Mini Project
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia
Disusun oleh:
dr. Masteria Choirunnisa
Pembimbing
dr. Jami’ah
Mini Project
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internship Dokter Indonesia
Disusun oleh:
dr. Masteria Choirunnisa
Pembimbing
dr. Jami’ah
Penulis.
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................i
COVER DALAM..................................................................................................ii
UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 6
Latar Belakang Masalah .......................................................................... 6
Rumusan Masalah .................................................................................... 7
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8
Demam Berdarah Dengue ........................................................................ 8
Definisi Demam Berdarah Dengue ................................................... 8
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue ........................................... 9
Etiologi Demam Berdarah Dengue ................................................... 9
Cara Penularan ................................................................................ 10
Patogenesis Demam Berdarah Dengue ........................................... 11
Manefestasi Klinis ........................................................................... 14
Diagnosis Demam Berdarah Dengue .............................................. 15
Penatalaksanaan ............................................................................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 25
Jenis Rancangan Penelitian .................................................................... 25
Populasi dan Sampel .............................................................................. 25
Definisi Operasional .............................................................................. 26
Instrumen Penelitian .............................................................................. 26
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 26
Jenis dan Cara Pengumpulan Data.......................................................... 27
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 27
A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini menyerang organ paru
dan juga organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal,
kandungan, tulang bahkan bisa menyerang otak. Pada tahun 2020 penyakit
tuberkulosis paru di Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah
India (WHO, 2021).Sampai saat ini, penyakit TB masih menjadi
permasalahan dunia. Berdasarkan data WHO diperkirakan telah terjadi 10.6
juta kasus baru pada tahun 2021 berkisar 10.6 juta kasus atau naik sekitar
600.000 kasus dari tahun 2020 yang diperkirakan 10 juta kasus TBC.
Bakteri Tuberkulosis berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA), Bakteri TB cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh Bakteri ini dapat Dormant atau tertidur lama selama
beberapa tahun. Penularannya bisa melalui cairan didalam saluran nafas yang
keluar ketika penderita batuk kemudian terhirup oleh orang lain yang berada
dilingkungan sekitar penderita TB tersebut.
Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah kedekatan kontak dengan
penjamu BTA + sangat mempengaruhi penyebaran bakteri ini pada manusia.
Kondisi lingkungan rumah seperti ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan hunian rumah menjadi
salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Hal
ini sejalan dengan penelitian Bambang (2010) bahwa kepadatan hunian,
ventilasi, kelembaban dalm ruangan, pencahayaan alami, jenis lantai, tingkat
pengetahuan dan kontak langsung dengan penderita BTA positif ada
hubungan dengan kejadian TB paru.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat pada
penyakit demam berdarah dengue di poli umum puskesmas karangbinangun
C. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan rumah dengan
kejadian TB paru diwilayah Puskesmas Bulu Tuban 2022
D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi
penulis dalam meneliti secara langsung di lapangan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program
internship dokter umum Indonesia.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada masyarakat tentang penularan dan kejadian penyakit
TB paru melalui lingkungan fisik rumah yang kurang baik.
A. TB Paru
1. Definisi TB PARU
Definisi Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri
menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai
dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi, sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
2. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD atau Dengue
Haemorrhagic Fever atau DHF) telah menjadi masalah utama dalam
kesehatan masyarakat global beberapa tahun ini. Setiap tahun diperkirakan
terjadi lebih dari 100 juta kasus DBD di seluruh dunia dan hanya 250.000
kasus yang dilaporkan secara resmi.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik
Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah. Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di
Surabaya pada tahun 1968 dan menyebar ke berbagai daerah. Sampai tahun
1980, seluruh propinsi di Indonesia, kecuali Timor Timur, telah terjangkit
penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah kasus demam berdarah cenderung
meningkat baik dari segi jumlah maupun wilayah yang terjangkit . Hal ini
dikarenakan vektor penyakit demam berdarah tersebar luas di seluruh tanah
air, meningkatnya kepadatan serta mobilitas penduduk. Secara nasional
penyakit DBD di Indonesia setiap tahun terjadi mulai bulan September
sampai Februari dengan puncak pada bulan Desember atau Januari yang
bertepatan dengan waktu musim hujan.
Faktor iklim, perubahan ekologi dan faktor sosial demografi
memegang peranan penting dalam peningkatan kejadian dan perluasan
daerah endemis penyakit DBD. Tingginya status entomologis vektor DBD
sperti house index (HI), container index, breteau index, dan resting
index yang didukung oleh curah hujan yang tinggi juga dapat mendorong
terjadinya KLB. Status entomologis yang lain berupa ovitrap index (OI) dan
pupal index (PI) juga berperan dalam mengevaluasi pasca
pengendalian vector DBD. Aspek epidemiologi lain yang berperan dalam
kejadian DBD yaitu mekanisme penularan virus dengue.
3.Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan
lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak yang cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat,
kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomatan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri bersifat
tahan asam.
4.Patogenesis
4.1 Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui
saluran pernapasan akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk
fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul dibagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan tampak
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Fokus primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut
dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
dari di bawah ini : 2 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus. 3. Menyebar dengan cara : -
Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya. - Bronkogen, baik dari paru
yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau tertelan - Hematogen
dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah, dan
virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau
meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada
alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.
5.Klasifikasi
5.1 Berdasarkan Organ Yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain – lain.
6. Manifestasi Klinis
Gejala Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ditandai dengan
manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit,
hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Patofisiologi yang membedakan dan menentukan drajat penyakit Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Fever (DF) yaitu peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopeni, dan distesis hemoragik. Umumnya pasien mengalami fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada
waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Gejala Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) yaitu demam tinggi
mendadak antara 38–40 C selama 2–7 hari, demam tidak dapat teratasi
maksimal dengan penularan panas biasa, mual, muntah, nafsu makan
menurun, nyeri sendi atau nyeri otot (pegal–pegal), sakit kepala, nyeri atau
rasa panas di belakang bola mata, wajah kemerahan, sakit perut (diare),
kelenjar pada leher dan tenggorokan terkadang ikut membesar. Gejala
lanjutannya terjadi pada hari sakit ke 3–5, merupakan saat-saat yang
berbahaya pada penyakit demam berdarah dengue yaitu suhu badan akan
turun, jadi seolah–olah anak sembuh karena tidak demam lagi.
7. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1.Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau
kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
8. Diagnosis
8.1 Gambaran Klinis
Tidak ada terapi yang spesifik untuk Dengue Fever, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat angka kematian
dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus
DHF. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
secara bermakna (Nasronudin, 2013).
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua
golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah - Pada awal terjadinya penyakit,
kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk baru akan terjadi bila
bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus
yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah
menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk
ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen. - Batuk
darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk
darah tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk
darah tidak selalu terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-
kadang merupakan suatu tanda perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk
darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan terdapatnya kavitas pada paru.
b. Sesak napas Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB paru dengan efusi
pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
c. Nyeri dada Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri
menggambarkan keterlibatan pleura yang kaya akan persyarafan. Kadang-
kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga disebabkan
regangan otot karena batuk
2. Gejala sistemik, meliputi :
a. Demam Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi,
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis
yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan - Penyakit tuberkulosis paru
bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia
tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin kurus
(penurunan berat badan)
8.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit
umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
6 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi
rongga dada, difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah.
8.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) : 6,7
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat
menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD
(International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) : 6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan
dengan jumlah kuman yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).
8.4 Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis
TB paru adalah foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan
radiologis tuberkulosis paru menurut klasifikasi The National Tuberkulosis
Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi,
tidak lebih dari luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus
vertebra torakalis V (kurang dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi
ketentuan sebagai berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume
sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced
lesion atau ada kavernae yang sangat besar.
8.5 Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis
(OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut : 7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah yang cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT
Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
- Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
- Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Penjamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang
dapat mempengaruhi dan timbulnya suatu perjalanan penyakit (Kunoli,
2013).
Semua umur dapat tertular TB paru, tetapi kelompok resiko tertinggi adalah
kelompok usia produktif. Diperkirakan 95% kasus TB Paru dan kematian
akibat TB Paru didunia terjadi di negara berkembang dan penghasilan
rendah. Di indonesi, berdasarkan karakteristik penduduk, prevanlensi TB
Paru cenderung meningkat dengan bertambahnya umur, pada pendidikan
rendah dan tidak bekerja (Najmah, 2016).
1. Umur
Merupakan parameter yang penting menjelaskan fakta secara epidemiologi.
Beberapa penyakit umur dapat menjelaskan hanya penyakit tertentu saja,
oleh karena setiap masalah kesehatan kesakitan ataupun kematian sangat
berhubungan erat dengan umur, insiden TB tertinggi pada kelompok usia
25-44 tahun pada median 37 tahun sebesar 36 persen kelompok usia 45-64
tahun sekitar 21 persen, untuk kesembuhan penderita Tuberkulosis BTA
positif umur tidak bermakna meskipun usia produktif lebih dominan tertular
TB adalah laki-laki. (Nizar, 2017). Penyakit TB sebagain besar menyerang
usia produktif hal tersebut juga ditemukan di penelitian Niko di Kota Solok
Tahun 2011 menyatakan faktor resiko penyakit TB paru positif lebih tinggi
pada usia produktif pada umur 40-49 tahun yaitu 14 responden dan yang
palng sedikit berkisar antara >60 tahun yaitu 2 responden.
2. Status Gizi
Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Boddy Mass Index (BMI) merupakan
indikator untuk memantau status gizi pada kelompok umur >18 tahun.
Status gizi seseorang akan mempegaruhi risiko tertular TB. Seseorang
dengan status gizi buruk, bahkan mengalami malnturisi, menyebabkan
penurunan fungsi paru, perubahan analisis gas dalam darah, dan
produktivitas kerja. Seperti diketahui kuman tuberkulosis merupakan kuman
yang suka tidur hingga bertahun-tahun, apabila memiliki kesempatan untuk
bangun dan menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian penyakit
tuberkulosis paru. Oleh karena itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah
status gizi yang baik. Selain itu, status gizi buruk juga mempengaruhi daya
tahan tubuh dimana penurunan daya tahan tubuh berkaitan erat dengan
peningkatan infeksi kuman TB (Fatimah, 2008).
3. Status sosial ekonomi
Rendahnya status sosial ekonomi menyebabkan rendahnya akses pelayanan
kesehatan, putusnya pengobatan penderita TB pada umumnya karena
mahalnya biaya transportasi. Selain itu variabel sosial budaya terbukti
merupakan faktor resiko kejadian TB maupun kesembuhan (Nizar, 2017)
4.Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2011).
Pengetahuan tentang tuberkulosis merupakan dasar tindakan pencegahan
dan pengobatan. Ketidaktahuan masyarakat menghalangi tindakan
pencegahan TB paru. Dengan pengetahuan yang meningkat, masyarakat
akan semakin mengerti tentang tindakan pencegahan sehingga tingkat
kejadian TB paru dapat diminimalisasikan. Pengetahuan akan menimbulkan
kesadaran seseorang dan akhirnya akan menyebabkan orang tersebut
berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan
dibagi kedalam 6 tingkat (Notoatmodjo, 2011), yaitu
1. Tahu (know) : diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension) : diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) : diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya).
4. Analisis (analysis) : suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannyasatu sama lain.
Pengambilan data dilakukan setiap hari selasa dan kamis. mulai November
hingga April dan ketika pasien mengambil obat di ruang p2p dan ketika ada
kunjungan rumah penderita TB yang dalam pengobatan. Pengambilan data
dilakukan dengan teknik random sampling.
Definisi Operasional
A. Hasil Penelitian
Memenuhi syarat 4 8%
>10%
Tabel 4.6 Pengaruh Pencahayaan Dengan Kejadian Tb Paru Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bulu Tahun 2022-2023
Pencahayaan n Presentase
Tidak baik 18 78 %
Baik
5 22%
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuisioner kepada
responden di dapatkan hasil tingkat pengetahuan tentang demam berdarah
dengue tinggi sebesar 92% dan sedang 8%, kurang 0%. Dengan kemajuan
teknologi dan mudahnya mendapatkan informasi tentang demam berdarah
dengue menjadi salah satu faktor yang meningkatkan pengetahuan responden.
Hasil tingkat sikap terhadap penyakit demam berdarah dengue
didapatkan hasil 96% hasil tinggi, 4% hasil rendah, dan 0% hasil rendah.
Hasil tingkat perliaku terhadap penyakit demam berdarah dengue didapatkan
hasil 96% hasil tinggi, 4% hasil sedang, dan 0% hasil rendah.
Dari hasil penelitian tentang ventilasi dengan kejadian TB Paru yaitu total
ventilasi yang memenuhi syarat adalah 8% % dan yang tidak memenuhi syarat
adalah 82%. Menurut teori Adnani, 2011 ventilasi rumah berfungsi sebagai
lobang angin, jalan udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi, letak lubang
angin yang baik adalah searah dengan tiupan angin. Pergantian udara agar lancar
diperlukan minimum luas lobang ventilasi tetap 5% dari luas lantai dan jika
ditambah dengan luas lobang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah, pintu,
jendela, lobang anyaman bambu dan sebagainnya menjadi berjumlah > 10-20%
luas lantai.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari kondisi pencahayaan
kasus dan control yang terbanyak adalah kondisi pencahayaan yang baik yaitu
22% sedangkan kondisi pencahayaan yang tidak baik yaitu 78%. Menurut teori
Nizar, 2017 pencahayaan kamar tidur yang tidak cukup merupakan salah satu
penyebab terjadinya penyakit TB Paru. Pencahayaan yang baik menurut
Kemenkes No 829 tahun 199 pencahayan alam dan / atau buatan langsung
maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas
penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Dawile, sondakh &
maramis 2013 hasil penelitiannya terdapat pengaruh antara pencahayaan alami
dengan Tuberkulosis paru. Berdasarakan hasil dilapanagan diwilayah kerja
puskesmas panjang bahwa pencahayaan rumah pada kasus tidak memenuhi syarat
dimana cahaya matahari tidak bisa masuk kedalam rumah yang disebabkan
jumlah ventilasi rumah sangat sedikit dan padatnya pemukiman masyarakat
panjang yang mengakibatkan cahaya matahari tidak bisa masuk langsung kedalam
rumah. Sehingga diharapkan masyarakat memberikan genting kaca yang
pencahayaan rumahnya kurang agar kondisi ruangan rumah atau kamar tidak
lembab.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Bagi Puskesmas
Perlu diadakan rutin penyuluhan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit demam berdarah dengue saat sebelum
memasuki musim hujan.
2. Bagi Pasien
Diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
sebagai cara untuk mencegah terjadinya penyakit demam berdarah
dengue.
DAFTAR PUSTAKA
KUESIONER