Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SKILL LAB

DIAGNOSA KOMUNITAS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5.A

Husnul Khotimah 04011181419005


Muhammad Arif Naufal Ilham 04011181419009
Ilsya Pertiwi 04011181419013
Tri Indah Moulina 04011181419015
Maya Fitriani 04011181419069
M. Ali Ridho 04011281419011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
KASUS
dr. Manda adalah Pimpinan Puskesmas Musti yang belum terakreditasi. Kecuali dr.
Manda puskesmas ini memiliki 1 dokter fungsional dan 1 orang dokter gigi, 1 orang psikolog,
1 orang SKM, 12 orang bidan baik PNS, PTT maupun bidan kontrak, 14 orang perawat, 1
orang sanitarian, 1 orang perawat gigi, 10 orang tenaga non kesehatan dan petugas kesehatan
lainnya yg belum sesuai persyaratan SDM pada PMK 75.
Pkm Musti berada di Desa Muara kecamatan “Mari-Mari” yang terletak di lereng
gunung dengan jarak keibukota Provinsi membutuhkan waktu 9 jam perjalanan bila ditempuh
dengan mobil. Jarak Pkm Musti ke RSUD Kecamatan “Mari-Mari” kurang lebih 32 km.
Kecamatan ini memiliki 6 Desa, 2 Puskesmas Pembantu, 7 poskesdes, 23 posyandu Anak dan
9 Posyandu Lansia. Luas wilayah kerja puskesmas ini 14.999 ha. Ke 6 Desa di kecamatan
ini dipisahkan oleh sungai yg merupakan sumber air utk semua keperluan penduduk di
kecamatan tersebut.
Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Bagus 47.666 orang dengan komposisi
laki dan perempuan kurang lebih sama banyaknya. Pendidikan terbanyak adalah SD (69%),
pekerjaan terbanyak adalah buruh Kebun Cengkeh (47%), lainnya Petani ikan dan Peternak
Sapi. Tahun 2015 terlapor penyakit terbanyak di puskesmas Musti dengan urutan adalah
ISPA, DBD, Malaria, TB Pulmonum, Hipertensi, Scabies dan gangguan jiwa. Di salah satu
desa Muara ini terdapat 3 penduduk yg sedang dipasung keluarga karena dianggap
mengganggu ketentraman sekelilingnya, petugas Pkm Musti sulit mengunjungi karena
keluarga selalu menghalangi.
Kematian Ibu pada semester 1 tahun 2015 berjumlah 5 ibu hamil dan kematian bayi
berjumlah 8 bayi. Penyakit menular yang ditemukan pada semester 1 tahun 2015 antara lain
adalah TBC sebanyak 18 kasus, kematian akibat Demam Berdarah sebanyak 5 kasus, diare
balita sebanyak 212 kasus serta hampir semua penduduk di 6 desa tersebut mengeluh gatal2
yg mereka sebut dengan “tumoan”.
2 minggu ini dr. Manda beserta staff nya disibukkan kembali dengan KLB DBD yang
memang hampir setiap tahun terjadi di kecamatan ini. Sebagai pimpinan Puskesmas yg telah
terakreditasi Paripurna, dr. Manda telah bertekad untuk menjadikan Puskesmasnya
terakreditasi Paripurna tahun depan dengan menjadikan semua desa yg ada diwilayaj
kerjannya menjadi Desa SEHAT dan menurunkan semua angka kesakitan yg ada di wilayah
kerjanya.
Saat ini sebagai dr. Mirna, anda diminta untu mewujud kan keinginan tersebut.
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu kejadian luar biasa dalam dunia
kesehatan di negara Indonesia. Keputusan menteri Kesehatan RI Nomor
406/MENKES/SK/III/2004 ditetapkan dengan mempertimbangkan bahwa di tahun
2004, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus, disebarkan oleh nyamuk Aedes dan belum ditemukan vaksin pencegah dan
pengobatannya serta dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB.). penyakit ini
disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili flaviviridae. DBD
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus Dengue.
Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), DBD (DBD) dan Dengue Shock
Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal dengan genus Flavivirus famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Selain itu Demam Berdarah
Dengue juga merupakan penyakit yang dapat mengancam kesehatan masyarakat, oleh
karenanya perlu diantisipasi dan dicegah penyebarannya.
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Di Indonesia,
DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 45 tahun terakhir, sejak
tahun 1968 sampai saat ini dan telah menyebar di 33 provinsi dan di 436
kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (88%). Angka Kesakitan atau Incidence Rate
(IR) penyakit DBD dari tahun 1968 – sampai saat ini cenderung terus meningkat.
Kemudian dari tahun 2010 ke 2011 menurun drastis, dan meningkat kembali dari
tahun 2012 ke 2013 (41,25 per 100.000 penduduk). Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah guna mengatasi fenomena penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini
dari upaya pencegahan sampai dengan pengobatan. Upaya pencegahan dilakukan
melalui sosialisasi dalam berbagai media dan pemberantasan nyamuk dengan
berbagai cara. Dalam sekian tahun penerapan upaya tersebut kasus DBD di Indonesia
masih tetap ada.
Kasus DBD yang selalu menjadi masalah kesehatan di Indonesia selalu
diperhatikan dan diupayakan terus menerus oleh berbagai pihak. Semua upaya
bertujuan agar tidak ada lagi kasus DBD di masa depan, menurut Genis (2008: xvi)
hal itu dapat diwujudkan salah satunya dengan terus menerus melakukan peningkatan
pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku kita tentang penyakit yang berbahaya ini.
Petunjuk pelaksanaan pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) telah disusun dengan sistematis oleh tiap tiap daerah di Indonesia. Salah satu
contoh dari petunjuk pelaksanaan pengendalian penyakit DBD adalah Peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 tahun 2011 yang
menyatakan bahwa kegiatan pencegahan penyakit DBD terdiri dari PSN 3M plus,
pemeriksaan jentik dan sosialisasi. Sosialisasi DBD sebagaimana diatur dalam
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 tahun 2011 dilakukan dengan
menggunakan metode penyuluhan, konseling, diskusi kelompok terarah, curah
pendapat, ceramah umum, serta informasi pada media cetak dan media elektronik.
Pengamatan penulis mengenai bentuk sosialisasi melalui media elektronik sebagai
salah satu upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) untuk saat ini
masih terbatas pada penyampaian informasi melalui iklan layanan masyarakat di
televisi, radio, serta internet.
Salah satu terobosan sosialisasi penyakit DBD melalui media elektronik
sebenarnya telah diwujudkan dengan adanya media interaktif pembelajaran tentang
penyakit DBD yang di kembangkan oleh PUSTEKKOM DEPDIKNAS pada tahun
2005. Media interaktif tentang pengetahuan penyakit DBD yang dikembangkan oleh
PUSTEKKOM DEPDIKNAS dibuat sebagai bahan ajar di sekolah (khususnya di
Sekolah Menengah Atas) untuk menunjang pengajaran mata pelajaran biologi. Media
interaktif yang dikembangkan Pustekkom mengenai DBD berbentuk aplikasi flash
dan sudah disebarluaskan melalui CD interaktif untuk di distribusikan. Isi dari media
interaktif pembelajaran Demam Berdarah Dengue yang dikembangkan oleh
PUSTEKKOM berupa aplikasi flash dengan komponen multimedia interaktif berupa
tombol navigasi, tulisan (text), gambar/foto, dan animasi serta soal-soal untuk uji
pemahaman siswa. Animasi pada media interaktif pembelajaran Demam Berdarah
Dengue yang dikembangkan oleh PUSTEKKOM masih berupa animasi seadanya dan
belum dilengkapi dengan suara (sound) sebagai pelengkap animasi maupun untuk
mengulas materi.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah
mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi
yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian
strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai
sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

B. Analisa Situasi
1. Kondisi Sosiodemografi
- Puskesmas Musti belum terakreditasi
- Tenaga di Puskesmas Musti: 1 dokter fungsional dan 1 orang dokter gigi, 1
orang psikolog, 1 orang SKM, 12 orang bidan baik PNS, PTT maupun bidan
kontrak, 14 orang perawat, 1 orang sanitarian, 1 orang perawat gigi, 10 orang
tenaga non kesehatan dan petugas kesehatan lainnya .
- Pkm Musti berada di Desa Muara kecamatan “Mari-Mari” yang terletak di
lereng gunung dengan jarak keibukota Provinsi membutuhkan waktu 9 jam
perjalanan bila ditempuh dengan mobil. Jarak Pkm Musti ke RSUD Kecamatan
“Mari-Mari” kurang lebih 32 km.
- Kecamatan ini memiliki 6 Desa, 2 Puskesmas Pembantu, 7 poskesdes, 23
posyandu Anak dan 9 Posyandu Lansia.
- Luas wilayah kerja puskesmas ini 14.999 ha.
- Keenam Desa di kecamatan ini dipisahkan oleh sungai yg merupakan sumber air
utk semua keperluan penduduk di kecamatan tersebut.
- Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Bagus 47.666 orang dengan
komposisi laki dan perempuan kurang lebih sama banyaknya.
- Pendidikan terbanyak adalah SD (69%).
- Pekerjaan terbanyak adalah buruh Kebun Cengkeh (47%), lainnya Petani ikan
dan Peternak Sapi.
2. Data Sekunder
- Urutan penyakit di Puskesmas Musti dariyang terbanyak pada tahun 2015 : ISP,
DBD, Malaria, TB Pulmonal, hipertensi, scabies, gangguan jiwa terbanyak
adalah penyakit infeksi.
- Tahun 2015 terlapor penyakit terbanyak di puskesmas Musti dengan urutan
adalah ISPA, DBD, Malaria, TB Pulmonum, Hipertensi, Scabies dan gangguan
jiwa.
- Di salah satu desa Muara ini terdapat 3 penduduk yg sedang dipasung keluarga
karena dianggap mengganggu ketentraman sekelilingnya, petugas Pkm Musti
sulit mengunjungi karena keluarga selalu menghalangi.
- Kematian Ibu pada semester 1 tahun 2015 berjumlah 5 ibu hamil dan kematian
bayi berjumlah 8 bayi.
- Penyakit menular yang ditemukan pada semester 1 tahun 2015 antara lain
adalah TBC sebanyak 18 kasus, kematian akibat Demam Berdarah sebanyak 5
kasus, diare balita sebanyak 212 kasus serta hampir semua penduduk di 6 desa
tersebut mengeluh gatal2 yg mereka sebut dengan “tumoan”.
- 2 minggu ini dr. Manda beserta staff nya disibukkan kembali dengan KLB DBD
yang memang hampir setiap tahun terjadi di kecamatan ini.

C. Permasalahan–Permasalahan yang Ditemukan


- Tenaga kerja/SDM di Puskesmas Musti tidak memenuhi persyaratan tenaga
kesehatan berdasaran PMK 75 yaitu tidak ada ahli teknologi laboratorium
medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian
- Masih kurangnya pembangunan infrastruktur jalan dari pemerintah sehingga
terhalangnya akses dari puskesmas musti ke RSUD dan ibukota provinsi
terutama pada pasien gawat darurat karena jarak terlalu jauh
- Kurangnya jumlah puskesmas pembantu untuk wilayah kerja tersebut
- Sungai dijadikan sumber air untuk segala keperluan oleh 6 desa
- Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Musti terlalu banyak, yaitu
47.666 orang (maksimal 30.000 orang)
- Tingat pendidikan rendah adalah SD (69%)
- Tingkat sosioekonomi rendah adalah pekerjaan terbanyak buruh cengkeh
- Tingginya kejadian penyakit menular dan infeksi adalah diare balita, TBC,
DBD, gatal-gatal “tumoan”.
- Terdapat 3 penduduk dengan gangguan jiwa dipasung oleh keluarganya
- Kematian ibu berjumlah 5 ibu hamil dan kematian bayi berjumlah 8 bayi.
- KLB DBD
D. Penetapan Prioritas Masalah
Prioritas masalah ditetapkan dengan metode USG.
a. Urgency: masalah ini mendesak untuk diselesaikan.
b. Seriousness: masalah ini dapat berdampak serius apabila tidak diselesaikan.
c. Growth: masalah ini dapat berkembang sehingga sulit untuk dicegah.
Masalah U S G UxSxG
KLB DBD yang berulang setiap tahun 4 4 5 80
Kematian ibu dan bayi masih relatif tinggi 3 3 4 36
5 kasus terbanyak adalah infeksi 3 4 4 48
Kasus diare pada balita masih tinggi 2 3 4 24
Hampir semua penduduk di 6 desa mengalami
1 2 3 6
gatal-gatal
Pemasungan penderita gangguan jiwa oleh
1 2 2 4
keluarga
Tabel ini diisi dengan nilai 1-5 pada kolom U, S, dan G berdasarkan kriteria berikut:
1 = bila tidak segera ditanggulangi tidak akan menimbulkan kematian
2 = bila tidak segera ditanggulangi tidak akan menjadi berat
3 = bila tidak segera ditanggulangi akan berakibat
4 = bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan komplikasi
5 = bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan kematian

E. Alat Ukur untuk Pengambilan Data Primer


Menganalisa data primer yang telah didapat, sebagai dasar dalam menentukan
akar penyebab masalah berupa :

Lembar Observasi Untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (3M Plus)


Nama Responden (inisial) :
Umur Responden :
Alamat Responden :
Kode Responden :
Tanggal :
LEMBAR REKAPITULASI STUDI DOKUMENTASI UNTUK KEADAAN
BEBAS JENTIK

Nama Responden (inisial) :


Umur Responden :
Alamat Responden :
Kode Responden :
Tanggal :
II. LANDASAN TEORI
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI, PENANGGULANGAN FOKUS, DAN
PENANGGULANGAN KLB DBD

A. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam
(echymosis) atau ruam (purpura), kadangkadang mimisan, berak darah, muntah darah,
kesadaran menurun atau renjatan (WHO, 1997)
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindak lanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus (PF), sehingga
penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah. Dalam melaksanakan
kegiatan pengendalian DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk
membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pengendalian maupun dalam
memberantas jentik nyamuk penularnya.

B. Konsep Penanggulangan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus


(PF)
1. Konsep Penyelidikan Epidemiologi (PE)
a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita
DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk
tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.
b. Tujuan Penyelidikan Epidemiologi
1) Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
2) Tujuan khusus:
a) Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya
b) Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD
c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan
dilakukan
c. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan
Epidemiologi:
1) Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
Puskesmas/ Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan
Harian Penderita DBD.
2) Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter,
formulir PE, dan surat tugas.
3) Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.
4) Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran
pelaksanaan PE.
5) Pelaksanaan PE sebagai berikut:
a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya
melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada
tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah
sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam
saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan
pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet.
c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air
(TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun
di luar rumah/bangunan.
d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat
tinggal penderita.
e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka selain
dilakukan di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja
penderita oleh puskesmas setempat.
f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan
pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE
g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan
dengan Kades/Lurah
h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD
lainnya dan/atau 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik
(5%), dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan,
PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan
Penyuluhan, PSN dan larvasidasi selektif.

Bagan Penanggulangan Seperlunya Kewaspadaan Dini Peningkatan Kasus


DBD
2. Konsep Penanggulangan Fokus
a. Pengertian Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular
DBD yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter dengan
melakukan pemberantasan sarang nyamuk penular DBD (PSN 3M plus),
larvasida selektif, penyuluhan dan/atau pengabutan panas
(pengasapan/fogging) dan/atau pengabutan dingin (ULV) menggunakan
insektisida yang masih berlaku dan efektif sesuai rekomendasi WHOPES
dan/atau Komisi Pestisida.
b. Tujuan Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD
dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi
sumber penularan DBD lebih lanjut.
c. Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan setelah dilakukan Penyelidikan
Epidemiologi ( PE ) yaitu kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya ( kasus Panas tanpa sebab ) dan pemeriksaan jentik
nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan
sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam radius 200 meter atau
minimal 100 meter oleh tenaga Puskesmas.
d. Kriteria PF :
1) Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3
atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik ³ 5 % dari
rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan
dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan
sekitarnya radius 200 meter sebanyak 2 siklus dengan interval 1
minggu
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN
DBD, larvasidasi dan penyuluhan
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas dan
tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat.
e. Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan:
1) Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari Puskesmas dan
rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT
agar warga membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus
2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari
petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus.
3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:
a) Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi
(1) Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader
memberikan pengarahan langsung kepada warga pada waktu
pelaksanaan PSN DBD
(2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan
larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan
insektisida. (teknis pemberian larvasida agar dicantumkan)
b) Penyuluhan Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas
kesehatan/kader atau kelompok kerja (Pokja) DBD
Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas puskesmas, dengan
materi antara lain:
(1) Situasi DBD di wilayahnya
(2) Cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh
individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi
setempat.
c) Pengabutan dengan insektisida
(1) Dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama dengan
dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprot adalah
petugas puskesmas atau petugas harian lepas terlatih.
(2) Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam
kegiatan pengabutan. (di lapangan tidak hanya mendampingi tapi
juga melakukan penyuluhan)
4) Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada
camat dan kades/lurah setempat.
5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan
formulir K-D

Bagan Penyelidikan Epidemiologi

Keterangan:
1. Penderita DBD :Penderita positif DBD (hidup/meninggal) yang dinyatakan
oleh dokter rumah sakit melalui test laboratorium dengan hasil haemoglobin
dan hematokrit meningkat > 20% dan penurunan trombosit kurang dari
100.000/ mm3 atau cenderung turun.
2. Suspek Infeksi Dengue : Ditemukan gejala panas yang tidak diketahui
penyebabnya saat dilaksanakan PE.
C. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA
1. Definisi KLB
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan
yang meliputi: pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang
dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB.
Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB, tetapi untuk
pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu:
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka
ratarata per bulan dalam tahun sebelumnya.
c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Sesuai rekomendasi Depkes RI, setiap kasus DBD harus segera ditindaklanjuti
dengan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan lainnya untuk mencegah
penyebarluasan atau mencegah terjadinya KLB. Penyelidikan epidemiologi demam
berdarah dengue merupakan kegiatan pencarian penderita atau tersangka lainnya,
serta pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dirumah penderita atau tersangka dan
rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang¬kurangnya 100 meter. Juga pada
tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit. Tujuannya
utama kegiatan ini untuk mengetahui ada tidaknya kasus DBD tambahan serta
terjadinya potensi meluasnya penyebaran penyakit padad wilayah tersebut

Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan


DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya.
(mengatasi KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas)
Kriteria KLB
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi
kriterias ebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian terus – menerus selama tiga kurun
waktu berturut – turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).
3. Peningkatan kejadian penyakit/ kematian, dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata – rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua kali lipat
atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. Case fatality rate ( CFR ) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode
sebelumnya.
7. Proportional rate ( PR ) penderita dari suatu periode tertentu menunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan periode, kurun waktu atau tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera dean demam
berdarah dengue.
 Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya ( pada daerah endemis ).
 Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode empat minggu
sebelumnya, daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan satu kasus atau lebih sebagai
KLB.
10. Satu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti
penyakit poliomylitis dan tetanus neonatorum kasus dianggap KLB dan perlu
penanganan khusus.

2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB


Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan
interval 1 minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit,
dan kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti: pembentukan posko
pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan
pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor, dan
lain-lain.
a. Pengobatan dan Perawatan Penderita
Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang mempunyai
fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke
Rumah Sakit
b. Pemberantasan Vektor
1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan
tenaga lain yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV
Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu
minggu (petunjuk fogging terlampir)

2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)


Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya
yang merupakan satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat
penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban
bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat
minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di
bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan
tempat umum
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus.

Contoh :
 Menguras dan menyikat TPA
 Menutup TPA
 Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang
dapat menjadi TPA

PLUS:
 Menaburkan bubuk larvasida
 Memelihara ikan pemakan jentik
 Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,
lavender, geranium)
 Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun
oles),
 Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
 Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan
lokal.
3) Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas
puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-
Tempat Umum (TTU)
Larvasida : Sesuai dengan dosis
Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

c. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama
Puskesmas.

3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)


a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase
(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.
Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak
dan wilayahwilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi dan
penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah
sudah dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta
penyuluhan.

b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB


Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD. Penilaian
epidemiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/ kematian
DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan
pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama dalam
bentuk laporan.
III. ANALISA DATA PRIMER
Menganalisa data primer yang telah didapat, sebagai dasar dalam menentukan
akar penyebab masalah
a. Jumlah sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Musti tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 karena tidak terdapat tenaga
laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian (jumlah sumber daya
manusia seharusnya minimal 60)
b. Jumlah puskesmas pembantu masih kurang dengan luas wilayah kerja yang terlalu
luas dan jumlah penduduk terlalu padat.
c. Jarak yang ditempuh dari Puskesmas Musti ke RSUD Kecamatan terlalu jauh
sehingga dapat menghambat rujukan terutama kasus emergensi
d. Sumber air hanya bergantung pada satu sungai yang digunakan oleh semua desa
untuk semua keperluan sehingga meningkatkan resiko penyebaran penyakit.
e. Tingkat pendidikan dan pekerjaan penduduk masih rendah
f. Lima penyakit terbanyak masih merupakan penyakit infeksi.

IV. PENENTUAN AKAR PENYEBAB PERMASALAHAN


Penentuan Akar Penyebab Masalah dengan Fishbone

Genetik Lingkungan
Lokasi di lereng gunung Sumber air dari satu
(-) sungai
Tingkat pendidikan dan
sosial ekonomi rendah KLB DBD
terjadi
Tidak menerapkan setiap tahun
PHBS
Jarak RSUD jauh
Fasilitas lab tidak ada
Tidak menerapkan
perilaku 3M Jumlah SDM kurang

Perilaku Pelayanan kesehatan

Diagram Ishikawa KLB DBD


V. PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB PERMASALAHAN
Prioritas masalah ditetapkan dengan metode USG.
a. Urgency: masalah ini mendesak untuk diselesaikan.
b. Seriousness: masalah ini dapat berdampak serius apabila tidak diselesaikan.
c. Growth: masalah ini dapat berkembang sehingga sulit untuk dicegah.

Masalah U S G UxSxG
KLB DBD yang berulang setiap tahun 4 4 5 80
Kematian ibu dan bayi masih relatif tinggi 3 3 4 36
5 kasus terbanyak adalah infeksi 3 4 4 48
Kasus diare pada balita masih tinggi 2 3 4 24
Hampir semua penduduk di 6 desa mengalami
1 2 3 6
gatal-gatal
Pemasungan penderita gangguan jiwa oleh
1 2 2 4
keluarga
Tabel ini diisi dengan nilai 1-5 pada kolom U, S, dan G berdasarkan kriteria
berikut:
1 = bila tidak segera ditanggulangi tidak akan menimbulkan kematian
2 = bila tidak segera ditanggulangi tidak akan menjadi berat
3 = bila tidak segera ditanggulangi akan berakibat
4 = bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan komplikasi
5 = bila tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan kematian

Berdasarkan hasil pemilihan prioritas dengan cara USG didapatkan prioritas


utama masalah adalah KLB DBD yang terjadi setiap tahun. Alasan :
- Prognosis buruk jika ditangani dengan cepat dan tepat
- Penularan cepat
- Angka kejadian DBD masih tinggi
- Intervensi tepat dapat menghentikan penularan DBD dan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas DBD
VI. PEMECAHAN PENYEBAB MASALAH DAN ALTERNATIFNYA
Tabel 1. Alternatif solusi/intervensi untuk mengatasi /menyelesaikan penyebab
masalah
No. Akar Masalah Intervensi Sasaran Target
1 Sumber Air Kerjasama lintas sektor Pemerintah Masyarakat
dengan pemerintah setempat mendapat sumber
untuk membuat sumur air bersih
2 SDM kurang - Kerjasama lintas sektor Dinas -SDM puskesmas
dengan dinas kesehatan kesehatan tercukupi
untuk penambahan SDM setempat, -Warga
- Pendidikan kader sebagai Warga mendapat
pembantu puskesmas pengetahuan
kesehatan dari
kader
3 Tidak - Peningkatan sosialisasi Warga, -Warga
menerapkan PHBS dan 3M melalui pejabat desa menerapkan
PHBS dan 3M penyuluhan PHBS dan 3M
- Demonstrasi PHBS & 3M -Angka kejadian
- Media visual PHBS & 3M DBD berkurang
- Kerjasama dengan
masyarakat dan pejabat
setempat untuk
meningkatkan PHBS &
perilaku 3M
5 Fasilitas lab Advokasi ke dinas kesehatan Dinas Tersedianya
tidak ada untuk pengadaan lab dan kesehatan fasilitas lab
tenaga analisis kesehatan setempat
VII. RENCANA KEGIATAN JANGKA PENDEK
Tabel 2. Rencana kegiatan jangka pendek untuk tahap promosi kesehatan
Rencana Kegiatan - Bekerjasama dengan pejabat desa dan tokoh masyarakat untuk
melakukan kegiatan penyuluhan tentang pentingnya menerapkan
PHBS & 3M ke masyarakat
- Bersama kader membagikan brosur langkah-langkah PHBS &
3M yang benar ke masyarakat
- Menempelkan poster PHBS & 3M di ruang publik
- Melakukan gotong royong setiap minggu untuk membersihkan
got/selokan agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk
aedes, memangkas ilalang yang tinggi agar tidak menjadi sarang
nyamuk
- Melakukan fogging di sekitar rumah tiap bulan
Tujuan Kegiatan - Menerapkan budaya PHBS & 3M di masyarakat
- Terciptanya lingkungan yang bersih dan bebas genangan air
kotor
- Angka kematian DBD berkurang
Tempat Kegiatan Balai pertemuan desa
Waktu - Pertemuan setiap hari sabtu pagi
- Gotong royong tiap minggu pagi
Sasaran Pejabat desa, Tokoh masyarakat, Kader kesehatan, Masyarakat
Target Angka kematian akibat DBD berkurang
Metode yang - Penyuluhan
digunakan - Pembagian brosur, pamflet
- Penempelan poster di ruang public
Indikator - Masyarakat menerapkan PHBS & 3M di rumah
keberhasilan - Angka kematian akibat DBD berkurang
Metode evaluasi Melakukan pertemuan
Penanggung jawab - Petugas kesehatan
kegiatan - Pejabat desa
- Tokoh masyarakat
Anggaran yang ± Rp. 1.000.000,-
dibutuhkan (brosur, pamflet, poster, fogging)
VIII. RENCANA KEGIATAN JANGKA PANJANG
Tabel 3. Rencana kegiatan jangka panjang
Rencana Kegiatan Peer group berupa dasawisma dan dikombinasikan dengan
demonstrasi. Langkah-langkah dalam pelaksanaan program:
- Memilih salah seorang dari anggota dasa wisma yang berjumlah
10 orang yang rumahnya berdekatan sebagai peer educator.
- Mengadakan penyuluhan setiap 2 minggu sekali dalam jangka
waktu 3 bulan kepada setiap peer educator secara bertahap
dengan informasi yang berbeda namun masih berkaitan. Program
yang akan dilaksanakan selama 3 bulan tersebut terdiri dari 6
pertemuan, yaitu :
1) Pertemuan pertama : memberikan informasi mengenai
pengertian DBD, penyebab dan penularan, patogenesis, gejala
dan tanda, pencegahan DBD yang disertai dengan pembagian
abate sebagai upaya pencegahan dini terhadap penyakit
DBD. Alokasi waktu yang diberikan untuk pertemuan ini
adalah 1 jam untuk pemberian informasi dan 30 menit untuk
diskusi.
2) Pertemuan kedua : memberikan informasi mengenai
pencegahan DBD dengan menerapkan 3M (Menutup,
menguras, dan mengubur) dengan alokasi waktu selama 45
menit untuk pemberian informasi dan 15 menit untuk diskusi.
Melakukan demonstrasi mengenai 3M dengan alokasi waktu
selama 30 menit beserta pembagian kalender yang memuat
informasi mengenai pencegahan DBD yang memuat gambar
dan sedikit penjelasannya.
3) Pertemuan ketiga: memberikan informasi mengenai
pencegahan DBD melalui perbaikan drainase di lingkungan
sekitar dengan alokasi waktu selama 70 menit untuk
pemberian informasi dan 20 menit untuk diskusi
4) Pertemuan keempat: memberikan informasi mengenai Ovitrap
sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan
perkembangbiakan nyamuk khususnya nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor penularan DBD dengan alokasi waktu
selama 45 menit untuk pemberian informasi dan 15 menit
untuk diskusi, setelah itu dilakukan demonstrasi mengenai
pembuatan dan penggunaan ovitrap selama 30 menit.
5) Pertemuan kelima: memberikan informasi mengenai PHBS
(perilaku hidup bersih dan sehat) sebagai upaya untuk
mencegah DBD dengan alokasi waktu selama 1 jam untuk
pemberian informasi dan 30 menit untuk diskusi.
Penyampaian informasi tersebut memuat perilaku yang dapat
mencegah DBD seperti pola tidur, kebiasaan menggantung
baju dan kebiasaan yang jarang untuk membersihkan rumah.
Pertamuan ini dilengkapi dengan penayangan film yang
berkaitan dengan PHBS yang dapat mencegah DBD dengan
alokasi waktu selama 15 menit
6) Pertemuan keenam: memberikan penghargaan kepada peer
group yang memiliki bintang terbanyak karena menjalankan
program yang telah diberikan dengan alokasi waktu selam 1
jam.
- Setelah 6 kali pertemuan, langsung dijadwalkan untuk diadakan
gotong royong, fogging dan pembagian abate untuk mencegah
terjadinya DBD.
- Abatisasi selektif minimal 4kali/tahun
- PSN dan pemeriksaan jentik berkala minimal 4kali/tahun
Tujuan Kegiatan Membatasi penularan dan penyebaran penyakit DBD agar tidak
lagi menjadi masalah kesehatan di Desa tersebut dengan cara
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap DBD

Tempat Kegiatan Aula desa atau lapangan luas untuk pemberian materi edukasi
Waktu 2 minggu sekali dalam jangka waktu 3 bulan secara bertahap
Sasaran Warga Desa, Pejabat desa, Tokoh Masyarakat, Kader kesehatan
Target Angka kematian akibat DBD berkurang

Metode yang Peer group edukasi, penyuluhan dan demonstrasi cara melakukan
digunakan pencegahan

Indikator 90% Masyarakat menerapkan PHBS dan 3M dirumah.


keberhasilan
Metode evaluasi Survei Jentik Nyamuk di masing masing rumah, penemuan dan
pelaporan kasus DBD, cakupan fogging

Penanggung jawab Pejabat desa/ Kader kesehatan (yang mengikuti peer group)
kegiatan
Anggaran yang ±Rp2.000.000
dibutuhkan
IX. PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyebaran penyakit dbd disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti, sehingga pada
wilayah yang sudah diketahui terjangkit wabah demam berdarah diperlukan
penanganan secara cepat agar wabah tidak meluas.
Pencegahan utama adalah melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat
mengenai daur hidup nyamuk, penyebaran penyakit, perjalanan penyakit dan gejala
penyakit, pencegahan penyakit. Salah satu pencegahan dapat dilakukan dengan
menghindari gigitan nyamuk pada pagi hari dan mengurangi media yang dapat
membantu perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pencegahan untuk mengurangi
media perkembangan biakan nyamuk Aedes aegyptidapat dilakukan dengan
melakukan tindakan 3M (menguras, menutup dan mengubur).

B. Saran
Beberapa cara yang dapat mengurangi jumlah populasi nyamuk aedes aegypti
adalah sebagai berikut
1. Menjaga kebersihan lingkungan rumah terutama pada musim hujan
2. Melakukan gerakan 3M (Menguras, menutup dan mengubur)
3. Memelihara ikan tempalo didalam bak untuk mengurangi jentik
4. Melakukan pemantauan ABJ secara rutin
5. Pemberantasan sarang nyamuk
6. Menaburkan bubuk abate pada penampungan air
7. Memakai lotion anti nyamuk pada pagi hari
8. Melakukan pengasapan atau fogging
Referensi:
Genis G. 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta. PT Benteng Pustaka.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).

Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue


(DBD) di Indonesia. USU Digital Library. Pg 1-13.

Siusan, Djap Hadi Susanto. 2006. Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di
Jakarta. Meditek. 14: (38) 19-29

Umaroh, Ayu Khoirotul, Badar Kirwono, Dwi Astuti. 2015. Kejadian Luar Biasa
DBD Berdasarkan Time, Place, Person di Puskesmas Boyolali 1 (2011-2013).
University Reasearch Colloquium. pg 108-116.

Zumaroh. 2015. Evaluasi Pelaksanaan Surveilans Kasus Demam Berdarah Dengue di


Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut Surveilans. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 3: (1) 82-94.

Anda mungkin juga menyukai