Oleh:
dr. Adinda Amalia
Pembimbing:
dr. Hj. Reviyani
Case Report
Judul
DEMAM BERDARAH DENGUE
Oleh
Adinda Amalia
Pembimbing
dr. Hj. Reviyani
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di Puskesmas Sukajadi Kabupaten Banyuasin
periode November 2022 – November 2023
Palembang, Februari
2023
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) di Puskesmas Sukajadi Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan periode November 2022 – November 2023.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dokter Hj. Reviyani sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk, serta bantuan dalam
penyusunan laporan kasus ini
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada Kami dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Palembang, Februari
2023
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. STATUS PASIEN......................................................................................3
2.1. Identitas..........................................................................................................3
2.2. Anamnesis......................................................................................................3
2.2.1. Keluhan Utama:....................................................................................3
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:.................................................................3
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu .....................................................................4
2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga...................................................................4
2.2.5. Riwayat Pengobatan..............................................................................4
2.2.6. Riwayat Sosial.......................................................................................4
2.3. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................4
2.4. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................7
2.5. Diagnosis Kerja..............................................................................................7
2.6. Diagnosis Banding..........................................................................................7
2.7. Tatalaksana.....................................................................................................7
2.8. Edukasi...........................................................................................................7
2.9. Prognosis........................................................................................................7
2.10. Follow Up.......................................................................................................8
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................9
3.1. Definisi Tinea.................................................................................................9
3.2. Etiologi dan Faktor Risiko..............................................................................9
3.3. Epidemiologi................................................................................................10
3.4. Patofisiologi..................................................................................................10
3.5. Diagnosis......................................................................................................12
3.7.1. Manifestasi Klinis...............................................................................12
3.7.2. Pemeriksaan Penunjang......................................................................15
iv
v
1
2
Manifestasi klinis tinea korporis berupa lesi berbentuk cincin dan struktur
kasar dengan tepi aktif berwarna merah sehingga tampak elevasi. Di tengah lesi
terdapat central healing (penyembuhan dalam), yang merupakan bagian dari lesi.
Bagian ini tidak aktif dan terlihat seperti kulit normal.3
Diagnosis tinea korporis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan dapat dipastikan dengan pemeriksaan penunjang. Meskipun demikian,
masih banyak tenaga kesehatan yang belum bisa membedakan berbagai macam
penyakit kulit, sehingga masih banyak kesalahan dalam mendiagnosis dan
mentatalaksana tinea korporis ini. Kesalahan diagnosis dan terapi dapat
memperberat keadaan klinis pasien.2
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk lebih memahami tentang
tinea korporis yang sering ditemukan dalam praktik klinik sehari-hari, sehingga
tenaga medis dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana yang tepat.
BAB II. STATUS PASIEN
2.1. Identitas
Nama : An. A
Usia : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukajadi, Kabupaten Banyuasin
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Tanggal Berobat : 2 Februari 2023
Nomor RM :
2.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan langsung dengan ibu pasien (Alloanamnesis) di ruang
poli IGD Puskesmas Sukajadi pada Hari Kamis, 2 Februari 2023
3
4
diberikan bedak. Ibu pasien memutuskan untuk membawa pasien ke poli umum
Puskesmas Sukajadi karena keluhan tidak membaik dan ruam kemerhan
bertambah luas.
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
5
Keadaan Spesifik
Kepala
- Bentuk : Simetris, normocephalic
- Rambut : Hitam, lurus, dan tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (3mm/3mm)
- Hidung : Perdarahan (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
- Telinga : Perdarahan (-), sekret (-)
- Mulut : Sianosis (-), edema (-), cheilitis (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tidak hiperemis, uvula
di tengah
- Leher : Tidak ditemukan pembesarakan KGB dan kelenjar tiroid,
JVP 5–2 cmH2O
Thorax
- Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi dinding dada
(-/-)
Palpasi : Stem fremitus normal dan simetris kanan dan kiri, nyeri
tekan (-/-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
- Jantung
6
Pemeriksaan Dermatologis
Regio : Abdomen
Efloresensi : Tampak plak eritematosa berbatas tegas, bentuk lingkaran
dengan tepi meninggi dan bagian tengah lebih
tenang/menyembuh (central healing), ukuran diameter kurang
lebih 6 cm, jumlah soliter (satu), distribusi lokalis, yaitu pada
abdomen regio umbilikalis. Tampak multiple vesikel di
bagian tepi lesi. Lesi juga disertai dengan erosi dan skuama.
7
2.7. Tatalaksana
- Ketokonazole cream 2% 2 x 1 (u.e.e)
- CTM syr 2mg/5ml 3 x 1 Cth (po)
2.8. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit dan cara
penularannya
- Menganjurkan untuk mandi dua kali sehari.
- Menganjurkan untuk menjaga daerah lesi tetap kering
- Menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat,
menggunakan pakaian yang menyerap keringat seperti katun, tidak ketat
dan diganti setiap hari.
- Menghindari pemakaian handuk dan baju secara bersama-sama.
- Menghindari garukan apabila gatal, karena garukan dapat beresiko
menimbulkan luka dan menyebabkan infeksi
8
2.9. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (seperti hygiene) maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik.
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad functionam : bonam
- Quo ad sanationam : bonam
2.10. Follow Up
Keluhan, Hasil Pemeriksaan, dan
Tanggal/Jam Instruksi (P)
Analisa (S, O, dan A)
Selasa, S/ (Alloanamnesis) P/
21/07/2022 Ruam (+) kecoklatan, gatal - Ketokonazole cream
10.00 WIB berkurang, ibu pasien 2% 2 x 1 (u.e.e)
mengatakan frekuensi pasien - CTM syr 2mg/5ml 3 x
menggaruk bagian lesi 1 Cth (po)
berkurang.
O/
KU: Baik
Kesadaran: CM
TD: tidak diperiksa
Nadi: 88 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,5oC
A/
Tinea Korporis
9
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
10
11
3.3. Epidemiologi
Tinea korporis adalah dermatofitosis yang paling umum. Tinea korporis
terjadi di seluruh dunia, paling sering diamati di daerah tropis. Risiko tertular
tinea korporis selama hidup diperkirakan 10-20%. Tinea korporis paling sering
terjadi pada usia pubertas dan dewasa muda. Kasus langka telah dilaporkan pada
periode bayi baru lahir. Tidak ada dominasi jenis kelamin.8
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak erat dengan individu yang terinfeksi,
hewan yang terinfeksi (khususnya, anjing atau kucing domestik), benda yang
terkontaminasi, atau tanah yang terkontaminasi. Infeksi dapat diperoleh sebagai
akibat penyebaran dari tempat lain infeksi dermatofita (misalnya tinea kapitis,
tinea pedis, onikomikosis). Penularan di antara anggota keluarga sejauh ini
merupakan rute yang paling umum; anak-anak sering terinfeksi oleh spora yang
dikeluarkan oleh anggota keluarga yang terinfeksi. Autoinfeksi oleh dermatofita
di tempat lain di tubuh juga dapat terjadi.8
3.4. Patofisiologi
Penempelan dermatofit pada kulit mengawali patofisiologi tinea korporis.
Setelah manusia terkena paparan dari dermatofit, dermatofit harus melewati
berbagai pertahan kulit terlebih dahulu, seperti sebum dan koloni bakteri sebelum
hifanya berkembang di jaringan keratin. Proses masuknya jamur ke dalam kulit
dibagi menjadi 3 fase, yaitu penempelan, invasi, dan respon tubuh.9
- Fase Penempelan
Diawali dengan spora aseksual jatuh ke kulit dan menghasilkan enzim, seperti
protease dan lipase, fase penempelan dimulai. Enzim yang dihasilkan dapat
mempererat penempelan dan invasi ke dalam kulit. Setelah berhasil menempel,
spora mulai berkembang untuk invasi. 9
12
- Fase Invasi
Pada fase invasi, adanya trauma dan pengikisan kulit dapat mempermudah
masuknya dermatofit ke dalam kulit. Invasi dilakukan dengan sekreasi protease
dan lipase oleh jamur. Selain menghancurkan keratin, keratin juga digunakan
oleh dermatofit sebagai sumber nutrisi.9
- Fase Respon
Setelah terjadinya invasi, tubuh manusia sebagai host berespon dengan
menghasilkan asam lemak fungistatik, meningkatnya proliferasi epidermis, dan
menghasilkan mediator inflamasi. Keratinosit merupakan barrier pertama tubuh
pada infeksi dermatofit, dimana keratinosit meningkatkan proliferasi agar
mempercepat pengikisan kulit, serta menghasilkan peptida mikrobial dan
sitokin. Respon inflamasi yang terjadi menghasilkan lesi yang gatal, merah,
dan bengkak.3,9
dermatofita
sel
inflamasi
3.5. Diagnosis
Diagnosis tinea korporis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, serta dapat didukung dengan pemeriksaan penunjang. Gold standard
penegakkan diagnosis tinea korporis adalah kultur jamur.8
dan Microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak, tidak
bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi
oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita sendiri.2
3.7. Tatalaksana
Tatalaksana tinea korporis terdiri dari tatalaksana non-farmakologi dan
farmakologi. Tatalaksana non-farmakologi adalah pasien disarankan untuk
mengenakan pakaian yang ringan dan longgar, serta kulit harus tetap bersih dan
kering.8,10
Tatalaksana farmakologi pada tinea korporis dapat berupa topikal dan oral.
Pilihan terapi pada tinea korporis adalah sebagai berikut.8,10
- Topikal:
- Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1–2 minggu.
- Alternatif: golongan azol, misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol dua kali sehari selama 4–6 minggu.
- Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
- Obat pilihan:
terbinafin oral: dewasa 1 x 250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu. Dosis anak dengan
berat badan (BB) 10–20 kg: 62,5 mg/hari; BB 21–40 kg: 125 mg/hari; BB >
40 kg: 250 mg/hari. Terbinafin hanya untuk anak berusia > 4 tahun.
- Alternatif:
- Itrakonazol: dewasa 2 x 100 mg/hari, anak: 3–5 mg/kgBB/hari (maksimal
200 mg/hari) selama 2 minggu
- Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10–25 mg/kgBB/hari selama 2–4
minggu (hanya untuk anak berusia > 4 tahun)
- Ketokonazol 200 mg/hari
3.8. Edukasi
Edukasi secara umum untuk pasien-pasien dengan infeksi tinea adalah
sebagai berikut.10
1. Menjaga kebersihan diri
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur.
5. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.
6. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci
handuk yang kemungkinan terkontaminasi.
7. Skrining keluarga.
8. Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam
dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan
disinfektan lain.
19
3.9. Komplikasi
Superinfeksi bakteri sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari garukan dan
abrasi kulit. Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pasca inflamasi dapat terjadi.
Reaksi Dermatofitid (id), juga dikenal sebagai reaksi id, auto-ekzematisasi, atau
eksim diseminata adalah erupsi dermatitis sekunder yang dapat terjadi terkait
dengan infeksi jamur terutama setelah dimulainya pengobatan antijamur sistemik.
Pasien yang sering terkena infeksi jamur ini dapat menimbulkan manifestasi yang
luas, pruritus yang parah, eritematosa, papula bersisik, makulopapule,
papulovesikel, atau pustula. Erupsi dermatosis merupakan reaksi imunologis
terhadap antigen jamur seperti respons hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV).
Komplikasi yang jarang adalah psoriatic flare yang dipicu oleh tinea korporis.8
3.10. Prognosis
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali
bila terpajan ulang dengan jamur penyebab. Tinea pedis menjadi kronik dan
rekuren bila sumber penularan terus menerus ada.10
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
BAB IV. ANALISIS KASUS
20
21
pasien pakaian yang ringan, longgar, dan mudah menyerap keringat. Perlu
disarankan juga untuk melakukan skrining terhadap anggota keluarga lainnya,
terutama yang tinggal serumah dengan pasien dan diharapakn anggota keluarga
yang memiliki keluhan serupa dengan pasien dapat menerima pengobatan yang
tepat dengan segera, sehingga tidak terjadi penularan berulang dalam anggota
keluarga.
Penatalaksaan khusus pada pasien tinea korporis meliputi pemberian obat
antijamur topikal. Obat Antijamur topikal yang menjadi pilihan utama (drug of
choise) pada tinea korporis adalah golongan alilamin, contohnya terbinafine, akan
tetapi obat ini masih jarang ditemukan di Indonesia, 8 sehingga antijamur topikal
yang digunakan pada pasien dalam laporan kasus ini adalah golongan azole, yaitu
ketokonazole krim 2%. Krim ini digunakan dua kali sehari pada bagian lesi
selama 4–6 minggu.2,10
Terbinafine bekerja dengan menghambat enzim squalene epoxidase, yang
bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, komponen penting dari dinding sel
jamur.8 Sama halnya dengan terbinafine, ketokonazole juga bekerja dengan cara
menghambat sintesis ergosterol, namun dengan cara yang berbeda. Ketokonazole
bekerja dengan menghambat sitokrom P450, yang mengganggu sintesis
ergosterol.11
Antijamur sistemik belum diberikan pada kasus ini karena lesi pada kasus
ini soliter dan terdistribusi lokalis. Obat antijamur sistemik diberikan pada lesi
yang kronik atau luas.2,10
Pasien pada laporan kasus ini juga diberikan Chlorpheniramine maleate
(CTM) sirup 3 x 2 mg. Chlorpheniramine maleate (CTM) merupakan salah satu
obat golongan Antihistamin (AH) H1 yang digunakan secara luas untuk
mengobati pruritus akibat berbagai penyebab. Pemberian AH diperlukan untuk
mengurangi gejala pruritus untuk memperbaiki quality of life (QOL) pasien dan
menjaga agar kelainan kulit tidak bertambah berat dan meluas akibat garukan
yang berulang.14
Infeksi kulit akibat jamur, termasuk tinea korporis harus bisa dibedakan dari
penyakit kulit lainnya, sehingga dapat ditataksana dengan tepat. Infeksi kulit
23
akibat jamur memiliki prognosis yang baik jika diobati dengan benar, penyakit
akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali bila terpajan ulang dengan jamur
penyebab.2
BAB V. KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26