Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok EBM dan Ilmu Kedokteran Komunitas adalah blok ke-dua puluh enam
semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan
tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang
sebenarnya pada waktu yang akan datang.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
ISI

2.1 Skenario

PT ARWN yang berdomisili di daerah Ogan Ilir Sumatera Selatan memiliki pekerja
300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar daerah OI. PT ARWN memiliki
produk bahan bangunan dan marmer dimana produksi pembuatan bahan bangunan
dibuat langsung di pabrik. Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit atau kalsium
karbonat (CaCO3) dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika,
klorit, tremolit, dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit. Nilai komersil
marmer bergantung kepada warna dan tekstur.

Adapun urutan kerja pada proses pengolahan terdiri dari beberapa tahapan dengan
alat-alat pengolahan sebagai berikut:

1. Gergaji besar (Block Cutter Machine). Gergaji besar digerakkan oleh tenaga
listrik dengan cara kerja pemotongan awal pada bagian atas dari block marmer
sehingga didapatkan bagian yang rata.
2. Mesin Potong Ujung (Cross Cutting Machine). Hasil pemotongan dari mesin
Block Cutter berupa lembaran marmer dengan ukuran tersebut, selanjutnya
dimuat dengan Whell Loader ke tempat mesin potong ujung dengan tujuan untuk
meratakan kedua ujung dari lembaran marmer tersebut. Proses ini menggunakan
air sebagai media pembilas.
3. Mesin Pembagi (Multi blades splitting machine). Mesin ini berfungsi membagi
hasil pemotongan lembaran marmer menjadi dua bagian.
4. Kaliberasi ketebalan dan penghalusan (Grinding Machine). Pada proses ini
lembaran marmer yang telah terbagi tersebut kemudian dikupas/ dihaluskan
permukaannya untuk mendapatkan ketebalan yang pas dan sesuai dengan
permintaan.
5. Pengeringan, Pendempulan, dan Pemanasan (Plastering Line). Proses ini terdiri
dari tiga tahapan dimana lembaran marmer yang ada telah melewati proses
penghalusan kemudian dikeringkan dengan menggunakan angin yang berasal dari

2
blower. Kemudian lubang didempul dengan tenaga manusia, setelah itu lembaran
marmer melewati dua buah oven yang bertujuan untuk mempercepat proses
pengerasan.
6. Pemolesan (Polishing Machine). Proses pemolesan dikerjakan dengan mesin
poles yang terdiri dari beberapa batu poles dengan tingkat kehalusan yang
berbeda-beda. Untuk medapatkan kilap yang sempurna batu poles diatur dan
disusun berurutan sesuai dengan tingkat kehalusannya serta pengaturan tekanan
yang sesuai.
7. Mesin Potong Pas (Double hydraulic squaring machine). Proses ini dilakukan
dengan dua tahapan yaitu tahap pertama pemotongan untuk panjang yang
diinginkan kemudian masuk ke tahap kedua yaitu pemotongan untuk lebar yang
diinginkan.
8. Mesin pengering dan pembersih (Drying and Clearing Machine). Setelah
melalaui proses potong pas, pekerjaan selanjutnya adalah pada mesin poles wax
yang gunanya sebagai proses pembersihan dan pengeringan. Bagian bawah dari
marmer yang kering kemudian di lem yang berguna untuk menghindari rembesan
semen pada waktu marmer akan dipasang dan sekaligus sebagai proses akhir dari
beberapa proses pemotongan dalam pabrik.
9. Proses packing. Proses ini dilakukan secara manual yang bertujua untuk
meratakan permukaan serta pinggiran-pinggiran dari marmer untuk mendapatkan
hasil yang lebih indah. Proses selanjutnya adalah peemriksaan “Quality Control”
dimana proses ini bertujuan untuk memisahkan amrmer berdasarkan eklasnya.

Didalam proses produksinya, pabrik menggunakan boiler 1000oC untuk melakukan


pemanasaln, proses grinding, penghalusan pasir yang dicampur beberapa bahan kimia,
dan mesin-mesin dengan fasilitas conveyor. Mesin-mesin di pabrik belum memiliki
safety guard sehingga tidak berhenti otomatis apabila ada tangn termasuk ke dalam
mesin. Pada proses packing, marmer yang telah di packing disusun kembali ke dalam
satu kotak yang lebih besar, ada proses angkat-angkut untuk memindahkan marmer
dari mesin conveyor ke pembungkusan yang lebih besar dan pada saat diletakkan di
gudang. Packing kecil berisi 6 buah marmer dengan berat 15 kg, dan satu kardus besar
berisi 10 packing kecil. Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam satu minggu.
Pabrik memiliki kerja sama dengan pihak kantin yang menjajakan makanannya untuk
seluruh pekerja tanpa sertifikat dan kokinya belum pernah dilakukan tes kesehatan.
3
PT ARWN tidak memiliki fasilitas air dari perusahaan air, PT ini membuat sumur
sendiri, mengandalkan air tanah yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese (Mn)
dan penampungan dari air hujan untuk air mereka yang tentu saja terdapat kandungan
bakteri alami di air tanah ini. Berdasarkan hasil analisa bakteri ditemukan coliform.
Pengelolaan limbah perusahaan berupa open dumping dan limbah cair dialirkan ke
kolam khusus. PT ARWN memiliki klinik sendiri dengan jam kedatangan dokter
hanya di hari kamis hingga jam 12 siang, data di klinik menunjukkan 5 besar penyakit
dalam satu tahun adalah; 1. ISPA, 2. MSD’s, 3. DBD, 4. Diare dan 5. Luka dan
terjepit.

Pada hasil pengamatan dari disnaker, PT ARWN memiliki noise rata-rata 90dB dan di
dalam pabrik bisa mencapai 120dB, getaran 4 m/det2 pada hand and arm vibration.
Daerah OI merupakan salah satu daerah endemik demam berdarah. Di wilayah OI
juga memiliki frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi.

2.2 Klarifikasi Istilah

1. Marmer : Batuan kristal yang kasar yang berasal dari batu


kapur atau dolomit.
2. CaCO3 : Senyawa kimia yang merupakan bahan yang umum
dijumpai pada batu di semua bagian dunia. Kalsium
ini merupakan bahan aktif didalam kapur pertanian
dan tercipta apabila ion Ca di dalam air keras
bereaksi dengan ion karbonat menciptakan lime
scale.
3. Kaliberasi : Kegiatan untuk menentukan kebenaran
konvensional menilai penunjukkan alat ukur dan
bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap
standar ukur yang mampu telusur atau traceable
standar nasional untuk satuan ukur dan atau
internasional.
4. Coliform : Golongan mikroorganisme yang lazim digunakan

4
sebagai indikator dimana bakteri ini dapat menjadi
sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah
terkontaminasi oleh patogen atau tidak
5. Open dumping : Sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa ada
perlakuan apapun, atau menumpuk sampah terus
hingga tinggi tanpa dilapisi dengan lapisan
biotekstil dan saluran lindi (limbah cair yang
berasal dari sampah basah atau sampah organik
yang terkena air hujan)
6. Hand and arm : Pemaparan yang bersifat segmental yaitu hanya
vibration bagian tubuh tertentu (lengan dan bahu) yang
mengalami kontak dengan sumber getaran.
7. Fe : Unsur kimia dengan nomor atom 26 yang penting
untuk penyusunan hemoglobin sitokrom dan
komponen sistem enzim pernapasan lainnya.
8. Mn : Unsur kimia dengan nomor atom 25 yang
keracunannya disebabkan akibat inhalasi debu
mangan dan bisa menimbulkan berbagai gejala
termasuk gangguan mental yang menyertai sindrom
mirip parkinsonisme dan radang sistem pernapasan.
9. MSDs : Gangguan pada bagian otot skeletal yang
disebabkan oleh otot menerima beban statis secara
berulang dan terus menerus dalam jangka waktu
yang lama dan akan menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon.
10. Conveyor : Suatu sistem mekanik yang mempunyai fungsi
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat
yang lain.

5
2.3 Identifikasi Masalah

 Didalam proses produksinya, pabrik menggunakan boiler 1000oC untuk


melakukan pemanasan, proses grinding, penghalusan pasir yang dicampur
beberapa bahan kimia, dan mesin-mesin dengan fasilitas conveyor.
 Mesin-mesin di pabrik belum memiliki safety guard.
 Pada proses packing, marmer yang telah di packing disusun kembali ke dalam
satu kotak yang lebih besar, ada proses angkat-angkut untuk memindahkan
marmer dari mesin conveyor ke pembungkusan yang lebih besar dan pada saat
diletakkan di gudang. Packing kecil berisi 6 buah marmer dengan berat 15 kg, dan
satu kardus besar berisi 10 packing kecil.
 Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam satu minggu.
 Pabrik memiliki kerja sama dengan pihak kantin yang menjajakan makanannya
untuk seluruh pekerja tanpa sertifikat dan kokinya belum pernah dilakukan tes
kesehatan.
 PT ARWN tidak memiliki fasilitas air dari perusahaan air, PT ini membuat sumur
sendiri, emngandalkan air tanah yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese
(Mn) dan penampungan dari air hujan untuk air mereka yang tentu saja terdapat
kandungan bakteri alami di air tanah ini. Berdasarkan hasil analisa bakteri
ditemukan coliform.
 Pengelolaan limbah perusahaan berupa open dumping dan limbah cair dialirkan
ke kolam khusus.
 PT ARWN memiliki klinik sendiri dengan jam kedatangan dokter hanya di hari
kamis hingga jam 12 siang, data di klinik menunjukkan 5 besar penyakit dalam
satu tahun adalah; 1. ISPA, 2. MSD’s, 3. DBD, 4. Diare dan 5. Luka dan terjepit.
 Pada hasil pengamatan dari disnaker, PT ARWN memiliki noise rata-rata 90dB
dan di dalam pabrik bisa mencapai 120dB, getaran 4 m/det2 pada hand and arm
vibration.
 Daerah OI merupakan salah satu daerah endemik demam berdarah. Di wilayah OI
juga memiliki frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi.
 PT ARWN yang berdomisili di daerah Ogan Ilir Sumatera Selatan memiliki
pekerja 300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar daerah OI.
 PT ARWN memiliki produk bahan bangunan dan marmer dimana produksi
pembuatan bahan bangunan dibuat langsung di pabrik. Marmer umumnya
6
tersusun atas mineral kalsit atau kalsium karbonat (CaCO3) dengan kandungan
mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika, klorit, tremolit, dan silikat lainnya
seperti graphit, hematit, dan limonit.

2.4 Analisis Masalah

1. Apa saja jenis-jenis hazard yang terdapat pada PT ARWN?


 Physical hazard
– Boiler 1000oC
– Mesin tanpa safety guard
– Noise rata-rata 90 dB dan di dalam pabrik 120 dB
– getaran 4 m/det2 pada hand and arm vibration
 Chemical hazard
– Terpapar bahan baku marmer (CACO3, dll)
– Debu hasil pemotongan marmer
– Air tanah yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese (Mn)
– Pengelolaan limbah perusahaan berupa open dumping dan limbah cair
dialirkan ke kolam khusus
 Biological hazard
– Koki belum pernah tes kesehatan
– Analisis bakteri ditemukan coliform
– Daerah endemik demam berdarah
 Ergonomic hazard
– Proses angkat-angkut
 Psychosocial hazard
– Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam satu minggu
– 50% pekerja berasal dari luar daerah (rindu dengan keluarga)
– Daerah endemis DBD (takut, cemas)
– Daerah dengan tingkat alkohol dan narkoba tinggi (cemas, takut)

7
2. Apa dampak dari
 Boiler 1000oC
– Kelelahan
– Dehidrasi
– Heat Rash
– Heat Syncope atau Fainting
Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena
sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang
disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.
– Heat Cramps
Keadaan ini terjadi karena pekerja berkeringat terlalu banyak dan minum air
terlalu banyak. Gejala otot yang kejang dan sakit.

 Safety guard
– Pergelangan tangan yang terkilir
– tangan atau bagian anggota tubuh lain yang terputus
– Terjatuh
– Terpeleset
– Kebakaran

 Proses angkat-angkut
– Gangguan kenyamanan kerja
– Kelelahan otot
– Cedera otot
– Cedera tulang belakang (back pain)
– MSDs
– Trauma muskuloskeletal
– Kecelakaan kerja

 Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu


Sleep dept (hutang tidur) dapat menyebabkan
– Penurunan fungsi otak
– Kemampuan insulin berkurang

8
– Kadar hormon kortisol meningkat (jika kadarnya tinggi dalam waktu lama
bisa mengakibatkan hipertensi dan gangguan kemampuan mengingat)
– Penurunan kemampuan berpikir
Dalam waktu singkat
– Perubahan irama sirkardian
– Rasa mengantur
– Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Efek dalam waktu lama
– Gangguan pencernaan
– Gangguan jantung

 Kantin tanpa sertifikat dan koki tanpa tes kesehatan


– Kurangnya higienitas baik makanan maupun tempatnya
– Berisko tertularnya penyakit

 Tidak memiliki fasilitas air, membuat sumur sendiri, mengandalkan air tanah
yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese (Mn), penampungan dari air
hujan dan hasil analisa bakteri ditemukan coliform
Konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai
dengan +25 mg/l. Konsentrasi besi dalam air minum dibatasi maksimum 0.3
mg/l (sesuai Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002), Mn di air tanah
sekitar <0.1 mg/l
Dampak air yang mengandung Fe dan Mn, antara lain:
– Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air
berbau seperti telur busuk.
– Dapat meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci, oleh karena itu sangat
tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/textil dan pabrik
minuman.
– Menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar
dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya
dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan
terjadinya iritasi pada mata dan kulit.

9
– Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah
timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi
terfarutnya > 1,0 mg/l.
– Kelebihan Mn dapat menimbulkan racun yang lebih kuat dibanding besi.
Toksisitas Mn hampir sama dengan nikel dan tembaga. Mangan bervalensi
2 terutama dalam bentuk permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat
mengganggu membran mucous, menyebabkan gangguan kerongkongan,
timbulnya penyakit “manganism” yaitu sejenis penyakit parkinson,
gangguan tulang, osteoporosis, penyakit Perthe’s, gangguan kardiovaskuler,
hati, reproduksi dan perkembangan mental, hipertensi, hepatitis, posthepatic
cirrhosis, perubahan warna rambut, kegemukan, masalah kulit, kolesterol,
neurological symptoms dan menyebabkan epilepsi.
Coliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai
indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap
air, susu segar, dan produk olahan susu. Adanya bakteri coliform didalam
makanan atau minuman menunjukkan kemungkinan hidupnya mikroorganisme
yang bersifat enteropatogenik/toksigenik yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Dampak air yang mengandung coliform :
– Diare
– Disentri Amuba
– Kolera
– Leptospirosis
Apabila air yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri masih
dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga
listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga
(keperluan air minum, memasak, mandi dan mencuci)

 Open dumping
Dampak bagi lingkungan
– Lindi merupakan limbah cair yang berasal dari sampah basah atau sampah
organik yang terkena air hujan. Jika lindi tersebut tidak ditata dengan baik,
maka dapat menyebar ke dalam tanah dan masuk ke aquifer air tanah yang
dapat menyebabkan pencemaran air tanah
– Penyumbatan badan air.
10
– Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat
mencemari sumber air.
– Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan
untuk tujuan lain.
– Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam
tumpukan sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan
tekanan tertentu.
– Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-
zat atau polutan sampah.
Dampak bagi manusia
– Lindi mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh seperti adanya kandungan
Hg, H2S, tergantung jenis sampah yang dibuang di TPA tersebut.
– Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar
penyakit.

 Noise rata-rata 90dB dan di dalam pabrik bisa mencapai 120dB


Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti :
1. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa
peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh
darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan
pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stress,
kelelahan, dan lain-lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan
ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan
terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya;
11
gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan tenaga kerja.
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat
sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber
bising namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan
hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Menurut Depnaker yang dikutip oleh Srisantyorini (2002) kebisingan
mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan
berupa gangguan terhadap konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan
kenikmatan kerja sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya
pendengaran (tuli) tetap.
1. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas pekerjaan. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah perusahaan film
dimana penurunan intensitas kebisingan berhasil mengurangi jumlah film
yang rusak sehingga menghemat bahan baku.
2. Gangguan terhadap komunikasi, akan menganggu kerja sama antara pekerja
dan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara tidak langsung
dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja. Kebisingan juga
mengganggu persepsi tenaga kerja terhadap lingkungan sehingga mungkin
sekali tenaga kerja kurang cepat menanggapi adanya situasi yang berbahaya
dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat menimbulkan kecelakaan.
3. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap-tiap orang.
Pada orang yang sangat rentan kebisingan dapat menimbulkan rasa pusing,
gangguan konsentrasi, dan kehilangan semangat kerja.
4. Penurunan daya pendengaran akibat yang paling serius dan dapat
menimbulkan ketulian total sehingga seseorang sama sekali tidak dapat
mendengarkan pembicaraan orang lain.

12
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan industri (lingkungan tempat
kerja), NIOSH = National Institute of Occupational Safety and Health (adalah
bagian dari pusat pencegahan dan pengendalian penyakit/Center for Disease
Control and Prevention di dalam departemen pelayanan kesehatan Amerika
Serikat) menyerankan waktu maksimum untuk tiap paparan kebisingan
tertentu, dan di Indonesia sendiri waktu paparan kebisingan diatur dalam
Permenakertrans No.13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas)
Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Kebutuhan Hearing Loss Prevention
Program (HLPP), akibat kerugian dari terpaparnya bising di tempat kerja,
antara lain , untuk perkerja dan pihak perusahaan Pekerja :
Kehilangan kemampuan :
– Pendengaran secara parmanen,
– Tinnitus parmanen,
– Masalah berkomunikasi di tempat kerja yang bising,
– Meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan, dan,
– Kelelahan dan stress
– Perusahaaan :
– Dari klaim kompensasi, kerugian dari perushaan akibat bising tidaklah
seberapa karena biaya konpensasi jauh lebih rendah dari pada biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan Hearing Loss Prevention Program (HLPP),
– Klaim kompensasi Ketika seorang pekerja didiagnosa mengalami
kehilangan kemampuan pendengaran akibat kebisinngan, perusahaan
menanggung kompensasi untuk pekerja,
– Produktivitas. Bising dapat secara langsung mempengauhi tingkat
produktivitas dengan memperlambat performansi kerja dan meningkatnya
jumlah keselahan saat bekerja,
– Resiko kecelakaan. Bising dapat menjadi kontribusi dalam kecelakaan
industri, yaitu saat keselamatan pelaksanan pekerjaan bergantung pada
komunikasi suara, dan bising akan menjadi ancaman untuk keselamatan
Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan mental yang
disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut
nadi serta hipertensi, yang dapat mengarah kepada suatu bahaya lain di mana si
penderita tidak dapat mendengar teriakan atau suara peringatan sehingga
memungkinkan dapat mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada
13
ditengah-tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat
hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian.

 Getaran 4 m/det2 pada hand and arm vibration


Faktor-faktor yang mempengaruhi efek getaran pada tangan

Tenaga kerja normal yaitu yang tidak mengalami gangguan getaran pada
tangannya memperlihatkan sedikit saja penurunan suhu kulit tangan tepat
sesudah bekerja mengalami getaran dan suhu kulit tangannya akan naik 1- 2
derajat sesudah terpapar getaran selama 5 menit.
Bila tenaga kerja terpapar oleh getaran lengan tangan,efek dalam jangka waktu
pendek yang akan timbul adalah kelelahan dan ketidaknyamanan saat bekerja
serta turunnya produktivitas kerja. Pemaparan dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome(CTS).
Gejala yang timbul akibat hand arm vibration syndrome adalah: mati rasa yang
sifatnya sementara pada ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas kerja.
Selanjutnya ujung jari memutih, ada rasa sakit jika aliran darah kembali
normal.
Para teknisi banyak memberikan perhatian terhadap frekuensi getaran yang
menyebabkan fenomin Raynaud.Frekuensi sekitar 30-40 Hz adalah penyebab
terjadinya gejala. Fenomin Raynaud tidak timbul pada frekuensi kurang dari
35 Hz. Frekuensi diatas 160 Hz mengakibatkan bukan gejala demikian,
melainkan gejala iritasi saraf.
Vibrasi dapat menyebabkan perubahan dalam tendon, otot, tulang dan sendi,
dan dapat mempengaruhi sistem saraf. Secara kolektif, efek vibrasi tangan
lengan dikenal dengan hand arm vibration syndrome(HAVS).
Tenaga kerja yang mengalami HAVS akan mengalami:

14
a. Serangan pemutihan (blancing) satu jari atau lebih bila juga terpapar
dingin.
b. Rangsangan nyeri seperti disengat (tingling) dan kehilangan rasa di jari.
c. Kehilangan rasa rabaan lembut.
d. Sensasi nyeri dan dingin diantara serangan jari menjadi putih(white
finger).
e. Kehilangan kekuatan menggemgam.
f. Struktur tulang membentuk kista di jari dan pergelangan tangan.
Perkembangan dari HAVS bersifat bertahan dan keparahan semakin lama
semakin meningkat. HAVS mungkin menjadi dapat diamati secara klinis
setelah beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada pemaparan, maka aliran
darah (efek vaskular) akan terkena dan menyebabkan kehilangan sensasi raba
(efek neurologis) pada jari. Menurunnya aliran darah dapat mengakibatkan
white finger dalam lingkungan dingin. Keparahan dari sindrom hand arm
vibration tergantung dari beberapa faktor seperti karakteristik dari pemaparan
vibrasi, pelaksanaan kerja, riwayat perorangan, dan kebiasaan.
Klasifikasi Stockholm untuk perubahan sensorineural pada jari pada penderita
HAVS

Sindrom getaran tangan lengan juga dikenal dengan fenomena raynaud akibat
kerja. Fenomena raynaud disebabkan oleh kondisi aliran darah ke ekstremitas
terganggu. Faktor lingkungan kerja berperan dalam terjadinya fenomena
tersebut, dimana hal ini biasanya berarti terjadinya konstriksi saluran darah di
tangan yang mengarah ke gejala seperti nyeri, nyeri seperti disengat, serta
pemucatan jari dan ibu jari.

 Daerah endemik demam berdarah


– Lebih berisiko terkena DBD
– Dampak Psikososial : cemas dan takut
Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam
keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan

15
penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya
pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan
waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk
pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita

 Frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi


Frekuensi yang tinggi akan menyebabkan besarnya kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan narkoba, banyak sekali akibat yang dapat disebabkan oleh zat
zat tersebut
1. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap fisik
– Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,
halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
– Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti:
infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah
– Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi,
eksim
– Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru
– Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur
– Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi
adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon
reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi
seksual
– Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada
remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
– Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian
jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya
– Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over dosis
yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian

16
2. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap psikis
– Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
– Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
– Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
– Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
– Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
3. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial
– Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
– Merepotkan dan menjadi beban keluarga
– Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram

 Pekerja 300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar
Jika daerah tempat para pekerja itu memiliki penyakit endemism maka ada
kemungkinan 50% pekerja yang berasal dari luar daerah tidak mempunyai
imunitas terhadap penyakit endemis tersebut sehingga lebih rentan terkena
penyakit tersebut.

 Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit atau kalsium karbonat (CaCO3)
dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika, klorit, tremolit,
dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit
Keracunan akut
– Terhirup Kalsium karbonat: dapat menyebabkan iritasi mekanik disertai
batuk dan bersin.
– Konsentrasi yang berlebihan dari debu bahan ini pada ruang kerja dapat
menyebabkan deposit yang tidak nyaman pada saluran hidung.
– Kontak dengan mata. Kalsium karbonat: dapat menyebabkan kemerahan
pada mata, rasa nyeri, dan keluar air mata.
– Tertelan Kalsium karbonat: penelanan bahan ini dapat menyebabkan iritasi
lambung dan sendawa, mual sesaat, konstipasi atau diare, dan peningkatan
sekresi lambung.
Keracunan kronis
– Terhirup Kalsium karbonat: tidak tersedia data.
– Kontak dengan kulit. Kalsium karbonat: paparan berulang dan lama
terhadap bahan dapat menyebabkan dermatitis.
17
– Kontak dengan mata. Kalsium karbonat: paparan berulang dan lama
terhadap bahan dapat menyebabkan konjungtivitis.
– Tertelan Kalsium karbonat: dapat menyebabkan obstruksi usus dan
pengerasan tinja.
– Paparan berulang dan lama dapat menyebabkan hiperkalsemia dengan
gejala berupa anoreksia, mual, muntah, konstipasi, nyeri perut, mulut
kering, rasa haus, dan poliuria. Alkalosis, kalsinosis, azotemia,
hipofosfatemia, alkaluria, dan batu ginjal juga pernah dilaporkan.

3. Bagaimana manajemen resiko terhadap


 Boiler 1000oC
– Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi
– Mengurangi beban panas radiasi
– Mengurangi temperatur dan kelembaban
– Meningkatkan pergerakan udara
– Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas
– Memakai pakaian pelindung

 Safety guard
– Administrative control : safety briefing sebelum bekerja, warning sign
penggunaan APD lengkap
– Engineering control :pemasangan handrail di sepanjang jalan mendaki

 Proses angkat-angkut
– Administrative control: safety briefing sebelum bekerja, warning sign
penggunaan APD lengkap.
– Engineering control: penggunaan alat bantu angkat-angkut yang
mempermudah kerja
– Metode angkut yang benar
– Melakukan pemindahan material yang aman sesuai batasan
– Beban kerja tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum bekerja dalam
waktu 8 jam sehari

18
– Menentukan waktu kemampuan kerja maksimum menggunakan pengukuran
denyut nadi (tidak melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi
sebelum bekerja)
– Melakukan angkat angkut dengan frekuensi sesuai batasan

 Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu


– Hindari shift kerja yang permanen
– Meminimalkan shift kerja malam yang berturut-turut
– Hindari perubahan shift kerja yang singkat
– Memberi kesempatan libur pada beberapa akhir minggu
– Mengurangi kerja shift lama, middle dan overtime
– Pertimbangkan lama kerja dengan beban kerja
– Waktu start-end (memulai-mengakhiri) kerja yang fleksibel
– Usahakan jadwal kerja yang teratur dan dapat diprediksikan
– Perhatikan waktu istirahat

 Kantin tanpa sertifikat dan koki tanpa tes kesehatan


Syarat kantin sertifikat BPOM, diantaranya penerapan sistem higienisasi yang
baik, perilaku pedagang dan perawatannya, pemisahan pangan mentah dan
pangan matang, serta pengetahuan mengenai pembuatan produk dan praktek
pengolahannya.
Dampak:
– Kurangnya higienitas baik makanan maupun tempatnya
– Berisko tertularnya penyakit

 Tidak memiliki fasilitas air, membuat sumur sendiri, mengandalkan air tanah
yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese (Mn), penampungan dari air
hujan dan hasil analisa bakteri ditemukan coliform
Penghilangan Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
Baik besi maupun mangan, dalam air biasanya terlarut dalam bentuk
senyawa atau garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam
bentuk kolloid atau dalam keadaan bergabung dengan senyawa organik. Oleh
karena itu cara pengolahannya pun harus disesuaikan dengan bentuk senyawa
besi dan mangan dalam air yang akan diolah. Pada proses penghilangan besi
19
dan mangan, prinsipnya adalah proses oksidasi, yaitu menaikkan tingkat
oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan merubah bentuk bentuk besi
terlarut menjadi bentuk besi tidak terlarut (endapan). Endapan yang terbentuk
dihilangkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi.
Pada umumnya metode yang digunakan untuk menghilangkan besi dan
mangan adalah metode fisika, kimia, biologi maupun kombinasi dari masing –
masing metode tersebut. Metode fisika dapat dilakukan dengan cara filtrasi,
aerasi, presipitasi, elektrolitik, pertukaran ion (ion exchange), adsorpsi dan
sebagainya. Metode kimia dapat dilakukan dengan pembubuhan senyawa
khlor, permanganat, kapur – soda, ozon, polyphosphat, koagulan, flokulan, dan
sebagainya. Metode biologi dapat dilakukan dengan cara menggunakan
mikroorganisme autotropis tertentu seperti bakteri besi yang mampu
mengoksidasi senyawa besi dan mangan.
Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya konsentrasi zat
besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Untuk
menghilangkan zat besi dan mangan di dalam air yang paling sering digunakan
adalah dengan cara proses oksidasi secara kimiawi kemudian dilanjutkan
dengan pemisahan endapan/ suspensi/ dispersi atau (suspended solid) yang
terbentuk menggunakan proses sedimentasi dan atau filtrasi. Untuk
meningkatkan efisiensi pemisahan endapan tersebut maka dapat digunakan
proses koagulasi-flokulasi yang dilanjutkan dengan sedimentasi dan filtrasi.
Manajemen risiko air yang terkontaminasi coliform , dengan cara:
a. Merebus
Merebus adalah cara yang telah lama dikenal masyarakat, tapi masih
banyak ibu yang salah melakukan perebusan air. Seharusnya, air yang sudah
mendidih tidak langsung diangkat atau api jangan langsung dimatikan. Ini
supaya kuman yang mati lebih banyak lagi.
b. Klorinisasi
Yaitu pemberian zat klorin pada air setelah diambil dari sumbernya.
Tujuannya sama, untuk membunuh kuman agar air dapat dikonsumsi.
Klorin cukup dicampurkan dalam air sesuai takaran yaitu 1,25% (misalnya
20 liter air (1 galon) = 3 tetes klorin).kemudian aduk/kocok dan diamkan
selama 30 menit. Setelah itu air sudah bisa dikonsumsi, namun baunya
masih tajam. Untuk menghilangkan baunya, diamkan air selama semalaman
20
dengan ditutupi kain kasa agar baunya menguap. Air yang dimurnikan
dengan cra ini bisa menurunkan risiko diare sebesar 40-80%. Cara ini aman
digunakan dalam jangka waktu lama karena tidak menimbulkan
pengendapan klorin dalam tubuh. Selain itu, air minum dengan klorin ini
lebih kecil beresiko terpapar bakteri dibandingkan cara lainnya.
c. Sodis (solar water desinfectan)
Metode ini memanfaatkan cahaya matahari, sehingga murah, tetapi sangat
tergantung cuaca. Caranya adalah dengan memasukkan air layak minum
kedalam botol plastik yang aman digunakan (dengan tulisan PET
dibawahnya, dan tidak tergores), kemudian air dalam botol ini dijemur
dibawah sinar matahari selama 6 hingga 12 jam, agar panas yang dihasilkan
bersinergi dengan sinar UV untuk membunuh bakteri dalam air.
d. Biosand filter
Metode ini mensterilkan air dengan cara menyaringnya dengan saringan
berupa tumpukan pasir halus, pasir kasar, pecahan genteng, bahan ijuk, dan
arang. Cara ini biasanya dilakukan untuk air dalam wadah berkapasitas
besar untuk keperluan mencuci, memasak, atau langsung diminum. Cara ini
terbukti mampu menyaring, mengendapkan, dan mematikan bakteri yang
adala dalam air jika didiamkan hingga 21 hari.
e. Filter keramik
Bahan keramik tertentu dapat mematikan bakteri dalam air. Cara kerja filter
keramik ini hampir sama dengan biosand filter. Filter keramik ini dibuat
menyerupai pot dengan keran. Didalamnya terdapat bahan-bahan penyaring
dari bahan pasir, arang, ijuk/gambut, dan sebagainya.
f. Flokulasi/penggumpalan dan disinfeksi
Flokulasi dan disinfeksi adalah metode pengolahan air minum dengan
proses penggumpalan untuk menjernihkan air (menyisihkan kekeruhannya).
Pada air baku diberikan bahan kimia tertentu kemudian diaduk secara
mekanis dalam suatu tempat hingga merata. Kemudian air tersebut dialirkan
ke wadah penampuangan lain untuk proses penggumpalan/flokulasi. Di
akhir proses akan terbentuk endapan flok/gumpalan dalam bak pengendap.
Untuk lebih amannya kemudian dilakukan disinfeksi dengan klorin.

21
 Open dumping
– Sejak tahun 2013 metode open dumping sudah tidak diperbolehkan. Maka
pabrik harus menggantinya dengan metode sanitary landfill.
– Pengurangan sampah semaksimal mungkin mulai dari sumbernya
– Membuat jadwal untuk membuang sampah supaya sampah di pabrik tidak
menumpuk
– Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran tenaga kerja dalam
pengelolaan sampah
– Memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah dan
manfaat hasil pengolahan sampah.

 Noise rata-rata 90dB dan di dalam pabrik bisa mencapai 120dB


Menurut Pramudianto yang dikutip oleh Babba (2007), pada prinsipnya
pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri dari:
1. Pengendalian secara teknis
Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media
yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja.
Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang
sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling
tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain :
a) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang
bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu
buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan
desain peralatan yang lebih baik.
b) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang
bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak.
c) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari
pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat
barrier/penghalang.
d) Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk
mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya
sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda.

22
e) Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada
ruang kerja. Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding
suatu ruangan bising.
Pada Active Noise Control dapat dilakukan dengan Kontrol pada Sumber.
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi
sumber, yaitu penggantian komponen atau mendesain ulang alat atau
mesin supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program
maintenance yang baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian
proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara,
memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada
mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini
memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang
sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Jika kita berada pada lingkungan kerja dengan kebisingan >100 dB A,
maka usaha kontrol pada sumber kebisingan harus dilakukan. Menurut
Standard Basic Requirement OSHA, rekayasa mesin harus dilakukan pada
kondisi ini, dengan beberapa teknik berikut :
– Cladding, adalah teknik untuk mengurangi pancaran bising dari pipa
akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap
suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan
tingkat atenuasi yang bervariasi.
– Silencer, Attenuator, Muffler. digunakan untuk mereduksi bising fluida
dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida. Metode lain
untuk meredam bising seperti penggunaan alat peredam bising
“silencer” yang diletakkan padavent gas. Silencer dapat digunakan
untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi, kompresor,
blower, dan pompa vakum. Alat ini didisain sedemikian rupa sehingga
aliran udara melewati tabung akustik berlubang yang dikelilingi oleh
lapisan tebal dari material penyerap suara yang akan menurunkan
kebisingan denganrange frekuensi tinggi dengan penurunan tekanan
minimum. Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar
dilapisi dengan baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering
dengan temperatur di bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan
kemasan fiberglass.
23
Secara praktis di lapangan, pengendalian bising pada sumber dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara pemeliharaan
mesin-mesin secara kontinu, penempatan mesin-mesin pada ruangan
khusus dan jauh dari kegiatan masyarakat atau karyawan, serta
melengkapi mesin-mesin dengan penutup mesin sehingga dapat
mengurangi kebisingan.
2. Pengendalian secara administratif
Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh
kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih
rendah, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.
3. Pemakaian alat pelindung telinga
Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk
tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan. Jenis-
jenis alat pelindung telinga (Roestam, 2004) :
a) Sumbat telinga (ear plugs), dimasukkan dalam telinga sampai
menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membrane timpani.
Sumbat telinga dapat mengurangi bising s/d 30 dB. Ear plugs,
digunakan untuk tingkat kebisingan sedang (80-95 dB), dengan waktu
paparan 8 jam. Terdapat berbagai macam earplugs, baik bentuk padat
maupun berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras,
lilin, plastik atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Pengunaan ear
plugs mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah dibawa karena
bentuknya yang kecil, tidak membatasi gerakan kepala, lebih nyaman
digunakan pada tempat panas, juga lebih murah (dibandingkan ear
muff), Ear Plug juga lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata
dan helm. Sedangkan kekurangan ear plugs adalah atenuasinya lebih
kecil, sukar mengontrol atau diawasi, resiko infeksi pada saluran
telinga.

24
b) Tutup telinga (ear muff), menutupi seluruh telinga eksternal dan
dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB. Ear muff,
terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk
intensitas tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya
bisa disesuaikan untuk berbagai ukuran telinga, mudah diawasi dan
walaupun terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai.
Kekurangannya, penggunaan ear muff menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal,
sukar dipasang pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala
dan kurang praktis karena ukurannya besar. Ear muff lebih protektif
daripada ear plugs jika digunakan dengan tepat, tapi kurang efektif
jika penggunaannya kurang pas seperti pada pekerja menggunakan
kaca mata.
c) Helmet (enclosure), menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk
mengurangi bising maksimum 35dB.

 Getaran 4 m/det2 pada hand and arm vibration


Mengenal dan memahami berbagai aspek penyakit akibat kerja sebagai salah
satu aspek resiko akibat pekerjaan atau lingkungan kerja, merupakan langkah
awal guna meminimalisasi akibat yang tidak dikehendaki. Sikap menunggu
atau membiarkan seorang pekerja menderita penyakit akibat kerja, jelas
merupakan tindakan yang sangat merugikan (Budiono,2003).
Ada 4 cara untuk mengurangi bahaya keterpaparan vibrasi atau Hand Arm
Vibration :
1. Dengan meredam peralatan disebelah dalam.
2. Dengan menyisipkan peredam antara tool housing dan tangan.
3. Mengoperasikan alat dengan remote controle.
4. Dengan mengurangi waktu terpapar dengan operator.
Pengendalian getaran dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Pengendalian secara teknis
a) Menggunakan peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya
(dilengkapi dengan damping atau peredam).
b) Menambah atau menyisipkan damping diantara tangan dan alat,
misalnya membalut pegangan alat dengan karet.
25
c) Memelihara atau merawat peralatan dengan baik. Dengan mengganti
bagian-bagian yang aus atau membeerikan pelumasan.
d) Menggunakan remote control. Tenaga kerja tidak terkena paparan
getaran, karena dikendalikan dari jauh.
e) Meletakkan peralatan dengan teratur. Alat yang diletakkan diatas meja
yang tidak stabil dan kuat dapat menimbulkan getaran disekililingnya.
2. Pengendalian secara administratif
Dengan cara mengatur waktu kerja, misalnya :
a) Merotasi pekerjaan. Apabila terdapat suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh 3 orang, maka dengan mengacu pada NAB yang ada, paparan
getaran tidak sepenuhnya mengenai salah seseorang, akan tetapi
bergantian, dari A,B dan kemudian C.
b) Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang berlaku.
3. Pengendalian secara medis
Dapat dilakukan 4 langkah untuk pemulihan gejala akibat getaran supaya
peredaran darah normal kembali, yaitu :
a) Penghangatan tangan dalam air hangat.
b) Pemijitan.
c) Meniupkan udara panas ke tangan.
d) Menggerakkan tangan secara berputar.
4. Pemakaian alat pelindung diri (APD)
Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan menggunakan sarung
tangan yang telah dilengkapi peredam getar (busa). Efek-efek berbahaya
dari paparan kerja terhadap getaran paling baik dicegah dengan
memperbaiki desaign alat-alat yang bergetar tersebut, dan pemakaian
sarung tangan pelindung. Resiko dapat juga dikurangi dengan
memperpendek waktu paparan. Pemeriksaan sebelum penempatan dan
pemeriksaan berkala mempermudah pengenalan dini individu-individu
yang terutama rentan dan membantu mengurangi meluasnya masalah.

 Daerah endemik demam berdarah


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti.Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
26
1. Lingkungan
Metode Iingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
- Bersihkan dan kuras tempat penyimpanan air seperti bak mandi,drum,
dan lain-lain minimal seminggu sekali
- Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air
- Kubur atau buanglah barang-barang bekas pada tempatnya
- Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
- Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap
- Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan serbuk ABATE ke dalam genangan air tersebut
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang/ikan kepala timah), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain

27
 Frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi
1. Preventif
- Pendidikan Agama sejak dini
- Pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh
perhatian dan kasih saying.
- Menjalin komunikasi yang konstruktif antara orang tua dan anak
- Orang tua memberikan teladan yang baik kepada anak-anak.
- Anak-anak diberikan pengetahuan sedini mungkin tentang narkoba,
jenis, dan dampak negatifnya
2. Tindakkan Hukum
Dukungan semua pihak dalam pemberlakuan Undang-Undang dan
peraturan disertai tindakkan nyata demi keselamatan generasi muda
penerus dan pewaris bangsa. Sayangnya KUHP belum mengatur tentang
penyalah gunaan narkoba, kecuali UU No :5/1997 tentang Psikotropika
dan UU no : 22/1997 tentang Narkotika. Tapi kenapa hingga saat ini
penyalah gunaan narkoba semakin meraja lela ? Mungkin kedua Undang-
Undang tersebut perlu di tinjau kembali relevansinya atau menerbitkan
kembali Undang-Undang yang baru yang mengatur tentang
penyalahgunaan narkoba ini.
3. Rehabilitasi
Didirikan pusat-pusat rehabilitasi berupa rumah sakit atau ruang rumah
sakit secara khusus untuk mereka yang telah menderita ketergantungan.

 Pekerja 300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar
Perusahaan bisa melakukan vaksinasi agar meminimalisir para pekerja dari
luar daerah terkena penyakit endemis.
Perusahaan dapat mananggulangi masalah yang timbul dengan cara:
– Sering memberikan waktu berkumpul bersama antar pekerja
– Memberikan posisi dalam perusahaan secara obyektif
– Sedangkan untuk masalah kesehatan, dapat diberikan penyuluhan akan
bahaya DBD pada karyawan yang berasal dari luar daerah agar lebih mawas
diri.

28
 Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit atau kalsium karbonat (CaCO3)
dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika, klorit, tremolit,
dan silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit
– Mesin
Saat dilakukan pemotongan batu marmer lakukan pembasahan dengan air
ketika mesin menyala dan beroperasi
– Manusia
Gunakan masker, pelindung mata, sepatu khusus, sarung tangan, dan
pakaian pelindung ketika berada di dalam lingkungan kerja

4. Bagaimana strandar jam kerja dokter untuk suatu perusahaan?


Menurut peraturan K3 yang berlaku, frekuensi kunjungan Dokter perusahaan
pada pelayanan kesehatan kerja di perusahaan tergantung kepada jumlah pekerja
dan tingkat bahaya di perusahaan yang bersangkutan.

5. Apa dampak dari jam kedatangan dokter hanya di hari kamis hingga jam 12
siang?
Dampak dari kedatangan dokter yang hanya sebentar adalah kurangnya pelayanan
kesehatan, tujuan pelayanan kesehatan tidak tercapai, dan tidak ada upaya
promotif preventif oleh dokter perusahaan sehingga dapat menyebabkan
– Peningkatan resiko terjadinya penyakit akibat kerja
– Proses penyembuhan penyakit kurang efektif

6. Bagaimana manajemen resiko dan program yang dibuat untuk mengurangi


masalah:
 ISPA
Program untuk ISPA
- Dust control system
- Engineering controls and containment methods such as blast-cleaning
machines and cabinets
- Air monitoring
- Meningkatkan personal hygiene pekerja dan pengetahuan mengenai risiko
terpapar zat-zat iritan

29
- Memasang tanda peringatan pada daerah pabrik dengan tingkat paparan
tinggi terhadap zat-zat kimia
- Pemeriksaan kesehatan rutin : thorax foto, respirometri
- Penggunaan APD:
- Masker
- Respirator
1. Respirator pemurni udara

2. Respirator penyalur udara


- Pakainan pelindung saat bekerja dan mengganti pakaian saat pulang

 MSD’s
Manajemen resiko
Controlling atau pengendalian terhadap MSDs dapat dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang telah ditemukan. Selain itu
juga dapat dilakukan perubahan metode kerja, menata ulang peralatan dan area
kerja untuk mengurangi resiko MSDs, libatkan karyawan untuk memberikan
ide-ide agar sistem kerja menjadi lebih baik sehingga produktivitas kerja dapat
meningkat.
Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al,1997):
1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya
menggunakan pengendalian teknik;
2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijakan manajemen yang sering
disebut pengendalian administratif;

30
3. Menggunakan alat pelindung diri agar tidak mengalami risiko MSDs pada
saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal
tersebut adalah:
- Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping;
- Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan,
karena dapat meningkatkan risiko cidera;
- Jangan ragu meminta tolong pada orang;
- Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.
Program untuk mengurangi MSDs
1. Rekayasa Tehnik
Substitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan
baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan
prosedur penggunaan peralatan.
2. Rekayasan Manajemen
- Pendidikan dan pelatihan
- Pengaturan waktu kerja dan istirahat seimbang.
- Pengawasan yang intensif.

 DBD
Manajemen Risiko DBD
1. 4 M- PLUS
- MENGURAS : Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air
seperti : bak mandi dan drum.
- MENUTUP : Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti :
drum, tempayan dan lain-lain.
- MENGUBUR : Mengubur atau menimbun barang-barang bekas serta
mengumpulkan barang-barang bekas yang dapat menampung air dan
dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS).
- PLUS CARA LAIN : Mengganti air vas bunga seminggu sekali,
mengeringkan air di alas pot bunga, memperbaiki saluran air dan talang
air yang tidak lancar/rusak serta memasang kawat kasa atau
menggunakan obat anti nyamuk serta menggunakan kelambu untuk
menghindari dari gigitan nyamuk.

31
- MEMANTAU : Memantau dan memeriksa tempat-tempat penampungan
air sebagai tempat berkembangbiak nyamuk aedes aegpty seperti bak
mandi, drum, ban bekas, alas pot bunga, dispenser, tempat minum
burung dan lain-lain.
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
- Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau
altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air
atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli
di Puskesmas atau di apotek.
- Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
- Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
Program untuk mengurangi DBD
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan informasi dan
pengetahuan kepada pekerja tentang penyakit DBD, bagaimana cara
mencegah dan memberantas penyakit demam berdarah yang lebih efektif,
yaitu melalui pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DBD)
dengan 4 M-Plus.
Manfaat dari kegiatan penyuluhan adalah menambah pengetahuan pekerja
yang pada akhirnya mau dan mampu secara bersama sama dan terus
menerus berperan aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN )
dengan 4 M-plus.
2. Pemantauan Jentik Berkala
Pemantauan jentik berkala kegiatan untuk melihat situasi kepadatan jentik
pada tempat penampungan air di pabrik oleh kader Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) atau dokter tempat kerja, sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dini agar pekerja terhindar dari penularan penyakit Demam
Berdarah Dengue.
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN )
Kegiatan dimaksud adalah pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (
PSN ) secara bersama sama pada waktu yang bersamaan ( serentak ) oleh
32
semua pekerja pabrik. Sehingga kegiatan ini dapat memotivasi dan
menggerakkan pekerja untuk berperan serta dalam melakukan PSN-DBD
secara mandiri dan berkesinambungan.
4. Fogging dengan Insektisida
Pengasapan dilakukan sesuai dengan kesimpulan analisis dari kegiatan
penyelidikan epidemiologi penyakit DBD di tempat tinggal penderita dan
lingkungan sekitarnya.
Apabila kesimpulan akhir harus dilaksanakan pengasapan (fogging),
maka Pengasapan ( fogging ) dilakukan oleh petugas puskesmas atau
bekerjasama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Persyaratan Fogging dengan insektisida :
- Adanya penderita positif DBD berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium dan laporan (SO) dari Rumah Sakit/Klinik/BP/Puskesmas.
- Didukung hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang telah terlatih dengan ditemukannya penderita demam
tanpa sebab minimal 3 orang dan atau tersangka penderita DBD serta
ditemukan positif jentik Aedes (≥ 5 % ) dari rumah/bangunan disekitar
rumah penderita.

 Diare
Manajemen resiko
1. Menggunakan air bersih
2. Cuci tangan sebelum makan
3. Mengkonsumsi makanan bersih dan bergizi
Program untuk mengurangi Diare
1. Penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Melakukan tes kesehatan untuk koki yang bertugas

 Luka dan Terjepit


Manajemen risiko dan program
1. Dari pihak perusahaan :
- Melakukan evaluasi pendahuluan tentang karakteristik perusahaan
sebelum dimulai oleh orang terlatih untuk mengindetifikasi potensi
bahaya di tempat kerja dan untuk membantu memilih cara perlindungan
33
karyawan yang tepat. Termasuk didalamnya adalah semua kondisi
dapat dengan cepat menyebabkan kehidupan atau kesehatan, atau yang
menyebabkan luka serius.
- Memberikan pelatihan kepada karyawan sebelum diijinkan bekerja
pada pekerjaan yang menimbulkan potensi bahaya. Pekerja yang sudah
berpengalaman terus diberi penyegaran bila diperlukan.
- Pemeriksaan kesehatan setidaknya dilakukan secara berkala misalnya
dua tahun sekali
- Mendemonstrasi kepada karyawan tentang pemakaian alat pelindung
diri dan pentingnya keselamatan kerja.
- Memberi sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan misalnya
karyawan yang tidak memakai alat pelindung diri
- Membatasi jam lembur
- Memberikan insentif kepada pekerja jika kecelakaan kerja dikurangi
sehingga dana yang dianggarkan oleh perusahaan untuk biaya dampak
akibat kecelakaan dapat dialihkan untuk kesejahteraan pekerja.
2. Tenaga kerja
- Memakai alat pelindung diri bukan dengan paksaan tetapi benar-benar
menjadi kebutuhan
- Menyadari betapa pentingnya keselamatan kerja
- Mematuhi setiap peraturan yang berlaku ditempat kerja

2.5 Hipotesis
Pekerja PT ARWN memiliki resiko tinggi terpapar hazard fisik, biologi, kimia,
fisiologis, dan psikososial.

34
2.6 Learning Issues

1. Hazard dan Manajemen Resiko

Bahaya (hazard) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada


manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Sedang resiko (risk)
didefinisikan sebagai peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu bahaya
(hazard).
Macam-macam kategori hazard (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004):
 Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
 Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
 Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
 Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
 Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, dsb (catatan:
sebenarnya ergonomi tidak hanya melingkupi hal-hal ini karena ergonomi
sebenarnya adalah prinsip atau azas K3 secara keseluruhan, namun karena
istilah ergonomi mulai dikenal dari ranah postur kerja, beban kerja, MSD dan
sejenisnya maka bisa dimaklumi jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah
ergonomi)
 Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
 Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
 Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
 Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma

Segala macam potensi hazard tersebut harus diidentifikasi. Untuk


memudahkan pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat
digunakan seperti What-If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya. Setelah
hazard teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana
pengaruhnya terhadap keselamatan karyawan dan keseluruhan operasi.

Penilaian ini umumnya menggunakan dua parameter: konsekuensi dari suatu


hazard dan kemungkinan frekuensi kejadian. Peringkat paling tinggi akan ditempati
oleh hazard yang mampu menimbulkan konsekuensi kerusakan besar
dikombinasikan dengan frekuensi kejadian yang sering atau berulang dan hazard
35
atau bahaya ini disebut sebagai critical hazard. Semua critical hazard harus
mendapat perhatian dan penanganan sesegera mungkin.

Bahaya-bahaya (hazards) di tempat kerja tersebut harus ditangani dengan


prinsip ergonomi yakni menyesuaikan kerja dengan keterbatasan atau kapasitas
manusia (fit the task to the worker). Misalnya kebisingan harus dikontrol karena
manusia mempunyai batasan paparan, zat-zat kimia korosif harus dikontrol karena
tubuh manusia tidak mampu kontak dengan zat tersebut, desain control dan display
mesin harus disesuaikan dengan karakteristik kognitif manusia sehingga
mengurangi eror, shift kerja disesuaikan dengan kapasitas beban kerja manusia dan
masih banyak lagi. Semua itu dilakukan melalui tiga cara yakni engineering
control, work practice control, dan alat pelindung diri.

Dalam ergonomi sistem kerja harus disesuaikan dengan manusia atau pekerja
(fit the job to the man / the worker). Termasuk jika dalam sistem kerja tersebut
terdapat bahaya atau risiko (hazards) yang mengancam pekerja, maka sistem kerja
tersebut harus didesain atau redesain agar “sesuai” dengan pekerja (tidak mungkin
kan si pekerja harus dilatih atau “dievolusikan” supaya kebal terhadap hazards
tersebut). Hal tersebut perlu dilakukan karena hazards tersebut dapat mengganggu
keselamatan, kesehatan, produktivitas, dan kualitas kerja. Jadi perusahaan harus
melindungi pekerja dari bahaya-bahaya atau risiko-risiko (hazards) di tempat kerja
tersebut seperti mesin, bahan berbahaya, dan prosedur kerja yang berbahaya.

Perusahaan harus melakukan kontrol yakni kontrol rekayasa / keteknikan


(engineering controls) dan kontrol metode kerja (work practice controls). Jika
kedua control tersebut tidak dapat mengeliminasi bahaya atau risiko (hazards)
maka gunakanlah alat pelindung diri (APD) atau personal protective equipment
(PPE) yang tepat (untuk mengetahui lebih lanjut mengenai APD klik disini). Jadi
APD adalah kontrol tingkat terakhir (Remember, PPE is the last level of control!).
a. Engineering controls
Hazards dapat dieliminasi dengan engineering controls jika mesin atau
lingkungan kerja dapat diubah (baik diubah dalam hal fisik atau non fisik, tapi
umumnya berkaitan dengan fisik) untuk mencegah pekerja terkena efek atau
bahaya dari hazards.
36
Contoh engineering controls:
- Spesifikasi desain
- Mengganti dengan bahan atau material yang tidak berbahaya / mempunyai
tingkat bahaya lebih rendah
- Mengganti proses
- Mengurung proses
- Mengisolasi proses
- Ventilasi, dsb
b. Work practice control
Hazards dapat dieliminasi dengan work practice controls jika pekerja dapat
terhindar dari efek atau bahaya dari hazards dengan cara merubah cara atau
prosedur kerja.
Contoh work practice controls:
- Menggunakan metode kerja yang basah untuk menekan debu
- Personal hygiene
- Housekeeping dan perawatan / maintenance
- Rotasi kerja, dsb

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

a. Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam


ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/
masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran


dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
37
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan


proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas
kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih


tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan
yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja


atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan
sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang
ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang


keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja,
baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-
undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang
38
produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan.

Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja


memiliki sifat sebagai berikut :
- Sasarannya adalah manusia
- Bersifat medis.

Sedangkan keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :


- Sasarannya adalah lingkungan kerja
- Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya)


bermacam macam; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing
dikenal Occupational Safety and Health.

b. Tujuan K3

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif.Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
- Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
- Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.

c. Ruang Lingkup K3

Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman,


1990) :
- Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang
di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
- Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
39
 Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
 Peralatan dan bahan yang dipergunakan
 Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
 Proses produksi
 Karakteristik dan sifat pekerjaan
 Teknologi dan metodologi kerja
- Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
- Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut
bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

d. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam


bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-
D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah
yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan
pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta
lingkungannya.

Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam


upaya pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya,
perawat tidak dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk
berkolaborasi dengan pihak-pihak lintas profesi maupun lintas sektor.

e. Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada


kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan,
susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.
40
Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di
perusahaan, maka fungsinya adalah :
- Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di
perusahaan
- Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi
kesehatan kerja.
- Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan.
- Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan
perusahaan.
- Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah
disetujui.
- Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha
menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.
- Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor
pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.
- Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai
kemampuan yang ada.
- Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.
- Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah
sebagai salah satu dari segi kegiatannya.
- Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.
- Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.
- Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.
- Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja.
- Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan
- Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan
- Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka
pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi
pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.

41
Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry,
beberapa fungsi specific dari perawat hiperkes adalah :
- Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/ industry dalam
membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan
memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik mungkin
kepada tenaga kerja
- Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit -penyakit
atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja
bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.
- Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik
atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan lebih
lanjut
- Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan
follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada
- Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan
keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan
- Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan
- Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan
data-data keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan.
Lakukan referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil
yang positif.
- Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj
perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional
maupun personal.
- Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan
memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.
- Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif
dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration
- Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan
bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan
pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang
terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.

42
- Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan
kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan
pengobatan dalam bidang hiperkes ini.
- Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan
aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan
serta efisiensi.
- Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan
paramedic hiperkes, dan sebagainya.
- Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting
adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues
education).

Secara sistimatis DR. Suma’mur PK, MSc, menggambarkan tugas-tugas


paramedis hiperkes sebagai berikut :
- Tugas medis teknis yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan
a. Perawatan dan pengobatan penyakit umum, meliputi:
1) Menurut petunjuk dokter perusahaan
2) Menurut pedoman tertulis (standing orders)
3) Rujukan pasien ke rumah sakit
4) Mengawasi pasien sakit hingga sembuh
5) Menyelenggarakan rehabilitasi
b. Perawatan dan pengobatan pada kecelakaan dan penyakit jabatan
c. Menjalankan pencegahan penyakit menular (vaksinasi, dll)
d. Pemeriksaan kesehatan:
1) Sebelum bekerja (pre-employment)
2) Berkala
3) Pemeriksaan khusus
- Tugas administratif mengenai dinas kesehatan perusahaan
a. Memelihara administrasi (dinas kesehatan)
b. Mendidik dan mengamati pekerjaan bawahannya
c. Memelihara catatan-catatan dan membuat laporan
1) Catatan perseorangan yang memuat hasil pemeriksaan kesehatan
pekerja
2) Laporan mengenai angka kesakitan, kecelakaan kerja
43
3) Laporan pemakaian obat dan sebagainya.
- Tugas sosial dan pendidikan
a. Memberi pendidikan kesehatan kepada pekerja
1) Ketrampilan PPPK
2) Pola hidup sehat.
3) Pencegahan penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan yang
kurang baik
b. Menjaga kebersihan dalam perusahaan
c. Mencegah kecelakaan kerja

Menurut American Association of Occupational Health Nurses, ruang


lingkup pekerjaan perawat hiperkes adalah :
1) Health promotion / Protection
Meningkatkan derajat kesehatan, kesadaran dan pengetahuan tenaga kerja
akan paparan zat toksik di lingkungan kerja. Merubah faktor life style dan
perilaku yang berhubungan dengan resiko bahaya kesehatan.
2) Worker Health / Hazard Assessment and Surveillance
Mengidentifikasi masalah kesehatan tenaga kerja dan menilai jenis
pekerjaannya
3) Workplace Surveillance and Hazard Detection
Mengidentifikasi potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja.
Bekerjasama dengan tenaga profesional lain dalam penilaian dan
pengawasan terhadap bahaya.
4) Primary Care
Merupakan pelayanan kesehatan langsung terhadap penyakit dan
kecelakaan pada tenaga kerja, termasuk diagnosis keperawatan,
pengobatan, rujukan dan perawatan emergensi.
5) Counseling
Membantu tenaga kerja dalam memahami permasalahan kesehatannya dan
membantu untuk mengatasi dan keluar dari situasi krisis.
6) Management and Administration

44
Acap kali sebagai manejer pelayanan kesehatan dengan tanggung-jawab
pada progran perencanaan dan pengembangan, program pembiayaan dan
manajemen.
7) Research
Mengenali pelayanan yang berhubungan dengan masalah kesehatan,
mengenali faktor – faktor yang berperanan untuk mengadakan perbaikan.
8) Legal-Ethical Monitoring
Paramedis hiperkes harus sepenuhnya memahami ruang lingkup pelayanan
kesehatan pada tenaga kerja sesuai perundang-undangan, mampu menjaga
kerahasiaan dokumen kesehatan tenaga kerja.
9) Community Organization
Mengembangkan jaringan untuk meningkatkan pelayanan kepada tenaga
kerja. Perawat hiperkes yang bertanggung-jawab dalam memberikan
perawatan tenaga kerja haruslah mendapatkan petunjuk-petunjuk dari
dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk oleh perusahaan. Dasar-dasar
pengetahuan prinsip perawatan dan prosedur untuk merawat orang sakit
dan korban kecelakaan adalah merupakan pegangan yang utama dalam
proses perawatan yang berdasarkan nursing assessment, nursing diagnosis,
nursing intervention dan nursing evaluation adalah mempertinggi efisiensi
pemeliharaan dan pemberian perawatan selanjutnya.
Perawat hiperkes mempunyai kesempatan yang besar untuk menerapkan
praktek-praktek standar perawatan secara leluasa. Seorang perawat
hiperkes, melalui program pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
hendaknya selalu membantu karyawan / tenaga kerja untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal.

f. Fungsi dan Tugas Perawat dalam Usaha K3 (Kesehatan dan Keselamatan


Kerja)

Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai


berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :
1. Fungsi
- Mengkaji masalah kesehatan
- Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
45
- Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
- Penilaian
2. Tugas
- Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
- Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
- Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
- Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
- Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
- Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja
- Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
- Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja
dan keluarga pekerja.
- Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
- Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.

g. Penegakan Diagnosa

Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng,


2003) :
1. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat
penyakit, keluhan.
2. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)
- Sejak pertama kali bekerja.
- Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis
bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat
pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang
dilakukan, kegemaran (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)
- Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja.
- Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak bekerja/ istirahat
gejala berkurang/ hilang.
- Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
46
- Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data
penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan
- Gejala dan tanda mungkin tidak spesifik
- Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.
- Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik
- Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan
standard ILO)
- Pemeriksaan audiometri
- Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine.
6. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan,
yang memerlukan :
- kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
- kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang
ada.
- Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama
pemajanan.
7. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain
- Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik,
kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/
penelitian yang relatif lebih lama.
- Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan
dengan kompensasi)

h. Kebijakan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global

1. Dalam bidang pengorganisasian


Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen Kesehatan dan
departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan
dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
47
b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit:
- Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.
- Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir
- Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan
ketenagakerjaan
d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit:
- Kasubdit Kesehatan tenaga kerja
- Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja
- Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja
Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja
(UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani,
Nelayan, Pengrajin, dll)

2. Dalam bidang regulasi


Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak,
diantaranya :
a. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
d. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja.
e. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan
Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
f. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan
Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
g. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja.

48
3. Dalam bidang pendidikan
Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk
menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan,
misalnya:
a. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
b. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan
K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.
c. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3,
misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan
Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam
sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.

3. Sanitasi Air

Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan


lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. (Azwar,1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih,
pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah dan saluran
pembuangan air limbah.

Penyediaan Air Bersih

Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia
sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila
tidak diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu
kesehatan manusia. untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan
industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).

49
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990,
yang di maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi
standar kehidupan manusia secara sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan
berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di
perkotaan maupun di perdesaan.

Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya


yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk
masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali,
sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam , tempat
penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air,
pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air
terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2002).

1. Manfaat Air
Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah (Usman D, 2000):
- Untuk keperluan air minum.
- Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan lain-
lain).
- Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)
- Untuk konservasi sumber baku PAM.
- Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).
- Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan
proses kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan lain-lain).
- Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses
membuat makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti
dan lain-lain).
- Pertanian/ irigasi
- Perikanan

50
2. Syarat Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
- Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang
dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.
Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5
liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter,
minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman
11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter
(Slamet, 2007).
- Syarat Kualitatif
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan
mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).
a. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak
berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu
sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan
rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.
- Bau
Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh
masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
- Rasa
Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak
tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat
membahayakan kesehatan.
- Warna
Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk
mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme
yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam
humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning
51
muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau
menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat
membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun
dapat berasal dari buangan industri.
- Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya
berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat
berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga
merupakan sumber kekeruhan.
- Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi
pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat
membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di
dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah
berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.
- Jumlah Zat Padat Terlarut
Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik,
garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka
kesadahan akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan
terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah
tersebut.
b. Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah
dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak
merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan
indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.
c. Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya
adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar.
Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik.
Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan
52
apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan
berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.
d. Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar
secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan
antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi
(Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia
lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk
mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi
air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9.

3. Pengaruh air bagi Kesehatan


Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang menguntungkan
dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air yang tidak
memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena
air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama
penyakit perut (Slamet, 2002).
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air : (Kusnoputranto, 2000)
a. Water Borne DIsease
Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui air
minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan
terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit-
penyakit tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis
infektiosa, Dysentri dan Gastroentritis.
b. Water Washed Disease
Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-
alat terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan
oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu
pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara
penularan, diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah
satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat
fecal-oral.

53
c. Water Based Disease
Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit
yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva
schistoma hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan
mengubah bentuk menjadi carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia
yang berada di dalam air tersebut.
d. Water Related Insect Vectors
Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui
vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam
berdarah, filariasis, yellow fever dan sebagainya.

Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan
dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil
dari proses pernafasan. Pembuangan Kotoran manusia dalam ilmu kesehatan
lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada
umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo, 2003).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup
penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran
yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber
air. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain;
thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan
pita), schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan


kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu
tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (DepKes RI, 1998)
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah disekitarnya
54
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang
lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Desainnya sederhana
8. Murah

Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan mengandung
berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan
lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi
(Azwar,1995).

Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara


menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya.
Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan
mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi
media transmisi penyakit.

1. Sarana pembuangan limbah


Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan teknis
sebagai berikut (DepKes RI, 1993) :
- Tidak mencemari sumber air bersih
- Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
- Tidak menimbulkan bau
- Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan
2. Dampak dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu
(Kusnoputranto, 2000) :

55
- Akibat Terhadap Lingkungan
Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak
dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air
permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat
menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
- Akibat Terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat
menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, larva
nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi
penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya.

Pengelolaan Sampah

Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang


tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo,
2003).

Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan


pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003).
1. Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah
tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnakan)
dan untuk itu perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis
sampah tertentu.maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk
memudahkan pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :
- Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya
sampah
- Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan,
sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa
mengotori tangan

56
- Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh
satu orang.
2. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah
tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. oleh sebab itu setiap rumah
tangga atau institusi harus mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan
sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut
harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke
Tempat Penampungan Akhir (TPA).
Mekanisme sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah
tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan
masyarakat produksi sampah, khusunya dalam hal pendanaan. Sedangkan
untuk daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-
masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampahnya umumnya
dibakar atau dijadikan pupuk.
3. Pemusnahan Sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain :
- Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.
- Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar
di dalam tengku pembakaran.
- Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah menjadikan
pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan
sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan pengaruh negative


terhadap masyarakat dan lingkungan. Adapun pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain (Kusnoputranto, 2000) :
1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang tidak baik akan menyediakan tempat yang baik bagi
vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat
menimbulkan penyakit.
57
2. Terhadap Lingkungan
- Dapat menggangu estetika serta kesegaran udara lingkungan masyarakat
akibat gas-gas tertentu yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah
oleh mikroorganisme.
- Debu-debu yang berterbangan dapat menggangu mata serta pernafasan.
- Bila terjadi proses pembakaran dari sampah maka asapnya dapat
menggangu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara karena
ada asap di udara.
- Pembuangan sampah ke saluran-saluran air akan menyebabkan estetika
yang terganggu, memyebabkan pendangkalan saluran serta mengurangi
kemampuan daya aliran saluran.
- Dapat menyebabkan banjir apabila sampah dibuang ke saluran yang daya
serap alirannya sudah menurun.
- Pembuangan sampah ke selokan atau badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan air.

Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu :


1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :
- Sampah an-organik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
- Sampah organik adalah sampah yang umumnya dapat membusuk, misalnya
sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
- Sampah yang mudah terbakar, misalnya kertas, karet, kayu, plastik, kain
bekas dan sebagainya.
- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas,
besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
58
perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support)
dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk
membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam
tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka
menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).

1. Faktor yang Mempengaruhi PHBS


Hal-hal yang mempengaruhi PHBS sebagian terletak di dalam diri individu itu
sendiri, yang disebut faktor intern, dan sebagian terletak di luar dirinya yang
disebut factor ekstern (faktor lingkungan).
a. Faktor Internal
- Keturunan
Seseorang berperilaku tertentu karena memang sudah demikianlah
diturunkan dari orangtuanya. Sifat-sifat yang dimilikinya adalah sifat-
sifat yang diperoleh dari orang tua atau neneknya dan lain sebagainya.
- Motif
Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu.
Motif atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya
kebutuhan, yang oleh Maslow dikelompokkan menjadi kebutuhan
biologis, kebutuhan sosial, dan kebutuhan rohani.
b. Faktor Eksternal
Yaitu faktor-faktor yang ada di luar diri individu bersangkutan. Faktor-
faktor ini mempengaruhi individu sehingga di dalam diri individu timbul
unsur-unsur dan dorongan untuk berbuat sesuatu.

2. Indikator PHBS di setiap tatanan


Indikator tatanan sehat terdiri dari indicator perilaku dan indicator lingkungan
di 5 tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan tempat
umum dan tatanan tempat kerja.
a. PHBS di Rumah Tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan hidup bersih dan
sehat, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Syarat
rumah tangga sehat yaitu :
59
- Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan)
- Memberi bayi ASI eksklusif
- Menimbang bayi dan balita setiap bulan
- Menggunakan air bersih
- Mencuci tangan dgn air bersih, mengalir, dan sabun
- Menggunakan jamban
- Memberantas jentik di rumah
- Makan sayur dan buah setiap hari
- Melakukan aktivitas fisik setiap hari
- Tidak merokok di dalam rumah
b. PHBS di Sekolah
Penerepan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring
munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6
– 12 tahun), yang ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di
sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta
didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan
melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Manfaat PHBS di sekolah di antaranya :
- Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik, guru,
dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan
dan ancaman penyakit.
- Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada
prestasi belajar peserta didik.
- Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga
mampu menarik minat orang tua (masyarakat).
- Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan.
- Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain
Syarat-Syarat PHBS di Sekolah yaitu :
- Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
- Jajan di kantin sekolah yang sehat.
- Membuang sampah pada tempatnya.
60
- Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah.
- Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
- Tidak merokok di sekolah.
- Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin.
- Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah
- Menggosok gigi 2 kali sehari
- Memotong kuku seminggu sekali
- Membersihkan kelas sebelum belajar
Langkah-Langkah Pembinaan PHBS di Sekolah
- Analisis Situasi
- Pembentukan kelompok kerja
- Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
- Penyiapan Infrastruktur
- Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah
- Penerapan PHBS di Sekolah
- Pemantauan dan evaluasi
Dukungan dan Peran untuk membina PHBS di Sekolah Adanya kebijakan
dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas
pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sektor sangat penting
untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat.
Disamping itu, peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan
pelaksana UKS) juga penting, sedangkan masyarakat sekolah hanya
berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah
maupun di masyarakat.
c. PHBS di Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat umum merupakan sarana yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan
masyarakat, seperti sarana pariwisata, transportasi umum, sarana ibadah,
sarana olahraga, sarana perdagangan. PHBS di tempat-tempat umum
adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan
pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk
mempraktikkan PHBS serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat-
tempat umum yang ber-PHBS (Suparlan, 1984).
Syarat- Syarat PHBS di Tempat Umum yaitu :
61
- Menggunakan air bersih.
- Menggunakan jamban.
- Membuang sampah pada tempatnya.
- Tidak merokok.
- Tidak meludah sembarangan.
- Memberantas jentik nyamuk.
- Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih.
d. PHBS di Tempat Kerja
PHBS di tempat kerja merupakan upaya memberdayakan para pekerja
agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS serta berperan aktif
dalam mewujudkan tempat kerja sehat. Penerapan PHBS di tempat kerja
diperlukan untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan kesehatan
pekerja agar tetap sehat dan produktif. Manfaat PHBS di tempat kerja
diantaranya masyarakat di sekitar tempat kerja menjadi lebih sehat dan
tidak mudah sakit, serta lingkungan di sekitar tempat kerja menjadi lebih
bersih, indah, dan sehat.
Syarat Tempat Kerja yang Sehat yaitu :
- Mengkonsumsi makanan bergizi.
- Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
- Tidak merokok di tempat kerja.
- Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
- Menggunakan air bersih.
- Memberantas jentik di tempat kerja.
- Menggunakan jamban.
- Membuang sampah pada tempatnya.
- PHBS di Institusi Kesehatan
Institusi kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh
pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, seperti rumah sakit, puskesmas, dan
klinik swasta. PHBS di institusi kesehatan merupakan upaya untuk
memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung, dan petugas agar tahu,
mampu, dan mampu mempraktikkan hidup perilaku hidup bersih dan sehat
serta berperan aktif dalam mewujudkan intitusi kesehatan ber-PHBS.
PHBS di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya
62
untuk mencegah penularan penyakit, infeksi nosokomial dan mewujudkan
Institusi Kesehatan yang sehat.
Syarat Institusi Sehat yaitu :
- Menggunakan air bersih.
- Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun.
- Menggunakan jamban.
- Membuang sampah pada tempatnya.
- Tidak merokok di Institusi Kesehatan.
- Tidak meludah sembarangan.

Sasaran Melakukan PHBS

Menurut Tarigan (2004), sasaran PHBS pada anak-anak yang kurang baik
akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, sakit gigi, sakit kulit dan
cacingan. dengan demikian untuk mengurangi prevelensi dampak buruk tersebut
maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kebersihan Kulit
Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan berikut ini :
- Mandi dua kali sehari
- Mandi pakai sabun
- Menjaga kebersihan pakaian
- Menjaga kebersihan lingkungan
2. Kebersihan Rambut
Untuk selalu memelihara rambut dan kulit kepala dan kesan cantik serta tidak
berbau apek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang
kurangnya Dua kali seminggu.
- Mencuci rambut dengan shampo atau bahan pencuci rambuit lain
- Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri (Irianto K,
2007)
3. Kebersihan Gigi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan gigi adalah sebagai
berikut :
63
- Menggosok gigi secara benar dan teratur dan dianjurkan setiap habis makan
- Memakai sikat gigi sendiri
- Menghindari makanan yang merusak gigi
- Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi
- Memeriksakan gigi secara rutin (Irianto K, 2007)
4. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku
Kebersihan tangan berhubungan dengan penggunaan sabun dan cuci tangan
dengan menggunakan sabun. Pencucian tangan dengan sabun yang benar dan
disaat yang tepat memainkan peranan penting dalam mengurangi kemungkinan
adanya bakteri penyebab diare melekat pada tangan, tapi praktik cuci tangan
harus dilakukan dengan benar dan pada saat yang tepat.Waktu yang tepat
untuk mencuci tangan dengan sabun adalah ketika sebelum makan, setelah
buang air besar dan kecil (BAPPENAS, 2008).
5. Kebiasaan Berolahraga
Olahraga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti dan
frekuensi yang digunakan untuk berolah raga. Dengan demikian akan
menetukan status kesehatan seseorang khususnya anak-anak pada masa
pertumbuhan (Notoatmojo, 2007).
6. Kebiasaan Tidur yang Cukup
Tidur yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga.
Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan meningkat,
sebab susunan syaraf serta tubuh terpelihara agar tetap segar dan sehat.Tidur
yang sehat merupakan kebutuhan penting yang dibutuhkan setiap hari. Tidur
yang sehat apabila lingkungan tempat tidur udaranya bersih, suasana tenang
dan cahaya lampu remang-remang (tidak silau) serta kondisi tubuh yang
nyaman (Irianto K, 2007).
7. Gizi dan Menu Seimbang
Keadaan gizi setiap individu merupakan faktor yang amat penting karena zat
gizi zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan
manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang adalah makanan yang beraneka
ragam yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan
serat sesuai dengan proporsi yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan
serta pola makan yang teratur yaitu tiga kali sehari pada pagi, siang dan malam
hari (Tarigan M, 2004).
64
4. Pengolahan Limbah

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,


pendaurulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan
biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan,
atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber
daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif
dengan metode dan keahlian khusus untuk masing-masing jenis zat.

Praktik pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan,
berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah
yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area
komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Metode pengelolaan sampah berbeda-beda tergantung banyak hal, di


antaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan
area. Adapun metode pengolahan sampah yang lain terdapat sangat banyak
macamnya selain metode Insenerator. Metode-metode tersebut antara lain:

1. Vermi Compost
Vermi Compost atau Kompos Cacing adalah pupuk yang berasal dari
kotoran cacing (vermics). Pupuk ini dibuat dengan memelihara cacing dalam
tumpukan sampah organik hingga cacing tersebut berkembang biak di
dalamnya dan menguraikan sampah organik dan menghasilkan kotoran. Proses
ini dikenal sebagai vermiksisasi (Murbandono, 1994). Proses pembuatan
kompos jenis ini tidak berbeda dengan pembuatan kompos pada umumnya;
yang membedakan hanya starternya yang berupa cacing.

65
Kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing
memiliki bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-
partikelnya lebih kecil dan lebih kaya akan bahan organik sehingga memiliki
tingkat aerasi yang tinggi dan cocok untuk dijadikan media tanam. Kompos
cacing memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama dengan bahan organik
yang diurainya. Spesies cacing yang umum digunakan dalam proses ini
diantaranya Eisenia foetida, Eisenia hortensis, dan Perionyx excavatus, namun
cacing biasa (Lumbricus terestris) juga dapat digunakan.

Metode pengolahan sampah jenis ini sebetulnya sangat bermanfaat


karena mampu mengubah sampah menjadi pupuk yang mampu menyuburkan
tanaman. Namun metode ini hanya dapat diterapkan pada tumpukan sampah
organik saja (misalnya sampah restoran dan warung makan). Sedangkan untuk
penanganan sampah dalam jumlah besar seperti di Kabupaten Klaten yang
kebanyakan merupakan sampah anorganik, metode Vermi Compost ini tidak
dapat diharapkan sebagai solusi yang tepat. Alasan lain yang menjadi
kelemahan dari metode inilah adalah proses pembusukan oleh bakteri yang
memakan waktu yang cukup lama.

2. Biogas
Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau
fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk di antaranya; kotoran manusia
dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau
setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.
Kandungan utama dalam biogas adalah metana metana dan karbon dioksida.
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan
untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan
sambil Mengurai dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana
dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih
sedikit. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer
oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan

66
menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan
pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang


dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan
dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah.
Namun metode biogas ini masih belum cocok apabila diterapkan di Kabupaten
Klaten karena sampah yang terbuang kebanyakan bukan berasal dari jenis
sampah yang ramah lingkungan melainkan sampah-sampah yang bersifat non-
organik yang tidak mampu diolah dalam proses biogas. Hal ini beralasan kuat
karena hewan yang biasa digunakan dalam proses biogas alami adalah hewan
sapi, kotoran yang dihasilkannya mengandung metana (CH4) yang berguna
bagi bahan bakar alternatif. Namun apakah lantas kemudian sapi-sapi ini
diharuskan memakan sampah plastik, kaleng, dan semacamnya? Tentu saja
tidak.

Pemanfaatan pengolahan sampah menggunakan metode biogas juga


menjadi berbahaya karena gas yang dihasilkan yaitu metana merupakan gas
rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan
dengan karbon dioksida. Dengan demikian metode ini masih belum cocok
digunakan sebelum terdapat metode penanganan gas metana ini terlebih
dahulu.

3. Open Dumping
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya
untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia.
Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai, lubang bekas
pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat
yang dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan
sampah yang higienis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak
dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah
lingkungan, di antaranya angin berbau sampah, menarik berkumpulnya Hama,
dan adanya genangan air sampah.

67
Sistem pembuangan sampah Open Dumping adalah sistem pembuangan
sampah di suatu lahan terbuka tanpa ada persiapan lahan pembuangan, tidak
dilapisi oleh lapisan geotekstil. Sampah ditumpuk secara terus menerus tanpa
ditutup dan tanpa ada pengolahan lebih lanjut, hanya dibiarkan teruka begitu
saja. Di negara maju, banyak penimbunan sampah yang mempunyai sistem
pengekstrasi gas yang dipasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang
terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di
menara pembakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk
membangkitkan listrik.

Dari semua jenis penanganan sampah, sistem Open Dumping adalah


sistem yang paling buruk namun paling sering dijumpai di negara-negara
berkembang. Sampah hanya ditumpuk pada lahan terbuka yang sangat luas
tanpa ada penanganan serius secara lebih lanjut. Masalah-masalah
persampahan juga paling banyak ditemukan pada metode ini jika dibandingkan
dengan metode pengelolaan sampah yang lainnya. Kepraktisan dari metode
inilah yang menyebabkan metode Open Dumping sering menjadi pilihan
warga dan pemerintah. Namun kepraktisan pembuangan sampah ini justru
menjadi bumerang yang akhirnya menyerang keindahan, kesehatan, serta
keamanan wilayah itu sendiri.

Penduduk sekitar TPA pada umumnya tidak setuju jika ada TPA Open
Dumping di dekat rumah mereka karena bau serta penyakit dari gunung-gunun
sampah yang sangat mengganggu kenyamanan dan keindahan hunian. Open
Dumping merupakan sistem pembuangan yang tidak saniter karena dapat
menjadi media perkembangbiakan lalat dan tikus sehingga menimbulkan
sumber penyakit, selain karena menimbulkan bau tak sedap dan pemandangan
yang tidak enak dilihat, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan.

Di Kabupaten Klaten sendiri saat ini sampah masih dibuang dengan


metode Open Dumping, sampah hanya dibiarkan menumpuk di suatu lahan
terbuka yang luas tanpa penutup sehingga jelas sangat mengganggu
kenyamanan lingkungan. Efek lain yang ditimbulkan adalah munculnya
berbagai macam bibit penyakit yang justru akan menambah permasalahan
68
dalam wilayah Kabupaten Klaten itu sendiri. Selain itu gas yang terperangkap
dalam tumpukan sampah tersebut dapat menimbulkan ledakan apabila sudah
mencapai tekanan tertentu. Ledakan sampah ini dapat menimbulkan
longsornya tumpukan sampah dan mengenai permukiman atau lahan warga di
sekitarnya. Alasan lain mengapa sistem Open Dumping tidak cocok digunakan
adalah karena lahan bekas tumpukan sampah tersebut akan tercemari dan tidak
dapat digunakan untuk keperluan yang lain, dengan kata lain tanah tersebut
sudah mati.

4. Controlled Landfill
Controlled landfill adalah tempat pembuangan sampah yang dalam
pemilihan lokasi maupun pengoperasiannya sudah mulai memperhatikan
sayarat teknis (SNI) mengenai tempat pembuangan akhir sampah. Sistem
Controlled Landfill merupakan tahap peningkatan dari metode Open Dumping.
Cara pengolahannya adalah sampah ditimbun dalam suatu TPA yang
sebelumnya telah disiapkan secara teratur, dibuat barisan dan lapisan setiap
harinya dan dalam kurun waktu tertentu timbunan sampah tersebut diratakan
dan dipadatkan oleh alat berat seperti buldozer maupun track loader. Setelah
sampah tersebut rata dan padat, timbunan sampah kemudian ditutup oleh tanah
setiap 5-7 hari sekali.

Sistem Controlled Landfill ini sebetulnya hanyalah suatu bentuk


perapian dari sistem Open Dumping. Perbedaan sistem Controlled Landfill
dengan sistem Open Dumping hanyalah pada pemadatan sampahnya saja
sehingga tidak terlalu menggunung dan memampatkan gas yang mewujud di
sela-sela sampah. Namun tetap saja sistem Controlled Landfill ini tidak
mampu mengurangi jumlah sampah yang menumpuk, tidak dapat menghindari
perkembangbiakan lalat dan tikus, tidak mampu mencegah penyebaran
penyakit, tidak dapat menghilangkan bau tak sedap. Dengan kata lain
Controlled Landfill tidak mampu menjadi solusi dalam penanganan sampah,
tetapi hanya merapikannya saja.

69
5. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pengolahan sampah yang
mengembangkan lahan cekungan dengan syarat tertentu meliputi jenis
porositas tanah. Umumnya batuan landasan yang digunakan di lahan
pembuangan adalah lempung atau pelapisan dengan geotekstil. Tempat
pembuangan sampah dengan metode Sanitary Landfill memang memerlukan
biaya konstruksi yang sangat besar tetapi sepadan dengan resiko kerusakan
lingkungan yang dapat diminimalkan. TPA Sanitary Landfill di Indonesia
belum sepenuhnya dilakukan dengan baik, justru cenderung berubah menjadi
sistem Open Dumping.

Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang


dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah
tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Ada proses penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari.
Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional.
Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah
dilakukan setiap hari. Dengan demikian polusi udara dapat teratasi dengan
baik.

Kelemahan yang dimiliki oleh metode pengolahan jenis ini adalah biaya
operasional yang diperlukan sangat mahal sehingga tidak semua wilayah
mampu menjalankan sistem ini. Selain itu sistem pengolahan Sanitary Landfill
dapat merosot menjadi tempat sampah terbuka (Open Dumping) jika tidak
dirancang dan diatur dengan baik. Sistem ini juga dapat menyebabkan polusi
air, produksi metana dari dekomposisi limbah, serta dapat menimbulkan
bahaya kebakaran atau resiko ledakan material.

6. Insenerator
Insinerasi atau pembakaran sampah adalah teknologi pengolahan sampah
yang melibatkan pembakaran bahan organik. Insinerasi dan pengolahan
sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal.
Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil
70
pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan
dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa
dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

Insinerator mampu mengurangi volume sampah hingga 95-96%,


tergantung komposisi dan derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak
sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir,
tetapi insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang
signifikan. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis
sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di
mana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi.

Tidak dipungkiri apabila insenerator memang menghasilkan hasil


pembakaran berupa asap yang oleh beberapa pihak dijadikan alasan sebagai
penolakan pembuatan insenerator. Namun sebenarnya hal itu merupakan
kekhawatiran yang tidak diperlukan karena hasil pembakaran sempurna adalah
gas karbon dioksida, sedangkan gas yang berbahaya bagi rumah kaca adalah
metana. Produksi karbon dioksida yang berlebih dari hasil pembakaran ini
dapat diatasi dengan memperbanyak jumlah tanaman hijau di sekitar pabrik,
sehingga tidak ada alasan peolakan lagi bagi pembangunan insenerator.

Berikut merupakan beberapa alasan diperlukannya insenerator sebagai


solusi penanganan sampah di Kabupaten Klaten:
- Fasilitas insinerasi dapat menghasilkan energi listrik dan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk bahan bakar listrik sehingga menghasilkan sumber
energi baru
- Residu abu padat yang tersisa setelah pembakaran telah diketahui tidak
berbahaya dan bisa dibuang dengan aman di lahan pembuangan
- Di lokasi berpopulasi padat, mencari lahan pembuangan sampah amatlah
sulit sehingga insinerasi menjadi jalan terbaik dalam menangani sampah
- Partikel halus bisa secara efisien dihilangkan dengan baghouse filter
- Insinerasi sampah padat dapat mencegah terbentuknya gas metana yang
merupakan gas rumah kaca. Meski insinerasi menghasilkan gas karbon

71
dioksida, namun gas metana merupakan gas yang memiliki efek rumah kaca
yang tinggi dari pada karbon dioksida.
- Insinerasi sampah medis dan sampah sisa metabolisme manusia
menghasilkan sisa pembakaran (abu) yang steril dan cukup aman bagi
lingkungan dan kesehatan selama ditangani dengan baik
- Volume sampah yang dibakar berkurang hingga sekitar 90%, sehingga
banyak mengurangi penggunaan lahan untuk pembuangan sampah akhir

2.7 Kerangka Konsep

PT.ARWN

Hazard

Fisik Kimia Biologi Ergonomik Psikososial

- Suhu (boiler) - Kandungan - Koki tidak tes - Proses angkat- - Shift kerja
- Noise marmer kesehatan angkut berlebih
- Vibration - Debu hasil - Coliform - Pekerja dari luar
- Mesih tanpa marmer - Daerah endemik daerah
safety guard - Air tanah yang DBD - Tingkat alkohol
mengandung Fe dan narkoba
dan Mn tinggi
- Open dumping

- Heat stroke - ISPA - Diare - MSD’s - Kelelahan


- NHL - DBD - DBD
- HAVS - Alkohol dan
- Luka dan terjepit narkoba

Penyakit Akibat
Kerja

72
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pekerja PT ARWN memiliki resiko tinggi terpapar hazard fisik, biologi, kimia,
fisiologis, dan psikososial karena belum menerapkan K3 dengan baik.

73
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Jusoh. Et. al. 2005. Study on the Removal of Iron and Manganese in
Groundwater by Granular Activated Carbon. Santa Margherita – Italia : Elsevier.
Animous, 2010, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan Kerja, Jakarta,
KementerianTenagaKerjadanTransmigrasi.
Anonim. Iron and Manganese Removal. Minnesota – USA : SDWA
[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26007/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 16 Mei 2016.
[Internet]http://ikk354.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/310/2013/03/MANAJEMEN-PENGENDALIAN-BISING.pdf.
Diakses tanggal 16 Mei 2016.
[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31189/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 16 Mei 2016.
[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50465/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 16 Mei 2016.
[Internet]http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/diana.pdf.Diakses tanggal
16 Mei 2016.
[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27601/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 18 Mei 2016.
Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta.
Fitramaya.
Nugraheni, Awaliana, 1999. Kelahan Otot Dalam Kaitannya Dengan
Penerapan Ergonomi. Kudus : PT Bura Barutama.
Pusat kesehatan kerja, 2005. Mengangkat dan mengangkut. Jakarta : Balai Hiperkes Pusat.
Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga
Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.
Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
Suma’mur P.K., 1994. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Gunung
Agung.
Suma’mur P.K., 1984. Keselamatan Kerja Dan Ergonomi. Jakarta: CV Gunung Agung.
Tarwaka, et al (2004), Ergonomi Untuk K3 dan Produktvitas, UNIBA Press: Surakarta.

74

Anda mungkin juga menyukai