Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

Hiperleukositosis et causa Leukemia Limfoblastik Akut

Penyaji:

Fianirazha Primesa Caesarani 04054821820111


M. Taufan Kurniawan 04054821820112

Oponen:
Muhammad Reyhan Evlin Kohar
Imanuel M. Farhan Habiburrahman
Mentari Faisal Putri Kevin Ariel Tiopan S
Riski Fitri Nopina Safitri Muhlisa
Muhammad Arma Anusha G Perkas
Poppy Putri Pratiwi Dani Gemilang Kusuma
Faris Naufal Afif Regina Astra Kirana
Klara Sinta Mahardika Yantara
Aulia Alvianti Akbar Latifah binti Latif
Anggia Fabelita Moganashini Ravi
Eriza Dwi Indah Lestari Calvin Ienawi
Sarayati KH Nadiya Auliesa
Citta Ananggadipa P Dhanty Mukhsina

Pembimbing:
dr. Dian Puspita Sari, SpA(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018

HALAMAN PENGESAHAN

Hiperleukositosis et causa Leukemia Limfoblastik Akut

Disusun oleh :
Fianirazha Primesa Caesarani 04054821820111
M. Taufan Kurniawan 04054821820112

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode 30 April 2018 s.d 9 Juli
2018.

Palembang, Mei 2018


Pembimbing

dr. Dian Puspita Sari, SpA(K)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus dengan topik “Hiperleukositosis et causa Leukemia
Limfoblastik Akut” sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Anak RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dian Puspita Sari, SpA(K)
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga presentasi kasus ini dapat memberi
manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II LAPORAN STATUS........................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 30
BAB IV ANALISA KASUS.............................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46
LAMPIRAN ...................................................................................................... 47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang


ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol
dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel
leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi
jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel
maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan
kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia
diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka
diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia
diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid.
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua kasus leukemia pada
anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) 82% dan
leukemia mieloblastik akut (LMA) 18%. Rasio laki-laki dan perempuan adalah
1,15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk LMA. Puncak kejadian pada usia 2-5
tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan LLA, hal ini disebabkan banyaknya
kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit
hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-faktor
lingkungan di negara industri yang belum diketahui.
Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi
perdarahan yang paling sering ditemukan berupa ptekie, purpura atau ekimosis,
yang terjadi pada 40 -70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi
perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung,
ginggiva dan saluran cerna. Perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi
pada saluran cerna dan sistem saraf pusat. Manifestasi perdarahan ini muncul
sebagai akibat dari berbagai kelainan hemostasis.

v
vi
BAB II
STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : An. Erwin
b. Umur : 23 Desember 2004 (13 tahun)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Ayah : Maryanto
e. Nama Ibu : Surtinih
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Umbul Sari, OKU Timur
h. Dikirim oleh : RS Baturaja
i. MRS Tanggal : 26 April 2018

II. ANAMNESIS
Tanggal : 4 Mei 2018
Diberikan oleh : ayah kandung

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama : Pucat
2. Keluhan tambahan : Lemah
3. Riwayat perjalanan penyakit :
± 3 minggu SMRS, pasien mencabut giginya sendiri kemudian 3 hari
setelahnya masih terjadi perdarahan dari gigi yang dicabut. Batuk (-), pilek (-),
mual (-), muntah (-), badan lemas (+), pucat (+), mata kuning (+), nafsu makan
menurun (-), BB turun (-), nyeri tulang (-), sakit kepala (-), kejang (-), bintik
merah (-), mimisan (-), gusi berdarah (+), muntah darah (-), BAB dan BAK biasa.
± 2 minggu SMRS, pasien dibawa ke RS OKU Timur, dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil trombosit rendah dan leukosit tinggi.
Pasien dirawat inap selama 3 hari dan dipulangkan. Pasien konsul kembali setelah
rawat inap. 1 hari setelahnya pasien mengalami perdarahan dari gusi. Batuk (-),
pilek (-), mual (-), muntah (-), badan lemas (+), pucat (+), kuning (+), nafsu
makan menurun (-), BB turun (+), nyeri tulang (-), sakit kepala (-), kejang (-),
bintik merah (-), mimisan (-), gusi berdarah (+), muntah darah (-), BAB dan BAK
biasa.

2
± 3 hari SMRS, pasien dibawa ke RS Baturaja dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium kembali dengan hasil trombosit rendah dan leukosit tinggi. Pasien
sempat mengalami pingsan. Pasien dirujuk ke RSMH.
Hari Kamis (26 April) pasien dibawa ke IGD RSMH, pasien dalam
keadaan pucat (+), lemas(+), bintik perdarahan (+), perdarahan gusi (-), demam
tinggi (-), batuk (-), nyeri tulang (-), sakit kepala (-), kemudian dilakukan cek
darah didapatkan Hb: 5,3 mg/dL, leukosit 296.900, Ht: 18%, Trombosit 25.000,
MCV: 86,5, MCH: 26, MCHC : 29. Pasien dirawat inap di RSUP Moh Hoesin
Palembang.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
 Masa kehamilan : aterm
 Partus : spontan
 Tempat : Bidan Rawa Bening
 Ditolong oleh : Bidan
 Tanggal : 23 Desember 2004
 BB : 3,5 Kg
 PB : pasien tidak ingat
 Lingkar Kepala : pasien tidak ingat
2. Riwayat Makanan
 ASI : 0-1 tahun
 Susu botol : Tidak pernah
 Bubur susu : Tidak pernah
 Nasi tim/lembek : 6 bulan
 Nasi biasa : 2 tahun – sekarang @1/2 piring
 Daging : 0-1x/minggu @1 potong
 Tempe : 4-5x/minggu @2 potong
 Tahu : 4-5x/minggu @ 1 potong
 Sayuran : setiap hari
 Buah : 0-1x/minggu
 Lain-lain : makan mie 3x/minggu, makan ikan hampir
Setiap hari
 Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

3. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR

3
BCG √ (usia lupa)
DPT 1 √ (usia lupa) DPT 2 √ (usia DPT 3 √ (usia lupa)
lupa)
Hepatitis B √ (usia lupa) Hepatitis √ (usia Hepatitis √ (usia lupa)
1 B2 lupa) B3
Hib 1 √ (usia lupa) Hib 2 √ (usia Hib 3 √ (usia lupa)
lupa)
Polio 1 √ (usia lupa) Polio 2 √(usia Polio 3 √ (usia lupa)
lupa)
Campak √ (usia lupa) Polio 4 √ (usia lupa)
Kesan : imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Keluarga
Ibu Ayah
Perkawinan pertama pertama
Umur 18 tahun 24 tahun
Pendidikan SD SD
Penyakit yang pernah diderita - -

5. Riwayat Perkembangan
 Gigi pertama : ibu pasien tidak ingat
 Berbalik : 4 bulan
 Tengkurap : 5 bulan
 Merangkak : 6 bulan
 Duduk : 7 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Berjalan : 12 bulan
 Berbicara : 1 tahun
 Sekarang : anak terlihat lemah, tidak sanggup berdiri.
 Kesan : perkembangan sebelum anak sakit dalam batas
normal

6. Riwayat Perkembangan Mental


 Isap jempol : +
 Ngompol :+
 Sering mimpi : +
 Aktivitas : aktif
 Membangkang: pernah
 Ketakutan :+
 Kesan : perkembangan mental anak masih normal

4
7. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
 Riwayat pucat sebelumnya (+) sekitar 2 bulan lalu
 Riwayat transfusi sebelumnya (+) sekitar 1 minggu lalu
 Riwayat mata kuning (+) sejak 1 tahun yang lalu
 Riwayat sering menggunakan obat nyamuk bakar
 Rumah dekat dengan pabrik 200 meter.
 Di dalam keluarga yang tinggal serumah ada yang suka merokok

III. PEMERIKSAAN FISIK (04 Mei 2018)


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 31 kg
PB : 150 cm
Status gizi
BB/U : P<5 (67,3%)
PB/U : P 10-25 (96,1%)
BB/PB : 75,6% (gizi kurang)
Lingkar kepala :-
Edema (-), sianosis (-), dispnue (+), anemia (+), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu : 38,4oC
Respirasi : 28 x/menit
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Kulit : ptekiae (+), ekimosis (-), purpura (-), hematom (-)

B. Pemeriksaan Khusus
KEPALA :
Mata : edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera
ikterik (+) , refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, ᴓ
3mm.
Mulut : kelainan kongenital (-), bibir sianosis (-), cheilitis (-)
Gigi : Karies (+) pada molar 1 inferior dextra et sinistra dan
incicivus superior dextra, perdarahan gusi (-)
Lidah : pucat (+), papil atropi (-), glositis (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T2/T2, hiperemis (-)

LEHER
Inspeksi : tidak terdapat benjolan
Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

5
AXILLA
Tidak terdapat benjolan

THORAX
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, scar (-),
massa (-), terdapat catheter double lumen pada apex
thorax dextra
Palpasi : fraktur (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)

PARU
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), stem fremitus normal, kanan
sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR 120×/mnt, bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-),
gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : datar, scar (-), massa (-), luka (-), pelebaran pembuluh
darah (-)
Palpasi : lemas, massa (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

HEPAR
Tidak teraba

LIEN
Tidak teraba

GINJAL
Nyeri tekan (-), ballotement (-), nyeri ketok (-)

EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk : normal, koilonikia (+) pada kuku jari kaki
Deformitas : tidak ada
Edema : tidak ada
Trofi : tidak ada

6
Pergerakan : aktif
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Akral : telapak tangan dan kaki pucat, CRT <3”
Ptechiae : ada

Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur/krepitasi: tidak ada
Edema : tidak ada

INGUINAL
Hernia (-), lesi (-)
Kelenjar getah bening : tidak

GENITALIA
Laki-laki
Phimosis : tidak ada
Testis : dalam batas normal
Scrotum : dalam batas normal
Status Pubertas: G3P3

Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Kiri Lengan Lengan
Kanan Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +4 +4 +4 +4
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -

 Fungsi sensorik : Dalam batas normal


 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal

7
 GRM : Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (26 April 2016)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin(Hb) 5,3 gr% 12,0-14,4 gr%
Eritrosit (RBC) 2,08.106/mm3 4,40 – 4,48. 106/mm3
Leukosit (WBC) 296,9.103/mm3 4,5 – 13,5. 103/mm3
Hematokrit (Ht) 18 % 37 - 41%
Trombosit (PLT) 25.103/µL 217 – 497.103/µL
Hitung Jenis
Basofil 0
0–1
Eosinofil 0
Neutrofil 3 1–6
Limfosit 6
50 – 70
Monosit 0
20 – 40
2–8
Retikulosit 2,8% 0,5-1,5
Hati
Bilirubin Total 0,6 0,1 -1,0 mg/dl
SGOT 56 0-38 U/L
SGPT 29 0-41 U/L
Albumin 4,0 3,8-5,4 g/dl
GINJAL
Ureum 15 16,6-48,5 mg/dl
Kreatinin 0,7 0,57-0.87 mg/dl
Asam Urat 9,7 < 8,4 mg/dl
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,0 9,2 – 11,0 mg/dl
Natrium (Na) 143 135 – 155 mg/dl
Kalium (K) 3,8 3,5 – 5,5 mg/dl
Klorida (Cl) 107 96 – 106 mg/dl
Urinalisis
Urine lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1,010 1,003-1,030
PH 5,0 5-9
Protein Negative Negative
Glukosa Negative Negative
Keton Negative Negative
Darah Negative Negative

8
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen 1 0,1-1,8
Nitrit Negative Negative
Lekosit Esterase Negative Negative
Sedimen urine
- Epitel Negative Negative
- Lekosit 3-4 0-5
- Eritrosit 0-1 0-1
- Silinder Negative Negative
- Kristal Negative Negative
- Bakteri Negative Negative
- Mukus Negative Negative
- jamur Negative Negative

Gambaran Darah Tepi (26 April 2018)


 Eritrosit : mikrositik, hipokrom
 Leukosit : jumlah sangat meningkat, ditemukan sel blast 91%
 Trombosit : jumlah menurun, bentuk normal
 Kesan : gambaran leukemia akut
 Saran : MDT, BMP

Pemeriksaan Radiologi (Foto Rontgen Thorax) 28 April 2018

Kesan: suspek massa mediastinum di sepanjang perikardial kanan

Pemeriksaan Laboratorium BMP (Bone Marrow Punction) (30 Mei 2018)


Gambaran Sumsum Tulang

9
 Kepadatan sel : hiposeluler, globul lemak cukup, partikel (+)
 Trombopoesis : aktivitas menurun, megakariosit sulit ditemukan.
 Eritropoesis : aktivitas menurun, NRBC 2%.
 Granulopoesis : aktivitas menurun, segmen 7%, stab 2 %.
 Lain-lain : limfoblast 82%, ukuran heterogen, limfosit 9%.
 Kesan : mendukung ALL-L2.
 Saran : imunofenotiping, monitor cbc

Pemeriksaan darah rutin (3 Mei 2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin(Hb) 5,3 gr% 12,0-14,4 gr%
Eritrosit (RBC) 2,01.106/mm3 4,40 – 4,48. 106/mm3
Leukosit (WBC) 8,5.103/mm3 4,5 – 13,5. 103/mm3
Hematokrit (Ht) 16% 37 - 41%
Trombosit (PLT) 10.103/µL 217 – 497.103/µL
Hitung Jenis
Basofil 0
0–1
Eosinofil 0
Neutrofil 0 1–6
Limfosit 92
50 – 70
Monosit 8
20 – 40
2–8
Retikulosit 1,1% 0,5-1,5
Hati
Bilirubin Total 0,18 0,1 -1,0 mg/dl
SGOT 82 0-38 U/L
SGPT 28 0-41 U/L
Protein total 7,2 6,0-8,0 g/dl
Albumin 4,4 3,8-5,4 g/dl
Globulin 2,3 2,6-3,6 g/dl
GINJAL
Ureum 90 16,6-48,5 mg/dl
Kreatinin 0,66 0,57-0.87 mg/dl
Metabolisme
karbohidrat
Glukosa sewaktu 76 50-90 mg/dl
Imunoserologi
CRP Kuantitatif 39 <5 mg/L

10
Pemeriksaan Urin (04 Mei 2018)
Urinalisis
Urine lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1,010 1,003-1,030
PH 7,0 5-9
Protein Negative Negative
Glukosa Negative Negative
Keton Negative Negative
Darah Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen 1 0,1-1,8
Nitrit Negative Negative
Lekosit Esterase Negative Negative
Sedimen urine
- Epitel Negative Negative
- Lekosit 0-1 0-5
- Eritrosit 0-1 0-1
- Silinder Negative Negative
- Kristal Negative Negative
- Bakteri Negative Negative
- Mukus Negative Negative
- jamur Negative Negative

IV. RESUME
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien ± 4 minggu yang lalu, pasien
mengalami perdarahan pada gusi seacara terus menerus disertai dengan keluhan
demam. Batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), badan lemas (+), pucat (+),
kuning (-), nafsu makan menurun (-), BB turun (+), nyeri tulang (-), sakit kepala
(-), kejang (-), bintik merah (+), mimisan (-). Muntah hitam (-), BAB dan BAK
biasa. Anak kemudian dibawa ke RS Gumawang dan Baturaja, lalu didapatkan
jumlah hasil leukosit sangat tinggi dan jumlah tromositnya rendah. pasien masih
mengalami perdarahan pada gusi (+) pucat (+), demam (-), Kemudian pasien
dirujuk ke RSUP Moh Hoesin Palembang.
Anak tidak memiliki riwayat terpapar radiasi. Riwayat pucat sebelumnya
tidak ada, riwayat di transfusi tidak ada. Namun pasien memiliki riwayat kuning

11
sejak 6 bulan lalu, tidak dirawat karena keluarga merasa hal tersebut lumrah.
Riwayat pernikahan dalam keluarga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas normal. Didapatkan tanda-tanda
pucat, diantaranya konjungtiva pucat, lidah pucat, akral pucat. Selain itu
ditemukan demam tinggi, serta gusi yang berdarah. Kemudian ditemukan juga
pembesaran kelenjar getah bening regio submandibula, R. coli dextra et sinistra
dan R. axilla dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm, mobile dan tanpa disertai nyeri
tekan dengan warna sama dengan sekitar. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
pembesaran organ hepar dan lien. Pada pemeriksaan paru dan jantung dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia, leukositosis, dan
trombositopenia.

V. DAFTAR MASALAH
- Hiperleukositosis
- Anemia
- Trombositopenia
- Demam
- Perdarahan gusi
- Organomegali
- Pembesaran KGB
- Gizi kurang

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Hiperleukositosis + Pansitopenia e.c leukemia limfoblastik akut
 Hiperleukositosis + Pansitopenia e.c leukemia mieloblastik akut
 Hiperleukositosis + Pansitopenia e.c anemia aplastik

VII. DIAGNOSIS KERJA


Hiperleukositosis + Pansitopenia e.c leukemia limfoblastik akut + gizi kurang

VIII. TATALAKSANA
a. Pemeriksaan Anjuran
Darah perifer lengkap
Urin rutin
Pemeriksaan BMP
Gambaran Darah Tepi (GDT)

12
Imunofenotyping

b. Terapi
- Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
- IVFD D5 1/2 NS gtt 15x/menit+ bicnat 25 meq, 1,5 Maintenance
kecepatan 107,5 cc/jam (27 tts/menit)
- Allopurinol 3x100 mg PO
- Rencana Transfusi PRC
- Transfusi TC
c. Diet
Diet nasi biasa 3 x 1 porsi

IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP
Tanggal Subjektif, Objektif, & Assesment Penatalaksanaan
26 April S : pucat (+), demam(-) - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 O : KU : tampak sakit sedang
- IVFD D5 1/2 NS gtt
Sens : compos mentis, TD : 100/60
15x/menit+ bicnat 25
mmHg, N: 108x/menit, RR:
meq, 1,5 Maintenance
22x/menit, T: 36,9oC
kecepatan 107,5/jam
BB : 31 kg, TB : 150 cm. - Allopurinol 3x100 mg PO
- Rencana Transfusi PRC 2
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
pack (150 ml) (150 ml)
Leher dan Axilla : teraba massa
- Transfusi TC 3x10 unit
pembesaran KGB regio submandibula, - Diet :
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm,
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan
dengan warna sama dengan sekitar
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),

13
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (26-04-2018):


Hb: 5,3, eritrosit: 2.080.000, leu:
296.900, Ht: 18, tromb: 25.000,
netrofil: 0.
27 April S : pucat (+), pusing (+), demam(-) - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 O : KU : tampak sakit sedang
- IVFD D5 1/2 NS gtt
Sens : compos mentis, TD : 100/60
15x/menit+ bicnat 25
mmHg, N: 108x/menit, RR:
meq, 1,5 Maintenance
22x/menit, T: 36,9oC
kecepatan 107,5/jam
BB : 31 kg, TB : 150 cm. - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
(150 ml) (150 ml)
Leher dan Axilla : teraba massa
- Transfusi TC 3x10 unit
pembesaran KGB regio submandibula, - Diet :
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm,
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan
dengan warna sama dengan sekitar
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),

14
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (27-04-2018):


Hb: 6,4, eritrosit: 2.440.000, leu:
270.300, Ht: 21, tromb: 21.000.
28 April S : pucat (+), demam(-) - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 O : KU : tampak sakit sedang
- IVFD D5 1/2 NS gtt
Sens : compos mentis, TD : 100/60
15x/menit+ bicnat 25
mmHg, N: 108x/menit, RR:
meq, 1,5 Maintenance
22x/menit, T: 36,9oC
kecepatan 107,5/jam
BB : 31 kg, TB : 150 cm. - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
(150 ml) (150 ml)
Leher dan Axilla : teraba massa
- Transfusi TC 3x10 unit
pembesaran KGB regio submandibula, - Diet :
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm, - Rencana pemasangan
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan Catheter Double Lumen
dengan warna sama dengan sekitar untuk leukopharesis
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

15
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (28-04-2018):


Hb: 7,4, eritrosit: 2.800.000, leu:
303.400, Ht: 23, tromb: 35.000.
29 April S : gusi berdarah (+), pucat (+), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), BAB hitam(-),demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 108x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
22x/menit, T: 36,9oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : teraba massa - Diet :
pembesaran KGB regio submandibula, - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla - Rencana pemasangan
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm, Catheter Double Lumen
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan untuk leukopharesis
dengan warna sama dengan sekitar - Rencana BMP dan
Thorax : simetris, retraksi (-) Immunophenotyping
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

16
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (29-04-2018):


Hb: 6,9, eritrosit: 2.690.000, leu:
398.500, Ht: 23, tromb: 21.000.
30 April S : gusi berdarah (+), pucat (+), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 demam(+), lemas (+)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 108x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
22x/menit, T: 36,9oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : teraba massa - Diet :
pembesaran KGB regio submandibula, - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla - Dilakukan pemasangan
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm, CDL, serta pengambilan
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan sampel BMP dan
dengan warna sama dengan sekitar Immunophenotyping
Thorax : simetris, retraksi (-) - Rencana coomb test
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)

17
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Gambaran Sumsum Tulang.


Kepadatan sel : hiposeluler, globul
lemak cukup, partikel (+)
Trombopoesis : aktivitas menurun,
megakariosit sulit ditemukan.
Eritropoesis : aktivitas menurun,
NRBC 2%. Granulopoesis : aktivitas
menurun, segmen 7%, stab 2 %. Lain-
lain : limfoblast 82%, ukuran
heterogen, limfosit 9%. Kesan:
mendukung ALL-L2.
01 Mei S : gusi berdarah (+), pucat (+) - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 ,demam(+), lemah (+)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 120x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
24x/menit, T: 38,3oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+), gum
- Transfusi TC 3x10 unit
bleeding (+) - Diet :

18
Leher dan Axilla : teraba massa - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
pembesaran KGB regio submandibula, -
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla
dextra et sinistra seukuran 0,5X1,5
cm, mobile dan tanpa disertai nyeri
tekan dengan warna sama dengan
sekitar
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba
2 cm bac-bpx dan lien teraba S III.
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (1-05-2018):


Hb: 6,4, eritrosit: 2.500.000, leu:
395.400, Ht: 21.
02 Mei S : gusi berdarah (+), pucat (+), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 demam(+)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 105x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
24x/menit, T: 38oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (-)
- Transfusi TC 3x10 unit

19
Leher dan Axilla : teraba massa - Diet :
pembesaran KGB regio submandibula, - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
R. coli dextra et sinistra dan R. axilla
dextra et sinistra seukuran 0,5-3 cm,
mobile dan tanpa disertai nyeri tekan
dengan warna sama dengan sekitar
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (02-05-2018):


Hb: 8,3, eritrosit: 3.130.000, leu:
198.100, Ht: 26, tromb: 16.000.
03 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-) - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 ,mimisan(-), BAB hitam(-),demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 108x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
22x/menit, T: 36,9oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : tidak teraba massa - Diet :

20
Thorax : simetris, retraksi (-) - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (03-05-2018):


Hb: 5,3, eritrosit: 201.000, leu: 8.500,
Ht: 16, tromb: 10.000.
04 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), BAB hitam(-),demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 96x/menit, RR: 24x/menit,
kecepatan 107,5/jam
T: 36 oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : tdak teraba massa - Diet :
Thorax : simetris, retraksi (-) - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba

21
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (04-05-2018):


Hb: 6,2, eritrosit: 2.260.000, leu:
1.200, Ht: 19, tromb: 21.000.
05 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), BAB hitam(-),demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 98x/menit, RR: 24x/menit,
kecepatan 107,5/jam
T: 37,0 oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : tdak teraba massa - Diet :
Thorax : simetris, retraksi (-) - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

22
A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (05-05-2018):


Hb: 5,6, eritrosit: 2.110.000, leu:
1.200, Ht: 17, tromb: 9.000.
06 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), BAB hitam(-),demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 105x/menit, RR:
kecepatan 107,5/jam
22x/menit, T: 36,8 oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : tdak teraba massa - Diet :
Thorax : simetris, retraksi (-) - Nasi biasa : 3 × 1 porsi
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang
07 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt

23
O : KU : tampak sakit sedang 15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60 meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 100x/menit, RR: kecepatan 107,5/jam
- Allopurinol 3x100 mg PO
20x/menit, T: 37,1 oC
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+) - Transfusi TC 3x10 unit
- Diet :
Leher dan Axilla : tdak teraba massa
- Nasi biasa : 3 × 1 porsi
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang
07 Mei S : pucat (+), gusi berdarah (-), - Dirawat diruangan HCU
- 02 nasal 2 l/menit
2018 mimisan(-), demam(-)
- IVFD D5 1/2 NS gtt
O : KU : tampak sakit sedang
15x/menit+ bicnat 25
Sens : compos mentis, TD : 100/60
meq, 1,5 Maintenance
mmHg, N: 96x/menit, RR: 24x/menit,
kecepatan 107,5/jam
T: 37 oC - Allopurinol 3x100 mg PO
- Transfusi PRC 2 pack
BB : 31 kg, TB : 150 cm.
(150 ml) (150 ml)
KS : kepala : NCH (-), CA (+)
- Transfusi TC 3x10 unit
Leher dan Axilla : tdak teraba massa - Diet :
Thorax : simetris, retraksi (-) - Nasi biasa : 3 × 1 porsi

24
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, tidak teraba
massa
Inguinal : tidak teraba massa
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(+),
CRT <3”

A : Hiperleukositosis + Pansitopenia
e.c leukemia akut + gizi kurang

Pemeriksaan Lab (05-05-2018):


Hb: 9,3, eritrosit: 3.350.000, leu:
1.800, Ht: 29, tromb: 46.000.

25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Leukemia Akut


3.1.1 Definisi Leukemia Akut
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari
sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi
adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam
pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur
dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses
tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu sehingga
menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi
atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA).
LLA adalah suatu keganasan pada seri granulopoetik ditandai dengan akumulasi
limfoblas di sumsum tulang. LMA merupakan penyakit keganasan yang mengenai
sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid, sehingga
menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang yang
normal.

26
3.1.2 Epidemiologi
Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan.
Insiden rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. LLA
merupakan keganasan tersering pada anak. Di negara berkembang 83% ALL, 17%
AML, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di Asia
kejadian leukemia pada anak lebih tinggi pada anak kulit putih. Di Jakarta pada
tahun 1994 insidennya mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun
1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru tiap bulan di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, sementara itu di RSUP Dr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai
70 kasus leukemia baru.
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua kasus leukemia
pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) 82% dan
leukemia mieloblastik akut (LMA) 18%. Rasio laki-laki dan perempuan adalah
1,15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk LMA. Puncak kejadian pada usia 2-5
tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan LLA, hal ini disebabkan banyaknya
kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit
hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh faktor-faktor
lingkungan di negara industri yang belum diketahui.

3.1.3 Etiologi
Penyebab leukemia belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat
genetik (trisomi 21, bloom’s syndrome and fanconi anemia dan ataksia
telangiektasis) mempunyai risiko lebih tinggi menderita leukemia dan kembar
monozigot.

3.1.4 Patofisiologi
Leukimia akut ditandai oleh proliferasi klonal sel hematopoietik imatur.
Leukemia muncul setelah transformasi maligna dari sebuah progenitor
hematopoietic, diikuti oleh replikasi sel dan ekspansi klon yang mengalami
transformasi tersebut. Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya

27
termasuk asal mula “gugus” sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenetik
dan morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimiawi
terhadap sel normal.8
Terdapat bukti kuat bahwa leukemia akut dimulai dari sel tunggal yang
berproliferasi secara klonal sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat
terdeteksi. Walaupun etiologi pada manusia belum diketahui pasti, tetapi pada
penelitian mengenai proses leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan
bahwa penyebab (agent)nya mempunyai kemampuan melakukan modifikasi
nukleus DNA, dan kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi
(mungkin suatu kelainan) genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi, dan
mutasi onkogen seluler. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa leukemia
dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya gugus
(clone) abnormal.8
Sel leukemia yang berproliferasi menumpuk di sumsum tulang, menekan
hematopoesis normal dan akhirnya menyebabkan unsur normal tersingkir.
Konsekuensi berkurangnya unsur normal adalah anemia, infeksi, dan penyulit
perdarahan. Sel leukemia secara primer berproliferasi di sumsum tulang, beredar
dalam darah, dan mungkin sebukan ke jaringan lain misalnya kelenjar limfe, hati,
limpa, kulit, gusi, visera, dan susunan saraf pusat (SSP). Walaupun diagnosis
leukemia sering pertama kali ditegakkan melalui pengamatan adanya sejumlah
besar blast di dasar, sebagian besar sel leukemia ditemukan di sumsum tulang.11
Patofisiologi kegagalan sumsum tulang pada leukemia bersifat kompleks.
Biasanya terdapat pansitopenia dan terjadi sebagian karena digantikannya secara
fisis sel precursor normal oleh sel leukemik. Sebagian pasien leukemia akut
dengan pansitopenia memperlihatkan sumsum tulang yang hiposeluler, yang
menunjukkan bahwa kegagalan sumsum tulang tidak hanya disebabkan oleh
terpenuhinya sumsum oleh sel leukemik. Sel leukemik dapat secara langsung
menghambat hematopoiesis normal melalui mekanisme yang diperantarai oleh sel
atau humoral. Sel stem hematopoietik normal tetap berada di sumsum tulang dan
mampu berproliferasi dan memulihkan hematopoiesis setelah terapi antileukimia
yang efektif.11

28
3.1.5 Diagnosis
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan
radiografi dada, cairan serebrospinal dan beberapa pemeriksaan penunjang yang
lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus sedangkan sisanya
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu sitokimia, imunologi dan sitogenetika
serta biologi molekuler.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah
hitung jenis leukosit dan trombositopenia. Bisa terdapat eosinofilia reaktif. Pada
pemeriksaan preparat apus darah tepi didapatkan sel-sel blast. Berdasarkan
protokol WK-ALL dan protokol nasional (protokol Jakarta) pasien LLA
dimasukkan ke dalam kategori risiko tinggi bila jumlah leukosit >50.000, terdapat
massa mediastinum, ditemukan leukemia SSP serta jumlah sel blast total setelah 1
minggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/mm 3. Massa mediastinum
tampak pada pemeriksaan radiografi dada dan untuk menentukan adanya leukemia
SSP dilakukan aspirasi cairan serebrospinal (pungsi lumbal) dan dilakukan
pemeriksaan sitologi.
Di negara berkembang, diagnosis harus dipastikan dengan aspirasi
sumsum tulang belakang (BMA) secara morfologis, immunofenotip dan karakter
genetik. Leukemia dapat menjadi kasus gawat darurat dengan komplikasi infeksi,
perdarahan atau disfungsi organ yang terjadi akibat leukostasis.
Kadang-kadang diagnosis LMA diawali dengan prolonged preleukemia,
biasanya ditunjukkan dengan adanya kekurangan produksi sel darah yang normal
sehingga terjadi anemia refrakter, neutropenia atau trombositopenia. Pemeriksaan
sumsum tulang tidak menunjukkan leukemia, tetapi ada perubahan morfologi
yang nyata, kondisi ini sering mengarah pada sindrom mielodiplastik (MDS) dan
mempunyai klasifikasi FAB sendiri (Hasle 1994). Biasanya sumsum tulang
menunjukkan hiperseluler, kadang-kadang hipoplastik yang kemudian
berkembang menjadi leukemia akut.

29
Diagnosis, evaluasi dan terapi anak dengan LMA belum memuaskan bila
dibandingkan dengan LLA. Pada LMA, hasil pemeriksaan darah menunjukkan
adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis. Kadar hemoglobin sekitar 7-8,5
gr/dl, jumlah trombosit umumnya <50.000/ul dan jumlah leukosit sekitar
24.000/ul, sekitar 20% pasien jumlah leukositnya >100.000/ul.

3.1.6 Diagnosis banding


Diagnosis banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain
anemia aplastik, gangguan mieloproliferatif, PTI, keganasan lain, penyakit
reumatologi atau penyakit kolagen vaskular, sindrom hemofagosit familial atau
induksi virus, infeksi virus Ebstein-Barr, infeksi mononukleosis, reaksi leukemoid
dan sepsis.

3.1.7 Klasifikasi Morfologik


Klasifikasi pada leukemia akut dibagi berdasarkan jenis leukemia
limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LMA telah
dapat dibedakan masing-masing sel leukemia yang termasuk golongan yang
berasal dari sel induk granulosit-monosit yang relatif tua (mature) dari sel induk
yang lebih muda fenotipnya. Perbedaan ini mudah dikenal oleh para ahli dan
berasarkan hal ini dibuatlah klasifikasi jenis leukemia yang termasuk golongan
LMA berdasarkan klasifikasi morfologik menurut FAB (Perancis, Amerika,
British) seperti berikut:
Tabel 1. Klasifikasi LMA menurut FAB
M-0 Leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal
M-1 Leukemia mielositik akut tanpa maturasi
M-2 Leukemia mielositik akut dengan maturasi
M-3 Leukemia promielositik hipergranuler
M-4 Leukemia mielomonositik akut
M-5 Leukemia monositik akut
M-6 Leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
M-7 Leukemia megakariositik akut

30
Pada sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip
permukaan sel blast dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi
sel leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena homogenitas itu maka dibuat
klasifikasi LLA secara morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam
klinik, sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi LLA berdasarkan FAB
Terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin
L-1
homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
Pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi,
L-2
kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
Terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
L-3 berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi.
Kelompok “French American British” FAB, mengklasifikasikan LLA
dalam 3 golongan tersebut yaitu L-1, L-2 dan L-3. Klasifikasi FAB ini digunakan
untuk menilai prognosa: L-1 lebih baik dari L-2; L-2 lebih baik dari L-3; dan L-3
prognosa jelek.

3.2 Leukimia Limfositik Akut (LLA)


3.2.1 Definisi
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada seri
granulopoetik ditandai dengan akumulasi limfoblas di sumsum tulang dan
merupakan keganasan tersering pada anak. Istilah akut berarti leukemia dapat
berkembang cepat jika tidak diterapi dan dapat berakibat fatal dalam beberapa
bulan.4,5 Istilah limfoblas merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel leukosit
immatur.

3.2.2 Imunofenotip
Seperti disebutkan di atas sel-sel leukemia adalah hasil dari mutasi pada
tahap perkembangan awal hemopoietik. Klasfikasi imunofenotip sangat berguna
dalam mengklasifikasikan leukemia sesuai tahap-tahap maturasi normal yang
dikenal. Kebanyakan kelompok saat ini mengklasifikasikan LLA dalam prekursor

31
sel-B atau leukemia sel-T. Prekursor sel-B termasuk CD 19, CD 20, CD 22 dan
CD 79.
Karakteristik sel-B matur adalah imunoglobulin pada permukaan,
sementara sel-T membawa imunofenotip CD 3, CD 7, CD 5 atau CD 2. Petanda
mieloid spesifik termasuk CD 13, CD 14, dan CD 33. Petanda sel-B dan atau
petanda sel T kadang-kadang dapat dideteksi pada konsentrasi rendah. Sel
leukemia dapat menunjukkan antigen mieloid dan limfoid pada saat yang
bersamaan, leukemia tersebut dianggap bifenotip.

Tabel 3. Klasifikasi LLA


Subtipe %
Subtipe FAB Abnormalitas Sitogenetik
Immunologik Kasus
Pre-B ALL 75 L1,L2 t(9;22), t(4;11), t(1;19)
T-cell ALL 20 L1,L2 14q11 atau 7q34
B-cell ALL 5 L3 t(8;14), t(8;22), t(2,8)

3.2.3 Anamnesis
a. Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan,
perdarahan dari organ tubuh lainnya misal epistaksis, perdarahan gusi,
hematuria dan melena.
b. Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi.
c. Sering demam dengan sebab yang tidak jelas

3.2.4 Pemeriksaan fisik


Tanda dan gejala klinis AML tidak spesifik dan biasanya terkait dengan
akumulasi limfoblas di sumsum tulang. Berdasarkan organ, hasil pemeriksaan
fisik yang sering ditemukan pada LLA yaitu:
a. Kulit : tanda perdarahan; petechie, hematom, ekimosis
b. SSP : nyeri kepala, muntah, papil edema, hemiparese, kejang, gejala
TIK meningkat
c. Mata : perdarahan subkonjungtiva hingga perdarahan retina
d. THT : limfadenopati, Miculicz Syndrome
e. Jantung : kardiomegali ec anemia, takikardi, hipotensi dengan gejala gagal
jantung

32
f. Paru : efusi pleura
g. Gastrointestinal: hepato-splenomegali
h. Ginjal : hematuri, perbesaran ginjal, hipertensi
i. Muskuloskeletal : nyeri tulang dan sendi, osteolisis, perdarahan sendi
Hiperleukositosis (>100.000 sel darah putih/ mm3) dapat menyebabkan
gejala leukostasis, misalnya disfungsi atau perdarahan okuler dan serebrovaskular
yang termasuk kegawatdaruratan medis, walaupun jarang.1,7
Perdarahan merupakan masalah utama pada pasien leukimia akut, dan
terutama berkaitan dengan trombositopenia. Pada beberapa pasien, megakariosit
berasal dari klon leukemik dan menghasilkan trombosit yang fungsinya abnormal.
Sering terjadi petekie dan mudah memar. Perdarahan menjadi lebih sering bila
jumlah trombosit kurang dari 20 x 109 per liter, terutama bila terdapat infeksi atau
koagulopati. Perdarahan biasanya terjadi dari membran mukosa oral (terutama
gingiva) dan saluran cerna. 11
Infeksi merupakan penyulit universal pada leukimia akut. Insidensi
infeksi berbanding terbalik dengan jumlah neutrofil dalam darah dan menjadi
risiko utama pada pasien yang jumlah neutrofilnya kurang dari 0,5 x 109 per liter.
Neutrofil yang berasal dari progenitor leukemik mungkin berfungsi abnormal,
sehingga semakin memperlemah daya tahan penjamu. Tempat infeksi yang sering
terjadi pada pasien leukimia akut adalah darah, kulit, gingiva, jaringan perirektum,
paru, dan saluran kemih.11
Hepatomegali dan splenomegali yang disebabkan oleh sebukan leukemik
dijumpai pada sebagian besar pasien ALL dan sebagian kecil AML. Keterlibatan
organ dalam dapat menimbulkan gejala mual, rasa penuh diperut, atau mudah
kenyang. Limfadenopati biasanya ditemukan pada ALL dan tidak sering pada
AML. Leukimia akut mungkin menyebuk jaringan ekstramedula misalnya kulit,
paru, mata, gusi, nasofaring, ginjal, atau susunan saraf, terutama pada AML-M5
atau ALL tetapi pada semua pasien stadium lanjut.11
Pasien leukimia akut sering mengalami kelainan metabolik.
Hiponatremia dan hipokalemia dapat terjadi akibat kelainan tubulus ginjal yang
diinduksi oleh lisozim atau produk sel leukemik lainnya. Kadar LDH serum

33
mungkin meningkat. Hiperurisemia dapat terjadi akibat percepatan pertukaran
selsel tumor disertai peningkatan pelepasan purin.11

3.2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding ALL pada anak yang perlu dipikirkan antara lain
AML, reaksi leukemoid, anemia aplastik, ITP, infiltrasi tulang pada solid tumor
(metastasis) dan rheumatoid fever.

3.2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah tepi: leukositosis atau hiperleukositosis yang hebat atau limfositosis
relatif disertai gambaran penekanan sumsum tulang berupa anemia,
trombositopenia, netropenia, disertai adanya sel-sel blast (limfoblast>5%).
b. BMP: sistem eritropoietik, granulopoetik tertekan, limfoblast ≥10%.
c. Apabila terjadi infiltrasi ke SSP maka dapat ditemukan sel-sel leukemia
dalam cairan serebrospinalis.

3.2.7 Terapi dan Edukasi


Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif
meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan
komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian
antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya
berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan
saraf pusat dan rumatan. Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi menentukan
protokol kempoterapi. Terapi LLA menggunakan protokol Indonesia 2013, yang
terbagi atas:
a. Protokol Indonesia 2013 ALL-SR (standar risk)
 Tidak didapatkan tanda-tanda dari risiko tinggi
b. Protokol Indonesia 2013 ALL-HR
 Pada saat didiagnosis: salah satu dari kriteria di bawah ini
o Umur <1 tahun atau >10 tahun

34
o Leukosit > 50.000 x 109/L
o Massa mediastinum > 2/3 dari diameter rongga thoraks
o Terdapat >15/3 (5 um) sel leukemia di cairan liquor serebrospinal
(cerebrospinal-meningeal leukemia)
o T-cell leukemia
o Mixed leukemia (bilineage leukemia)
 Lebih dari 1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah 1
minggu mulai terapi pada LLA kelompok risiko biasa (RB)
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasasr 3-4 obat yang
berbeda (deksametason, vinkristin, L-asparaginase dan atau antrasiklin).
Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal.
Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit dan
untuk profilaksis leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan
adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pada
pasien risiko sedang dan tinggi, induksi diintensifkan guna memperbaiki kualitas
remisi. Lebih dari 95% pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi SSP
yaitu secara langsung diberikan melalui injeksi intratekal dengan obat
metotreksat, sering dikombinasi dengan infus berulang metotreksat dosis sedang
(500 mg/m2) atau dosis tinggi pusat pengobatan (3-5gr/ m 2). Di beberapa pasien
risiko tinggi dengan umur >5 tahun mungkin lebih efektif dengan memberikan
radias cranial (18-24Gy) disamping pemakaian kemoterapi sistemik dosis tinggi.
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap
hari dan metotreksat sekali seminggu, secara oral dengan sitostatika lain selama
perawatan tahun pertama. Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi
adalah 2-2,5 tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai dengan 3
tahun. Dosis sitostatika secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan
atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatan.
Pasien dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas
gejala klinis leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapatkan jumlah sel blas <
5% dari sel berinti, hemoglobin >12g/dL tanpa transfusi, jumlah leukosit
>3000/uL dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit >2000/uL,
jumlah trombosit >100.000/uL dan pemeriksaan cairan serebrospinal normal.

35
Dengan terapi intensif modern, remisi akan tercapai pada 98% pasien. 2-
3% dari pasien anak akan meninggal dalam CCR (Continuous Complete
Remission) dan 25-30% akan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi adalah
kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam 18 bulan
sesudah diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long-term survival)
sementara relaps yang terjadi kemudian setelah penghentian terapi mempunyai
prognosis lebih baik, khususnya relaps testis dimana long-term survival 50-60%.
Terapi relaps harus lebih agresif untuk mengatasi resistensi obat.
Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk
sembuh, khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps
mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.
Secara keseluruhan survival setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang
berbeda. Survival meningkat dari 53% (1981-1985), sampai 68% (1986-1991)
sampai dengan saat ini 81% (1992-1995). Alasan utama dibalik perbaikan ini
adalah lebih intensifnya terapi untuk semua kelompok risiko. Edukasi kepada
pasien yang penting untuk mencegah perdarahan, infeksi selama dilakukan
kemoterapi.
Salah satu protokol pengobatan LLA:

36
3.2.8 Faktor Prognostik
Berdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan ke dalam
kelompok risiko biasa dan risiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan
membuktikan faktor prognostik itu ada hubungannya dengan in vitro drug
resistance. Faktor prognostik LLA, sebagai berikut:
1. Jumlah leukosit awal, yaitu pada saat diagnosis ditegakkan, mungkin
merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi. Ditemukan adanya
hubungan linier antara jumlah leukosit awal dan perjalanan pasien LLA pada
anak, yaitu bahwa pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai
prognosis yang buruk.
2. Ditemukan pula adanya hubungan antara umur pasien saat diagnosis dan hasil
pengobatan. Pasien dengan umur di bawah 18 bulan atau di atas 10 tahun
mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien berumur di
antara itu. Khusus pasien di bawah umur 1 tahun atau bayi terutama di bawah 6
bulan mempunyai prognosis paling buruk. Hal ini dikatakan karena mereka
mempunyai kelainan biomolekuler tertentu. Leukemia bayi berhubungan
dengan gene re-arrangement pada kromosom11q23 seperti t (4;11) atau t
(11;19) dan jumlah leukosit yang tinggi.
3. Fenotip imunologis (immunophenotype) dari limfoblas saat diagnosis juga
mempunyai nilai prognostik. Leukemia sel-B (L3 pada klasifikasi FAB)

37
dengan antibodi “kappa” dan “lambda” pada permukaan blas diketahui
mempunyai prognosis yang buruk. Dengan adanya protokol spesifik untuk sel-
B, prognosisnya semakin membaik. Sel-T leukemia juga mempunya prognosis
yang jelek, dan diperlakukan sebagai risiko tinggi. Dengan terapi intensif, sel-T
leukemia murni tanpa faktor prognostik buruk yang lain, mempunyai prognosis
yang sama dengan leukemia sel pre-B, LLA sel-T diatasi dengan protokol
risiko tinggi.
4. Nilai prognostik jenis kelamin telah banyak dibahas. Dari berbagai penelitian,
sebagian besar menyimpulkan bahwa anak perempuan mempunyai prognosis
yang lebih baik dari anak laki-laki. Hal ini dikatakan karena timbulnya relaps
testis dan kejadian leukemia sel-T yang tinggi, hiperleukositosis dan
organomegali serta massa mediastinum pada anak laki-laki. Penyebab pastinya
belum diketahui, tetapi diketahui pula ada perbedaan metabolisme
merkaptopurin dan metotreksat.
5. Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah
1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang
pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk.
6. Kelainan jumlah kromosom juga memengaruhi prognosis. LLA hiperloid (>50
kromosom) yang biasa ditemukan pada 25% kasus mempunyai prognosis yang
baik. LLA hipodiploid (3-5%) memiliki prognosis intermediate seperti t (1;19).
Translokasi t (9;22) pada 5% anak atau t (4;11) pada bayi berhubungan dengan
prognosis buruk.

3.3 Hiperleukositosis
Hiperleukositosis adalah peningkatan jumlah sel leukosit darah tepi
melebihi 100.000/ul.1,2 Peningkatan berlebihan sel leukosit ini terjadi akibat
gangguan pengaturan pelepasan sel leukosit dari sumsum tulang sehingga leukosit
yang beredar dalam sirkulasi berlebihan. 2 Hiperleukositosis dapat menyebabkan
viskositas darah meningkat, terjadi agregasi serta trombus sel blas pada
mikrosirkulasi. Selain itu akibat ukuran sel blas yang lebih besar dibanding sel
leukosit matur, serta tidak mudah berubah bentuk menyebabkan sel blas akan

38
mudah terperangkap dan menimbulkan oklusi pada mikrosirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan leukostasis.1,3
Hiperleukositosis dapat ditemukan pada 6-15% kasus leukemia limfositik
akut, 13-22% kasus leukemia non-limfositik akut dan pada hampir semua kasus
mielogenus kronis. Komplikasi akan timbul apabila keadaan ini tidak ditangani
segera, seperti perdarahan intrakranial, perdarahan pulmonal, serta gangguan
metabolik akibat lisis dari sel leukemia. Untuk mengatasi gangguan metabolik
pada hiperleukositosis dilakukan hidrasi dan alkalinisasi, serta pemberian
allopurinol. Tentunya keadaan ini memerlukan pemantauan yang ketat, sehingga
kita tahu kapan hidrasi dihentikan dan kapan sitostatika dapat dimulai. Prognosis
pasien leukemia limfositik akut dengan hiperleukositosis pada umumnya buruk.

39
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan data yang ada, didapati seorang anak laki-laki, usia 13 tahun,
dengan berat badan 31 kg dan tinggi badan 150 cm dengan keluhan gusi berdarah,
lemas, pucat, sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Anak juga menjadi malas
makan dan malas beraktivitas.
+ 3 hari SMRS lemas bertambah berat disertai pucat. Pucat terjadi secara
tiba-tiba. Pasien dirujuk ke RSMH. Pada saat pasien pertama kali datang,
dilakukan penilaian umum pertama dengan menilai penampilan (appearance),
pernapasan (work of breathing), dan sirkulasi (circulation). Pada An. Erwin,
didapatkan hasil abnormal dari penilaian appearance (pasien lemah) dan sirkulasi
(pasien pucat). Pada penilaian umum ini didapatkan kemungkinan pasien
mengalami gangguan pada keseimbangan hemodinamik karena sirkulasi yang
abnormal.
Kondisi pucat dapat diakibatkan oleh syok, anemia, dan leukemia. Segala
kondisi yang dapat menurunkan konsentrasi hemoglobin atau terganggunya
distribusi darah dari permukaan tubuh dapat menimbulkan pucat. Pada kasus ini,
berdasarkan anamnesis tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan masif, riwayat
trauma akut, maupun perdarahan kronik. Pemeriksaan fisik juga menunjukkan
tekanan darah yang normal dan denyut jantung yang normal, sehingga
kemungkinan syok dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa anak
menjadi lemas dan mudah mengantuk. Terdapat tanda-tanda anemia seperti
konjungtiva anemis dan akral pucat. Secara klinis pucat disebabkan oleh anemia
dimana kadar hemogobin berada dibawah 8-9 gr/dL. Penurunan konsentrasi
hemoglobin dapat disebabkan oleh mekanisme sebagai berikut, penurunan
produksi eritrosit (gangguan pembentukan sel eritrosit yang efektif), peningkatan
destruksi eritrosit (proses hemolitik) dan perdarahan.
Pada An. Erwin, ikterik, BAK teh tua, dan BAB hitam disangkal. Sehingga
kemungkinan anemia akibat proses hemolitik atau destruksi eritrosit dapat
disangkal. Riwayat trauma dan perdarahan akut pada anak disangkal sehingga
kemungkinan anemia akibat perdarahan akut dapat disingkirkan.
Melalui anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama dan diketahui jika pasien tinggal di daerah dekat dengan pabrik besar
yaitu 200 meter. Pasien juga memiliki riwayat sering menggunakan obat nyamuk
bakar. Karena kemungkinan terjadi kelainan pada hematologi, maka perlu
pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap. Pada pemeriksaan penunjang,
didapatkan hasil Hb: 5,3 mg/dL, leukosit 296.900, Ht: 18%, Trombosit 25.000,
MCV: 86,5, MCH: 26, MCHC : 29.
Penurunan jumlah pada ketiga jenis sel darah menunjukkan An. Erwin
mengalami leukositosis dan pansitopenia. Kondisi ini mengarahkan diagnosis ke
arah keganasan pembentukan sel darah putih. Gambaran sumsum tulang belakang
ialah kepadatan sel sumsusm tulang hiposeluler, globul lemak cukup dan terdapat
partikel (+). Pada proses trombopoesis terdapat penurunan aktivitas, dan
megakariosit sulit ditemukan. Pada proses eritropoesis, terdapat penurunan
aktivitas, dan nilai NRBC 2%. Pada proses granulopoesis, tampak aktivitas
menurun, dengan komposisi segmen 7%, stab 2 %. Ditemukan juga jumlah
limfoblast 82%, dengan ukuran heterogen, dan jumlah limfosit 9%. Kesan
pemeriksaan sumsum tulang belakang adalah mendukung diagnosis ALL-L2.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana simptomatis berupa transfusi PRC
dengan Hb target 8g/dl, transfusi TC 3x10 unit, dan IVFD D5 ½ NS gtt 15
15x/menit+ bicnat 25 meq dan juga dilakukan leukopharesis dengan catheter
double lumen. Baik leukemia akut, anemia aplastik, maupun myelodisplasia
syndrome merupakan penyakit life-threatening akibat kegagalan sumsum tulang
yang bila tidak ditatalaksana dengan cepat akan meningkatkan angka mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Permono B, Ugrasena IDG. 2005. Leukemia Akut. Dalam: IDAI. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2. Sari, DP. 2017. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Departemen/SMF
Kesehatan Anak RSMH. Panduan Praktik Klinik (PPK) RSMH. Palembang:
Departemen Anak RSMH.
3. Lanzkowsky, P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter 7.
Fifth Edition. Elesevier. 2011: 168-199.
4. Niemeyer CM, Sallan SE. Acute lymphoblastic leukemia. Dalam: Nathan D,
Oski F, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke-4.
Philadelphia: WB Saunders; 1993. h.1249-74.
5. Taylor DS. Oncologic Emergencies. eMedicine J 2002 March; 3(3). Didapat
dari: URL: http//www.eMedicine journal.htm.
6. Inoue S. Leukocytosis. eMedicine J 2002 Jan; 3(1). Didapat dari: URL:
http//www.eMedicine journal.htm.
7. Davis AS, Viera AJ, Mead MD. Leukemia: An overview for primary care. Am
Fam Physician 2014;89(9):731-8.
8. Isselbacher., et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi
13. EGC: Jakarta
9. Fianza, Panji Irani. Leukimia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti, et al.
2007. Buka Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pasien EBN, laki-laki, usia 13 tahun

Lampiran 2. Ptekie dan koilonikia (+)

Anda mungkin juga menyukai