Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)


merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature
Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga
berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis.
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran
melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering
menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar
antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita
mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu maupun janin.
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta
memahami patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi
secara akurat untuk memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban
pecah dini dan bayinya.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
Sedangkan menurut Yulaikhah, 2009 ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam,
belum ada tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi
ini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan segala
akibatnya.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah
saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan di bawah 38 – 42
minggu (Sinsin, 2008).
Arti klinis ketuban pecah dini adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan
tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik.
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of


membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin dengan segala
akibatnya.

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka


panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi
pertumbuhan dan perkembangan janin (Widjanarko, 2009).
B. Insidensi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm, dan
pada midtrimester kehamilan. Frekuensi kejadiannya yaitu 8%, 1% – 3% dan
kurang dari 1 %. Secara umum, insiden dari KPD terjadi sekitar 7 – 12 %
(Chan, 2006). Menurut EASTMAN insidensi ketuban pecah dini ini kira-kira
12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati
2011 insiden KPD adalah sekitar 6-9 % dari kehamilan.

C. Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih


belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.Beberapa laporan
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi
faktor predisposisi adalah:

Faktor Umum

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun


ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban
pecah dini.Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila
jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan
preterm denganketuban pecah dini.Grup B streptococcus mikroorganisme yang
sering menyebabkan amnionitis.

Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli danStaphylococcus


epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban
pada kehamilan preterm.Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator
inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus.Hal ini menyebabkan adanya
perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Faktor umum
yang lain adalah keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya
kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe.

Faktor obstetrik

Servik yang inkompetensia, serviks konisiasi, serviks menjadi


pendek.Kelainan pada serviks yang disebabkan oleh pemakaian alat-alat seperti
aborsi terapeutik, loop electrosurgical excision procedure (LEEP) yang tujuannya
untuk mengobati displasia serviks serta diagnosa dini kanker serviks dan
sebagainya. Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, kuretase). Tekanan intra uterin yang meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya tumor, hidramnion,
gemelli.cKelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.

Faktor keturunan

Faktor keturunan berlaku jika ada kelainan genetik dan berlaku defisiensi
vitamin C dan ion Cuprum (Cu) dalam serum.

Faktor lain

Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD.Trauma yang didapat misalnya hubunganseksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkanterjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.Faktor golongan darah yaitu, akibat golongan darah ibu dan anak
yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan
jarinngan kulit ketuban.Faktor lain yaitu:

 Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.


 Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
 Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C.
 Prosedur medis.
 Usia ibu hamil yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat
dari ibu yang lebih muda. Kelebihan berat badan sebelum kehamilan dan
peningkatan berat badan yang sedikit sewaktu kehamilan juga merupakan
antara etiologi KPD.

Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm:

 kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)


 riwayat persalinan preterm sebelumnya
 perdarahan pervaginam
 pH vagina di atas 4.5
 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
 flora vagina abnormal
 fibronectin > 50 ng/ml
 kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya
pada stress psikologis
 Inkompetensi serviks (leher rahim)
 Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
 Riwayat KPD sebelumnya
 Trauma
 servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek
(<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
 Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm:

 iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik


 maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-
eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi
intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,
servisitis/vaginitis akut, Ketuban Pecah pada usia kehamilan preterm.
 fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan
janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
 cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban
pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
 placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia.
 uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktifitas uterus idiopatik

Beberapa faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini:


 Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis dan
vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
 Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
 Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
 Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara,
malposisi, disproporsi, cervix incompetent dan lain-lain.
 Ketuban pecah dini artificial ( amniotomi ), dimana ketuban dipecahkan
terlalu dini.

D. Klasifikasi
KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur
kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm
saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi
preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan
tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.
KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.44
E. Mekanisme ketuban pecah dini
Mekanisme KPD menurut Manuaba, 2009 antara lain :
1. Terjadi pembukaan prematur serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
F. Patogenesis
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis
dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim
protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular
amnion. Kolagen amnion interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan
oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran
fetal.
Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang
terlibat dalam remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3
dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan
dengan ketuban pecah dini. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitor
of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan
enzim protease dan penurunan dari inhibitor mendukung teori bahwa enzim-
enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker
apoptosis di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan
membran pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan
bahwa ketuban pecah dini terjadi karena gabungan aktivasi aktivitas degradasi
kolagen dan kematian sel yang membawa pada kelemahan dinding membran
fetal (Parry, 1998).

Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc.
Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis,
reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98
% air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo,
verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter
terutama sebagai albumin.

Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk


mengetahui apakah janin sudah punyai paru-paru yang matang. Sebab
peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat
surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas.
Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak sungsang akan
kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan
mekonium.Asal air ketuban dari (1) kencing janin (fetal urin), (2) transudasi dari
darah ibu, (3) sekresi dari epitel amnion dan (4) asal campuran (mixed origin).
Fungsi air ketuban adalah:

 Untuk proteksi janin.


 Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
 Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
 Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
 Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau
diminum yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
 Meratakan tekanan intra – uterin dan membersihkan jalan lahir bila
ketuban pecah.
 Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat,
kira-kira 350-500 cc.

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi


uterus dan peregangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler


matriks.Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.Faktro resiko
untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam askorbik sebagai
komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor
jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP-1).Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitikdari
matriks ekstraseluler dan membrane janin.Aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.5

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.Pada trimester ketiga,


selaput ketuban mudah pecah.Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan geakan janin.Pada
trisemster terkhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.Pecahnya
ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.Ketuban pecah dini
premature sering terjadi pada polihiramnion, inkompetens serviks, dan solusio
plasenta. Selain itu, faktor yang paling sering menyebabkan ketuban pecah dini
adalah factor eksternal misalnya infeksi.5

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi


dalam kolagen matriks ektraseluler amnion, kotion, dan apoptosis membrane
janin. Membrane janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi, dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas “matriks degrading
enzyme”.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan


retikuler korion dan trofoblas.Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah
dan mudah pecah spontan.

Patofisiologi pada infeksi intrapartum :

 Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan


langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
 Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke
ruang intraamnion.
 Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
 Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan
dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

G. Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm
harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan
presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua
pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan
dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan
yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum) KPD
aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya
cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu
dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital
vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal
ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan
dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan
steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril
digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps
bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan
pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara
visual. Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus
diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua
swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan
gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk dikultur. Jika cairan
amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of
fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan
amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika
terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan
kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital
vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat
• Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi
diagnosis untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas
ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka
kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume
cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat
digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin,
dan kelainan congenital janin.
• Pemeriksaan laboratorium. Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium
untuk menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/
perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani
pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan.
Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding protein 1(IGFBP-1)
sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion, atau
infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut
juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi
infeksi neonatus pada KPD preterm.

H. Komplikasi
Ketuban pecah dini dapat menimbulkan komplikasi pada ibu maupun pada
janin yang dikandungnya. Komplikasi tersebut antara lain:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin
mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu
terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan
meninggikan mortalitas dan morbiditas perinatal (Mochtar, 1998). Pada .
janin dapat terjadi infeksi bahkan sepsis. Sepsis neonatorum adalah infeksi
aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri
dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih
(Sholeh Kasim, 2010).
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu dapat juga dijumpai infeksi
puerpuralis (nifas), peritonitis dan septikemia serta dry-labour. Ibu akan
merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,
maka suhu badan naik, nadi cepat dan tampaklah gejala-gejala infeksi. Hal
tersebut akan meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu
(Mochtar, 1998). Menurut Chan, 2006 pasien yang mengalami ketuban
pecah dini akan mengalami peningkatan kejadian infeksi baik
korioamnionitis, endometritis, sepsis.

I. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena
infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu.
Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD.
Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan
penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses
kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen
aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan
pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi
untuk lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana
yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia
kehamilan.

A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu


Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan
bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok
usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan
perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda (level of evidence III).
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik. (Lieman JM 2005)
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu.
Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada
mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara
signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan signifikan
berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa
persalinan lebih baik dibanding mempertahankan
kehamilan.
C. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib).
Tidak ada perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome.
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih
buruk dibanding melakukan persalinan.

KPD memanjang
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Dibuktikan dengan
22 uji meliputi lebih dari 6000 wanita yang mengalami KPD preterm, yang telah
dilakukan meta-analisis (level of evidence Ia). Terdapat penurunan signifikan dari
korioamnionitis (RR 0,57;95% CI 0,37-0,86), jumlah bayi yang lahir dalam 48
jam setelah KPD` (RR 0,71; 95% 0,58-0,87), jumlah bayi yang lahir dalam 7 hari
setelah KPD (RR 0,80; 95% ci 0,71-0,90), infeksi neonatal (rr 0,68;95% ci 0,53-
0,87), dan jumlah bayi dengan USG otak yang abnormal setelah keluar dari RS (rr
0,82; 95% ci 0,68-0,98). Sehingga dapat disimpulkan bahwa administrasi
antibiotic mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan menunda
kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan
kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat
menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak
disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik. Pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam)3:
Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan
sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel di
atas.
Manajemen Aktif
Pada kehamilan >= 37 minggu, lebih dipilih induksi awal. Meskipun demikian,
jika pasien memilih manajemen ekspektatif harus dihargai. Lamanya waktu
manajemen ekspektatif perlu didiskusikan dengan pasien dan keputusan dibuat
berdasarkan keadaan per individu. Induksi persalinan dengan prostaglandin
pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan infeksi
neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Sehingga, oksitosin lebih
dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam untuk induksi persalinan
pada kasus KPD.
Kemajuan pada pelayanan maternal dan manajemen PPROM pada batas yang
viable dapat mempengaruhi angka survival; meskipun demikian untuk PPROM
<24 minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal masih tinggi. Konseling
kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi (induksi persalinan) atau
manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan diskusi mengenai keluaran
maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga menambahkan diskusi
dengan neonatologis.
Beberapa studi yang berhubungan dengan keluaran/ outcomes, diperumit dengan
keterbatasan sampel atau faktor lainnya. Beberapa hal yang direkomendasikan:
§ Konseling pada pasien dengan usia gestasi 22-25 minggu menggunakan
Neonatal Research Extremely Preterm Birth Outcome Data.
§ Jika dipertimbangkan untuk induksi persalinan sebelum janin viable,
tatalaksana merujuk kepada Intermountain’s Pregnancy Termination Procedure.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan KPD preterm telah
dibuktikan manfaatnya dari 15 RCT yang meliputi 1400 wanita dengan KPD dan
telah disertakan dalam suatu metaanalisis. Kortikosteroid antenatal dapat
menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RR 0,56; 95% CI 0,46-0,70),
perdarahan intraventrikkular (RR 0,47; 95% CI 0,31-0,70) dan enterokolitis
nekrotikan (RR 0,21; 95% CI 0,05-0,82), dan mungkin dapat menurunkan
kematian neonatus (RR0,68; 95% ci 0,43-1,07) Tokolisis pada kejadian KPD
preterm tidak direkomendasikan. Tiga uji teracak 235 pasien dengan KPD preterm
melaporkan bahwa proporsi wanita yang tidak melahirkan 10 hari setelah ketuban
pecah dini tidak lebih besar secara signifikan pada kelompok yang menerima
tokolisis (levels of evidence Ib
Rekomendasi
Berdasarkan literatur yang ada dan terkini serta level of evidence masing-masing
pernyataan, direkomendasikan penatalaksanaan (diagnosis, pemeriksaan antenatal,
dan medikamentosa) seperti berikut ini:
1. Diagnosis KPD spontan paling baik didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan spekulum steril (Rekomendasi B)
2. Pemeriksaan USG berguna pada beberapa kasus untuk mengkonfirmasi USG
(Rekomendasi B)
3. Ibu hamil harus dipantau tanda tanda klinis dari korioamnionitis.,
(Rekomendasi B)
4. Uji darah ibu, CRP, swab vagina setiap minggu tidak perlu dilakukan karena
sensitivitas dalam mendeteksi infeksi intrauterin yang sangat rendah
(Rekomendasi B)
5. Kardiotokografi berguna untuk dilakukan karena takikardia fetal adalah salah
satu definisi dari korioamnionitis. Skor profil biofisik dan velosimetri Doppler
dapat dilakukan namun ibu hamil harus diinformasikan bahwa uji tersebut
memiliki keterbatasan dalam memprediksi infeksi fetus. (Rekomendasi B)
6. Amniosentesis tidak memiliki cukup bukti untuk memperbaiki outcome sebagai
cara diagnosis infeksi intrauterin. (Rekomendasi B)
7. Eritromisin perlu diberikan 10 hari paskadiagnosis KPD preterm (Rekomendasi
A)
8. Kortikosteroid antenatal harus diberikan pada wanita dengan KPD preterm
(Rekomendasi A)
9. Tokolisis pada KPD preterm tidak direkomendasikan karena penatalaksanaan
ini tidak secara signifikan memperbaiki outcome perinatal (Rekomendasi A)
10. Persalinan harus dipikirkan pada usia gestasi 34 minggu. Ketika manajemen
ekspektatif mungkin di atas usia gestasi ini, ibu harus tetap diinformasikan bahwa
ada resiko korioamnionitis yang meningkat dan resiko masalah respirasi neonatus
yang menurun. (Rekomendasi B)
11. Amnioinfus selama persalinan tidak direkomendasikan pada wanita dengan
KPD karena tidak ada bukti yang cukup. Amnioinfusi juga tidak terbukti
mencegah hipoplasia pulmoner.
12. Tidak ada bukti yang cukup bahwa fibrin sealants adalah tatalaksana rutin dari
oligohidramnion trimester kedua karena KPD preterm.

Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, 1998)

KETUBAN PECAH

< 37 MINGGU ≥ 37 MINGGU

Tidak ada
Infeksi Infeksi Tidak ada infeksi
infeksi

Berikan penisilin, amoksisilin + Berikan Lahirkan bayi


gentamisin, dan eritromisin penisilin,
metronidazol untuk 7 hari gentamisin,
Berikan penisilin atau
dan
Lahirkan bayi Steroid untuk
ampisilin
metronidazol
pematangan
paru Lahirkan bayi
ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN

Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi

Stop Lanjutkan Tidak perlu antibiotic


antibiotik untuk 24 – 48
jam setelah
bebas panas

J. Pencegahan
Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha
untuk mengurangi atau berhenti, motivasi untuk menambah berat badan yang
cukup selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada
trimester akhir bila ada predisposisi (Morgan, 2009).
BAB III

KESIMPULAN

BAB III

PENUTUP

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda


persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda persalinan.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.Ketuban
pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi dan bahaya
kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya dianjurkan untuk
pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.

Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD
sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi
yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom
(RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

Penatalaksanaan yang optimal harus mempertimbangkan 2 hal tersebut di


atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi
yang kurang bulan.Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat
untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis,
yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi
yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chan Paul D, Johnson Susan M, 2006, Current Clinical Strategies


Gynecology and Obstetrics, Current Clinical Strategies Publishing,
California.
2. Cunningham F, Gary et al, 2006, Obstetri Williams, Edisi 21, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Helen, Farrer, 2001, Perawatan Maternitas : Plasenta dan Janin, Edisi 2, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Manuaba Chandranita Ida Ayu et all, 2009, Buku Ajar Patologi Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan, Cetakan pertama, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri jilid 1, Edisi kedua, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
6. Morgan Geri, Hamilton Carole, 2009, Panduan Praktik Obstetri dan
Ginekologi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
7. Prawirohardjo , Sarwono et al, 2007, Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan
Bina Pustaka Prawirohardjo, Jakarta.
8. Rahmawati, Eni Nur, 2011, Ilmu Praktis Kebidanan : Kelainan-kelainan dan
penyakit telur, Victory Inti Cipta, Surabaya.
9. Saifuddin, AB, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Edisi pertama, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
10. Parry Samuel, et al, 1998, Premature Rupture of The Fetal Membranes, New
England Journal Medicine, pp : 663 – 670, Available from :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199803053381006
11. Yulaikhah, Lily, 2009, Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
12. Wiknjosastro Hanifa et al, 2007, Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi pertama,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai