SYOK HIPOVOLEMIK
Oleh:
Pembimbing:
dr. Silvia Triratna, Sp.A(K)
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 November – 4 Januari 2020.
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Syok Hipovolemik ”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSMH Palembang. Pada kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Silvia Triratna Sp.A (K) atas
bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan.Untuk itu penulis memohon
maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II STATUS PEDIATRIK............................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................13
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................42
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Syok pada bayi dan anak-anak merupakan kondisi yang mengancam
jiwa dan memerlukan intervensi resusitasi segera. Syok merupakan salah satu
penyebab terbesar morbiditas dan kematian pada bayi dan anak, namun kurang
dipahami dengan baik. Syok adalah suatu sindroma kegagalan sistem sirkulasi
untuk menyediakan/memasok oksigen dan substrat metabolik lainnya yang
cukup ke sel/jaringan agar dapat berfungsi maksimal. Kegagalan sirkulasi
pada bayi dan anak terbanyak diakibatkan oleh hipovolemia. Berdasarkan
komponen sistem sirkulasi, terdapat 5 jenis syok yaitu syok hipovolemik,
kardiogenik,obstruktif, distributif dan sepstik. Syok hipovolemik merupakan
penyebab terbanyak pada bayi dan anak. Penyebab tersering syok hipovolemik
pada anak adalah diare dan muntah.1,2
Pada negara atau daerah dengan sarana dan sumber daya terbatas
pengelolaan anak sakit parah di rumah sakit dan klinik kesehatan adalah
merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Manajemen lebih dini dan
secepat mungkin memberikan resusitasi cairan untuk mengatasi syok dikaitkan
dengan meningkat secara signifikan hasilnya. Perlu pengetahuan dan
kemampuan mengenal tanda bahaya yang ditemukan pada anak dengan
penyakit kritis. Pengenalan syok secara cepat, terutama di awal atau pada fase
syok kompensasi, sangat penting untuk mencegah syok berlanjut ke fase syok
dekompensasi atau terminal.1,2
Penanganan lebih awal dan mengatasi syok sesegera mungkin
dikaitkan dengan meningkatnya angka keberhasilan secara signifikan. Namun,
manajemen awal sangat tergantung pada kemampuan mengenal secara dini
dan menetapkan diagnosis syok secepat mungkin. Kegagalan mengenali tanda-
tanda dan gejala syok serta terlambatnya penanganan mengarah ke tingkat
kematian lebih tinggi pada anak-anak dan orang dewasa.2,3 Menetapkan
diagnosis syok secara klinis memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi.
Untuk hal ini diharapkan, semua penyedia layanan kesehatan anak harus
menyadari presentasi klinis, patofisiologi dan manajemen awal syok.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Syok pada Anak
3.2.1 Definisi
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan nutrien ke
jaringan. Syok merupakan suatu sindrom klinis yang kompleks ditandai oleh
disfungsi sirkulasi akut dimana kebutuhan dan pasukan oksigen tidak
seimbang sehingga sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi utamanya
dalam membawa substrat dan membuang metabolit dan menyebabkan
terjadinya metabolise anaerob dan asidosis jaringan. Jika perfusi oksigen ke
jaringan terus berkurang maka respon sistem endokrin, pembuluh darah,
inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan
pasien menjadi tidak stabil.4
Syok merupakan suatu proses progresif yang ditandai dengan 3 stadium
berbeda. Pada fase dini, stadium kompensasi, sejumlah mekanisme
neurohormonal yang bersifat kompensatorik dan fisiologis bekerja untuk
mempertakankan tekanan darah dan memelihara kecukupan perfusi jaringan.
Apabila tidak ditatalaksana dengan benar syok akan berlanjut ke
dekompensasi. Pada fase kompensasi dan dekompensasi, apabila pasien
ditatalaksana dengan adekuat maka syok dapat mengalami perbaikan. Pada
stadium yang lebih lanjut, yaitu irreversible stage, syok berlanjut ke cidera
organ dan jaringan yang berat dan tidak responsif terhadap terapi
konvensional.4
Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan
sindrom kegagalan multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan kekurangan
kardiak output (CO), sistemic vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah
hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan tekanan pengisian
ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke ejeksi
ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi vasokonstriksi
diklasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh vasodilatasi disebut
"warm shock." Pengenalan dan manajemen dini dari tipe dan kegagalan sirkulasi
adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat sebelum
kerusakan organ menjadi irreversible.4
3.2.2 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum,
walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi
empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume
darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu
faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai
kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut,
curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. Menurut
patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:4,5
- Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.4,5
- Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous
return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya
aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di
otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan
penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis,
DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas
mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.4,5
- Fase Irreversibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 4,5
Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 1)
Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah,
suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal
mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti
khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda- tanda berikut: Capillary
refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral
dingin. 5,6
Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan
intravena dan/atau vasopresor.5,6
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 5)
jaringan dan disusul oleh berkurangnya tekanan oksigen parsial sel (PO2).Bila
sampai ke titik kritis PO2, fosforilasi oksidatif dibatasi oleh kurangnya oksigen,
DO2 bergantung pada dua variabel: kandungan oksigen darah arteri (CaO2)
dan curah jantung. CaO2 adalah produk dari kandungan Hb, arterial SaO 2 dan
bergantung pada detak jantung dan curah sekuncup, yang ditentukan oleh
Pada anak, curah jantung lebih bergantung pada detak jantung dibanding
curah sekuncup karena miokard belum matang. Metabolisme energi yang tidak
adekuat dapat berasal dari peningkatan konsumsi oksigen total tubuh (VO2),
walaupun DO2 normal. Kebutuhan oksigen bervariasi menurut jenis jaringan dan
waktu.
Walaupun kebutuhan oksigen tidak bisa diukur atau dihitung, VO2 dan DO2
bisa dihitung, dan dihubungkan sebagai berikut:5
Pada kondisi normal, kebutuhan oksigen setara dengan DO2 Normal. ERO2
adalah kira - kira 25 % yang berarti 25 % dari oksigen yang dibawa akan diambil
jaringan dan 75 % kembali ke paru . ER02 berbanding terbalik dengan SvO2.yang
diperlihatkan dalam persamaan berikut:5
SvO2 = 1 - ERO2
2.Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung yang dapat
disebabkan oleh preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Fisiologis
menunjukkan diantaranya adalah penurunan fungsi sistolik dan curah jantung.
Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium,
hemoperikardium atau pneumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi
akibat kelainan obstruktif kongenital, emboli, peningkatan resistensi vaskular
sistemik (misalnya pada feokromositoma). Gangguan kontraktilitas miokardium
dapat diakibatkan oleh infeksi virus, gangguan metabolik (seperti asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit kolagen, dan lain-lain. Disritmia,
misalnya blok arterioventrikular atau takikardia atrial paroksismal dapat
mengakibatkan syok kardiogenik. Respons neurohumoral seperti pada syok
hipovolemik, dapat juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi
vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut dan berakibat
penurunan curah jantung.1,2,4
3.Syok distributif
Syok distributif disebabkan oleh tonus vasomotor yang inadekuat dan
menyebabkan kebocoran kapiler dan maldistribusi cairan menuju interstitium.
Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai sebab, syok neurogenik, anafilaksis
dan sepsis. Syok distributif merupakan suatu keadaan abnormalitas vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan berakibat
penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer menjauhi organ vital dan
penurunan tekanan vena sentral. Hal ini mengakibatkan pengurangan preload
dan afterload secara signifikan Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan
adanya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular
berkurang.1,2,4
Syok neurogenik dicurigai bila ditemukan hipotensi, tekanan nadi lebar,
denyut nadi normal atau menurun pada penderita dengan riwayat blok saraf
otonom pada anestesia, riwayat trauma kepala berat atau trauma/injuri spina
servikal. Syok anafilaktik dicurigai pada penderita dengan riwayat kontak
dengan alergen (obat-obatan, makanan atau sengatan lebah). Ditemukan stridor,
wheezing, tekanan nadi lebar, vasodilatasi, urtikaria, edema pada muka.1,2,4
4.Syok obstruktif
Syok yang berasal dari suatu lesi yang membuat barier mekanik yang
mengakibatkan tidak adekuatnya curah jantung; contohnya tamponade
pericardial, tension pneumothorax, emboli pulmonal, dan kelainan kongenital
jantung.1,2,4
5.Syok septik
Syok septik sering dianggap sinonim dengan syok distributif, tetapi syok
septik biasanya meliputi interaksi kompleks antara syok distributif, hipovolemi
dan kardiogenik. Hipovolemi terjadi akibat kehilangan cairan intravaskular
melalui kebocoran kapiler. Syok kardiogenik diakibatkan efek depressant
miokardium akibat sepsis dan syok distributi akibat pengurangan resistensi
sistemik vaskuler. Derajat keparahan pasien bervariasi namun umumnya terjadi
gangguan pada preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Pada syok
septik penting dibedakan antara kejadian infeksi dan respon inflamasi host.
Normalnya imunitas host mencegah berkembangnya sepsis melalui aktifasi
sistem retikuloendotelial bersama dengan imunitas seluler dan humoral.
Imunitasi host memproduksi suatu kaskade inflamasi berupa mediator toksik
meliputi hormon, sitokin dan enzim. Apabila kaskade inflamasi tidak terkontrol,
gangguan mikrosirkulasi sistem mengakibatkan gangguan organ dan disfungsi
seluler.
Seorang pasien mungkin bisa memiliki lebih dari satu jenis syok
(misalnya seorang anak dengan miokarditis sebagai akibat dari kontraktilitas
jantung terjadi syok kardiogenik, anak ini bisa juga disertai syok hipovolemik
karena sebelumnya tidak dapat minum, atau pasien dengan dehidrasi akibat
gastroenteritis yang berkembang menjadi septik.1,2,4
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis syok sangat bervariasi, tetapi ada beberapa tanda dan gejala umum
yang sering ditemukan. Tanda tersebut adalah takikardia dan tanda-tanda perfusi
organ terganggu (kulit, otak dan ginjal) sebelum terjadi hipotensi. Walaupun tanda
klinis harus dibuat sebagai pegangan, namun bila hanya mengambil salah satu dari
tanda-tanda syok sendiri akan menyebabkan salah diagnosis atau menjadi over
diagnosis terutama pada populasi anak yang heterogen.2,12
1. Takikardia
Takikardia merupakan salah satu indikator fisiologis yang penting.
Meskipun takikardia merupakan indikator awal yang penting dari syok, itu bukanlah
tanda yang spesifik. Banyak kondisi umum pada anak-anak tanpa gangguan
sirkulasi seperti demam, nyeri dan kecemasan dapat menyebabkan takikardia.
Denyut jantung normal dengan tanda-tanda syok kompensasi dapat terjadi pada
cedera tulang belakang. Bradikardia dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia,
pengaruh beberapa obat-obatan (seperti beta blockers dan calcium channel
blockers). Bradikardi dengan tanda gangguan perfusi merupakan salah satu tanda
syok ireversibel.2,12
2. Perubahan Kulit
Kulit biasanya teraba dingin, lembab, tampak pucat atau belang-belang
(motled). Perubahan warna kulit ini akibat dari proses regulasi mengkompensasi
penurunan perfusi jaringan. Mekanisme vasokonstriksi merupakan cara yang efektif
untuk mengalihkan darah dari pembuluh perifer, splanchnic, dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi koroner dan serebral. Perlu diwaspadai pada fase awal
syok distributif, fase hiperdinamik syok sepsis. Pada tipe ini terjadi vasodilatasi
perifer kulit tampak tetap merah kadang terlihat lebih hiperemik.2,12
3. Capillary refill time (CRT)
Waktu pengisian kapiler setelah dilakukan penekanan kapiler diujung
ekstremitas. Normal CRT <2 detik. Pada studi observasional terbatas, menunjukkan
bahwa waktu pengisian kembali kapiler mungkin berkorelasi dengan saturasi
oksigen vena sentral. Dalam sebuah penelitian prospektif dari 21 anak yang sakit
kritis, sebagian diantaranya memiliki syok septik, CRT ≤ 2 detik memiliki
sensitivitas 84% dan nilai prediksi positif 50% untuk saturasi oksigen vena sentral ≥
70%. Flash capillary refill (<1 detik) dapat hadir pada pasien dengan distributif
(hangat) syok.2,5
4. Perubahan – penurunan kesadaran
Anak-anak dengan gangguan perfusi serebral mungkin awalnya lesu atau
gelisah dan tidak berinteraksi dengan pengasuh. Kesadaran akan terus berlanjut
sampai menjadi koma bila syok berlanjut sampai fase ireversibel.2,12
5. Oliguria
Oliguria dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Keadan ini akibat dari
pengalihan distribusi shunting aliran darah ginjal ke organ vital lainnya.2,12
6. Asidosis laktat
Hipoperfusi progressive jaringan menyebabkan penumpakan asam laktat.
Tingginya nilai laktat serum mencerminkan metabolisme anaerobik terkait dengan
hipoksia seluler dan diduga menjadi penanda penting dari gangguan perfusi jaringan
pada pasien dengan sepsis.2,12
Elevasi serum atau laktat darah (≥ 4 mmol / L) dapat membantu
mengidentifikasi tingkat keparahan syok. Meskipun bukti terbatas pada anak-anak,
penurunan serum atau laktat darah kadar telah dikaitkan dengan meningkatkan
harapan hidup pada orang dewasa dengan syok.2,12
3.2.6 Tatalaksana syok hipovolemik
Resusitasi awal:1,2,12
1. Airway
Bila perlu ventilatory support
2. Breathing
Berikan oksigen (FiO2 100%)
3. Circulation
Pasang akses vaskuler secepatnya untuk resusitasi cairan dan berikan cairan
kristaloid atau koloid sebanyak 10 – 20 cc/kgBB (selama kurang dari 10 – 20
menit) dan bisa diulang 2-3 kali sampai nadi teraba kembali (setelah dilakukan
pemantauan). Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali bolus) dimana
kurang lebih 40-60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada
respon adekuat lakukan intubasi bila diperlukan. Evaluasi kemungkinan
penyebab syok dan lakukan tatalaksana lanjut sesuai penyebabnya. Adapun
penyebab syok terbanyak pada anak adalah hipovolemik
Pemantauan awal:
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge (loading) dengan
memantau status kardiovaskuler/tanda vital dan perfusi perifer
2. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau
produksi urin
3. Ambil pemeriksaan urin darah cito untuk darah tepi, analisa gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur, resistensi dan golongan darah)
Bila dilakukan pemantauan respon positif tetapi syok belum teratasi maka
resusitasi dapat diulang 2-3 kali. Bila tidak ada respon kemungkinan syok
lain.1,2,12
Resusitasi lanjutan:
1. Bila resusitasi lanjutan telah diberikan (2-3 fluid challenge) dimana kurang
lebih 40-50% dari volume darah telah diberikan namun masih belum ada
respon yang adekuat, maka dilakukan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi
hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik bila pH<7,15
2. Bila masih tedapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai
CVP
3. evaluasi
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi,
sebelum pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila
diyakini tidak terdapat lagi hipovolemia dan oksigenasi telah adekuat
5. Bila kadar Hb <5g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB)
Medikamentosa.1,2,12
1. Dopamine
Diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer buruk dengan volume
intravaskuler cukup dan irama jantung stabil
Dosis Efek
3. Epinefrin
Diberikan pada perfusi sistemik buruk atau hipotensi non hipovolemik, yaitu
bila saat resusitasi terdapat bradikardia, asistole, atau nadi tidak teraba.
Dosis rendah <3 mcg/kg/menit meningkatkan kontraktilitas miokard, laju
denyut jantung, TD sistolik dan tekanan nadi.
Dosis > 3 mcg/kg/menit peningkatan TD sistolik dan diastolik dan
menyempitkan tekanan nadi
Dosis dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV dan titrasi sampai memberikan efek.
Pada kasus berat dosis 2-3 mcg/kg/min IV
Epinefrin dapat menyebabkan supraventrikular, ventrikular takikardia dan
ventrikular ektopik.
4. Norepinephrine
Merupakan vasopresor yang dipakai untuk hipotensi yang resisten terhadap
pemberian bolus cairan dosis tinggi
Dosis hampir sama dengan epinferine dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat
trauma tumpul abdomen, pneumothorax, syok kardiogenik, tamponade
jantung, dll). Foto thoraks secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi
bedah bila diperlukan.
2. Setelah diresusitasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ
lain akibat syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.
a. Gagal prerenal (ATN = Acute Tubular Necrosis) periksa kadar ureum,
kreatinin dan fraksi ekskresi natrium
b. ARDS = (Acute Respiratory Distress Syondrome/Shock Lung) edema
dan kerusakan jantung paru dapat terjadi pasca syok, bantuan ventilasi
mekanik dan pemberian PEEP mungkin diperlukan
c. Depresi miokardinal. Untuk memperbaiki kontraktilitas jantung obat
inotropik positif dan pemantauan intensif mungkin diperlukan
(pemasangan Swans Gans Kateter)
d. Gangguan koagulasi/pembekuan. Akibat lanjut syok, dapat timbul DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), hal tersebut perlu dicermati,
bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis
dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan
(BT/CT, PT/PTT, FDP, trombosit)
e. SSP dan organ lain
f. Evaluasi gejala sisa. SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksik iskemik yang dapat terjadi pada syok
berkepanjangan (prolonged shock). Demikian pula organ lainnya harus
dipantau seperti hati dan saluran pencernaan.
Syok Hipovolemik
1. Evaluasi dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi1,2,5
2. Bila masih hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena
sentral (CVP = Central Venous Pressure) sebagai penuntun pemberian
resusitasi cairan berikutnya. Adapun pilihan utama cairannya adalah kristaloid
isotonik
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian bolus secara berhati-hat
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi
sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberika bila yakin sudah
normovolemik dan oksigenasi adekuat
5. Koreksi anemi dengan transfusi darah, usahakan Hb > 10g/dL
Elemen Keterangan
Abnormal airway Suara parau, mengorok, stridor, wheezing,
sounds grunting (merintih)
Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing
Retractions Retraksi oto dinding dada, supraclavicula,
intercostal, substernal
Flaring Napas cuping hidung
C. Circulation
Sirkulasi kulit merupakan cerminan kecukupan curah jantung dan perfusi ke
organ vital. Penilaian dengna cara melihat warna kulit, bibir, lidah telapak
tangan dan telapak kaki.3,4,5
Elemen Keterangan
INITIAL ASSESSMENT
Proses ini meliputi persiapan, triase, primary survey, resusitasi, tambahan
terhadap primary survey dan resusitasi, secondary survey, pemeriksaan fisik dan
anamnesis, tambahan terhadap secondary survey, pemantauan dan re-evaluasi
berkesinambungan, dan penanganan definitif. Urutan kejadian diterapkan seolah-olah
berurutan (sekuensial, namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara
bersamaan (simultan).13
Prinsip tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
(ABCDE) dengan pendekatan sistematis berguna dalam penilaian dan tatalaksana
langsung pasien kritis atau cedera. Pendekatan ini berlaku di semua kondisi klinis
darurat. Tindakan ini dapat diterapkan di tempat umum tanpa peralatan khusus
(Gambar 1) atau dalam bentuk yang lebih canggih, terutama saat berada di layanan
medis darurat, bangsal umum rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.12
Obstruksi jalan napas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan
henti jantung. Penilaian jalan napas seperti dijelaskan dan menggunakan manuver
head-tilt dan chin-lift guna membuka jalan napas (Gambar 3). Dengan peralatan yang
tepat, direkomendasikan suction penyebab obsturksi jalan napas (misalnya darah atau
muntah). Jika mungkin, benda asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus
dihilangkan. Dalam obstruksi total jalan napas, pengobatan harus diberikan sesuai
dengan guideline.
Jika ada obstruksi maka lakukan:12
Chin lift / jaw thrust
Suction / hisap (jika alat tersedia)
Guedel airway / nasopharyngeal airway
Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Saat menilai dan tatalaksana jalan napas pasien, berhati-hati untuk mencegah
pergerakan tulang belakang leher yang berlebihan. Berdasarkan mekanisme trauma,
asumsikan bahwa ada cedera tulang belakang. Pemeriksaan neurologis saja tidak
mengecualikan diagnosis cedera tulang belakang leher. Tulang belakang harus
dilindungi dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan defisit.
Kecurigaan trauma tulang belakang leher harus dilindungi dengan collar neck.13
Penanganan pasien sadar dengan obstruksi jalan napas dapat diberikan hentakan
lima kali kembali bergantian dengan lima kali dorongan pada perut hingga obstruksi
berkurang. Tindakan penyelamatan pada orang dewasa juga disesuaikan dengan usia
pasien. Jika korban menjadi tidak sadar, panggil bantuan dan mulai resusitasi
kardiopulmoner sesuai dengan pedoman. Fokus terpenting yaitu pemberian oksigen
aliran tinggi harus diberikan pada kondisi kritis dengan sesegera mungkin.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheifetz MI, and Turner DA. Shock in Nelson textbook of pediatrics 19th
edition. United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
2. Kushartono H, Pudjiadi AH. Syok pada buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.
IDAI. 2011. Hal 108 – 109
3. Panduan Praktek Klinik (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen Kesehatan
Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. 2016.
4. Carcillo,J A. 2009. Syok pada Anak. Edisi ke 1. Farmedia. Jakarta
5. Zingarelli B. Shock and reperfusion. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s
textbook of Pediatric Intensive Care, edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams
&Wilkins, 2008; 252-65.
6. Schwarts A, Hilfiker ML. Shock. Update October 2004.
http://www/emedicine.com/ped/topic3047
7. Vega, RM and Avva,U. Pediatric Dehydration. Statpearl. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436022/
8. WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia
9. Partini PT, dkk. 2012. Kegawatan pada Bayi dan Anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta, Indonesia.
10. Kolecki, Paul. Hypovolemic Shock. Medscape. 2016. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/760145-overview
11. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Lintas Diare. 2011. Available
from :http://dinkes.acehselatankab.go.id/uploads/Buku%20Saku%2001.pdf
12. Update on Daily Children Clinical Practice. Pengenalan Dini Syok pada Anak.
Departemen Kesehatan Anak FK Unsri: RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. 2016
13. Americans College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Student
Course Manual. The Commitee of Trauma. 2018;10:2-19
14. World Health Organization. The ABCDE and SAMPLE History Approach
Basic Emergency Care Course