KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT
Disusun oleh:
Tiara Nur Aulia, S.Ked
04084822326117
Pembimbing:
dr. Ferriansyah Gunawan, Sp.An-TI
Laporan Kasus
KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT
Oleh
Tiara Nur Aulia, S.Ked
04084822326117
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
periode 26 Februari -24 Maret 2024.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul
“Ketidakseimbangan Elektrolit” sebagai salah satu tugas dalam Kepanitraan Klinik
di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembamg.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ferriansyah Gunawan, Sp.An-TI selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
STATUS PASIEN
1.1.Identitas Pasien
Nama : Ny. EK
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sako, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 27 Februari 2024
4
bening, jumlah sekitar ½-1 gelas belimbing, tidak menyemprot, tanpa
darah/kehitaman, dan tidak dipengaruhi makanan/lingkungan. Nyeri perut
ada, di ulu hati, terjadi terus-menerus, tidak menjalar dan tidak
panas/terbakar. Keluhan perut begah/kembung disangkal. Demam ada,
dirasakan terus-menerus, dan suhu dirasa tinggi namun tidak diukur.
Penurunan nafsu makan ada berupa hanya makan beberapa sendok. Keluhan
batuk, pilek, sesak napas disangkal. Riwayat jajan sembarangan disangkal.
Pasien lalu dibawa ke IGD RSMH untuk ditatalaksana lebih lanjut.
Sejak 3 jam sebelum masuk P1 IGD, pasien mengalami penurunan
kesadaran dengan sesak napas yang terjadi terus-menerus, napas cepat dan
dalam, tidak dipengaruhi oleh suhu dan posisi. Sesak napas tidak disertai
mengi. Demam ada, dirasakan terus-menerus dan namun suhu tidak diukur.
Keluhan batuk, mual muntah, nyeri dada, berdebar, nyeri perut, kejang, dan
sembab tungkai disangkal. Pasien lalu dikonsultasikan ke Departemen
Anestesi untuk ditatalaksana lebih lanjut.
5
f. Riwayat Pengobatan
- Amlodipin 1x5 mg (hanya diminum saat nyeri tengkuk dan tidak
pernah kontrol rutin)
- Metformin 2x500 mg (diminum rutin dan tidak pernah kontrol rutin)
- Glimepirid 1x2 mg (diminum rutin dan tidak pernah kontrol rutin)
b. Secondary Survey
AMPLE
- Allergic : Tidak ada
- Medication : Tidak ada
- Past illness :
• Riwayat darah tinggi, terdeteksi sejak 2 tahun lalu
• Riwayat kencing manis, terdeteksi sejak 2 tahun lalu
- Last meal : Pukul 06.30 (27/02/2024)
6
- Event related to injury : Tidak ada
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis terlihat
7
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas atas jantung pada ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kiri jantung pada ICS 5 linea midclavicularis
sinistra
Batas kanan jantung pada ICS 4 linea parasternalis
dextra
Auskultasi : BJ I-II regular, HR 112x/m, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas, scar (-)
Auskultasi : BU 8x/m, bruit (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan sulit dinilai,
hepatosplenomegaly (-), turgor cepat
Auskultasi : BU 10x/m, bruit (-)
1.4.Pemeriksaan Penunjang
8
Trombositt 153 189-436 x 104/μL
Diff Count
Basofil % 0 0-1 %
Eosinofil % 0 1-6 %
Neutrofil % 93 50-70 %
Limfosit % 5 25-40 %
Monosit % 2 2-8 %
Retikulosit 1,30 0,50-1,50
LED 120 <20
Faal hati
SGOT 103 0-31
SGPT 26 0-32
Albumin 3,3 3,5-5.0 g/dL
Faal Ginjal
Ureum 59 16,6-48,5
Kreatinin 2,32 0,50-0,90
Elektrolit serum
Na 134 135-155 mEq/L
K 5,8 3,5-5,5 mEq/L
Ca 7,1 8,4-9,7
Ca Koreksi 7,7
Cl 110 96-106
Urinalisis
Warna Kuning muda Jernih
pH 5,0 4,5-8
Protein - -
Ascorbic acid - -
Keton + -
Glukosa ++++ -
Darah +++ -
Leukosit esterase + -
Leukosit 25-30 0-5
Bakteri + -
Analisis Gas Darah (02.13 WIB, 28//02/24)
pH 7,492 7,35-7,45
pCO2 14,2 35-45
HCO3 11,0 21-28
Analisis gas darah (20.18 WIB, 28/02/24)
pH 7,446 7,35-7,45
pCO2 21,2 35-45
HCO3 14,7 21-28
b. EKG (27/02/24)
9
Kesan : Sinus takikardia
10
c. Rontgen Thorax (27/02/24)
1.5.Diagnosis Kerja
Penurunan Kesadaran ec Sepsis Suspek Urosepsis dd/ Hipovolemik + Krisis
Hiperglikemia ec DM Tipe 2 NW UC + GEA Dehidrasi Ringan Sedang + ISK
+ Anemia Mikrositik Hipokrom + AKI Stage II + Hiperkalemia (5,8) +
Hipokalsemia (7,1) + Hipoalbuminemia (3,3).
11
1.6.Tatalaksana
Non-farmakologi (KIE)
- KIE
- Observasi TTV
- Drip protocol drip critical ill algoritma I
- Cek AGD, laktat, dan kalium per 6 jam
- Periksa darah rutin dan darah lengkap
- Kultur urin dan darah
- Pro NGT untuk diet cair
- Puasa
- GDS per jam
Farmakologi
- Fluid challenge 500 cc NaCl 0,9% à diulangi hingga 2.000 cc
- Drip norepinefrin titrasi bila tidak respon dengan cairan
- Insulin 3 unit bolus iv -> Lanjut drip critical ill algoritme 1 (mulai 3
unit/jam) -> cek GDS per jam
- Inj Meropenem 3x1 gr iv
- Omeprazole 2x40mg IV
- Domperidon 3x10 mg PO
- Sukralfat syr 3x15 ml PO
- New diatab 2tab tiap BAB cair
- Amlodipine 1x5 mg PO
- Paracetamol 3x500mg po
- Novorapid 3x8 IU SC
- Levemir 1x10 IU SC
1.7.Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
12
1.8.Follow up
Follow up (Musi 1.1 (01/03/2024)
13
Output : 1.00 ml
Elektrolit serum
Na 148 135-155 mEq/L
K 5,1 3,5-5,5 mEq/L
Ca 6,9 8,4-9,7
Ca Koreksi 7,9
Cl 123 96-106
14
Urinalisis
Warna Kuning jernih Jernih
pH 5,0 4,5-8
Berat Jenis 1.010 1.003-1.030
Protein - -
Ascorbic acid - -
Keton - -
Glukosa ++ -
Darah ++ -
Bilirubin - -
Urobilinogen 1 0,1-1,8
Leukosit esterase - -
Leukosit 2-4 0-5
Bakteri - -
Nitrit - -
Silinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Analisis Gas Darah
pH 7,265 7,35-7,45
pCO2 24,0 35-45
HCO3 11,0 21-28
A Penurunan Kesadaran ec Syok Sepsis Susp Urosepsis dd/
Hipovolemik + Respiratory Failure on Mechanical Ventilator +
Krisis Hiperglikemia ec DM Tipe 2 NW UC + Hematemesis ec Susp
Stress Ulcer dd Gastropati DM + GEA Dehidrasi Ringan Sedang +
ISK + Anemia Mikrositik Hipokrom + AKI Stage II + Hipokalsemia
(7,9) + Hipoalbuminemia (2,8)
P Non Farmakologis :
- drip Protokol drip critical ill algoritma I
- Cek AGD dan Kalium 6 jam, laktat
- periksa DR, DK ulang
- FU kultur urin dan darah
- NGT alir, puasa
Farmakologis:
-drip norepinefrin titrasi bila tidak respon dengan cairan
15
-Insulin 3 unit bolus iv -> Lanjut drip critical ill algoritme 1
(mulai 3 unit/jam) -> cek GDS per jam
-dosis koreksional Novorapid 3uint saat makan besar
-inj Meropenem 3x1 gr iv
-Omeprazole 2x40mg IV
-Domperidon 3x10 mg PO
-Sukralfat syr 3x15 ml PO
-New diatab 2tab tiap BAB cair
-Amlodipine 1x5 mg PO
-Paracetamol 3x500mg po
- drip omeprazole 40mg dalam ns 100cc habis dalam 5 jam
selama 72 jam
- inj ca gluconas 3x1 (3x pemberian), cek ulang post koreksi
- Kidmin 1x1 iv
-KCL 25mEq dalam NS 500cc (dalam 6jam)
Follow up (02/03/2024)
S Penurunan kesadarahan (+), sesak napas (+), demam (-), sesak
napas (+), mual muntah (-), batuk (-), nyeri perut (-), BAK tidak
ada keluhan
O KU : tampak sakit berat
Sens : GCS E3M4VT
TD : 115/74 mmHg
HR : 106
RR : 24
T : 36,7
SpO2: 100% on mechanical ventilator
16
Mulut : kering (+), pucat (+), lidah sulit dinilai
Leher : KGB (-), JVP 5-2 cm H2O
Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Cor : BJ 1-2 reguler cepat, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), turgor cepat,
hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, crt <2 detik, pucat (+)
Genitalia : tidak diperiksa
Urin
Input :
- Amiparen: 572 ml
- KAEN 3B : 2.500
- Paracetamol : 100 ml
- Crititical ill insulin uinit dalam NaCl 0,9% : 188 ml
Total : 3.360 ml
Output : 3.968 ml
17
Albumin 3,0 3,5-5,0
Faal Ginjal
Ureum 112 16,6-48,5
Kreatinin 1,72 0,50-0,90
Elektrolit serum
Na 143 135-155 mEq/L
K 3,4 3,5-5,5 mEq/L
Ca 7,8 8,4-9,7
Ca Koreksi 8,6
Cl 117 96-106
GDS 229 <200
Analisis Gas Darah
pH 7,468 7,35-7,45
pCO2 21,5 35-45
HCO3 15,7 21-28
A Penurunan Kesadaran ec Syok Sepsis Susp Urosepsis dd/
Hipovolemik + Respiratory Failure on Mechanical Ventilator +
Krisis Hiperglikemia ec DM Tipe 2 NW UC + Hematemesis ec Susp
Stress Ulcer dd Gastropati DM + GEA Dehidrasi Ringan Sedang +
ISK + Anemia Mikrositik Hipokrom + AKI Stage II + Hipokalsemia
(7,8) + Hipoalbuminemia (3,0)
P Non Farmakologis :
- drip Protokol drip critical ill algoritma I
- Cek AGD dan Kalium 6 jam, laktat
- periksa DR, DK ulang
- FU kultur urin dan darah
- NGT alir, puasa
Farmakologis:
-drip norepinefrin titrasi bila tidak respon dengan cairan
-Insulin 3 unit bolus iv -> Lanjut drip critical ill algoritme 1
(mulai 3 unit/jam) -> cek GDS per jam
-dosis koreksional Novorapid 3uint saat makan besar
-inj Meropenem 3x1 gr iv
-Omeprazole 2x40mg IV
-Domperidon 3x10 mg PO
18
-Sukralfat syr 3x15 ml PO
-New diatab 2tab tiap BAB cair
-Amlodipine 1x5 mg PO
-Paracetamol 3x500mg po
- drip omeprazole 40mg dalam ns 100cc habis dalam 5 jam
selama 72 jam
- inj ca gluconas 3x1 (3x pemberian), cek ulang post koreksi
- Kidmin 1x1 fl
-KCL 25mEq dalam NS 500cc (dalam 6jam)
19
BAB III
ANALISIS KASUS
Laporan kasus ini melaporkan Ny.EK, 58 tahun, alamat Sako, sebagai IRT
yang masuk IGD RSMH dengan keluhan badan lemas sejak 8 jam SMRS. Sejak 1
hari SMRS, pasien mengeluh susah BAB yang dirasakan sepanjang hari. Mual
muntah ada, 1x, isi apa yang dimakan, tidak menyemprot, jumlah muntahan sekitar
¼ gelas belimbing tanpa disertai darah/kehitaman dan tidak dipengaruhi
makanan/lingkungan. Demam ada, dirasakan terus-menerus, dan suhu dirasa tinggi
namun tidak diukur. Nyeri perut ada, dirasakan di ulu hati, dan terjadi terus-
menerus. Riwayat jajan sembarang disangkal. Penurunan nafsu makan ada, hanya
makan ½ porsi dari biasanya. Pasien belum berobat ke dokter dan keluhan tidak
membaik. Sejak 8 jam SMRS, pasien mengeluh badan lemas, timbul perlahan-lahan
dan dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Pasien mengeluh BAB cair disertai
ampas, 5x, jumlah tiap BAB sekitar 1 gelas belimbing, tanpa darah dan lendir. Mual
muntah ada, 5x, isi apa yang dimakan hingga cairan bening, jumlah sekitar ½-1
gelas belimbing, tidak menyemprot, tanpa darah/kehitaman, dan tidak dipengaruhi
makanan/lingkungan. Nyeri perut ada, di ulu hati, terjadi terus-menerus, tidak
menjalar dan tidak panas/terbakar. Demam ada, dirasakan terus-menerus, dan suhu
dirasa tinggi namun tidak diukur. Penurunan nafsu makan ada berupa hanya makan
beberapa sendok. Pasien lalu dibawa ke IGD RSMH untuk ditatalaksana lebih
lanjut. Sejak 3 jam sebelum masuk P1 IGD, pasien mengalami penurunan
kesadaran. Pasien mengalami sesak napas, timbul perlahan-lahan, terjadi terus-
menerus, napas cepat dan dalam, tidak dipengaruhi oleh suhu, posisi, waktu, dan
lingkungan. Demam ada, dirasakan terus-menerus dan suhu dirasa tidak terlalu
tinggi. Keluhan batuk, mual muntah, nyeri dada, berdebar, nyeri perut, kejang, dan
sembab tungkai disangkal. Pasien lalu dikonsultasikan ke Departemen Anestesi
untuk ditatalaksana lebih lanjut.
Dari riwayat penyakit dahulu, diketahui pasien menderita hipertensi dan
diabetes mellitus yang keduanya tidak pernah kontrol rutin ke dokter. Dari
pemeriksaan fisik, berdsaarkan primary survey didapatkan penurunan kesadaran,
hipotensi, takikardia, takipnea, serta sesak napas. Dari pemeriksaan status
generalikus dijumpai adanya GCS 11, takikardi, takipnea, dan overweight. Dari
20
pemeriksaan keadaan spesifik dijumpai tanda dehidrasi berupa mata cekung, sesak
napas yang ditandai retraksi interkostal. Dari pemeriksaan penunjang, dijumpai
adanya anemia mikrositik, leukositosis, shift-to-right, peningkatan ureum dan
kreatinin, hipokalsemia, serta hiperglikemia. Dari segi urinalisis, dijumpai
glukosuria dan tanda-tanda yang menjerumus ke arah infeksi saluran kemih.
Kemudian, ketika di-follow up pada tanggal 28 Februari, dijumpai pasien
mengalami hiperkalemia.
Tubuh manusia memiliki beberapa elektrolit penting dan berperan utama
dalam proses homeostasis. Elektrolit adalah molekul bermuatan listrik atau ion
yang ditemukan di dalam dan di luar sel-sel tubuh (intraseluler atau ekstraseluler).
Ion-ion ini berkontribusi pada konsentrasi larutan tubuh dan bergerak antara
lingkungan intraseluler dan ekstraseluler. Elektrolit masuk melalui cairan dan
makanan, dan diekskresi terutama melalui ginjal, serta melalui hati, kulit, dan paru-
paru.4
Elektrolit diukur dalam satuan yang disebut miliekuivalen (mEq/L) per liter
daripada dalam bobot miligram karena sifat kimianya sebagai ion. Millequivalent
mengukur aktivitas elektrokimia dalam kaitannya dengan 1 mg hidrogen. Ukuran
lain yang dapat digunakan adalah milimol, berat atom elektrolit. Ukuran ini sering
sama dengan miliekuivalen, tetapi pada beberapa kesempatan mungkin merupakan
sebagian kecil dari ukuran miliekuivalen. Kehati-hatian harus diambil ketika
menafsirkan nilai elektrolit untuk memastikan bahwa skala yang benar sedang
digunakan dan kisaran normal untuk elektrolit dalam skala tersebut diketahui.
Misalnya, 3 mEq elektrolit tidak dapat dievaluasi menggunakan kisaran normal 3-
5 mmol/L.4
Kation utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium (Na+). Karena
natrium memiliki pengaruh yang kuat pada tekanan osmotik, ia memainkan peran
utama dalam regulasi cairan. Saat natrium diserap, air biasanya mengikuti melalui
proses osmosis. Faktanya, kadar natrium diatur lebih banyak oleh volume cairan
dan osmolalitas cairan tubuh daripada jumlah natrium dalam tubuh. ADH dan
aldosteron mengontrol kadar cairan dengan secara langsung meningkatkan
reabsorpsi atau ekskresi natrium.4
21
Kation penting lainnya adalah kalium (K+). Kalium memainkan peran penting
dengan mempengaruhi potensi membran istirahat, yang sangat mempengaruhi sel-
sel yang terangsang listrik, seperti sel-sel saraf dan otot. Peningkatan atau
penurunan kadar K+ dapat menyebabkan depolarisasi atau hiperpolarisasi sel,
mengakibatkan hiperaktif atau tidak aktif jaringan seperti otot. Kadar kalium harus
dipertahankan dalam kisaran sempit untuk menghindari gangguan listrik yang
terjadi ketika konsentrasi kalium terlalu tinggi atau terlalu rendah. Gangguan ini
dapat mengancam jiwa jika terjadi pada organ vital seperti jantung. Kadar kalium
diatur terutama melalui reabsorpsi atau sekresi di ginjal. Aldosteron memainkan
peran penting dalam mengendalikan kadar kalium. Jika kadar kalium tinggi,
aldosteron disekresikan, menyebabkan peningkatan sekresi kalium ke dalam urin.4
Kalsium (Ca2+) adalah kation ketiga yang penting untuk keseimbangan
elektrolit. Mirip dengan kalium, kadar Ca2+ berdampak pada jaringan yang dapat
dirangsang secara elektrik seperti otot dan saraf. Tingkat kalsium dalam tubuh
dipertahankan dalam kisaran yang sempit. Rendahnya tingkat kalsium dalam tubuh
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran plasma untuk Na+, yang
mengakibatkan saraf dan jaringan otot menghasilkan potensial aksi spontan dan
hiperreaktivitas. Gejala yang dihasilkan termasuk kejang otot, kebingungan, dan
kram usus. Di sisi lain, kadar Ca2+ yang tinggi dapat mencegah depolarisasi normal
sel-sel saraf dan otot dengan mengurangi permeabilitas membran terhadap Na+,
yang mengakibatkan penurunan rangsangan dengan gejala seperti kelelahan,
kelemahan, dan sembelit. Selain itu, kadar Ca2+ yang tinggi dapat menyebabkan
endapan garam kalsium karbonat mengendap di jaringan lunak tubuh,
menyebabkan iritasi jaringan dan inflamasi. Kalsium diatur melalui tulang, yang
mengandung hampir 99 persen dari total kalsium dalam tubuh, serta melalui
penyerapan atau ekskresi di ginjal dan penyerapan melalui saluran pencernaan.
Hormon paratiroid meningkatkan atau mengurangi kadar Ca2+ sebagai respons
terhadap kadar Ca2+ dalam lensa ekstraseluler. Hormon paratiroid menyebabkan
reabsorpsi Ca2+ di ginjal dan pelepasan Ca2+ dari tulang dan meningkatkan
vitamin D aktif dalam tubuh, sehingga meningkatkan penyerapan Ca2+ di saluran
pencernaan. Ion kalsium dan fosfat saling terkait, dengan kadar fosfat yang tinggi
menyebabkan rendahnya tingkat Ca2+ yang tersedia. Dengan demikian fosfat
22
sering dihilangkan untuk meningkatkan Ca2 + yang tersedia dalam tubuh.
Kalsitonin adalah hormon lain yang mengatur kadar kalsium. Kalsitonin
mengurangi kadar Ca2+ dengan menyebabkan tulang menyimpan lebih banyak
kalsium.4
Magnesium (Mg2+) adalah kation lain yang ditemukan dalam tubuh. Seperti
kalsium, magnesium disimpan terutama di tulang. Sebagian besar Mg2+ yang tersisa
terletak di cairan intraseluler, dengan kurang dari 1 persen ditemukan di cairan
ekstraseluler. Magnesium mempengaruhi transpor aktif Na+ dan K+ melintasi
membran sel, yang berdampak pada rangsangan otot dan saraf. Dari sejumlah kecil
magnesium dalam tubuh, setengahnya terikat pada protein dan tidak aktif, dan
separuh lainnya bebas. Kadar magnesium diatur secara ketat melalui reabsorpsi atau
kehilangan ginjal.4
Anion utama dalam cairan ekstraseluler adalah klorida (Cl-). Klorida sangat
tertarik pada kation seperti natrium, kalium, dan kalsium, dan dengan demikian
kadar Cl– dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh regulasi kation dalam cairan
ekstraseluler.4
Fosfor, ditemukan dalam tubuh dalam bentuk fosfat, adalah anion lain dalam
tubuh. Fosfat ditemukan terutama di tulang dan gigi (85 persen) dan terikat kalsium.
Sebagian besar fosfat yang tersisa ditemukan di dalam sel. Fosfat sering terikat pada
lipid, protein, dan karbohidrat dan merupakan komponen utama DNA, RNA, dan
ATP. Fosfat penting dalam pengaturan aktivitas enzim dan bertindak sebagai buffer
dalam keseimbangan asam-basa. Bentuk ion fosfat yang paling umum adalah HPO4
2–
. Kadar fosfat diatur melalui reabsorpsi atau kehilangan ginjal. Hormon paratiroid
menurunkan reabsorpsi tulang Ca2+, melepaskan Ca2+ dan fosfat ke dalam aliran
ekstraseluler. Hormon paratiroid menyebabkan hilangnya fosfat melalui ginjal,
yang membuat Ca2+ tidak terikat dan tersedia. Tingkat fosfat yang rendah dapat
mengakibatkan penurunan aktivitas enzim dan gejala seperti berkurangnya
metabolisme, transportasi oksigen, fungsi sel darah putih, dan pembekuan darah.
Kadar fosfat yang tinggi menghasilkan ikatan Ca2+ yang lebih besar dengan fosfat
dan endapan kalsium fosfat dalam jaringan lunak.4
Natrium, kation aktif osmotik, adalah salah satu elektrolit penting dalam
cairan ekstraseluler. Natrium bertanggung jawab untuk menjaga volume cairan
23
ekstraseluler dan mengatur potensi membran sel. Natrium dipertukarkan bersama
dengan kalium melintasi membran sel sebagai bagian dari transpor aktif. Oleh
karena merupakan elektrolit ekstraseluler penting dan terbanyak, salah satu
komponen penghitungan osmolaritas serum adalah natrium. Osmolaritas serum
dapat dihitung dengan formula Smithline dan Gardner dimana osmolaritas serum =
2xNa + glukosa/18 + BUN/2,8. Pada kasus ini didapatkan osmolaritas serum
sebesar 309,73 mOsm/kgBB. Hal ini menunjukkan adanya hiperosmolalitas serum
pada pasien dikarenakan osmolaritas serum normal seharusnya berkisar antara 275
hingga 295 mOsm/kg. Hiperosmolaritas ini dapat dijelaskan akibat kondisi mual
muntah atau diare yang dialami pasien sehingga pasien kehilangan cairan tubuhnya.
Di sisi lain, ion bikarbonat (HCO3-) berperan dalam kondisi asam basa, kadarnya
dapat menurun dan menyebabkan asidosis pada kasus seperti diare, sedangkan
metabolisme ginjal yang terganggu dapat menyebabkan penumpukkan bikarbonat
yang menyebabkan kondisi alkalosis.1
Diabetes mellitus memiliki berbagai komplikasi jangka panjang yang dapat
dikategorikan sebagai mikroangiopati dan makroangiopati. Salah satu komplikasi
dari DM adalah gangguan pada ginjal. Berbagai mekanisme dapat menjelaskan
hiperkalemia pada kondisi DM, termasuk gangguan ekskresi kalium (K+),
gangguan fungsi tubulus ginjal, dan berkurangnya kemampuan untuk menggeser
K+ ke dalam sel. Penyebab utama yang menyebabkan kondisi ini sebenarnya adalah
adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan K+ dengan benar, asupan K+
yang tinggi, dan gangguan fluks seluler K+ (aliran masuk dan keluar), yang
mengarah ke pergeseran K+ dari kompartemen interseluler ke ekstraseluler. Pasien
DM lebih rentan terhadap hiperkalemia karena serangkaian perubahan dalam
lingkungan diabetes seperti hipoaldosteronisme hiporeninemik, hiperosmolalitas,
defisiensi insulin.5
Hipokalemia yang terjadi pada pasien dapat disebabkan oleh insulin yang
diberikan pada protokol algoritma critical ill terlalu banyak. Insulin dapat
menyebabkan hipokalemia karena insulin bekerja dengan cara mempromosikan
masuknya ion kalium ke dalam otot rangka dan hepatosit dengan meningkatkan
aktivitas pompa Na+-K+-ATPase. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
penurunan kadar kalium termasuk muntah, peningkatan kehilangan kalium karena
24
diuresis osmotik dan ekskresi anion ketoacid, dan hilangnya kalium dari sel karena
glikogenolisis dan proteolisis yang dapat ditemukan pada pasien dengan DM yang
tidak terkontrol dan resistensi terhadap insulin.6 Hipokalemia dapat dikoreksi
dengan memberikan larutan kalium klorida (1-2 mEq/mL) dengan kecepatan
penggantian intravena sebesar 20 mEq/jam.
Klorida (Cl−) adalah anion utama tubuh, mewakili dua pertiga dari semua
muatan negatif dalam plasma dan juga bertanggung jawab atas sepertiga tonisitas
plasma. Peran dan signifikansinya dalam keseimbangan asam-basa, osmosis,
aktivitas otot dan imunomodulasi telah dibayangi oleh elektrolit serum lainnya,
meskipun kelainan klorida telah terdeteksi pada 25% pasien dalam pengaturan
perawatan kritis. Hiperklorida pada kasus ini terjadi akibat sepsis yang dialami oleh
pasien. Sepsis merupakan salah satu bagian dari shock distributif yang ditandai
dengan vasodilatasi perifer sehingga salah satu tata laksana penting dari shock
sepsis adalah resusitasi cairan untuk tetap mempertahankan tekanan darah.
Resusitasi cairan agresif, dengan kristaloid kaya klorida, selama pengobatan
hipoperfusi sepsis-induced, dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik iatrogenik.
Dalam kasus ini pasien diresusitasi dominan dengan NaCl 0,9%, serta adanya
koreksi ion kalium dengan sediaan KCl sehingga hal ini menjelaskan terjadinya
hiperkloremia pada kasus ini. Efek hiperkloremia pada pasien sepsis sebenarnya
merugikan karena secara hemodinamik dapat menurunkan mean arterial pressure
(MAP) karena ion klorida dapat menyebabkan asidosis moderat yang meningkatkan
plasma nitrit dan menurunkan tekanan darah.7
Anemia sering terjadi pada pasien septik dan disebabkan oleh pemendekan
umur peredaran darah merah (RBC) (hemolisis, prosedur invasif, perdarahan
gastrointestinal, dll.) dan/atau berkurangnya produksi RBC karena kekurangan
nutrisi, metabolisme zat besi, proses inflamasi yang menyebabkan gangguan
proliferasi RBC, serta gangguan produksi dan persinyalan eritropoietin. Hasil studi
kohort pada pasien shok septik menunjukkan bahwa anemia lebih sering terjadi
pada pasien hiperkloremik, dan mereka membutuhkan lebih banyak transfusi darah
dibandingkan dengan pasien normokloraemia. Mekanisme yang menjelaskan
fenomena tersebut berhubungan dengan penghambatan produksi eritropoietin oleh
sitokin proinflamasi yang terjadi akibat asidosis hiperkloremik.7
25
Ca2+ bertindak sebagai pembawa pesan intraseluler dan koenzim di seluruh
kompartemen tubuh. Fungsi fisiologis dan aktivitas seluler, seperti kontraksi otot,
konduksi saraf, fungsi kardiovaskular, motilitas usus, aktivitas enzim, pembekuan
darah, dan sekresi hormon, bergantung pada konsentrasi Ca2+ normal. Tanpa
penyimpanan kalsium yang memadai, proses fisiologis tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik; dengan penyimpangan Ca2+ tertentu, konsekuensi klinis
serius seperti komplikasi kardiovaskular dan disfungsi organ dapat terjadi.8
Hipokalsemia pada pasien septik kemungkinan bukan hanya terkait
kekurangan kalsium pada darah, tetapi lebih mungkin berhubungan dengan
persinyalan terkait disregulasi Ca2+ pada sepsis karena beberapa penelitian telah
melaporkan bahwa suplementasi kalsium tidak meningkatkan hasil pasien septik
dengan hipokalsemia. Ca2+ yang masuk ke dalam sel dari darah dihipotesisikan
untuk berkontribusi terhadap hipokalsemia pada sepsis, karena ditemukan
peningkatan konsentrasi Ca2+ pada berbagai jaringan dari model hewan sepsis.8
Oleh karena itu, kelainan elektrolit pada pasien sepsis terutama dengan AKI
prerenal tidak boleh disepelekan dan sebisa mungkin dikoreksi mencapai kadar
sefisiologis mungkin dikarenakan dampak negatif yang didapatkan baik dari suatu
kadar ion yang berlebihan atau berkekurangan.
26
DAFTAR PUSTAKA
27