ketika bangun
kelopak mata sukar dibuka

3. Pemeriksaan
3.1. Pemeriksaan Fisik
1. Skuama atau krusta pada tepi kelopak.
2. Bulu mata rontok.
4. Dapat ditemukan tukak yang dangkal pada tepi kelopak mata.
5. Dapat terjadi pembengkakan dan merah pada kelopak mata.
6. Dapat terbentuk krusta yang melekat erat pada tepi kelopak mata. Jika
7. krusta dilepaskan, bisa terjadi perdarahan.
3.2. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

4. Diagnosis Banding
Mata kering, meibomitis

5. Tatalaksana
5.1. Non-medikamentosa
a. Membersihkan kelopak mata dengan lidi kapas yang dibasahi air hangat
b. Membersihkan dengan sampo atau sabun
c. Kompres hangat selama 5-10 menit
5.2. Medikamentosa
Apabila ditemukan ulkus pada kelopak mata, dapat diberikan salep atau tetes mata
antibiotik hingga gejala menghilang.
5.3. Konseling & Edukasi
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa kulit kepala, alis mata,
dan tepi palpebra harus selalu dibersihkan terutama pada pasien dengan dermatitis
seboroik.
2. Memberitahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene personal dan
lingkungan.

6. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi biasanya berjalan kronis atau menahun.
Blefaritis alergi biasanya berasal dari debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan kosmetik.
Infeksi kelopak mata dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus,
dan pseudomonas. Bentuk blefaritis yang biasanya dikenal adalah skuamosa, blefaritis
ulseratif, dan blefaritis angularis.
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata karena adanya
pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan
lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit. Hal ini
mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan di sekitar kelopak mata,
mengakibatkan kerusakan sistem imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi
toksin bakteri, sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat diperberat
dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.
Blefaritis menyebabkan mata merah, iritasi, kelopak mata gatal dan pembentukan
ketombe seperti sisik pada bulu mata. Ini adalah gangguan mata yang umum yang
disebabkan oleh bakteri atau kondisi kulit seperti ketombe di kulit kepala atau jerawat
rosacea. Dapat terjadi pada semua orang dari segala usia. Meskipun tidak nyaman, blefaritis
tidak menular dan umumnya tidak menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan.
Dalam banyak kasus, kebersihan dan rajin membersihkan kelopak mata bisa mencegah
blefaritis. Termasuk sering keramas dan mencuci muka. Pada beberapa kasus yang
disebabkan karena bakteri, penggunaan antibiotik dapat digantikan dengan hanya menjaga
kebersihan kelopak mata. Pentingnya membersihkan kelopak mata sebelum tidur, karena
proses infeksi terjadi saat sedang tidur. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan
keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat,
dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuia. Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah
konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.

Gambar 1. Radang pada kelopak mata (blefaritis)

MIOPIA RINGAN

1. Definisi
Suatu anomali refraksi mata dimana bayangan dari objek yang jauh difokuskan didepan
retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata memiliki kekuatan
optik yang terlalu tinggi karena kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola
mata yang terlalu besar.
2. Anamnesis
Keluhan utama: buram saat melihat jauh dan pasien akan lebih jelas melihat dalam posisi
yang lebih dekat.
Keluhan tambahan: mata cepat lelah, nyeri kepala dan cenderung menjadi juling saat
melihat jauh.

3. Pemeriksaan
- Pemeriksaan dan koreksi tajam penglihatan dimana didapatkan hasil  -3,00 Dioptri.
3.1. Pemeriksaan Penunjang
- Autorefraktometer
- Streak retinoscopy

4. Diagnosis Banding
Presbyopia, myopia sedang

5. Tatalaksana
- Treatmen optic untuk myopia adalah penentuan lensa konkav yang sesuai sehingga
gambar yang jelas terbentuk di depan retina. Aturan dasar untuk mengkoreksi mata
myopia adalah koreksi sferis negative dengan kekuatan terkecil yang dapat
memberikan tajam penglihatan terbaik. Lensa konkav yang diberikan dapat berupa
kacamata maupun lensa kontak. Kontak lensa lebih disarankan pada kasus myopia
tinggi karena dapat mencegah terjdinya distorsi perifer dan pengecilan yang
dihasilkan oleh kacamata lensa konkaf yang kuat.
- Pada keadaan tertentu, dapat dilakukan bedah refraktif. Adapun kontraindikasi dari
tindakan LASIK antara lain: usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan
refraksi belum stabil, sedang hamil atau menyusui, kelainan kornea atau kornea
terlalu tipis, riwayat penyakit glaucoma, penderita diabetes mellitus dan mata kering

6. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina
(bintik kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di
depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu
kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Miopia adalah suatu bentuk
kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga
oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan
retina.

Gambar 2. Perbandingan Refraksi pada Miopia dan Mata Normal

KONJUNGTIVITIS VIRAL

1. Definisi
Peradangan pada konjungtiva yang dapat disebabkan oleh virus adenoviral atau herpes
simpleks.

2. Anamnesis
Keluhan utama: mata merah, silau, kotoran mata (+), berair-air, dan rasa mengganjal
(sensasi benda asing).
Keluhan tambahan: demam, faringitis, secret berair dan sedikit, fotofobia, kelopak mata
bengkak dengan pseudomembran, silau, palpebra melekat saat bangun pagi, fotofobia
ringan. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama biasanya ada.
3. Pemeriksaan
3.1. Pemeriksaan Fisik
- Visus normal atau menurun
- TIO normal
- Pada konjungtiva bulbi umumnya ditemukan injeksi konjungtiva tanpa injeksi
siliar
- Nilai bentuk serta konsistensi sekret
- Fluorescein test negative
- Konjungtiva hiperemis, sekret umumnya mukoserosa, dan pembesaran kelenjar
preaurikular
3.2. Pemeriksaan Penunjang
- Umumnya tidak diperlukan, kecuali pada kecurigaan konjungtivitis gonore,
dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan Gram
- Mencari faktor predisposisi sistemik seperti diabetes melitus atau penyakit
autoimun.
- Mencari faktor predisposisi lokal seperti mata kering, disfungsi kelenjar meibom
atau obstruksi duktus nasolacrimal.
- Bila dicurigai adanya predisposisi lokal lakukan pemeriksaan schirmer, break-up
time, ferning, dan anel test.

4. Diagnosis Banding
Konjungtivitis bacterial, konjungtivitis alergi

5. Tatalaksana
- Pemberian obat mata topical: Salep Acyclovir 3%, 5 kali sehari selama 10 hari.

Konseling dan Edukasi


1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
2. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
3. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar

6. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata
(konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra (konjungtiva
palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian limbus, dimana konjungtiva
berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel
Goblet yang terdapat pada konjungtiva bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi
mata. Seperti halnya membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan
mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta
fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat menyembuh dengan
sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan infeksi dan komplikasi yang
berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus tersebut.
Konjungtivitis virus dibagi menjadi konjungtivitis folikular virus akut dan kronik,
gejala dan tanda klinis yang ditemukan sesuai dengan virus yang menyebabkan terjadinya
konjungtivitis virus tersebut. Gejala dan tanda klinis yang khas pada konjungtivitis virus
adalah adanya injeksi konjungtiva, mata berair, pseudoptosis, sekret yang mukoid, kemosis,
terdapat konjungtivitis folikular dan adanya nodus preaurikular.
Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesis dari riwayat penyakit sekarang dan
dahulu, pemeriksaan oftalmology dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksaan dari
konjungtivitis virus banyak simptomatik karena penyakit ini merupakan penyakit yang bisa
sembuh dengan sendirinya.
KATARAK
1. Definisi
Katarak berasal dari yunani katarrhakies yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Katarak
paling sering berkaitan dengan proses degenerasi lensa pada pasien usia di atas 40 tahun
(katarak senilis). Selain katarak senilis, katarak juga dapat terjadi akibat komplikasi
glaukoma, uveitis, trauma mata, serta kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, riwayat
pemakaian obat steroid, dan lain-lain. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga pada satu mata (monokular).

2. Anamnesis
Keluhan utama: penglihatan kabur seperti melihat asap atau awan secara berangsur-
angsur dan melihat halo sekitar sinar.
Keluhan tambahan: disertai keluhan silau, penglihatan monokuler diplopia dan lebih
nyaman pada sore hari atau keadaan agak redup, sukar melihat dimalam hari atau
penerangan redup, myopic shift dan melihat warna terganggu.

3. Pemeriksaan
3.1. Pemeriksaan Fisik
1. Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole (6/9 – 1/∞)
2. Tekanan intraokuler (TIO) diukur dengan menggunakan tonometer non-contact,
aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam batas normal maka dapat diberikan
midriatikum, sehingga dapat menilai derajat katarak pasien.
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit lamp didapatkan kekeruhan
lensa. Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut 450 arah sumber cahaya
(senter) dengan dataran iris. Bayangan iris yang jatuh lensa, menunjukkan shadow
test (+) yang berarti katarak masih imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan
katarak sudah matur.
4. Terdapat kekeruhan lensa yang dapat dengan jelas dilihat dengan teknik
pemeriksaan jauh (dari jarak 30 cm) menggunakan oftalmoskop sehingga
didapatkan media yang keruh pada pupil. Teknik ini akan lebih mudah dilakukan
setelah dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropikamid 0.5% atau dengan
cara memeriksa pasien pada ruang gelap.
5. pemeriksaan reflex pupil langsung dan tidak langsung (+). Bila terdapat relative
afferent pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan patologis lain yang
mengganggu tajam penglihatan pasien.

3.2. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang USG dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan mata selain katarak. Jika akan dilakukan tindakan pembedahan maka
dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk mengukur kekuatan lensa
intraokular yang akan diimplantasi untuk pasien, dan retinometri untuk mengetahui
prognosis ketajaman penglihatan setelah operasi.

4. Diagnosis Banding
Katarak juvenile, katarak traumatika

5. Tatalaksana
Tindakan non-bedah:
Ø Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus dicari, karena apabila
penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati seringkali memberhentikan progresi dari
penyakit tersebut, contohnya adalah:
o Kontrol gula darah pada pasien DM
o Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
o Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
Ø Memperlambat progresi: penggunaan yodium, kalsium, kalium, vitamin E dan aspirin
dihubungkan dengan perlambatan dari kataraktogenesis.
Ø Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur dengan:
o Refraksi
o Pencahayaan: Pada opasitas sentral menggunakan penerangan yang terang. Pada
opasitas perifer menggunakan penerangan yang sedikit redup.
o Pengunaan kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan pada pasien dengan
opasitas sentral
o Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.

Evaluasi Preoperatif:
Ø Pemeriksaan umum: untuk melihat apakah pasien memiliki penyakit diabetes
mellitus, hipertensi dan masalah jantung, PPOK dan daerah potensi infeksi seperti
periodontitis dan infeksi saluran kemih. Gula darah harus terkontrol dan hipertensi
tidak boleh diatas 160/100 mmHg.
Ø Pemeriksaan fungsi retina:
o Persepsi sinar: apakah operasi tersebut akan menguntungkan dengan melihat
apakah fungsi retina masih baik atau tidak.
o RAPD: apabila positif maka kemungkinan ada lesi nervus optikus
o Persepsi warna
o Pemeriksaan diskriminasi dua sinar
o Pemeriksaan objektif seperti elektroretinogram, EOG dan VOR.
Ø Mencari sumber infeksi lokalis: infeksi konjungktiva, meibomitis,blefaritis dan
infeksi sakus lakrimalis harus disingkirkan. Dilakukan uji anel untuk melihat patensi
sakus lakrimalis apabila pasien memiliki riwayat mata berair. Apabila terdapat
penyakit dakriosistitis, maka harus dilakukan dakriosistektomi ato
dakriosistorinostomi.
Ø Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti keratic precipitate,
efek Tyndall dan harus diobati sebelum operasi katarak
Ø Pengukuran TIO: tekanan intraokuler yang tinggi merupakan prioritas pengobatan
sebelum ekstraksi katarak

Indikasi operasi katarak ialah:


Ø Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi katarak
dilakukan ketika cacat visus menjadi menyebabkan gangguan signifikan pada
kehidupan sehari-hari pasien.
ØIndikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan, operasi
dapat dianjurkan apabila pasien menderita:
o Glaukoma lens-induced
o Endoftalmitis fakoanafilaktik
o Penyakit retina seperti retinopati diabetikum dan ablasio retina yang terapinya
terganggu karena adanya kekeruhan lensa.
Ø Indikasi kosmetik: Terkadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi katarak
agar pupil kembali menjadi hitam.
Tindakan Operatif:
Ø Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)
Pada teknik ini, keseluruhan lensa katarak dan kapsulnya diangkat. Zonula yang
lemah dan terdegenerasi merupakan syarat dari operasi ini. Karena hal ini, teknik
ini tidak bisa dilakukan pada pasien yang muda karena zonula yang kuat. Pada
usia 40-50 tahun, digunakan enzim alphachymotrypsin yang melemahkan zonula.
Indikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
Ø Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian besar dari kapsula anterior dan epitel, nukleus dan korteks
diangkat; kapsula posterior ditinggalkan sebagai penyangga lensa implant.
Indikasi: Operasi katarak pada anak-anak dan dewasa.
Kontraindikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
Ø Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur
SICS yaitu 5,5 – 7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah
kondisi kornea yang jernih, ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang
cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma yang minimal
Ø Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus
yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2.5-3 mm, dan kemudian dimasukan lensa
intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan yang didapat ialah pemulihan visus
lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan inflamasi
pasca bedah minimal.
Ø Lensa Tanam Intraokuler
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan untuk koreksi afakia.
Biasanya bahan lensa intraokuler terbuat dari polymethylmethacrylate (PMMA).
Pembagian besar dari lensa intraokular berdasarkan metodi fiksasi pada mata
ialah:
Ø IOL COA: Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari COA.
Ø Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki tingkat
komplikasi yang tinggi.
Ø Lensa Bilik Mata Belakang: Lensa diletakan di belakang iris, disangga oleh
sulkus siliaris atau kapsula posterior lensa.
Penyulit yang mungkin timbul setelah operasi katarak :
Ø Peradangan pada hari pertama post-operasi, dapat dicegah dengan pemberian
antibiotika lokal dan sistemik
Ø Prolaps iris melewati lubang diantara sayatan atau tempat jahitan
Ø Jika prolaps iris dibiarkan, maka sekitar hari ke 4-5 dapat menyebabkan coa
dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina, akibat badan siliar kedepan
Ø
Konseling dan Edukasi
1. Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan penglihatan yang dapat
diperbaiki.
2. Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah didiagnosis katarak agar tidak
terjadi komplikasi.

6. Prognosis
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
1. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai dari
penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau pada saat
siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari.
Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya, biasanya dijumpai
pada tipe katarak posterior subkapsular.
2. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga menyebabkan
refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.
3. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih menjadi
spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.
4. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
5. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri. Umumnya
pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran.
Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah
dilakukan pemeriksaan. Pada katarak kupuliform (opasitas sentral) gejala lebih buruk
ketika siang hari dan membaik ketika malam hari. Pada katarak kuneiform (opasitas
perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.
6. Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan
lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya,
pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh
karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang
menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini
disebut ”second sight”. Akan tetapi, seiring dengan penurunan kualitas optikal lensa,
kemampuan tersebut akhirnya hilang.

GLAUKOMA KONGENITAL
1. Definisi
Glaukoma merupakan kelompok penyakit yang biasanya memilik satu gambaran berupa
kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif yang disebabkan karena peningkatan
tekanan intraokuler. Sebagai akibatnya akan terjadi gangguan lapang pandang dan
kebutaan. Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-
anak akibat penutupan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang dapat
menghambat aliran dari humor aqueous sehingga dapat meningkatkan tekanan intra
okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf optik.

2. Anamnesis
Keluhan utama: sejak lahir penderita memiliki bola mata yang besar, bayi akan takut
melihat cahaya dan cenderung rewel,.
Keluhan tambahan:mata selalu berair dan sering berkedip.

3. Pemeriksaan
3.1. Pemeriksaan Fisik
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada bayi baru
lahir, yaitu:
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospasme.

Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan dalam


anestesi umum. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan mata luar.
Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan buphtalmos yaitu pembesaran
diameter kornea lebih dari 12 mm pada tahun pertama kelahiran. Diameter
kornea normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada
bayi prematur. Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur sampai keruh
pada stroma kornea karena kenaikan IOP. Edema kornea terjadi pada 25% bayi
baru lahir dan lebih dari 60% pada umur 6 bulan. Robekan pada membrane
Descemet disebut Haab’s striae dapat terjadi karena regangan kornea.

Gambar 1. Epifora

Gambar 2. Buphtalmos

2. Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus, kekeruhan
kornea, astigmat, ambliopia, katarak, dislokasi lensa, atau ablasio retina.
Ambliopia dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan refraktif.
Pembesaran mata dapat menyebabkan myopia, dimana robekan pada membran
Descemet dapat menyebabkan astigmat yang besar. Penilaian yang tepat dapat
mencegah atau mengobati ambliopia seharusnya dilakukan sedini mungkin.
3. Tonometri
Tonometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tekanan
intraokular.
Pengukuran IOP pada beberapa bayi berumur di bawah 6 bulan dapat dilakukan
tanpa menggunakan anastesi umum atau sedative, yaitu dengan melakukan
pengukuran ketika bayi itu tidur atau makan. Bagaimanapun evaluasi yang kritis
pada bayi memerlukan pemeriksaan dalam anastesi. Banyak bahan anastesi
umum dan sedative yang dapat menurunkan IOP, kecuali ketamin yang
menaikkan IOP. Sebagai tambahan, bayi dapat mengalami dehidrasi dalam
persiapan untuk anastesi umum, yang juga menurunkan IOP. Semakin dalam
anastesi, semakin turun IOP. Nilai normal IOP pada bayi dalam anastesi sekitar
10-15 mmHg, tergantung dari tonometernya.

3.2. Pemeriksaan Penunjang


1. Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini
penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Gonioskopi sebaiknya dilakukan dalam anastesi. Pada glaukoma
kongenital primer, bilik anteriornya dalam dengan struktur iris yang normal,
insersi iris yang tinggi dan datar, kehilangan sudut, hipoplasia iris perifer,
penebalan uveal trabekula meshwork. Sudut biasanya terbuka, dengan insersi
yang tinggi dari akar iris seperti garis yang berlekuk sebagai hasil dari jaringan
yang abnormal dengan penampilan yang berkilauan. Jaringan ini menahan iris
perifer anterior. Sudut ini biasanya avaskular, tapi putaran pembuluh dari
lingkaran arteri mayor dapat dilihat di atas akar iris.
2. Oftalmoskopi.
Merupakan metode yang digunakan untuk memeriksa berbagai kerusakan dan
kelainan serat optik. Pada glaukoma kongenital biasanya serat optik abnormal.
Variasi cup bisa diperlihatkan, biasanya bentuk anular. Visualisasi dari optik
disk dapat difasilitasi dengan menggunakan optalmoskop direk dan gonioskop
direk atau fundus lensa pada kornea. Papil nervus optikus pada bayi berwarna
pink dengan cup kecil yang fisiologis. Cupping glaucoma pada masa kanak-
kanak menyerupai cupping pada dewasa, dengan hilangnya jaringan neural pada
kutub anterior dan posterior. Pada masa kanak-kanak, kanal sklera membesar
sebagai respon kenaikan IOP, menyebabkan pembesaran dari cup. Cupping
dapat reversibel bila IOP rendah, dan cupping yang progresif menunjukkan
kontrol yang jelek terhadap IOP. Perlu dilakukan fotografik pada disc optic.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat berguna dalam pemantauan progresivitas glaukoma
dengan merekam peningkatan panjang axial. Peningkatan panjang axial dapat
reversibel seiring penurunan IOP, tapi pembesaran kornea tidak dapat menurun
seiring penurunan IOP.

4. Diagnosis Banding
Dibawah ini terdapat beberapa diagnosIS banding menurut tanda dan gejala glaukoma
infantile :
1. Air mata yang banyak
a. Obstruksi duktus nasolacrimal
b. Defek epitel kornea
c. Konjungtivitis

2. Pembesaran kornea
a. X-linked megalokornea
b. Myopia tinggi
c. Eksoftalmos

3. Kekeruhan kornea
a. Trauma waktu lahir
b. Penyakit inflamasi kornea
c. Distrofi herediter kornea kongenital
d. Malformasi kornea (tumor dermoid, sklerokornea, peter anomaly)
e. Keratomalasia
f. Gangguan metabolik yang dihubungkan dengan abnormalitas kornea
(mucopolisakaridosis, liposis kornea, cystinosis, penyakit von Glerke)
g. Gangguan kulit yang mempengaruhi kornea (ichtyosis kongenital dan diskeratosis
congenital)

4. Abnormalitas nervus optikus


a. Fistula pada nervus optikus
b. Coloboma nervus optikus
c. Hypoplasia nervus optikus
d. Malformasi nervus optikus

5. Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan. Peninggian
tekanan bola mata yang menetap akan memberikan prognosis kearah rusaknya N.
Optikus dan perubahan-perubahan permanen dari kornea yang akan mengganggu
penglihatan. Pengontrolan tekanan bola mata adalah tujuan utama dari pengobatan. Bayi
atau anak yang dicurigai mempunyai glaukoma kongenital harus dilakukan pemeriksaan
sesegera mungkin dengan nakrose, terhadap besarnya kornea, tekanan bola mata,
cup/disk ratio dari N>Optikus, dan sudut COA dengan gonioskopi

Pengobatan glaukoma kongenital primer yang essensial adalah pembedahan. goniotomi


direkomendasikan pada anak lebih kecil dari 2-3 tahun dengan kornea jernih.
Trabekulektomi direkomendasikan anak lebih dari 2-3 tahun dan pada semua umur
dengan kornea berkabut yang menghalangi visualisasi adekuat. Jika kedua cara ini
gagal, kombinasikan trabekulektomi dengan trabekulektomi dan antimetabolik, atau
dapat dicoba glaucoma valve-shunt. Jika cara ini juga gagal, dapat dilakukan
cyclodestruktif dengan laser. Hal ini dianjurkan secepat mungkin setelah diagnosis
ditegakkan dan sering dilakukan pada hari kedua atau ketiga pada pasien baru lahir
dengan glaukoma.

Pembedahan lebih dipilih karena masalah pada penggunaan obat, kurangnya


pengetahuan tentang kumulatif dan efek sistemik obat pada bayi, respon yang jelek dari
obat- obat seperti antagonis beda adrenergic atau carbonic anhydrase inhibitor dapat
digunakan dahulu sebelum pembedahan untuk mengontrol IOP dan menjernihkan
kornea yang berkabut. Obat-obat ini harus digunakan dengan hati-hati dan dosis
menurut berat badan anak untuk mencegah efek samping obat seperti apneu dan
hipotensi. Pembedahan mempunyai angka kesuksesan yang tinggi dan rendahnya
insiden komplikasi. Operasi yang pertama mempunyai peluang sukses yang besar. Jika
terjadi komplikasi, seperti hemoragi dan bilik sempit, kesempatan untuk mengobati
anak dapat hilang.

6. Prognosis
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir. Kelainan ini
terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak dalam kandungan
kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini, sejak lahir penderita memiliki bola
mata besar yang disebut buftalmos. Buftalmos disebabkan oleh kenaikan TIO saat masih
dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata bayi yang masih lentur, akibatnya sklera
menipis dan kornea akan membesar dan keruh. Bayi akan takut melihat cahaya karena kornea
yang keruh akan memecah sinar yang datang sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung
rewel, karena peningkatan TIO menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.
ENTROPION SIKATRIK
1. Definisi
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra ke arah dalam sehingga bulu mata menggeser jaringan konjungtiva dan kornea.
Melipatnya kelopak mata bagian tepi ini dapat menyebabkan kelopak mata bagian lain
ikut melipat dan biasanya kelopak mata bawah yang paling sering dikenai. Dapat
mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan oleh jaringan parut di
konjungtiva atau tarsus.

2. Anamnesis
Keluhan utama: Rasa tidak nyaman seperti adanya sensasi benda asing dan mata berair.
Keluhan tambahan: Mata merah, gatal, mata kabur dan fotofobia.

3. Pemeriksaan
3.1. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik akan tampak berupa :
1. Kerusakan pada epitel konjungtiva atau kornea akibat trauma.
2. Hiperemia pada konjungtiva yang terlokalisasi.
3. Kelemahan kelopak mata (involusional entropion).
4. Jaringan parut pada konjungtiva (sikatrik entropion).
5. Pertumbuhan kelopak mata bawah yang abnormal (kongenital entropion).

Pemeriksaan fisik pada kelopak mata meliputi test snapback yaitu dengan cara
menarik kelopak mata dengan hati-hati ke arah luar lalu dilihat apakah kelopak
mata dapat kembali ke posisi semula, dan biasanya tes ini tidak menimbulkan rasa
sakit. Dari tes ini dapat dilihat kelemahan pada tonus kelopak mata yang horizontal.
Pada pinggir kelopak mata bawah selalu ditemukan kelengkungan ke arah limbus
setelah entropion terbentuk. Forniks inferior tidak selalu kelihatan dalam dan
kelopak mata mungkin dapay mudah dikeluarkan. Tanda klinis lainnya meliputi
gambaran garis putih dalam ukuran milimeter di bawah tarsal inferior akibat dari
pergeseran dari retraktor kelopak mata dan pergerakan yang sedikit atau tidak ada
sama seklai dari kelopak bawah saat melihat ke bawah. Pindahnya bagian superior
dari orbikularis superior dapat dideteksi dengan melakukan observasi yaitu
menutup mata yang memerah setelah kelipak entropion kembali normal (tes
kelengkungan orbikularis).

3.2. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Snap test
Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan snap test, yartu dengan menarik
tepi palpebra inferior ke bawah dan dilepas secara cepat, kemudian diperhatikan
berapa lama waktu yang dibutuhkan agar palpebra inferior kembali ke posisi
semula. Snap test dapat mengukur kelemahan relatif dari palpebra inferior.
Palpebra dengan kelemahan yang normal dapat kembali ke posisi semula
dengan segera. Semakin lama waktu yang dibutuhkan menunjukkan semakin
berat kelemahan yang terjadi. Hasil snap test dikelompokkan menjadi 5 grade,
yaitu:
1) Grade 0: palpebra normal yang kembali ke posisi semula dengan segera
2) Grade 1: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu 2-3 detrk
3) Grade 2: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu 4-5 detik
4) Grade 3: palpebra kembali ke posisi semula dalam waktu >5 detik, namun
kembali dengan segera jika mata berkedip
5) Grade 4: palpebra tidak kembali ke posisi semula
b. Medial canthal laxity test (Tes kelemahan kantus medial)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah lateral
dari kantus medial, kemudian ukur pergeseran pungtum medialis. Semakin
besar jarak pergeserannya, menunjukkan kelemahan palpebra yang semakin
berat. Pergeseran normal berkisar antara 0-l mm.
c. Lateral canthal laxity test (Tes kelemahan kantus lateral)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik palpebra inferior ke sebelah medial
dari kantus lateral, kemudian ukur pergeseran dari sudut kantus lateral. Semakin
besar jarak pergeserannya, menunjukkan kelemahan palpebra yang semakin
berat. Pergeseran normal berkisar antara 0-2 mm.

d. Tes Schirmer
Karena salah satu gejala entropion adalah epifora, maka tes Schirmer penting
untuk dilakukan. Tes Schirmer digunakan untuk menilai produksi air mata.
Sepotong kertas saring kecil dimasukkan ke dalam palpebra inferior dan
didiamkan selama beberapa menit, baru kemudian dilepas. Dicatat ukuran kertas
yang basah oleh air mata.
e. Tes Fluorescein
Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya tanda-tanda
kerusakan kornea akibat gesekan bulu mata atau kulit palpebra terhadap kornea.
Pemeriksaan ini sangat baik dilakukan untuk melihat keadaan kornea. Selain itu,
juga dapat menilai derajat kekeringan kornea.
f. Eksoftalmometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya enoftalmus relatif
yang biasanya terjadi pada pasien yang mengalami entropion.

4. Diagnosis Banding
Retraksi kelopak mata, distikiasis, trikiasis

5. Tatalaksana
Terapi nonfarmakologis dengan menarik kulit palpebra ke arah pipi sehingga menjauh

dari bola mata dapat mengurangi gejala sementara terutama untuk involusi atau spastik

entropion. Pencukuran bulu mata bisa dilakukan di tempat lokasi trichiasis. Terapi kontak

lensa (hidrogel, hidrogel silikon, yang memiliki diameter lebih besar dari kornea atau sklera)

untuk melindungi kornea.


Pengobatan entropion terbaik adalah operasi plastik atau suatu tindakan tarsotomi pada

entropion akibat trakoma. Pembedahan untuk memutar keluar kelopak mata efektif pada

semua jenis entropion. Sebuah tindakan sementara yang bermanfaat pada entropion

evolusional adalah dengan menarik kelopak mata bawah dan menempelkannya dengan ‘tape’

ke pipi; tegangannya mengarah ke temporal dan inferior. Operasi entropion transkonjungtiva

merupakan prosedur yang aman dan lebih efisien pada entropion involusi.
Pemilihan prosedur pembedahan tergantung pada penyebab yang mendasari.

Intervensi bedah diindikasikan jika salah satu dari berikut muncul persisten: iritasi okular

berulang, konjungtivitis bakteri, refleks hipersekresi air mata, superfisial keratopathy, risiko

ulserasi dan keratitis mikroba.


Jika entropionnya asli sikatrik, blefarotomi dan rotasi merginal (prosedur Weis) efektif

untuk memperbaiki kelopak mata atas atau bawah. Anestesi lokal diberikan pada kelopak

mata dan insisi horizontal dibuat 4 mm dari kelopak sampai kulit dan orbikularis. Dibuat atap

marginal yang berada 2-4 mm dari garis tepi kelopak mata. Kelopak kemudian diangkat, dan

dalam hitungan detik dibuat insisi sampai konjungtiva dan tarsus. Gunting Westcott atau

Tenotomi digunakan untuk memperluas blefarotomi ke medial dan lateral melewati tarsus.

Lalu dijahit tiga double-armed dengan silk 6-0 sampai tarsus, ke atas tarsus yang kemudian

keluar melalui kulit dekat bulu mata. Jahitan diikat di atas kapas untuk melindungi

“pemasangan kawat”. Lalu dkoreksi untuk pastinya. Kulit yang diinsisi ditutup dengan

jahitan 6-0 biasa. Jahitan dan kasa penutup harus diangkat 10-14 hari.

Gambar 7. Prosedur Weiss.

Jika sikatrik entropion masih mengganggu, atau prosedur yang dilakukan gagal, lamellar

posterior tambahan akan sangat membantu. Suatu cangkokan mungkin ditempatkan

antara konjungtiva/retraktor kelopak bawah dan perbatasan inferior tarsal. Berbagai

material cangkok yang tersedia meliputi tulang rawan telinga, langit-langit keras, dan

selaput lendir. Terbentuknya jaringan parut, dan defek produksi lamellar posterior, bahan

cangkok diletakkan dengan jahitan yang bisa diserap dan kelopak akan dapat

disembuhkan dengan jahitan yang direnggangkan. Lamellar posterior tersebut

menyebabkan kelopak mungkin tidak dapat menarik kembali saat melihat ke bawah.
Gambar 8. Posterior lamella grafting.

6. Prognosis
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7. Analisis Kasus
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra kearah dalam. Hal ini menyebabkan 'trichiasis' dimana bulu mata yang biasanya
mengarah keluar kini menggosok pada permukaan mata. Hal ini dapat menyebabkan
beberapa masalah. Rambut yang mengiritasi mata dan menyebabkannya produksi air mata
yang berlebih sehingga mata sangat lembab. Rambut dapat mengikis kornea, menyebabkan
ulkus kornea. Ulkus kornea ini sulit untuk sembuh karena rambut yang terus menggosok.
Ulkus menyebabkan pembuluh darah untuk tumbuh di kornea normal jelas, dan ini dapat
menyebabkan jaringan parut, yang mengganggu penglihatan. Untuk itu, penting dilakukan
perbaikan kondisi oleh dokter sebelum terjadi kerusakan permanen pada mata.

Anda mungkin juga menyukai