Anda di halaman 1dari 37

Journal Reading

Terapi Beta-Laktam Versus Beta Laktam/


Makrolid pada Pasien Pediatrik Rawat
Jalan dengan Pneumonia

Pembimbing : dr. Azwar Aruf, Sp.A, M. Sc.

Alfadea Irbah Allizaputri

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
Outline
◉ Pendahuluan
◉ Metode
◉ Hasil
◉ Diskusi
◉ Telaah Kritis 2
3
1 Pendahuluan

4
5

Community-acquired pneumonia (CAP) adalah infeksi serius


yang umum terjadi pada anak-anak dengan lebih dari 1.5 juta
anak terdiagnosis pada kondisi rawat jalan setiap tahunnya.1
Patogen hanya teridentifikasi pada sebagian kecil anak. Karena
itu, anak yang terserang pneumonia umumnya mendapat
terapi antibiotik empiris berdasarkan usia dan tingkat
keparahan penyakitnya


6

Pediatric Infectious Diseases Society (PIDS) dan Infectious


Diseases Society of America (IDSA) merekomendasikan
beta-lactam (seperti amoksisilin) untuk anak dengan CAP
yang diterapi rawat jalan


7

Sedangkan makrolid direkomendasikan untuk terapi


anak usia sekolah dan remaja dengan patogen atipikal


8

Pada pasien rawat inap, makrolid direkomendasikan


sebagai tambahan terapi beta-laktam untuk anak dengan
kecurigaan infeksi Mycoplasma pneumoniae atau
Chlamydophila pneumoniae


9

Peran terapi kombinasi beta-laktam/makrolid untuk


pasien rawat jalan belum diselidiki sehingga penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan efektivitas
monoterapi beta-laktam dan kombinasi beta-
laktam/makrolid pada tatalaksana rawat jalan untuk anak
dengan community-acquired pneumonia (CAP)


2 Metode

10
Metode
JENIS POPULASI
WAKTU TEMPAT
SAMPEL
Klinik pediatrik
rawat jalan yang
Kohort 717 pasien bekerja sama
retrospektif anak rawat dengan Geisinger
1 Januari 2008 - Health
jalan dengan
31 Januari 2010 System,Pennsylva
CAP
nia

11
Kriteria Inklusi
1. Anak berusia 1-18 tahun yang diobati dalam cakupan GHS dari 1 Januari 2008
– 31 Januari 2010
2. Subyek dinyatakan layak bila mereka didiagnosis CAP menggunakan
International Classification of Diseases, revisi ke-9, modifikasi klinis (ICD-9-CM)
dan mendapat antibiotik beta-laktam (seperti penisilin, sefalosporin generasi
kedua dan ketiga), baik tunggal atau kombinasi dengan makrolid (seperti
eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
3. Diagnosis CAP diverifikasi oleh EHR dan didasari pada tanda dan gejala infeksi
saluran nafas bagian bawah (seperti batuk, peningkatan usaha nafas) dan
diagnosis dokter dengan CAP.

12
Kriteria Eksklusi
1. Anak berusia kurang dari 1 tahun
2. Anak dengan kondisi imunokompromais
3. Anak dengan kondisi medis kronis selain asam seperti cystic fibrosis.

13
Metode

•Diberikan
Anak 1 – 18 tahun monoterapi bela-
datang dengan lactam atau
•Kontrol setelah 14
diagnosis CAP kombinasi beta-
hari
menggunakan ICD-9- lactam dan makrolid
CM berdasarkan praktik
standar

14
Protokol pemeriksaan pada
saat kontrol
Diperlukan
perubahan dari
antibiotik yang
diberikan :
kegagalan terapi
Penilaian terkait
Pemeriksaan gejala apakah diperlukannya
terkait CAP pergantian antibiotik
yang diberikan
Tidak diperlukan
perubahan antibiotik

15
Hasil

16
◉ Kegagalan terapi terjadi pada 55 (7.7%) pasien
17
18
Hasil

• definisi kegagalan terapi dibatasi menjadi 7 hari dari kunjungan.


Pada mereka yang berusia <6 tahun, perbedaan kegagalan
terapi antara yang mendapat monoterapi beta-laktam dan yang
mendapat terapi kombinasi tidak signifikan secara statistic.
• Kemungkinan kegagalan terapi masih lebih rendah pada anak
berusia ≥6 tahun yang mendapat terapi kombinasi dibandingkan
dengan mereka yang mendapat monoterapi beta-lactam.

19
Diskusi

◉ Pada anak berusia 6-18 tahun, mereka yang mendapat terapi kombinasi
beta-laktam/makrolid kurang cenderung mengalami kegagalan terapi
daripada mereka yang mendapat monoterapi beta laktam
◉ Pada anak berusia di bawah 6 tahun, analisis hubungan antara terapi
antibiotik dan kegagaln terapi tidak signifikan (P = 0.0678). Efek samping
obat diamati pada 1.9% dari anak dengan CAP.
◉ Tingkat kegagalan terapi dalam penelitian ini sama seperti yang dijelaskan
dalam penelitian sebelumnya pada anak dengan CAP pada kondisi rawat
jalan, yang memiliki rentang dari 2.7% - 7.5%.

20
Diskusi

◉ Kami mengamati 49% penurunan kemungkinan kegagalan terapi pada anak


berusia 6-18 tahun yang mendapat terapi kombinasi beta-laktam/makrolid
dibandingkan mereka yang mendapat monoterapi beta-laktam.
◉ Dalam satu penelitian yang merekrut anak rawat jalan dan rawat inap, tidak
terdapat perbedaan yang signifikan untuk kegagalan terapi pada anak yang
berusia kurang dari 5 tahun yang mendapat monoterapi beta-laktam
dibandingkan dengan mereka yang mendapat levofloxacin, suatu antibiotik
yang efektif terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipikal

21
Diskusi

◉ Pada anak yang dirawat inap, anak usia sekolah dengan CAP yang
mendapat terapi kombinasi beta-laktam/makrolid menunjukkan penurunan
signifikan untuk lama rawat inap dibandingkan dengan yang mendapat
monoterapi beta-laktam
◉ Penelitian ini menunjukkan manfaat terapi kombinasi pada anak usia
sekolah pada kondisi rawat jalan.

22
Kesimpulan

Anak berusia ≥6 tahun yang mendapat terapi kombinasi beta-laktam/makrolid


untuk CAP cenderung mengalami kemungkinan kegagalan terapi yang lebih
rendah dibandingkan dengan anak berusia 6 tahun atau lebih yang mendapat
monoterapi beta-laktam.

23
3 Telaah Kritis

24
Populasi

Populasi target penelitian terdiri dari anak usia 1-18 tahun


dengan diagnosis klinis CAP selama tatalaksana rawat
jalan di Geisinger Health System di periode antara 1
Januari 2008 hingga 31 Januari 2010. Penelitian ini
mengevaluasi perbandingan efektivitas monoterapi beta-
laktam dan kombinasi beta-laktam/makrolid pada
tatalaksana rawat jalan untuk anak dengan community-
acquired pneumonia (CAP)

25
Intervensi

Intervensi pada penelitian ini adalah pemberian


monoterapi beta-laktam atau kombinasi beta-
laktam/makrolid

26
Comparison

Penelitian ini membandingkan efektivitas


tatalaksana rawat jalan yaitu monoterapi beta-
laktam dan kombinasi beta-laktam/makrolid
pada anak 1-18 tahun dengan diagnosis
community-acquired pneumonia (CAP).

27
Outcome
Hasil utama yang dicari adalah kegagalan terapi, yang
didefinisikan sebagai kunjungan follow-up dalam 14 hari
setelah diagnosis yang menyebabkan perubahan terapi
antibiotik. Regresi logistik dalam kohort propensity score-
restricted digunakan untuk mengestimasi kecenderungan
(likelihood) kegagalan terapi.

28
Validity
Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan efektivitas monoterapi beta-
laktam dan kombinasi beta-laktam/makrolid pada tatalaksana rawat jalan
untuk anak dengan community-acquired pneumonia (CAP). Berdasarkan
tujuannya penelitian ini dilakukan dengan mengikutsertakan anak berusia
1-18 tahun dengan diagnosis CAP antara 1 Januari 2008 hingga 31 Januari
2010 selama tatalaksana rawat jalan di Geisinger Health System dengan
intervensi primer pemberian monoterapi beta-laktam atau kombinasi beta-
laktam/makrolid.
29
Validity

Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?

Ya. Subjek penelitian meliputi 915 anak-anak dengan


diagnosis klinis community acquired pneumonia diikutkan
dalam penelitian dan diantaranya 717 anak tersisa setelah
pembatasan kohort berdasarkan propensity score. Semua
pasien anak antara usia 1 tahun hingga 18 tahun, yang
datang ke instalasi rawat jalan Geisinger Health System
antara 1 Januari 2008 hingga 31 Januari 2010 diikuti dari
terdiagnosisnya CAP dan di follow-up dalam 14 hari setelah
diagnosis yang menyebabkan perubahan terapi antibiotik. 30
Validity
Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian. Pada
penelitian ini dikumpulkan data kovariat meliputi usia, keluhan pernafasan,
mendapat albuterol, status asma, mendapat kortikosteroid sistemik,
demam, diagnosis musiman, adanya mengik, crackles, atau retraksi pada
saat diagnosis, dan dilakukan foto thoraks. Usia ditransformasi menjadi
variabel kuadrat dalam model propensity score untuk mendapat
keseimbangan kovariat dasar antar kelompok terapi. Interaksi antara
mengik dan asma dianggap penting dan interaction term dimasukkan
dalam model propensity score akhir. Model propensity score sehingga dapat
mencapai keseimbangan antar kelompok terapi. 31
Validity
Apakah analisa data dilakukan cukup baik?
Ya, Analisis data dilakukan menggunakan aplikasi Stata versi 11.
Statistik deskriptif dianalisis dan disajikan sebagai frekuensi dan
persentase. Untuk mengevaluasi perbandingan, dua kelompok terapi
dibandingkan berdasarkan tingkat prevalensi karakteristik pasien
praterapi. Propensity score digunakan untuk menghitung potensi perancu
dengan mengamati kovariat dasar bila terdapat kegagalan terapi.
Analisis primer dilakukan dalam kohort terbatas menggunakan model
regresi logistik untuk mengestimasi kemungkinan kegagalan terapi pada
anak yang mendapat terapi kombinasi bila dibandingkan dengan anak
yang mendapat monoterapi beta-laktam yang dikluster berdasarkan klinis 32
Importance

Penelitian ini penting karena pentingnya untuk para klinisi


mengetahui keefektivan monoterapi beta-laktam dan
kombinasi beta-laktam/makrolid pada tatalaksana anak
dengan community-acquired pneumonia (CAP). Sehingga
kedepannya penelitian ini dapat menjadi acuan untuk
pedoman tatalaksana CAP di Rumah Sakit maupun Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

33
Applicability

Penelitian ini dapat diaplikasikan di Indonesia. Akses untuk


beta-laktam/makrolid yang mudah dan juga banyak terdapat
di fasilitas kesehatan.

34
Applicability

Were all important outcomes considered?

Ya, studi ini telah menampilkan penilaian tentang


keberhasilan pengobatan dengan misoprostol dalam aborsi
spontan di trimester pertama, kejadian efek samping dan
komplikasi, penyebab kegagalan penanganan medis, dan
tingkat penerimaan dan kepuasan pasien.

35
36

Kesimpulan

Penelitian pada jurnal ini


Valid, Important dan Applicable
sehingga jurnal ini dapat digunakan
sebagai referensi.


37

◉ TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai