BELL’S PALSY
Oleh :
Preseptor :
2021
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron (LMN)
akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit
neurologis lainnya. Bells’ palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering
yang melibatkan saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus paralisis
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun. Data
yang dikumpulkan di 4 buah rumah sakit di Indonesia diperoleh frekuensi Bell’s Palsy
sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati, dan terbanyak terjadi pada usia 21-30
tahun. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.
Bell’s Palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Pada
BP lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak didapatkan
perbedaan insidensi antara iklim panas maupun dingin. Meskipun begitu pada
beberapa penderita didapatkan riwayat terkena udara dingin, baik kendaraan dengan
jendela terbuka, tidur di lantai, atau bergadang sebelum menderita Bell’s Palsy
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Mr.N
Umur : 35 tahun
Alamat : Baktiya
Agama : Islam
1 Anamnesis
.
Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan mulut merot sejak 2 hari yang lalu.
Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUD Cut Meutia Aceh Utara
pukul 10.30 WIB dengan keluhan mulut merot sejak 2 hari yang lalu dan
mata kiri susah di pejamkan. Pasien mengaku keluhan ini terjadi secara tiba-
tiba. Pasien juga mengeluhkan pusing, kedua tangan terasa kesemutan, perut
Hipertensi : disangkal
Kooperasi : Kooperatif
Postur : Atletikus
mmHg N: 80 x/i
RR: 20 x/i
Suhu : 36,50C
1. Status Generalis :
Kepala : Normochepal
2. Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Palpasi Stem fremitus ka < ki Stem fremitus ka = ki
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD Vesikuler, Ronki (-/-), SD Vesikuler, Ronki (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
Belakang
Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Palpasi Stem fremitus ka < ki Stem fremitus ka = ki
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi SD Vesikuler, Ronki (-/-), SD Vesikuler, Ronki (-/-),
Wheezing (-/-) Wheezing (-/-)
3. Abdomen :
(-) Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), hipertympani (-)
5. Status Neurologis:
– Brudzinki 1 (-)
– Brudzinki 2 (-)
Nervus Cranialis
2. Nervus II (Nervus
Optikus) Pupil
RCL/RCTL : (+/+)
Normal
Exoftalmus (-/-)
Nistagmus (-/-)
4. Nervus V
(Trigeminus) Motorik
Sensorik
Oftalmikus : +/-
Maksilaris : +/-
Mandibularis : +/-
5. Nervus VII
(Facial) Motorik
Orbitofrontal : Kesan parese (-+)
Sensorik
Chovstek : Negatif
dilakukan
6. Nervus VIII
(Vestibulokokhlearis) Vestibular
Vertigo : negatif
Nistagmus :
(-/-) Cochlear
7. Nervus IX (Glossofaringeus)
dilakukan
8. Nervus X (Vagus)
Berbicara : Normal
Menelan : Normal
9. Nervus XI (Aksesorius)
Memalingkan kepala : (+/+)
tengah Atrofi :-
Fasikulasi :-
Tremor :-
Motorik
5555 5555
5555 5555
Reflek Fisiologis
+2 +2
+2 +2
Reflek Patologis
- -
- -
Hoffman-Tromner : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Gordon : (-/-)
Scuffner : (-/-)
Openheim : (-/-)
Sensorik
Nyeri : Normal
Suhu : Normal
Raba : Normal
Fungsi Otonom
Tumit-Lutut : Normal
Rebound-phenomenon:
Normal
Fungsi luhur
Afasia : negatif
Apraksia : negatif
1. Laboratorium
03 Agustus 2021
Hematologi Rutin
Index Eritrosit
Kimia Klinik
Hitung Jenis
Golongan darah A
2.4 Diagnosa
Diagnosa Klinis : Bell’s
Palsy
2.8 Follow Up
Tanggal 04 Agustus 2021
N: 98x/menit
RR: 20x/menit
Sp02: 98%
A Bell’s Palsy
P – Fisioterapi
untuk berekspresi
O TD: 110/70 mmHg,
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
Sp02: 98%
A Bell’s Palsy
P – Fisioterapi
– Metylprednisolon 3x1
– PDA 2x1
– Forneuro 2x1
TINJAUAN PUSTAKA
Saraf fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari 2 akar saraf, yaitu
akar motorik (lebih besar dan lebih medial) dan intermedius (lebih kecil dan lebih
lateral) (gambar 1). Akar motorik berasal dari nukleus fasialis dan berfungsi
membawa serabut- serabut motorik ke otot- otot ekspresi wajah. Saraf intermedius
juga membawa serabut- serabut aferen untuk pengecapan pada dua pertiga depan
lidah dan aferen somatik dari kanalis auditori eksterna dan pinna (gambar 2).(7)
Kedua akar saraf ini muncul dari pontomedullary junction dan berjalan secara
memiliki panjang sekitar 33 milimeter (mm), dan terdiri dari 3 segmen yang
berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin terletak antara vestibula dan
cochlea dan mengandung ganglion genikulatum. Karena kanal paling sempit berada
di segmen labirin ini (rata- rata diameter 0,68 mm), maka setiap terjadi
yang sedikit yaitu saraf petrosal. Saraf petrosal meninggalkan ganglion genikulatum,
memasuki fossa cranial media secara ekstradural, dan masuk kedalam foramen
lacerum dan berjalan menuju ganglion pterigopalatina. Saraf ini mendukung kelenjar
lakrimal dan palatina. Serabut saraf lainnya berjalan turun secara posterior di
sepanjang dinding medial dari kavum timpani (telinga tengah), dan memberikan
terdapat percabangan lainnya yaitu saraf korda timpani, yang terletak ± 6 mm diatas
timpani, terpisah dari kavum telinga tengah hanya oleh suatu membran mukosa. Saraf
tersebut kemudian berjalan ke anterior untuk bergabung dengan saraf lingualis dan
sublingual dan submandibularis, dan serabut aferen viseral untuk pengecapan, Badan
sel dari neuron gustatori unipolar terletak didalam ganglion genikulatum, dan
berjalan malalui saraf intermedius ke traktus solitaries). Setelah keluar dari foramen
(mempersarafi m.occipitalis dan m. stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit dari
parotid, saraf fasialis kemudian bercabang menjadi 5 kelompok (pes anserinus) yaitu
saraf ini terdapat pada bagian superior dari kelenjar parotid, dan mempersarafi dot-
akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit
neurologis lainnya. Bells’ palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering
yang melibatkan saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus paralisis
3.3 Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial
akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden
terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy
setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per100.000 populasi. Penderita diabetes
mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai
laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang
berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur
yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca
persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak
Penyebab Bells’ palsy tidak diketahui, diduga penyakit ini bentuk polineuritis
dengan kemungkinan virus, inflamasi, auto imun dan etiologi iskemik. Peningkatan
kejadian berimplikasi pada kemungkinan infeksi HSV type I dan reaktivasi herpes
3.5 Patofisiologi
melewati suatu bagian tulang temporalis yang serig disebut kanalis fasialis. Teori
umum yang diterima adalah edema atau iskemia menyebabkan kompresi pada nervus
fasialisdi dalam kanal ini. Penyebab edema dan iskemia itu sendiri belum diketahui
secara pasti.
merupakan bagian tersempit. Lokasi ini merupakan lokasi tersering kompresi nervus
fasialis. Pada bell’s palsy, jejas pada nervus fasialis terletak perifer dari nucleus
nervus tersebut. Jejas diduga terjadi dekat atau pada ganglion geniculate. Jika lesi
terletak proksimal dari ganglion tesebut, paralisis motoric disertai kelainan gustatorik
(gangguan pengecapan 2/3 anterior lidah dan produksi air liur) dan gangguan
lakrimasi akan timbul. Jika lesi terletak diantara ganglion geniculate dan proksimal
korda timpani, keluhan sama akan timbul, tetapi tanpa gangguan lakrimasi. Jika lei
terletak pada foramen stylomastoideus, maka hanya akan menyebabkan paralisis otot
.Perasaan nyeri, pegal, linu, dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya
sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot
wajah berupa:
a. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipata dahi hanya terlihat pada sisi
yang sehat.
b. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
(lagopthalmus).
c. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata
Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai
22
3.7 Diagnosis
diagnosis eksklusi.
b. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit
cerebellopontin angle.
Jika terdapat kelumpuhan pada saraf kranial yang lain, kelumpuhan motorik
dan gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus dipikirkan (misalnya:
23
c. Simetris normal saat istirahat.
berikut:
a. Asimetris luas.
Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti MRI Kepala atau CT- Scan
dan elektrodiagnosis dengan ENMG dan uji kecepatan hantar saraf serta pemeriksaan
laboratorium. Uji ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana tidak terjadi
24
Pada pemeriksaan laboratorium diukur Titer Lyme (IgM dan IgG), gula darah
atau hemoglobin A1C (HbA1C), pemeriksaan titer serum HSV2. CT-Scan digunakan
apabila paresis menjadi progesif dan tidak berkurang. MRI digunakan untuk
Bell’s palsy menunjukkan pembengkakan dan peningkatan yang merata dari saraf
3.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan
hari onset.
25
1. Pengobatan inisial
d. Antiviral: asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama
10 hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5
kali/hari.
2. Lindungi mata Perawatan mata: lubrikasi okular topikal (artifisial air mata pada
sequele.(1)
3.10 Komplikasi
4. Hipertensi
5. Diabetes
6. Kehamilan
Tidak ada tanda perbaikan setelah empat bulan Sekitar 14% penderita
mungkin terserang Bell’s palsy di kemudian hari pada sisi wajah lain. Hal ini
26
cenderung muncul apabila ada riwayat Bell’s palsy pada keluarga.
3.11 Prognosis
membaik dalam waktu dua minggu setelah onset gejala dan membaik secara penuh,
fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6 bulan. Tetapi untuk beberapa penderita
bisa lebih lama. Pada beberapa kasus, gangguan bisa muncul kembali di tempat yang
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUD Cut Meutia Aceh Utara pukul
10.30 WIB dengan keluhan mulut merot sejak 2 hari yang lalu dan mata kiri susah di
pejamkan. Pasien mengaku keluhan ini terjadi secara tiba-tiba. Pasien juga
mengeluhkan pusing, kedua tangan terasa kesemutan, perut kembung, adanya mual
kelemahan wajah satu sisi (atas dan bawah). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear di
atas nukleus pons), 1/3 wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. Muskulus
orbikularis, frontalis dan korrugator diinervasi bilateral pada level batang otak.
Inspeksi awal pasien memperlihatkan lipatan datar pada dahi dan lipatan nasolabial
Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan terjadi distorsi dan lateralisasi
pada sisi berlawanan dengan kelumpuhan. Pada saat pasien diminta untuk
mengangkat alis, sisi dahi terlihat datar. Pasien juga dapat melaporkan peningkatan
salivasi pada sisi yang lumpuh. Jika paralisis melibatkan hanya wajah bagian bawah,
dengan kelumpuhan fasial kontralateral supranuklear, stroke atau lesi intra serebral
harus sangat dicurigai. Jika paralisis fasial onsetnya gradual, kelumpuhan pada sisi
kontralateral, atau ada riwayat trauma dan infeksi, penyebab lain dari paralisis fasial
tidak memburuk pada hari ke 7 sampai 10. Progresifitas antara hari ke 7-10 dicurigai
diagnosis yang berbeda. Pasien dengan kelumpuhan fasial bilateral harus dievaluasi
28
sebagai Sindroma Guillain-Barre, penyakit Lyme, dan meningitis.
Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa, karena sisi lidah yang lain
penyembuhan komplit.
d. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit
cerebellopontin angle.
Diagnosa kerja pada pasien yaitu bell’s palsy dilihat dari klinis pasien dan
fasialis. Untuk prognosis dari kasus ini dubia ad bonam yang mana dengan atau tanpa
pengobatan, sebagian besar individu dapat membaik dalam waktu dua minggu setelah
onset gejala dan membaik secara penuh, fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6
bulan.
29
BAB V
KESIMPULAN
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron (LMN)
akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit
neurologis lainnya. Bells’ palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering
yang melibatkan saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus paralisis
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada
umur 20-40 tahun. Peluang untuk terjadinya Bell’s palsy pada laki-laki sama dengan
wanita. Dalam sebagian besar kasus, Bell’s palsy secara bertahap membaik dari
dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur dan spasme
spontan. Secara garis besar, pengobatan Bell’s palsy dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Panduan Praktik Klinis (PPK) Neurologi di Indonesia dari seluruh Kelompok Studi
2. Ropper AH, Brown RH. Bell’s Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and
5. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
6. Berg T. 2009. Medical Treatment and Grading of Bell’s Palsy. USU Institutional
8. Tiemstra DJ, Khatkhate N. 2007. Bell’s Palsy Diagnosis and Management. Amerika
10. Baugh RF, Basura GJ, Ishii LE, Schwartz SR, Drumheller CM, Burkholder R, et al.
11. Teixeira LJ, Valbuza J, Prado GF. Physical therapy for Bell s palsy (idiopathic
ers/bells/detail_bells.htm.
13. Kapita selecta kedokteran/editor, chris tanto (et.al). Ed.4. Jakarta: Media
Aesculapius, 2014.