Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

SYOK HIPOVOLEMIK

Oleh:

Adinda Amalia, S.Ked 04054822022198


Yuffa Ainayya, S.Ked 04054822022103

Pembimbing:
dr. Silvia Triratna, Sp.A(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus

Oleh:

Adinda Amalia, S.Ked 04054822022198


Yuffa Ainayya, S.Ked 04054822022103

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 November – 4 Januari 2020.

Palembang, Desember 2020


Pembimbing

dr. Silvia Triratna, Sp. A (K)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Syok Hipovolemik ”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSMH Palembang. Pada kesempatan
ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr. Silvia Triratna Sp.A (K) atas
bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan.Untuk itu penulis memohon
maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II STATUS PEDIATRIK............................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................13
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................42
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Syok pada bayi dan anak-anak merupakan kondisi yang mengancam
jiwa dan memerlukan intervensi resusitasi segera. Syok merupakan salah satu
penyebab terbesar morbiditas dan kematian pada bayi dan anak, namun kurang
dipahami dengan baik. Syok adalah suatu sindroma kegagalan sistem sirkulasi
untuk menyediakan/memasok oksigen dan substrat metabolik lainnya yang
cukup ke sel/jaringan agar dapat berfungsi maksimal. Kegagalan sirkulasi
pada bayi dan anak terbanyak diakibatkan oleh hipovolemia. Berdasarkan
komponen sistem sirkulasi, terdapat 5 jenis syok yaitu syok hipovolemik,
kardiogenik,obstruktif, distributif dan sepstik. Syok hipovolemik merupakan
penyebab terbanyak pada bayi dan anak. Penyebab tersering syok hipovolemik
pada anak adalah diare dan muntah.1,2
Pada negara atau daerah dengan sarana dan sumber daya terbatas
pengelolaan anak sakit parah di rumah sakit dan klinik kesehatan adalah
merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Manajemen lebih dini dan
secepat mungkin memberikan resusitasi cairan untuk mengatasi syok dikaitkan
dengan meningkat secara signifikan hasilnya. Perlu pengetahuan dan
kemampuan mengenal tanda bahaya yang ditemukan pada anak dengan
penyakit kritis. Pengenalan syok secara cepat, terutama di awal atau pada fase
syok kompensasi, sangat penting untuk mencegah syok berlanjut ke fase syok
dekompensasi atau terminal.1,2
Penanganan lebih awal dan mengatasi syok sesegera mungkin
dikaitkan dengan meningkatnya angka keberhasilan secara signifikan. Namun,
manajemen awal sangat tergantung pada kemampuan mengenal secara dini
dan menetapkan diagnosis syok secepat mungkin. Kegagalan mengenali tanda-
tanda dan gejala syok serta terlambatnya penanganan mengarah ke tingkat
kematian lebih tinggi pada anak-anak dan orang dewasa.2,3 Menetapkan
diagnosis syok secara klinis memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi.
Untuk hal ini diharapkan, semua penyedia layanan kesehatan anak harus
menyadari presentasi klinis, patofisiologi dan manajemen awal syok.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Syok pada Anak
3.2.1 Definisi
Syok adalah kegagalan sirkulasi untuk membawa oksigen dan nutrien ke
jaringan. Syok merupakan suatu sindrom klinis yang kompleks ditandai oleh
disfungsi sirkulasi akut dimana kebutuhan dan pasukan oksigen tidak
seimbang sehingga sistem kardiovaskuler gagal menjalankan fungsi utamanya
dalam membawa substrat dan membuang metabolit dan menyebabkan
terjadinya metabolise anaerob dan asidosis jaringan. Jika perfusi oksigen ke
jaringan terus berkurang maka respon sistem endokrin, pembuluh darah,
inflamasi, metabolisme, seluler dan sistemik akan muncul dan mengakibatkan
pasien menjadi tidak stabil.4
Syok merupakan suatu proses progresif yang ditandai dengan 3 stadium
berbeda. Pada fase dini, stadium kompensasi, sejumlah mekanisme
neurohormonal yang bersifat kompensatorik dan fisiologis bekerja untuk
mempertakankan tekanan darah dan memelihara kecukupan perfusi jaringan.
Apabila tidak ditatalaksana dengan benar syok akan berlanjut ke
dekompensasi. Pada fase kompensasi dan dekompensasi, apabila pasien
ditatalaksana dengan adekuat maka syok dapat mengalami perbaikan. Pada
stadium yang lebih lanjut, yaitu irreversible stage, syok berlanjut ke cidera
organ dan jaringan yang berat dan tidak responsif terhadap terapi
konvensional.4
Syok sering menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik dan
sindrom kegagalan multiorgan. Kegagalan kardiovaskular diakibatkan kekurangan
kardiak output (CO), sistemic vascular resistance (SVR), atau keduanya. CO adalah
hasil dari heart rate dan stroke volume. Stroke volume ditentukan tekanan pengisian
ventrikel kiri dan kontraksi miokard. SVR menggambarkan tahanan ke ejeksi
ventrikel kiri (afterload). Di dalam kamus "shock," yang didominasi vasokonstriksi
diklasifikasikan sebagai "cold shock" dan yang didominasi oleh vasodilatasi disebut
"warm shock." Pengenalan dan manajemen dini dari tipe dan kegagalan sirkulasi
adalah sangat krusial untuk mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat sebelum
kerusakan organ menjadi irreversible.4

3.2.2 Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum,
walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi
empat system yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume
darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu
faktor ini bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai
kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut,
curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. Menurut
patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:4,5
- Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan frekuensi dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.4,5
- Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk metabolisme
menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, venous
return menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya
aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di
otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bridikinin) yang ikut memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan
penurunan fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis,
DIC bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas
mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.4,5
- Fase Irreversibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 4,5

 Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik


Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa
saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara
lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume
cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena
sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon
jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada
orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan
bergantung pada tingkat kegawatan syok.5,6
 Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah
jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi
jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok
kardiogenik oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot
ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal diseluruh ventrikel.
Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari ketidak seimbangan yang terus-
menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner
yang terserang juga tidak mampu meningkatkan alira darah secara memadai
sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung
oleh aktivitas respon kompensatorik seperti perangsangan simpatik. Sebagai
akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi
sangat terganggu. 5,6
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka
dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang
berlanjut dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium
yang berat akan menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria.
Akibatnya terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang
lebih lanjut mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.
5,6

 Patogenesis Syok Septik


Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif
yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi
penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan
hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro,
pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik,
kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor
predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia
berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,
imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia
di atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan. 5,6
 Patogenesis Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance
vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi
umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.5,6
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat.
Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa
yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala
harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan
menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. 5,6
 Patogenesis Syok Anafilaksis
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau Immediate type
reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
o Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan
basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran napas atau
saluran makan ditangkap oleh makrofag. Makrofag segera
mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi
Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut . IgE kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil.5,6
o Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa
granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan
lain masuk allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi
akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera
pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin
dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut preformed
mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat
dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang
disebut Newly formed mediators. 5,6
o Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ – organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mucus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet Activating Factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi,
demikian juga dengan leukotrien. 5,6

Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau
irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:
Stadium 1: anticipation stage (Gambar 1)

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam


batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi
kondisi dasar. 5

Stadium 2. pre-shock slide (Gambar 2)

Gangguan sudah bersifat sistemik.


Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran
normal. 5
Sadium 3. compensated shock (Gambar 3)

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah,
suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak klinisi gagal
mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti
khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda- tanda berikut: Capillary
refill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral
dingin. 5,6

Stadium 4: decompensated shock, reversible (Gambar 4)

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan
intravena dan/atau vasopresor.5,6
Stadium 5. decompensated irreversible shock (Gambar 5)

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak

bisa diatasi.6,7 Gagal sirkulasi mengakibatkan penurunan hantaran O2 (DO2) ke

jaringan dan disusul oleh berkurangnya tekanan oksigen parsial sel (PO2).Bila

sampai ke titik kritis PO2, fosforilasi oksidatif dibatasi oleh kurangnya oksigen,

sehingga menggeser metabolisme dari aerob menjadi anaerob.Hal ini

menghasilkan kenaikan laktat sel dan darah, serta asidosis laktat. 5

DO2 bergantung pada dua variabel: kandungan oksigen darah arteri (CaO2)

dan curah jantung. CaO2 adalah produk dari kandungan Hb, arterial SaO 2 dan

kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin. Selanjutnya, curah jantung

bergantung pada detak jantung dan curah sekuncup, yang ditentukan oleh

kontraktilitas miokard dan preload serta afterload.6

Pada anak, curah jantung lebih bergantung pada detak jantung dibanding
curah sekuncup karena miokard belum matang. Metabolisme energi yang tidak
adekuat dapat berasal dari peningkatan konsumsi oksigen total tubuh (VO2),
walaupun DO2 normal. Kebutuhan oksigen bervariasi menurut jenis jaringan dan
waktu.
Walaupun kebutuhan oksigen tidak bisa diukur atau dihitung, VO2 dan DO2
bisa dihitung, dan dihubungkan sebagai berikut:5

VO2 = DO2 x ERO2 (oxygen extraction ratio)

Pada kondisi normal, kebutuhan oksigen setara dengan DO2 Normal. ERO2
adalah kira - kira 25 % yang berarti 25 % dari oksigen yang dibawa akan diambil
jaringan dan 75 % kembali ke paru . ER02 berbanding terbalik dengan SvO2.yang
diperlihatkan dalam persamaan berikut:5

SvO2 = 1 - ERO2

Bila kebutuhan meningkat, DO2 harus menyesuaikan dan


meningkat.Pada syok sirkulasi atau hipoksemia, karena DO2 berkurang, VO2
dipertahankan dengan peningkatan kompensatorik dari ERO2. Namun, jika DO2
terusturun, hingga titik kritis menyebabkan ERO2 tidak bisa lagi bertambah
untuk mengkompensasi penurunan DO2;. Pada syok septik, oksigenasi jaringan
bisa tidak adekuat sekalipun ada aliran darah normal yang disebabkan
peningkatan jumlah dari kebutuhan metabolik dan gangguan ekstraksi oksigen. 6
Konsekuensi patofisiologis dari syok kardiogenik dan hipovolemik lebih
berkaitan dengan defisiensi oksigen akut, sedangkan efek-efek patofisiologi dari
syok septık diakibatkan oleh banyaknya produksi mediator radang.Pada syok
septik ada interaksi kompleks antara vasodilatasi patologis, hipovolemia relatif
dan absolut, depresi miokard langsung dan perubahan distribusi aliran darah,
yang terjadi akibat respon radang terhadap infeksi. Respon inflamasi yang
berlebihan selanjutnya berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia
jaringan yang tersebar, dengan berakhir sebagai disfungsi organ ganda. 5

3.2.3 Klasifikasi dan Etiologi


Berdasarkan komponen sistem sirkulasi, terdapat 5 jenis syok yaitu:
1.Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada
anak, terjadi akibat kehilangan cairan tubuh (preload) yang berlebihan.
Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak adalah muntah, diare,
glikosuria, kebocoran plasma (misalnya pada demam berdarah dengue), sepsis,
trauma, luka bakar, perdarahan saluran cerna dan perdarahan intrakranial. Akibat
kehilangan cairan, terjadi penurunan preload. Sesuai dengan hukum Starling,
penurunan preload menurunkan penurunan isi sekuncup dan selanjutnya
penurunan curah jantung. Baroreseptor akan merangsan saraf simpatis untuk
meningkatkan denyut jantung dan vasokonstriksi untuk mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik yang lama dapat mengakibatkan
gangguan fungsi berbagai organ. Dalam keadaan normal, ginjal menerima 25%
curah jantung. Pada syok hipovolemik akan terjadi redistribusi aliran darah dari
korteks ke medula. Bila keadaan ini berlangsung lama, akan terjadi tubular
nekrosis akut serta gangguan glomerulus dengan akibat gagal ginjal akut.
Depresi miokardium juga sering terjadi, sementara hipotensi yang lama dapat
pula menyebabkan gangguan hati.1,2,4

Tabel 1. Gambaran Klinis Derajat Hipovolemia pada Anak.7

2.Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung yang dapat
disebabkan oleh preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Fisiologis
menunjukkan diantaranya adalah penurunan fungsi sistolik dan curah jantung.
Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium,
hemoperikardium atau pneumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi
akibat kelainan obstruktif kongenital, emboli, peningkatan resistensi vaskular
sistemik (misalnya pada feokromositoma). Gangguan kontraktilitas miokardium
dapat diakibatkan oleh infeksi virus, gangguan metabolik (seperti asidosis,
hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit kolagen, dan lain-lain. Disritmia,
misalnya blok arterioventrikular atau takikardia atrial paroksismal dapat
mengakibatkan syok kardiogenik. Respons neurohumoral seperti pada syok
hipovolemik, dapat juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi
vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut dan berakibat
penurunan curah jantung.1,2,4

3.Syok distributif
Syok distributif disebabkan oleh tonus vasomotor yang inadekuat dan
menyebabkan kebocoran kapiler dan maldistribusi cairan menuju interstitium.
Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai sebab, syok neurogenik, anafilaksis
dan sepsis. Syok distributif merupakan suatu keadaan abnormalitas vasodilatasi,
penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan berakibat
penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer menjauhi organ vital dan
penurunan tekanan vena sentral. Hal ini mengakibatkan pengurangan preload
dan afterload secara signifikan Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan
adanya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular
berkurang.1,2,4
Syok neurogenik dicurigai bila ditemukan hipotensi, tekanan nadi lebar,
denyut nadi normal atau menurun pada penderita dengan riwayat blok saraf
otonom pada anestesia, riwayat trauma kepala berat atau trauma/injuri spina
servikal. Syok anafilaktik dicurigai pada penderita dengan riwayat kontak
dengan alergen (obat-obatan, makanan atau sengatan lebah). Ditemukan stridor,
wheezing, tekanan nadi lebar, vasodilatasi, urtikaria, edema pada muka.1,2,4

4.Syok obstruktif
Syok yang berasal dari suatu lesi yang membuat barier mekanik yang
mengakibatkan tidak adekuatnya curah jantung; contohnya tamponade
pericardial, tension pneumothorax, emboli pulmonal, dan kelainan kongenital
jantung.1,2,4

5.Syok septik
Syok septik sering dianggap sinonim dengan syok distributif, tetapi syok
septik biasanya meliputi interaksi kompleks antara syok distributif, hipovolemi
dan kardiogenik. Hipovolemi terjadi akibat kehilangan cairan intravaskular
melalui kebocoran kapiler. Syok kardiogenik diakibatkan efek depressant
miokardium akibat sepsis dan syok distributi akibat pengurangan resistensi
sistemik vaskuler. Derajat keparahan pasien bervariasi namun umumnya terjadi
gangguan pada preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Pada syok
septik penting dibedakan antara kejadian infeksi dan respon inflamasi host.
Normalnya imunitas host mencegah berkembangnya sepsis melalui aktifasi
sistem retikuloendotelial bersama dengan imunitas seluler dan humoral.
Imunitasi host memproduksi suatu kaskade inflamasi berupa mediator toksik
meliputi hormon, sitokin dan enzim. Apabila kaskade inflamasi tidak terkontrol,
gangguan mikrosirkulasi sistem mengakibatkan gangguan organ dan disfungsi
seluler.

Seorang pasien mungkin bisa memiliki lebih dari satu jenis syok
(misalnya seorang anak dengan miokarditis sebagai akibat dari kontraktilitas
jantung terjadi syok kardiogenik, anak ini bisa juga disertai syok hipovolemik
karena sebelumnya tidak dapat minum, atau pasien dengan dehidrasi akibat
gastroenteritis yang berkembang menjadi septik.1,2,4

Tabel 2. Klasifikasi syok.1,2,4


Tipe syok CO SVR MAP Capillary Capillary
Wedge Venous
Pressure Pressure
Hipovolemi ↓ ↑ ↔ atau ↓ ↓↓↓ ↓↓↓
Cardiogenik
:
Sistolik ↓↓ ↑↑↑ ↔ atau ↓ ↑↑ ↑↑
Diastolik ↔ ↑↑ ↔ ↑↑ ↑
Obstruktif ↓ ↑ ↔ atau ↓ ↑↑ ↑↑
Distributif ↑↑ ↓↓↓ ↔ atau ↓ ↔ atau ↓ ↔ atau ↓
Septik
Awal ↑↑↑ ↓↓↓ ↔ atau ↓ ↓ ↓
Akhir ↓↓ ↓↓ ↓↓ ↑ ↑ atau ↔
1.. 3.2.4 Manifestasi Klinis

Diagnosis syok hipovolemik merupakan diagnosis klinis berdasarkan


adanya kehilangan volume intravaskular akibat diare, muntah, asupan tidak
adekuat, luka bakar, perdarahan, kebocoran plasma, kehilangan melalui urin, dan
pemakaian obat-obatan diuretik osmotik. Tanda awal syok hipovolemik adalah
takipnu, takikardia, nadi lemah, tekanan nadi menyempit, waktu pengisian
kapilar memanjang, pucat, sianosis, oliguria, dan asidosis laktat. Sedangkan
tanda lanjut dari syok hipovolemik dapat berupa penurunan kesadaran, nadi tidak
teraba, sianosis sentral, hipotensi, bradikardia.9

Berbeda dengan gambaran klinis pada dewasa, pada anak hipotensi


merupakan keadaan yang sudah terlambat, sehingga sangat diperlukan
kecurigaan yang cukup besar dari para klinisi serta pemeriksaan fisis yang
terarah agar dapat mendiagnosis syok pada fase awal. Pada syok hipovolemik,
hipotensi baru terjadi setelah kehilangan lebih dari 25 % volume intravaskular.
Agitasi hingga obtundasi dapat terjadi akibat penurunan perfusi serebral. Bila
kehilangan darah lebih dari 40% akan terjadi koma, bradikardia, penurunan
tekanan darah, asidosis dan anuria.8,9
Pada syok kardiogenik dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik vaskular paru. Akibatnya, terjadi transudasi
hingga mengganggu pertukaran gas alveolar. Pada pemeriksaan fisik biasanya
anak tampak takipnu disertai ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua
lapangan paru,

kadang- kadang dapat juga ditemukan wheezing. Kegagalan fungsi ventrikel


kanan biasanya disertai dengan kongesti vena sistemik dengan peningkatan
tekanan vena juguler dan pembesaran hati. Bunyi gallop dapat dijumpai pada
auskultasi jantung. Untuk mempertahankan tekanan darah, pada curah jantung
yang rendah, akan terjadi vasokonstriksi hingga dapat dijumpai akral yang
dingin, sianosis atau mottled. Vasokonstriksi sistemik akan mengakibatkan
peningkatan afterload hingga memperburuk kerja jantung.8
Pada syok distributif, yang sering dijumpai pada syok septik, terjadi
paralisis vasomotor, sehingga terjadi vascular pooling dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Situasi semacam ini dikenal dengan kondisi hipovolemia
efektif. Pemeriksaan fisis menunjukan takikardia dengan akral yang hangat,
penurunan produksi urine, penurunan kesadaran dan hipotensi.8
3.2.5 Diagnosis
3.2.5.1 Anamnesis
Pada syok hipovolemik, khususnya dengan etiologi nonhemoragik, dapat
digali melalui anamnesis mengenai beberapa hal dibawah ini seperti riwayat
kehilangan cairan dari saluran gastrointestinal, seperti ada tidaknya riwayat diare,
muntah serta pemasangan selang nasogastrik. Selain itu perlu pula ditanyakan
apakah pasien sedang mengalami hematemesis, melena atau hematokezia sebagai
tanda perdarahan gastrointestinal. Riwayat kehilangan cairan dari ginjal, apakah
sedang mengonsumsi obat-obatan diuretik, obat-obatan antikoagulan yang dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan spontan, sedang mengidap tumor atau memiliki
riwayat penyakit endokrin seperti hiperaldosteronisme dan diabetes insipidus.
Riwayat kehilangan cairan dari kulit, baik dari trauma seperti luka bakar, dehidrasi
akibat heatstroke, maupun demam sebagai penanda infeksi.10-11

Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis syok sangat bervariasi, tetapi ada beberapa tanda dan gejala umum
yang sering ditemukan. Tanda tersebut adalah takikardia dan tanda-tanda perfusi
organ terganggu (kulit, otak dan ginjal) sebelum terjadi hipotensi. Walaupun tanda
klinis harus dibuat sebagai pegangan, namun bila hanya mengambil salah satu dari
tanda-tanda syok sendiri akan menyebabkan salah diagnosis atau menjadi over
diagnosis terutama pada populasi anak yang heterogen.2,12
1. Takikardia
Takikardia merupakan salah satu indikator fisiologis yang penting.
Meskipun takikardia merupakan indikator awal yang penting dari syok, itu bukanlah
tanda yang spesifik. Banyak kondisi umum pada anak-anak tanpa gangguan
sirkulasi seperti demam, nyeri dan kecemasan dapat menyebabkan takikardia.
Denyut jantung normal dengan tanda-tanda syok kompensasi dapat terjadi pada
cedera tulang belakang. Bradikardia dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia,
pengaruh beberapa obat-obatan (seperti beta blockers dan calcium channel
blockers). Bradikardi dengan tanda gangguan perfusi merupakan salah satu tanda
syok ireversibel.2,12
2. Perubahan Kulit
Kulit biasanya teraba dingin, lembab, tampak pucat atau belang-belang
(motled). Perubahan warna kulit ini akibat dari proses regulasi mengkompensasi
penurunan perfusi jaringan. Mekanisme vasokonstriksi merupakan cara yang efektif
untuk mengalihkan darah dari pembuluh perifer, splanchnic, dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi koroner dan serebral. Perlu diwaspadai pada fase awal
syok distributif, fase hiperdinamik syok sepsis. Pada tipe ini terjadi vasodilatasi
perifer kulit tampak tetap merah kadang terlihat lebih hiperemik.2,12
3. Capillary refill time (CRT)
Waktu pengisian kapiler setelah dilakukan penekanan kapiler diujung
ekstremitas. Normal CRT <2 detik. Pada studi observasional terbatas, menunjukkan
bahwa waktu pengisian kembali kapiler mungkin berkorelasi dengan saturasi
oksigen vena sentral. Dalam sebuah penelitian prospektif dari 21 anak yang sakit
kritis, sebagian diantaranya memiliki syok septik, CRT ≤ 2 detik memiliki
sensitivitas 84% dan nilai prediksi positif 50% untuk saturasi oksigen vena sentral ≥
70%. Flash capillary refill (<1 detik) dapat hadir pada pasien dengan distributif
(hangat) syok.2,5
4. Perubahan – penurunan kesadaran
Anak-anak dengan gangguan perfusi serebral mungkin awalnya lesu atau
gelisah dan tidak berinteraksi dengan pengasuh. Kesadaran akan terus berlanjut
sampai menjadi koma bila syok berlanjut sampai fase ireversibel.2,12
5. Oliguria
Oliguria dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Keadan ini akibat dari
pengalihan distribusi shunting aliran darah ginjal ke organ vital lainnya.2,12
6. Asidosis laktat
Hipoperfusi progressive jaringan menyebabkan penumpakan asam laktat.
Tingginya nilai laktat serum mencerminkan metabolisme anaerobik terkait dengan
hipoksia seluler dan diduga menjadi penanda penting dari gangguan perfusi jaringan
pada pasien dengan sepsis.2,12
Elevasi serum atau laktat darah (≥ 4 mmol / L) dapat membantu
mengidentifikasi tingkat keparahan syok. Meskipun bukti terbatas pada anak-anak,
penurunan serum atau laktat darah kadar telah dikaitkan dengan meningkatkan
harapan hidup pada orang dewasa dengan syok.2,12
3.2.6 Tatalaksana syok hipovolemik
Resusitasi awal:1,2,12
1. Airway
Bila perlu ventilatory support

2. Breathing
Berikan oksigen (FiO2 100%)
3. Circulation
Pasang akses vaskuler secepatnya untuk resusitasi cairan dan berikan cairan
kristaloid atau koloid sebanyak 10 – 20 cc/kgBB (selama kurang dari 10 – 20
menit) dan bisa diulang 2-3 kali sampai nadi teraba kembali (setelah dilakukan
pemantauan). Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali bolus) dimana
kurang lebih 40-60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada
respon adekuat lakukan intubasi bila diperlukan. Evaluasi kemungkinan
penyebab syok dan lakukan tatalaksana lanjut sesuai penyebabnya. Adapun
penyebab syok terbanyak pada anak adalah hipovolemik

Pemantauan awal:
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge (loading) dengan
memantau status kardiovaskuler/tanda vital dan perfusi perifer
2. Pasang kateter urin untuk menilai respon perbaikan sirkulasi dengan memantau
produksi urin
3. Ambil pemeriksaan urin darah cito untuk darah tepi, analisa gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur, resistensi dan golongan darah)
Bila dilakukan pemantauan respon positif tetapi syok belum teratasi maka
resusitasi dapat diulang 2-3 kali. Bila tidak ada respon kemungkinan syok
lain.1,2,12
Resusitasi lanjutan:
1. Bila resusitasi lanjutan telah diberikan (2-3 fluid challenge) dimana kurang
lebih 40-50% dari volume darah telah diberikan namun masih belum ada
respon yang adekuat, maka dilakukan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi
hasil analisis gas darah dan koreksi asidosis metabolik bila pH<7,15
2. Bila masih tedapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai
CVP
3. evaluasi
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi,
sebelum pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila
diyakini tidak terdapat lagi hipovolemia dan oksigenasi telah adekuat
5. Bila kadar Hb <5g/dl, koreksi dengan transfusi PRC (10 ml/kgBB)

Medikamentosa.1,2,12
1. Dopamine
Diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer buruk dengan volume
intravaskuler cukup dan irama jantung stabil

Dosis Efek

5-10 mcg/kg/min IV Meningkatkan kontraktilitas miokard, curah jantung,


dan konduksi otot jantung

10-20 mcg/kg/min Vasokontriksi perifer dan tekanan darah sentral


IV

>20 mcg/kg/min IV Vasokontriksi tanpa efek inotropik

Dosis maksimum yang dianjurkan 15 mcg/kg/min. Bila dosis maksimum (12,5


– 15 mcg/kg/min) tercapai belum memberikan efek adekuat tambahkan
inotropik lainnya sesuai keadaan hemodinamik. Dopamin dapat menyebabkan
takikardi (meningkatkan kebutuhan oksigen miokard), aritmia, supra dan
ventrikular takikardia dan hipertensi. Dopamin dosis tinggi dapat
menyebabkan vasokontriksi perifer berat dan iskemia.
2. Dobutamin
Diberikan pada hipoperfusi.
Paling efektif untuk gagal jantung kongestif berat dan syok kardiogenik
terutama kardiomiopati karena bisa menurunkan resistensi vaskuler perifer.
Dosis dimulai 5 mcg/kg/min dan dinaikan bertahap sampai 12,5 mcg/kg/min
Dobutamin sedikit dapat menyebabkan takikardia, takiartmia, atau ectopic
beat. Efek samping lain adalah mual, muntah, dan hipotensi.

3. Epinefrin
Diberikan pada perfusi sistemik buruk atau hipotensi non hipovolemik, yaitu
bila saat resusitasi terdapat bradikardia, asistole, atau nadi tidak teraba.
Dosis rendah <3 mcg/kg/menit  meningkatkan kontraktilitas miokard, laju
denyut jantung, TD sistolik dan tekanan nadi.
Dosis > 3 mcg/kg/menit  peningkatan TD sistolik dan diastolik dan
menyempitkan tekanan nadi
Dosis dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV dan titrasi sampai memberikan efek.
Pada kasus berat dosis 2-3 mcg/kg/min IV
Epinefrin dapat menyebabkan supraventrikular, ventrikular takikardia dan
ventrikular ektopik.

4. Norepinephrine
Merupakan vasopresor yang dipakai untuk hipotensi yang resisten terhadap
pemberian bolus cairan dosis tinggi
Dosis hampir sama dengan epinferine dimulai pada 0,05 mcg/kg/min IV
Pemantauan lanjut:
1. Carilah penyebab syok lainnya yang mungkin terjadi (perdarahan akibat
trauma tumpul abdomen, pneumothorax, syok kardiogenik, tamponade
jantung, dll). Foto thoraks secepatnya bila kondisi klinis stabil, konsultasi
bedah bila diperlukan.
2. Setelah diresusitasi cairan dilakukan, berbagai kemungkinan disfungsi organ
lain akibat syok perlu dievaluasi untuk tatalaksana lanjutan.
a. Gagal prerenal (ATN = Acute Tubular Necrosis) periksa kadar ureum,
kreatinin dan fraksi ekskresi natrium
b. ARDS = (Acute Respiratory Distress Syondrome/Shock Lung) edema
dan kerusakan jantung paru dapat terjadi pasca syok, bantuan ventilasi
mekanik dan pemberian PEEP mungkin diperlukan
c. Depresi miokardinal. Untuk memperbaiki kontraktilitas jantung obat
inotropik positif dan pemantauan intensif mungkin diperlukan
(pemasangan Swans Gans Kateter)
d. Gangguan koagulasi/pembekuan. Akibat lanjut syok, dapat timbul DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation), hal tersebut perlu dicermati,
bila timbul kecenderungan perdarahan. Untuk menegakkan diagnosis
dilakukan pemeriksaan gangguan pembekuan/masa perdarahan
(BT/CT, PT/PTT, FDP, trombosit)
e. SSP dan organ lain
f. Evaluasi gejala sisa. SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksik iskemik yang dapat terjadi pada syok
berkepanjangan (prolonged shock). Demikian pula organ lainnya harus
dipantau seperti hati dan saluran pencernaan.
Syok Hipovolemik
1. Evaluasi dan koreksi asidosis metabolik yang terjadi1,2,5
2. Bila masih hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter vena
sentral (CVP = Central Venous Pressure) sebagai penuntun pemberian
resusitasi cairan berikutnya. Adapun pilihan utama cairannya adalah kristaloid
isotonik
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian bolus secara berhati-hat
4. Evaluasi apakah efek inotropik negatif yang terjadi pada syok telah dikoreksi
sebelum pemberian inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberika bila yakin sudah
normovolemik dan oksigenasi adekuat
5. Koreksi anemi dengan transfusi darah, usahakan Hb > 10g/dL

3.2.7. Pemeriksaan anak pada kegawadaruratan (PAT dan


ABCDE)

Segitiga Penilaian Pediatrik


Anak bukan miniatur orang dewasa, penilaian akurat harus disesuaikan fase
perkembangannya. Misalnya perkembangan anatomi dan fisiologi. Perkembangan
sistem saraf misalnya tonus otot, koordinasi gerakan dan perkembangan interaksi
sosial. Tanda-tanda vital seperti laju jantung dan laju nafas,3,4,5
Teknik pemeriksaan dan penilaian perlu perhatian khusus. Anak sulit diperiksa
karena cenderung takut pada orang dan alat-alat yang tidak dikenalnya. Diperlukan
teknik khusus untuk menilai kegawatan tanpa menyentuh pasien terutama pada bayi
dan balita melakukan pemeriksaan hands-on. Anak yang lebih besar dan remaja bisa
langsung dilakukan pemeriksaan walaupun demikian interaksi komunikasi tetap harus
disesuaikan dengan usianya.3,4,5
PAT adalah penilaian kegawatan secara cepat, tanpa menyentuh pasien.
Disebut juga doorway assessment atau First impression. Terdapat 3 komponen yang
dinilai pada PAT.3,4,5
A. Appearance: Penampilan Anak
Menggambarkan status ventilasi dan oksigenasi ke susunan saraf pusat.
Beberapa keadaan lain yang dapat mempengaruhi penampilan diantaranya
adalah hipoglikemia, infeksi intrakranial perdarahan otak, edema otak dan
keracunan
Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Skala TICLS merupakan
skala yang lebih baik
Karakteristik Hal yang dinilai

Tone Apakah anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan.


Apakah tonus ototnya baik/lumpuh

Interactivness Bagaimana kesadarannya, apakah suara mepengaruhinya,


apakah ia mau bermain, atau anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan orang tua/pengasuh atau pemeriksa

Consolability Apakah anak dapat ditenangkan atau anak menangis terus,


atau terlihat agitasi sekalipun dilakukan pendekatan
dengan lembut oleh orang yang dikenalinya

Look/Gaze Apakah ia memfokuskan penglihatan pada muka,


mengikuti arah gerakan pemeriksa atau pandangan kosong

Speech/Cry Apakah anak berbicara dengan vokalisasi jelas atau


menangis kuat, atau lemah, atau parau

Perubahan signifikan dalam penampilan (seperti tonus otot lemah, lesu,


tatapan tidak fokus, atau menangis lemah) mungkin indikator perfusi serebral
menurun. Perbedaan halus kadang tidak begitu jelas dalam penampilan (seperti
penurunan daya ingat terhadap pengasuh atau tidak berespons terhadap
prosedur yang menyakitkan) mungkin juga indikator penting syok
B. Breathing : Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak mengatasi gangguan oksigenasi dan
ventilasi
Terdapat 2 goals yaitu mengkonfirmasi anak apakah bernafas dan apakah ada
peningkatan usaha nafas.3,4,5
 Takipnea atau bradipnea
 Gerakan yang terlihat: observasi pergerakan dinding dada dan
abdomen. Pada bayi dan anak kecil: pergerakan dinding abdomen lebih
dominan karena otot intercosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal,
compliance rendah sehingga susah mengembang dinding dada; atas hal
tersebut pernafasan sangat tergantung dengan kontraksi diafragma
 Mendengarkan apakah terdengar suara tambahan

Elemen Keterangan
Abnormal airway Suara parau, mengorok, stridor, wheezing,
sounds grunting (merintih)
Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing
Retractions Retraksi oto dinding dada, supraclavicula,
intercostal, substernal
Flaring Napas cuping hidung

Pada awal pernafasan mungkin normal atau takipnea sebagai


kompensasi penurunan perfusi. Bisa berkembang menjadi cepat dan dalam
sebagai respon terhadap asidosis metabolik. Pada anak dengan kesadaran
semakin menurun akibat syok mungkin tidak dapat mempertahankan jalan
napas paten. Anak-anak dengan syok kardiogenik biasanya selain takipnu juga
terdapat peningkatan usaha nafas

C. Circulation
Sirkulasi kulit merupakan cerminan kecukupan curah jantung dan perfusi ke
organ vital. Penilaian dengna cara melihat warna kulit, bibir, lidah telapak
tangan dan telapak kaki.3,4,5

Elemen Keterangan

Pallor/pucat Kulit atau mukosa tampak pucat akibat dari kurangnya


aliran darah kedaerah tersebut
Mottling Kulit berbercak kebiruan bercampur pucat akibat dari
vasokonstriksi pembuluh darah

Cyanosis Kulit dan mukosa berwarna biru

Perfusi yang buruk paling cepat diidentifikasi, sebelum pengukuran


tekanan darah. Kulit tampak motled atau pucat dan kulit teraba dingin, tetapi
temuan ini juga dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Gambar 1. Segitiga Penilaian Pediatrik.5

INITIAL ASSESSMENT
Proses ini meliputi persiapan, triase, primary survey, resusitasi, tambahan
terhadap primary survey dan resusitasi, secondary survey, pemeriksaan fisik dan
anamnesis, tambahan terhadap secondary survey, pemantauan dan re-evaluasi
berkesinambungan, dan penanganan definitif. Urutan kejadian diterapkan seolah-olah
berurutan (sekuensial, namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara
bersamaan (simultan).13
Prinsip tatalaksana Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
(ABCDE) dengan pendekatan sistematis berguna dalam penilaian dan tatalaksana
langsung pasien kritis atau cedera. Pendekatan ini berlaku di semua kondisi klinis
darurat. Tindakan ini dapat diterapkan di tempat umum tanpa peralatan khusus
(Gambar 1) atau dalam bentuk yang lebih canggih, terutama saat berada di layanan
medis darurat, bangsal umum rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.12

Gambar 2. Pendekatan ABCDE tanpa penggunaan alat.12


A – Airway (patensi jalan napas)
Jika pasien merespons dengan suara normal, maka jalan napasnya paten.
Obstruksi jalan napas bisa terjadi sebagian atau total. Tanda-tanda obstruksi parsial
jalan napas termasuk perubahan suara, suara bising pernapasan (stridor), dan usaha
pernapasan yang meningkat. Dengan obstruksi total jalan napas, maka tidak akan ada
respirasi meskipun dengan usaha maksimal (respirasi paradoks, atau see-saw sign).
Penurunan kesadaran adalah penyebab umum obstruksi parsial atau total jalan napas.
Tanda umum obstruksi parsial jalan napas dalam keadaan tidak sadar adalah
mendengkur.12
Gambar 3. Head-tilt dan chin-lift untuk membuka jalan napas

Obstruksi jalan napas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan
henti jantung. Penilaian jalan napas seperti dijelaskan dan menggunakan manuver
head-tilt dan chin-lift guna membuka jalan napas (Gambar 3). Dengan peralatan yang
tepat, direkomendasikan suction penyebab obsturksi jalan napas (misalnya darah atau
muntah). Jika mungkin, benda asing yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus
dihilangkan. Dalam obstruksi total jalan napas, pengobatan harus diberikan sesuai
dengan guideline.
Jika ada obstruksi maka lakukan:12
 Chin lift / jaw thrust
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral
Saat menilai dan tatalaksana jalan napas pasien, berhati-hati untuk mencegah
pergerakan tulang belakang leher yang berlebihan. Berdasarkan mekanisme trauma,
asumsikan bahwa ada cedera tulang belakang. Pemeriksaan neurologis saja tidak
mengecualikan diagnosis cedera tulang belakang leher. Tulang belakang harus
dilindungi dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan defisit.
Kecurigaan trauma tulang belakang leher harus dilindungi dengan collar neck.13

Gambar 4. Teknik restriksi gerak tulang belakang leher.13

Penanganan pasien sadar dengan obstruksi jalan napas dapat diberikan hentakan
lima kali kembali bergantian dengan lima kali dorongan pada perut hingga obstruksi
berkurang. Tindakan penyelamatan pada orang dewasa juga disesuaikan dengan usia
pasien. Jika korban menjadi tidak sadar, panggil bantuan dan mulai resusitasi
kardiopulmoner sesuai dengan pedoman. Fokus terpenting yaitu pemberian oksigen
aliran tinggi harus diberikan pada kondisi kritis dengan sesegera mungkin.11

Gambar 6. Tatalaksana obstruksi napas pada pasien sadar.14

B - Breathing: apakah bernafas cukup?


Dalam menguapayakan breathing, penting untuk menentukan laju pernapasan,
gerakan dinding toraks (simetris atau tidak dan penggunaan otot-otot bantu
pernapasan) dan perkusi dada untuk menentukan pekak atau tidak. Sianosis, distensi
vena leher, dan lateralisasi trakea dapat diidentifikasi. Jika stetoskop tersedia,
auskultasi paru harus dilakukan dan, jika mungkin, pulse oxymeter harus diterapkan.
Tension pneumothorax harus segera diatasi dengan memasukkan kanula ruang
interkostal kedua melewati garis midclavicular (thoracocentesis jarum). Bronkospasme
harus diterapi dengan inhalasi. Jika pernapasan tidak adekuat, bantuan ventilasi harus
dilakukan dengan memberikan bantuan pernapasan dengan atau tanpa alat. Penolong
yang terlatih harus menggunakan bag mask jika tersedia.12
Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan:13
• Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
• Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
• Pernafasan buatan

C - Circulation: apakah sirkulasi cukup?


Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai. Inspeksi pada kulit
dapat memberi petunjuk jika terdapat gangguan sirkulasi. Perubahan warna kulit,
berkeringat, dan penurunan tingkat kesadaran adalah tanda-tanda penurunan perfusi.
Jika stetoskop tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan. Pemantauan
elektrokardiografi dan pengukuran tekanan darah juga harus dilakukan sesegera
mungkin. Hipotensi adalah tanda klinis buruk yang penting. Efek hipovolemia dapat
dikurangi dengan menempatkan pasien pada posisi terlentang dan mengangkat kaki
pasien. Akses intravena harus diperoleh sesegera mungkin dan pemberian infus normal
saline.12
Menilai sirkulasi atau peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan napas
paten dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan:13
- Hentikan perdarahan eksternal
- Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14-16 G)
- Berikan infus cairan
Identifikasi sumber perdarahan berasal dari eksternal atau internal. Perdarahan
eksternal diidentifikasi dan dikendalikan selama survei primer. Kehilangan darah yang
cepat dan eksternal dikelola dengan tekanan manual langsung pada luka. Tourniquets
efektif dalam massive exsanguination ekstremitas tetapi berisiko cedera iskemik pada
ekstremitas itu. Clamping blind dapat menyebabkan kerusakan pada saraf dan vena.
Area utama pendarahan internal adalah dada, perut, retroperitoneum, panggul, dan
tulang panjang. Sumber perdarahan biasanya diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik
dan pencitraan (mis., Rontgen dada, rontgen panggul, penilaian terfokus dengan
sonografi untuk trauma [FAST], atau diagnostic peritoneal lavage [DPL]).
Manajemen segera dapat mencakup dekompresi dada, dan bidai ekstremitas. Lakukan
konsultasi bedah atau prosedur transfer awal pada pasien ini.13
Kontrol perdarahan definitif sangat penting, bersama dengan penggantian
volume intravaskular yang tepat. Akses vaskular harus ditetapkan; biasanya dua
kateter vena perifer besar ditempatkan untuk memberikan cairan, darah, dan plasma.
Pemeriksaan hematologi dasar, termasuk tes kehamilan untuk semua wanita usia subur
dan golongan darah dan pencocokan silang, analisis gas darah dan/atau laktat. Ketika
akses perifer tidak bisa diakses, infus intraoseus, akses vena sentral, dapat digunakan
tergantung tingkat keterampilan dokter.13
Syok terkait dengan cedera paling sering berasal hipovolemik, mulai terapi
cairan IV dengan kristaloid. Semua cairan IV harus dipanaskan baik dengan
penyimpanan di lingkungan yang hangat (misal 37°C hingga 40°C, atau 98,6°F hingga
104°F) atau diberikan melalui perangkat penghangat cairan. Bolus 1 L larutan isotonik
diperlukan untuk mencapai respons yang sesuai pada pasien dewasa. Jika seorang
pasien tidak responsif terhadap terapi kristaloid awal, ia harus menerima transfusi
darah. Cairan diberikan secara bijaksana, karena resusitasi agresif sebelum kontrol
perdarahan telah terbukti meningkatkan mortalitas dan morbiditas.13
D - Diasbility: apa tingkat kesadarannya?
Tingkat kesadaran dapat dinilai dengan cepat menggunakan metode AVPU, di
mana pasien dinilai sebagai waspada atau alert (A), responsif suara atau verbal (V),
respons nyeri atau pain (P), atau unresponsive (U). Penilaian lain dapat dengan
menggunakan Skor Koma Glasgow Coma Scale. Gerakan tungkai harus diperiksa
untuk mengevaluasi tanda-tanda lateralisasi. Tatalaksana terlebih dahulu pada
stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Khususnya, ketika pasien hanya
nyeri responsif atau tidak responsif, patensi jalan napas harus dipastikan, dengan
menempatkan pasien pada recovery position dan pertimbangan intubasi. Refleks
cahaya pupil dan glukosa darah harus dievaluasi. Tingkat kesadaran yang menurun
karena glukosa darah rendah dapat dikoreksi dengan cepat dengan pemberian glukosa
oral atau glukosa infus.12
Pasien dengan bukti cedera otak harus dirawat di fasilitas khusus yang
memiliki tenaga ahli dan sumber daya untuk mengantisipasi dan mengelola pasien ini.
Ketika sumber daya untuk merawat pasien-pasien ini tidak tersedia, petimbangkan
untuk dirujuk dan dikonsultasikan dengan ahli bedah saraf setelah cedera otak
dikenali.13

E - Environment: kondisi pasien?


Tanda-tanda trauma, perdarahan, reaksi kulit (ruam), bekas jarum, dll, harus
diperhatikan. Pakaian harus dilepas untuk memungkinkan melakukan pemeriksaan
fisik menyeluruh. Pemeriksaan suhu tubuh dapat diperkirakan dengan palpasi kulit
atau menggunakan termometer yang tersedia.12
Hipotermia termasuk salah satu kondisi yang mengancam dan berkembang dengan
cepat di UGD. Tentukan tindakan agresif untuk mencegah hilangnya panas tubuh dan
mengembalikan suhu tubuh ke normal, disarankan menggunakan penghangat cairan
untuk memanaskan cairan kristaloid hingga 39°C (102,2°F).13

DAFTAR PUSTAKA

1. Cheifetz MI, and Turner DA. Shock in Nelson textbook of pediatrics 19th
edition. United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
2. Kushartono H, Pudjiadi AH. Syok pada buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.
IDAI. 2011. Hal 108 – 109
3. Panduan Praktek Klinik (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen Kesehatan
Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. 2016.
4. Carcillo,J A. 2009. Syok pada Anak. Edisi ke 1. Farmedia. Jakarta
5. Zingarelli B. Shock and reperfusion. Dalam: Nichols DG, penyunting. Roger’s
textbook of Pediatric Intensive Care, edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott Williams
&Wilkins, 2008; 252-65.
6. Schwarts A, Hilfiker ML. Shock. Update October 2004.
http://www/emedicine.com/ped/topic3047
7. Vega, RM and Avva,U. Pediatric Dehydration. Statpearl. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436022/
8. WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia
9. Partini PT, dkk. 2012. Kegawatan pada Bayi dan Anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta, Indonesia.
10. Kolecki, Paul. Hypovolemic Shock. Medscape. 2016. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/760145-overview
11. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Lintas Diare. 2011. Available
from :http://dinkes.acehselatankab.go.id/uploads/Buku%20Saku%2001.pdf
12. Update on Daily Children Clinical Practice. Pengenalan Dini Syok pada Anak.
Departemen Kesehatan Anak FK Unsri: RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang. 2016
13. Americans College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Student
Course Manual. The Commitee of Trauma. 2018;10:2-19
14. World Health Organization. The ABCDE and SAMPLE History Approach
Basic Emergency Care Course

Anda mungkin juga menyukai