Anda di halaman 1dari 26

Referat

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh:
Muhammad Fakhri Eliansyahputra, S.Ked
04084822124190

Pembimbing:
Dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV

BAGIAN/KELOMPOK STAF MEDIK DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
DERMATITIS SEBOROIK

Oleh:
Muhammad Fakhri Eliansyahputra, S.Ked
04084822124190

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Kelompok Staf Medik Dermatologi dan Venereologi
RSUP Dr. Mohammad Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode
15 – 31 Juli 2021.

Palembang, November 2021


Pembimbing

Dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................................................v
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
ETIOPATOGENESIS............................................................................................................................2
MANIFESTASI KLINIS........................................................................................................................6
DIAGNOSIS........................................................................................................................................10
PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................................................11
DIAGNOSIS BANDING.....................................................................................................................12
TATALAKSANA................................................................................................................................13
KOMPLIKASI.....................................................................................................................................16
PROGNOSIS........................................................................................................................................17
SIMPULAN.........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peran Jamur Malassezia pada dermatitis seboroik di kulit kepala...................5

Gambar 2. Distribusi dermatitis seboroik...........................................................................6

Gambar 3. Dermatitis seboroik dengan plak samar dengan sisik tipis dan lembab pada
presternal yang khas dari flare musim panas.....................................................6

Gambar 4. Cradle cap in infantile seborrhoeic dermatitis..................................................7

Gambar 5. Dermatitis seboroik pada bayi. Pola penyebaran luas dari dermatitis seboroik
dengan lesi psoriasiform pada batang tubuh dan selangkangan........................7

Gambar 6. Dermatitis seboroik dengan keterlibatan glabelar ditandai skuama transparan.8

Gambar 7. Dermatitis seboroik dengan hiperpigmentasi pada pasien Afrika-Amerika......8

Gambar 8. Dermatitis seboroik dengan skuama pada margin kelopak mata, sisik dapat
mengiritasi konjungtiva.....................................................................................8

Gambar 9. Dermatitis seboroik pada remaja dengan eritema, skuama berminyak

yang melekat......................................................................................................8

Gambar 10. Dermatitis seboroik pada post-auricular...........................................................9

Gambar 11. Dermatitis seboroik pada pasien HIV................................................................9

Gambar 12. Algoritma tatalaksana DS pada bayi...............................................................14

Gambar 13. Algoritma tatalaksana DS pada dewasa daerah skalp/berambut.....................15

Gambar 14. Algoritma tatalaksana DS pada dewasa daerah non-skalp..............................16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik….………………………………………..11


Tabel 2. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Dewasa Daerah Non-Skalp…………......…12
Tabel 3. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Dewasa Daerah Skalp/Berambut.…………13
Tabel 4. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Bayi Daerah Non-Skalp…………......…….13
Tabel 5. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Bayi Daerah Skalp/Berambut…………......14

v
DERMATITIS SEBOROIK
Muhammad Fakhri Eliansyahputra, S.Ked
Pembimbing Dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV
Bagian Kelompok Staf Medik Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang umum dengan
morfologi papulosquamous dan ditandai dengan plak merah muda hingga kuning dengan
skuama seperti lilin yang melibatkan area tubuh dengan peningkatan kelenjar sebasea
terutama kulit kepala, wajah, telinga, dada, dan lipatan tubuh. 1,2 Dermtitis Seboroik yang
terlokalisasi pada kulit kepala biasa disebut sebagai ketombe. Dermatitis Seboroik sering
dikaitkan dengan Malassezia, kelainan imunologis, dan aktivasi komplemen.3 Malassezia,
terutama M. globosa dan M. restrita, terlibat dalam patogenesis kondisi tersebut.4
Prevalensi dermatitis seboroik di dunia kisaran 3-12%. Pada pasien dengan penyakit
defisiensi imun seperti HIV, prevalensi DS meningkat menjadi 34-83%. Insidensi dermatitis
seboroik meningkat di antara Afrika Amerika (6,5%) dan Afrika Barat (2,9-6%). 5 Prevalensi
DS di India dilaporkan 18,7% kasus DS di kulit kepala terjadi pada orang dewasa dan 13,4%
pada anak-anak berusia < 5 tahun menderita dermatitis seboroik. Prevalensi dermatitis
seboroik di Singapura kisaran 3,2% pada anak-anak dan 7% pada orang dewasa. Penduduk
Asia usia 12-20 tahun memiliki prevalensi dermatitis seboroik yang bervariasi berdasarkan
kota dan negara. Prevalensi dermatitis seboroik di Macao yaitu (2,7%), Guangzhou (2,9%),
Malaysia (17,2%), dan Indonesia (26,5%). Berdasarkan penelitian sebelumnya, 3,28% dari
67.448 pasien yang datang ke rumah sakit bagian dermatologi di Jepang menderita dermatitis
seboroik.6,7 Prevalensi dermatitis seboroik di Amerika Serikat sekitar 1-3% populasi umum,
dan 3-5% terjadi pada dewasa muda. 8 Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi usia tiga
bulan pertama kehidupan dan orang dewasa. Insidensi dermatitis seboroik mencapai puncak
pada dewasa 20-50 tahun. Dermatitits seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
dan juga lebih sering terjadi pada orang dengan penyakit neurologis yang mendasarinya;
misalnya penyakit Parkinson.9
Kelainan kulit yang disebabkan dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama
yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya tidak tegas. Kelainan kulit dapat disertai rasa
gatal walaupun jarang.8 Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan melalui anamnesis

1
dan pemeriksaan fisik, dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan lokasi dan gambaran
dari lesi eksema.5,6,10,11 Penatalaksanaan dermatitis seboroik sering didasarkan pada anti-jamur
topikal, agen anti-inflamasi dan imunomodulator, dan penggunaan kortikosteroid, isotretinoin,
narrow band UVB (TL-01) untuk pengobatan sistemik pada dermatitis seboroik yang parah.
Pengobatan dermatitis seboroik yang tepat dapat memberikan perbaikan dan kadang
menghilangkan gejala, namun tidak ada pengobatan yang permanen dan keluhan cenderung
datang kembali saat pengobatan dihentikan.12
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), dermatitis seboroik
termasuk ke dalam SKDI 4A, lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu,
penulis membuat referat dengan judul “dermatitis seboroik” agar dapat meningkatkan
pengetahuan tentang dermatitis seboroik baik bagi tenaga kesehatan maupun kepada
masyarakat umum agar penyakit dermatitis seboroik dapat dicegah, dikenali dengan baik, dan
dapat diberikan penanganan cepat dan tepat.

ETIOPATOGENESIS
Patofisiologi dermatitis seboroik sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami.
Patofisiologi dermatitis seboroik dianggap akibat gangguan multifaktoral dan tiga faktor
patogen utama berkontribusi terhadap penyakit: kolonisasi Malassezia, aktivitas kelenjar
sebasea, dan kerentanan individu dan respon imun.10,13

Kolonisasi Malassezia
Malassezia spp. adalah jamur dimorfik lipofilik yang merupakan flora normal dari
kulit, tetapi mendominasi di area seboroik tubuh (dada, leher, dan kepala). Malassezia
dianggap penting pada DS, pendapat ini didasarkan pada bukti bahwa lesi umum dermatitis
seboroik terkait dengan distribusi kelenjar sebasea di mana Malassezia lebih disukai
berkoloni, dan bahwa obat anti-jamur memiliki efek terapeutik pada DS. 12 M. furfur dan
spesies terkait Malassezia spp. sering diisolasi secara teratur dari lesi dermatitis seboroik,
termasuk dermatitis seboroik infantil (sedangkan anak-anak prapubertas yang sehat tidak
terkolonisasi sampai tingkat yang signifikan). Pada lesi dermatitis seboroik ditemukan jumlah
jamur lebih banyak bila dibanding kulit sehat, dan ada korelasi langsung antara jumlah jamur
dan tingkat keparahan penyakit. Namun, beberapa penelitian telah membantah hubungan ini
dengan menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah jamur pada kulit sakit dibanding kulit sehat.

2
Pada penelitian pada orang HIV/AIDS menunjukkan bahwa pasien terinfeksi HIV dengan DS
tidak memiliki jumlah jamur lebih banyak dibanding pasien terinfeksi HIV tanpa DS.
Meskipun bukti tampaknya bertentangan, fakta bahwa agen anti-jamur efektif dalam
pengobatan DS menunjukkan bahwa Malassezia spp. memainkan peran patogen penting.
Jamur telah terbukti menyerang stratum korneum dan melepaskan lipase yang memecah
trigliserida, mengakibatkan peradangan lokal dengan diferensiasi keratinosit abnormal, dan
hiperproliferasi, dan hiperparakeratosis berikutnya. Hal ini menyebabkan tanda-tanda dan
gejala DS, serta fungsi penghalang epidermis abnormal dengan respon inflamasi
berikutnya.6,10,14,15

Aktivitas Kelenjar Sebasea


Dermatitis Seboroik dikaitkan dengan kelebihan produksi kelenjar sebasea. Secara
khas, produksi kelenjar sebasea diaktifkan oleh androgen ibu saat lahir dan berlanjut selama
beberapa minggu. Setelah pubertas, androgen mengaktifkan kembali produksi sebum yang
dipertahankan hingga dekade keenam.14 Hal ini berkorelasi dengan waktu kejadian DS, yang
jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi selama masa remaja dan dewasa
ketika produksi sebum maksimal. Dermatitis Seboroik terjadi di area seboroik tubuh (kelenjar
sebasea aktif) termasuk wajah, kulit kepala, dan batang tubuh. Namun, diketahui bahwa tidak
semua pasien dengan DS memiliki produksi sebum yang berlebihan. Komposisi lipid
permukaan kulit memainkan peran penting dalam pathogenesis DS. Pasien DS memiliki
kadar trigliserida yang tinggi dan kadar asam lemak bebas dan sekualen yang rendah. Asam
lemak bebas memiliki sifat anti-mikroba, hal ini menjelaskan beberapa efek komposisi lipid
yang abnormal. Trigliserida didegradasi menjadi asam lemak bebas oleh lipase yang
dikeluarkan oleh bakteri flora kulit seperti Propionibacterium acnes. Propionibacterium
acnes terbukti berkurang pada pasien dengan DS, hal ini menunjukkan bahwa flora kulit yang
abnormal juga berkontribusi terhadap perkembangan DS.10

Respon Imun
Abnormalitas respon imun penjamu memainkan peran penting dalam patogenesis DS.
Dermatitis seboroik lebih umum terjadi dengan gejala yang parah pada pasien imunosupresi,
terutama pasien HIV/AIDS. Pada dermatitis seboroik ditemukan peningkatan produksi sitokin
proinflamasi dan regulasi seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1 β, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, Tumor
Necrosis Factor-α (TNF-α ¿, Interferon-γ (IF-γ ¿, ekspresi ligan pengaktif sitotoksisitas,
perekrutan sel pembunuh alami (NK) dan histamin pada sampel kulit pasien DS dibandingkan

3
dengan kulit sehat. Pada pasien DS ditemukan kadar Immunoglobulin (Ig A dan IgG) yang
tinggi. Peningkatan titer antibodi tidak ditujukan untuk melawan ragi Malassezia, tetapi
sebagai metabolit sekunder untuk aktivitas lipase atau produksi toksin. Pada DS, aktivitas
lipase ragi memicu respons inflamasi kulit dan berkontribusi pada pathogenesis DS.
Mengenai respon imun seluler, bukti juga kontradiktif, dan penelitian belum dapat
menentukan apakah ada peningkatan atau penurunan rasio sel T CD4+/CD8+. Akhirnya,
bukti terbaru menyoroti peran stres oksidatif dalam patofisiologi DS.10,12,16

Hiperproliferasi Epidermal
Pada DS terjadi peningkatan pergantian epidermal, yang juga ditunjukkan pada
psoriasis, berkaitan dengan gangguan hiperproliferasi pada DS, dan Malassezia dapat
dianggap sebagai salah satu hasil insidental yang diturunkan dari fenomena tersebut.
Dermatitis seboroik menyerupai psoriasis dalam banyak aspek, baik secara klinis maupun
histologis, dan terkadang sulit untuk membedakan kedua penyakit tersebut bahkan setelah
biopsi kulit. Ada laporan kasus bahwa keratolitik dan obat anti-inflamasi berhasil dalam
pengobatan pasien dengan DS yang pengobatan dengan amfoterisin B telah gagal. Perubahan
epidermis ini mungkin terkait dengan peningkatan aktivitas kalmodulin dan menjelaskan
dasar penggunaan obat ini. obat sitostatik seperti asam azaleat.12

Abnormalitas Neurotransmitter
Dematitis seboroik yang diekspresikan pada penyakit Parkinson dianggap sebagai
hasil dari peningkatan kadar sebum yang memungkinkan proliferasi Malassezia. Seborrhea
bilateral yang diamati pada parkinsonisme unilateral menunjukkan bahwa perubahan kadar
sebum mungkin dipicu oleh efek endokrin daripada efek neurotropik, hal ini mungkin terkait
dengan peningkatan sirkulasi hormon perangsang melanosit pada penyakit Parkinson.
Keparahan DS pada penyakit Parkinson tidak berkorelasi dengan tingkat ekskresi sebum, oleh
karena itu akumulasi sebum oleh imobilitas wajah mungkin memainkan peran kunci.
Pemberian levodopa secara klinis dapat memperbaiki gejala kulit dengan mengurangi
produksi atau sekresi sebum dengan mengembalikan produksi faktor penghambat hormon
perangsang melanosit. Prevalensi DS juga meningkat pada pasien dengan gangguan
neurologis lainnya, termasuk gangguan mood, penyakit Alzheimer, siringomielia, epilepsi,
infark serebrovaskular, postensefalitis, keterbelakangan mental, poliomielitis, quadriplegia,

4
cedera saraf trigeminal, dan alkoholisme. Gaya hidup dalam ruangan dengan paparan sinar
matahari yang lebih sedikit dan status kebersihan pasien dapat berfungsi dalam asosiasi ini.12

Faktor Lain
Dermatitis seboroik dapat memburuk akibat kelembaban rendah dan suhu dingin,
terutama di musim dingin dan awal musim semi. Dermatitis seboroik juga dapat memburuk
akibat trauma wajah (misalnya, menggaruk) dan terapi PUVA. Beberapa obat dapat
menyebabkan erupsi seperti DS, termasuk griseofulvin, simetidin, litium, metildopa, arsenik,
emas, auranofin, aurothioglucose, buspirone, klorpromazin, ethionamide, haloperidol, IFN-α,
fenotiazin, stanozolol, thiotixen psoralen, metoksalen, dan trioksalen. Dermatitis mirip-DS
juga muncul pada pasien dengan defisiensi seng (kondisi seperti acrodermatitis enteropathica
dan acrodermatitis enteropathica-like) atau defisiensi biotin, tetapi erupsi kulit tidak berespons
terhadap suplementasi seng atau biotin. bentuk DS dilaporkan dalam keluarga Yahudi Israel
keturunan Maroko, yang disebabkan oleh mutasi genetik dominan autosomal (ZNF750) yang
mengkode protein jari seng (C2H2).12

Gambar 1. Peran jamur Malassezia pada dermatitis seboroik di kulit kepala.17

5
MANIFESTASI KLINIS
Dermatitis seboroik umum terjadi pada alis, lipatan nasolabial dan melolabial, kulit
kepala, telinga, daerah retroauricular, dada tengah, dan aksila (Gambar 2). 18 Gambaran klasik
dermatitis seboroik membentuk berbagai tampilan klinis. Tanda dan gejala terdiri dari
eritema, skuama berminyak, pruritus, rasa terbakar, dan kekeringan dengan pola distribusi
khas. Pada wajah terdapat eritema dengan sisik berminyak pada alis, sekitar alae nasi,
belakang telinga, dan pada telinga luar. Skuama juga dapat muncul di area presternal dada dan
punggung (Gambar 3). Skuama pada kulit kepala disertai dengan munculnya pustula pada
beberapa pasien. Gambaran klinis khas, dan kerokan jamur tidak diperlukan.4,19

Gambar 3. Dermatitis seboroik dengan plak


samar dengan sisik tipis dan lembab pada
presternal yang khas dari flare musim panas.1
1
Gambar
Gambar2.2.Distribusi
Distribusidermatitis
dermatitisseboroik.
seboroik.1

Manifestasi klinis pada bayi

Secara umum, skuama lengket dan berminyak di vertex kulit kepala sering terjadi pada
bayi. Pada jumlah skuama yang sedikit, dapat dihilangkan dengan mudah hanya dengan
keramas menggunakan shampoo yang mengandung belerang, asam salisilat, atau keduanya
(misalnya, sampo Sebulex, sampo T/Gel). Skuama dapat menumpuk dan menempel pada
sebagian besar kulit kepala dan dapat disertai dengan peradangan (Gambar 4a). 20 Pada bayi
dapat terjadi dari usia minggu pertama kelahiran hingga 3 bulan, dan kelainan berhubungan
dengan waktu neonatus memproduksi sebum dan akan mengalami regresi hingga pubertas.
Tempat predileksi DS adalah kulit kepala bagian vertex (cradle cap) berupa plak eritematosa
disertai skuama kuning kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh bagian kulit kepala.
Selain itu, juga terdapat krusta (Gambar 4b). Lesi DS dapat ditemukan di wajah, leher dan

6
menyebar ke punggung serta ektremitas, berupa plak inflamasi di daerah intertrigo, yaitu
aksila dan lipat paha, lesi juga bisa terjadi di area popok (Gambar 5). Diagnosis banding perlu
dipikirkan pada bayi dengan gejala dermatitis seboroik yang luas, harus dibedakan misalnya
dengan dermatitis, atopik, antara lain dengan melakukan pemeriksaan penunjang misalnya Ig
E total.17

(A)20 (B)9
Gambar 4. Cradle cap in infantile
seborrhoeic dermatitis.

Gambar 5. Dermatitis seboroik pada bayi.


Pola penyebaran luas dari dermatitis seboroik
dengan lesi psoriasiform pada batang tubuh
dan selangkangan.12
Manifestasi klinis pada dewasa

Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi pada usia 30-60 dengan
puncak di usia 40 tahunan. DS dikarakteristikan dengan adanya skuama diatas dasar yang
eritema, Skuama sering memiliki penampilan kuning dan berminyak dan mungkin sangat
gatal. Ketombe (pityriasis sicca) merupakan bentuk ringan dari dermatitis seboroik. Pada
jenis yang berminyak, pityriasis steatoides, umumnya disertai dengan eritema dan akumulasi
krusta yang tebal.16

Pada kulit kepala umumnya tingkat keparahan DS sedang, skuama sedikit, kering,
warna putih dan mudah lepas. Pada gejala yang lebih berat terdapat plak berasal dari skuama
kering yang tebal kekuningan. Lesi dapat terlihat di wajah secara simetris yaitu di alis, dahi,
kelopak mata atas, plika nasolabialis dan cuping hidung (Gambar 6-8). Tempat lain yang
sering terkena pada regio retroaurikularis, kanal auditori eksternal, aurikula dan conchal bowl
(Gambar 9). Gejala DS yang ditemukan berupa eritema dan gatal disertai rasa terbakar dan

7
gatal ringan terutama di kulit kepala. Folikulitis pitirosporum juga dapat ditemukan di daerah
seboroik. Dermatitis seboroik pada umumnya dimulai saat remaja sebagai akibat respons
aktivitas androgen yang meningkatkan produktivitas kelenjar sebasea (Gambar 10).
Dermatitis seboroik pada orang dewasa mengalami periode remisi dan eksaserbasasi.
Pencetus kekambuhan DS umumnya akibat stres emosional, letih, depresi, perubahan suhu,
higiene pribadi, pajanan matahari, perubahan pola makan, infeksi, obat dan berada di ruangan
dingin cukup lama. Pada pasien HIV-AIDS, DS umumnya parah dan cenderung sulit diatasi
dengan terapi standar (Gambar 10). Secara klinis dapat ditemukan erupsi di wajah berupa
butterfly rash, menyerupai lesi sistemik lupus eritematosa. Dermatitis seboroik biasanya
terjadi pada pasien dengan hitung CD4+ sebesar 200 – 500/mm 3 dan dapat ditemukan sebagai
manifestasi klinis pertama pada pasien HIV-AIDS. Diagnosis dermatitis seboroik umumnya
cukup ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, namun perlu dipikirkan diagnosis banding,
misalnya psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak iritan, dermatofitosis, dermatitis
demodex, pitiriasis versikolor, lupus erimatosus diskoid, pemfigus foliaseus dan rosasea.18

8
Gambar 6. Dermatitis seboroik dengan keterlibatan Gambar 7. Dermatitis seboroik dengan
glabelar ditandai skuama transparan.1 hiperpigmentasi pada pasien Afrika-Amerika.17

Gambar 8. Dermatitis seboroik dengan Gambar 9. Dermatitis seboroik pada remaja


skuama pada margin kelopak mata, sisik dengan eritema, skuama berminyak yang
dapat mengiritasi konjungtiva.1 melekat.1

Gambar 10. Dermatitis seboroik Gambar 11. Dermatitis seboroik


pada post-auricular.1 pada pasien HIV.18

DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis seboroik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan lokasi dan gambaran dari lesi
eksema.5,6,10,11

Anamnesis
9
Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan dan sering terjadi pada
kulit kepala disebut cradle cap. Keluhan utama DS pada bayi berupa sisik kekuningan
berminyak dan umumnya tidak gatal. Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan
utama adalah kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus, interskapula,
perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya gatal. Pasien juga dapat
mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau
cuaca dingin. Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi kronis
pada dewasa.21

Pemeriksaan Fisik
Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang berminyak dan tidak
gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan dapat pula ditemukan di
belakang telinga dan area alis mata. Lesi DS lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura, area
popok dan wajah. Dermatitis seboroik pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari
ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada kulit kepala, lesi
eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama terutama di kulit kepala,
wajah dan tubuh, lesi petaloid atau pitiriasiformis di dada. Dermatitis seboroik pada kelopak
mata, dapat disertai blefaritis. Lesi DS dapat meluas hingga menjadi eritroderma.21
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning
berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu pemeriksaan histopatologi.11

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis. Apabila diagnosis


meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan pewarnaan KOH untuk
menyingkirkan infeksi jamur atau biopsi kulit.21 Biopsi kulit tidak secara rutin diperlukan,
tetapi mungkin berguna ketika diagnosis tidak jelas. Berbagai fitur histopatologi dapat diamati
tergantung pada berbagai tahap penyakit : akut, subakut, dan kronis. DS akut dan subakut
dapat menunjukkan dermatitis spongiotik ringan hingga sedang dengan hiperplasia psoriasis
ringan, kerak folikulosentrik yang mengandung neutrofil yang tersebar di ujung lubang
folikel, ortokeratosis dengan parakeratosis fokal, dan infiltrasi limfohistiositik perivaskular
superfisial. DS kronis menunjukkan pola yang lebih intens dari gambaran sebelumnya dengan
spongiosis minimal dan pembuluh darah superfisial yang melebar. Namun, gambaran
10
histopatologi pada kasus kronis kadang-kadang mirip dengan psoriasis, dan perhatian yang
cermat harus diberikan pada pembacaan histopatologi. DS terkait HIV secara histologis
berbeda dari DS biasa, dimana DS terkait HIV menunjukkan pola yang sangat parah seperti
parakeratosis yang luas, leukositosis, nekrosis keratinosit, dan infiltrat perivaskular superfisial
sel plasma. Pengikisan lesi untuk preparasi kalium hidroksida dapat bermanfaat untuk
mengkonfirmasi diagnosis folikulitis Pityrosporum yang menyertai. Perlu diingat bahwa DS
dapat terjadi bersamaan dengan penyakit kulit lainnya.12

Dermoskopi memungkinkan identifikasi rinci struktur morfologi, yang sangat


membantu dalam mendiagnosis DS pada kulit kepala. Dalam pembesaran dermoskopi, khas
pola vaskular yang diamati yaitu gambaran twisted loop, red dot dan globul, pembuluh
glomerulus pada psoriasis kulit kepala, pembuluh arborizing dan pembuluh darah merah
atipikal pada DS.12

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama dari DS yaitu psoriasis, dermatitis atopik (terutama pada
bentuk SD pediatrik), tinea capitis, rosacea, dan lupus eritematosa sistemik (SLE) (Tabel
1).13,14

Tabel 1. Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik.13


Regimen Diagnosis Banding
Kulit Kepala Psoriasis Plak yang berbatas tegas. Tebal, dengan sisik keperakan. Fitur
seperti pitting dan onikolisis dapat membantu diagnosis.
Sebopsoriasis Tumpang tindih antara dermatitis seboroik dan psoriasis.
Tinea Kapitis Tepi depan (batas aktif), bersisik, merah, sedikit terangkat
dengan kliring tengah. Mungkin ada vesikel di perbatasan
aktif. Dapat menyebabkan jaringan parut alopesia.
Eksema Terinfeksi Eksema yang berair, berkerak dan dapat memiliki pustule.
Lupus Eritematosa Jaringan parut alopesia dengan lesi seperti cakram.
Sistemik
Wajah atau Lupus Eritematosa Fotosensitif, erupsi makulopapular dengan sisik halus dan
retroaurikular area Sistemik distribusi kupu-kupu dengan sedikit lipatan nasolabial. Dapat
berbentuk seperti cakram (diskoid).
Rosasea Eritematosa, erupsi papula dan pustula di dahi, pipi, hidung,
dan mata.
Impetigo Infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh streptokokus
dan/atau stafilokokus; dimulai sebagai vesikel yang tipis
dengan atap eksema yang rapuh.
Liken Simpleks Erupsi eksim yang disebabkan oleh kebiasaan menggaruk area
Kornikus tunggal; lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi

11
mungkin pada anak-anak.
Dada Atas Dermatitis Atopik Biasanya mempengaruhi fossa antecubital dan poplitea.
Terkait dengan pruritus dan seiring waktu, likenifikasi melalui
garukan berulang.
Pitiriasis Rosea Biasanya ditandai dengan herald patch atau ‘mothers patch’.
Plak merah muda salmon di atas batang tubuh dan ekstremitas
proksimal.
Pitiriasis Lebih datar, luas, kurang simetris dibandingkan lesi dermatitis
Versikolor seboroik petaloid. Sering muncul setelah liburan dimana orang
tersebut terkena sinar matahari
Psoriasis Banyak subtipe, termasuk plak, flexural, guttate dan inverse.
Umumnya, plak bulat-ke-oval berwarna merah yang khas.
Lipatan Tubuh Kandidiasis Sering ditemukan di daerah intertriginosa.

TATALAKSANA
Tatalaksana DS berfokus pada menghilangkan tanda-tanda penyakit; memperbaiki
gejala terkait, terutama pruritus; dan mempertahankan remisi dengan terapi jangka panjang. 14
Tatalaksana DS juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan struktur kulit.(kemenkes)
Karena mekanisme patogen utama yang mendasari melibatkan proliferasi Malassezia dan
iritasi dan peradangan kulit lokal, pengobatan yang paling umum adalah agen anti-jamur dan
anti-inflamasi topikal. Terapi lain yang banyak digunakan adalah tar batubara, lithium
glukonat/suksinat dan fototerapi (Tabel 2, 3, dan 4). 14 Pedoman Danish menyarankan anti-
jamur golongan azol sebagai lini pertama. Pada pedoman Danish tersebut dijelaskan bahwa
kortikosteroid topikal (KST) dan inhibitor kalsineurin topikal (IKT), yang memiliki efek anti-
inflamasi, juga memberikan hasil terapi yang baik. Terapi sistemik dengan anti-jamur oral
dapat berguna pada pasien tertentu antara lain pada pasien dengan DS yang luas, DS yang
rekalsitran terhadap terapi konvensional, atau DS dengan derajat keparahan yang berat. Salah
satu terapi efektif yang aman untuk mengontrol eksaserbasi DS dan sebagai terapi
maintenance untuk mencegah rekurensi atau mempertahankan remisi adalah terapi sistemik
dengan itrakonazol oral.22

Tabel 2. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Dewasa Daerah Non-Skalp.22

Jenis Obat Sediaan Cara Penggunaan


Ringan
Anti-jamur topikal Krim ketokonazol 2% 2x/hari selama 4 minggu
Krim terbinafin
Anti-inflamasi dengan sifat Krim pirokton
anti-Jamur olamin/alglisera/bisabolol

12
Kortikosteroid topikal Krim dan salep
(kelas I) hidrokortison 1%
Inhibitor kalsineurin Krim pimekrolimus 1%
topikal Salep takrolimus 0,1%
Sedang/berat
Kortikosteroid topikal Krim desonid 0,05% atau lainnya yang 2x/hari selama 4 minggu
(kelas II) segolongan
Anti-jamur sistemik Kapsul itrakonazol 100 mg 1 bulan pertama 200mg/hari selama
1 minggu, kemudian 200mg/hari
selama 2 hari/bulan sampai 11 bulan
Kapsul terbinafin 250 mg Continuous regimen
250mg/hari selama 4-6 minggu
Intermittent regimen
250mg/hari selama 12 hari/bulan
untuk 3 bulan
Kapsul flukonazol 150 mg 50mg/hari selama 2 minggu atau
200-300mg/minggu selama 2-4
minggu.
Lain-lain Fototerapi NB-UVB 3x/minggu selama 8
minggu
Tabel 3. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Dewasa Daerah Skalp/Berambut.22

Jenis Obat Sediaan Petunjuk Pemakaian


Ringan
Anti-jamur topikal Sampo ketokonazol 1-2% 2-3x/minggu
Anti-inflamasi dengan sifat anti- Sampo piroktan 2-3x/minggu
Jamur olamin/bisabolol/asam
glisiretik/laktoferin
Keratolitik Sediaan yang mengandung asam Sampo asam salisilat 1-
salisilat 3%, tar 1-2% dan kombinasi 3x/minggu

Bahan lain Sampo selenium sulfide 2,5% 2-3x/minggu


Sampo zinc pyrithione 1-2%

Kortikosteroid topikal (Kelas I) Krim hidrokortison 1% 1x/hari selama 4 minggu


(Kelas II) Krim desonid 0,05% atau lainnya
yang segolongan
Sedang/berat
Kortikosteroid topikal (Kelas I) Krim hidrokortison 1% 1x/hari selama 4 minggu
(Kelas II) Krim desonid 0,05% atau lainnya
yang segolongan
Kortikosteroid topikal (Kelas III) Solution atau krim mometason 0,1% 2x/minggu, didiamkan 5 menit,
(Kelas IV) Sampo klobetasol propionate 0,05% selama 2 minggu

Anti-jamur sistemik Itrakonazol kapsul 100 mg Bulan pertama: 200 mg/hari


selama 1 minggu lalu 200
mg/hari selama 2 hari/bulan
sampai 11 bulan
Terbinafin kapsul 250 mg Continuous regimen: 250
mg/hari selama 4-6 minggu

Flukonazol kapsul 50 mg Intermitten regimen: 250


mg/hari selama 12 hari/bulan
sampai 3 bulan 50 mg/hari
selama 2 minggu atau 200-300
mg/minggu selama 2-4 minggu

Tabel 4. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Bayi Daerah Non-Skalp.22


13
Jenis Obat Sediaan Cara Penggunaan Keterangan
Daerah non-skalp
Emolien White petroleum Penggunaan sehari-hari Melunakkan skuama
ointment/jelly, vegetable untuk memudahkan
oil, mineral oil, baby oil. pelepasan manual
Anti-jamur topikal Krim ketokonazol 2% 1x/hari selama 7 hari Bisa digunakan tunggal
atau kombinasi dengan
kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal Krim hidrokortison 1% 1x/hari selama 7 hari Daerah pengolesan
(kelas I) terbatas

Tabel 5. Tatalaksana Dermatitis Seboroik pada Bayi Daerah Skalp/Berambut.22

Jenis Obat Sediaan Cara Penggunaan Keterangan


Skalp dan daerah berambut
Emolien White petroleum Penggunaan sehari-hari Melunakkan skuama
ointment/jelly, vegetable untuk memudahkan
oil, mineral oil, baby oil. pelepasan manual
Anti-inflamasi dengan Krim pirokton Setiap 12 jam Efektif untuk cradle cap
sifat anti-Jamur olamin/algliseria/bisabolol
Anti-jamur topikal Sampo ketokonazol 2% 2x/minggu selama 4 Penelitian pada 13
minggu pasien (umur <1 tahun)
menunjukkan tidak
Kortikosteroid topikal Krim hidrokortison 1% 1x/hari selama 7 hari Daerah pengolesan
(kelas I) terbatas

14
Dermatitis seboroik pada bayi

Daerah Skalp Daerah Non-Skalp

Emolien atau krim Emolien atau anti-


AIAFp atau sampo jamur topikal
anti-jamur

Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan

Tambahkan Tambahkan
kortikosteroid topikal kortikosteroid topikal

Perbaikan

Lanjutkan terapi hingga


membaik

Tidak ada perbaikan Tidak ada perbaikan

Rujuk untuk evaluasi kelainan yang mendasari atau


kemungkinan diagnosis penyakit lain

Gambar 12. Algoritma tatalaksana DS pada bayi.22


secara bertahap
sampai remisi

dihentikan

Perbaikan
Terapi

Sampo anti-jamur atau sampo


AIAFp atau sampo selenium
pryithione/tar/keratolitik.
sulfide/zinc
mencari penyakit penyerta

Rujuk untuk pemeriksaan


penunjang dan konsultasi

Ringan
Tidak ada perbaikan

selama 4 minggu

topikal potensi
kortikosteroid
lemah-sedang

Tambahkan
(Kelas I-II)

Tidak ada
perbaikan

Penilaian keparaha
daerah skalp/bera

15
dih
be
16
DS
but
Gambar 13. Algoritma tatalaksana DS pada dewasa daerah skalp/berambut.22

Sedang/berat
Kombinasi sampo anti-jamur
atau AIAFp dengan
kortikosteroid topikal potensi
emah-sedang (Kelas I-II) selama
4 minggu
Perbaikan Tidak ada
perbaikan
Lanjutkan sampo
Terapi
anti-jamur atau
ntikan secara
AIAFp dan
ahap sampai
tambahkan sampo
remisi
kortikosteroid
potensi kuat-sangat
kuat (Kelas III-IV)
2 kali seminggu
selama 2 minggu
Tidak ada perbaikan
dak ada Tambahkan anti-jamur
rbaikan sistemik
Penilaian keparahan DS
daerah non-skalp

Ringan Sedang/berat

Anti-jamur Kombinasi kortikosteroid topikal


topikal atau potensi sedang selama 1-2 minggu
AIAFp dengan AIAFp atau anti-jamur
topikal
Tidak ada
Perbaikan perbaikan Tidak ada
Perbaikan perbaikan

Lanjutkan Kombinasi anti-


terapi sampai jamur topikal dan Lanjutkan Tambahkan
remisi AIAFp terapi selama 2 anti-jamur
minggu lagi sistemik

Tidak ada Tidak ada


Perbaikan perbaikan perbaikan

Tambahkan kortikosteroid Diganti dengan


potensi ringan selama 2 kalsineurin
minggu dengan salah satu dari inhibitor topikal
dua pengobatan di atas

Tidak ada
Tidak ada perbaikan
Perbaikan perbaikan

Rujuk untuk
Lanjutkan terapi Ganti dengan pemeriksaan
dengan kalsineurin penunjang dan
kortikosteroid inhibitor topikal konsultasi mencari
topikal selama 2 penyakit
minggu lagi. penyertanya

Gambar 14. Algoritma tatalaksana DS pada dewasa daerah non-skalp.22

17
KOMPLIKASI
Dermatitis seboroik biasanya berlangsung jinak, dan komplikasi serius sangat jarang
terjadi. Komplikasi utama adalah infeksi bakteri sekunder, yang meningkatkan kemerahan
dan eksudat dan iritasi lokal. Daerah intertriginosa dan kelopak mata rentan terhadap infeksi
bakteri sekunder, terutama selama flare akut, dan daerah popok sangat rentan terhadap
pertumbuhan berlebih dengan Candida spp.2,14
Eritroderma telah dilaporkan pada neonatus imunosupresi dengan DS umum, tetapi
lebih sering pada orang dewasa dengan HIV-AIDS. Namun, penelitian belum secara tegas
menetapkan bahwa DS menyebabkan eritroderma sendiri, mengingat kecenderungannya
untuk kulit yang kaya sebasea. Masalah paling umum yang terkait dengan DS pada bayi dan
SD pada dewasa berhubungan dengan kesalahan diagnosis kondisi tersebut.2
Penggunaan steroid topikal yang kuat secara berlebihan, terutama pada wajah dan
ketiak, dapat mengakibatkan banyak perubahan kulit yang tidak diinginkan termasuk
penipisan kulit. Dermatitis seboroik yang parah kadang-kadang dapat menyebabkan penipisan
atau kerontokan rambut, sebagian besar mungkin terkait dengan garukan yang berlebihan.
Saat penyakit ini dikendalikan, pertumbuhan kembali diharapkan.23

PROGNOSIS

Dermatitis seboroik pada bayi bersifat swasirna, secara spontan menghilang pada usia
6 sampai 12 bulan. Eksaserbasi parah dengan dermatitis pengelupasan dapat terjadi, meskipun
jarang, tetapi prognosisnya biasanya baik. Pada remaja atau orang dewasa, dermatitis seboroik
memiliki perjalanan kekambuhan kronis dan berulang. Oleh karena itu, tujuan utama
pengobatan yaitu untuk mengontrol gejala seperti pruritus, eritema, dan sisik, daripada
menyembuhkan penyakit. Mengingat sifat dermatitis seboroik yang kronis dan kambuh, hal
itu dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka yang terkena. Dalam sebuah penelitian di
Afrika Selatan dengan DS, ditemukan bahwa DS di area tubuh yang terlihat dan dengan
keterlibatan selangkangan memiliki dampak yang lebih besar pada kualitas hidup pasien. 5,12,21
Prognosis DS quo ad vitam : bonam; quo ad functionam : bonam; dan quo ad sanactionam :
dubia.21

18
SIMPULAN
Dermatitis seboroik (DS) adalah suatu penyakit kulit inflamasi kronis yang umum
dengan gambaran morfologi papulosquamous dan ditandai dengan eritema, skuama
berminyak, pruritus, rasa terbakar, dan kekeringan dengan pola distribusi yang khas.
Diagnosis dermatitis seboroik ditegakkan berdasarkan morfologi lesi eksema yang khas
dengan skuama kuning berminyak di area predileksi, pada kasus yang sulit perlu dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Pengobatan DS berfokus untuk menghilangkan tanda-tanda
penyakit, mempertahankan remisi, agen anti-jamur dan anti-inflamasi topikal merupakan yang
paling umum diberikan. Komplikasi utama dari DS yaitu infeksi bakteri sekunder, komplikasi
serius pada DS jarang terjadi. Dermatitis seboroik pada bayi bersifat swasirna dan akan
menghilang secara spontan, sedangkan pada remaja atau orang dewasa, dermatitis memiliki
perjalanan kekambuhan kronis dan berulang.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. James GD. Psoriasis and Other Papulosquamous Diseases. Dalam: Habif TP, Chapman
MS, Dinulos JG, Zug KA. Skin Disease : Diagnosis and treatment. Edisi ke-4. Elsevier
Health Sciences; 2018.h.120-151.
2. Tucker D, Masood S. Seborrheic dermatitis. Elsevier Health Sciences. Statpearls [Serial
dalam internet]. 2021. [Disitasi 20 July 2021]. Tersedia di: http://statpearls.com
3. Handler MZ, James WD. Seborrheic Dermatitis: Practice Essentials, Background,
Pathophysiology. [Serial dalam internet]. 2020. [Disitasi 20 July 2021]. Tersedia di:
https://emedicine.medscape.com
4. Roderick JH. Dermatophytosis (Ringworm) and Other Superficial Mycoses. Dalam:
Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. Mandell, douglas, and bennett's principles and practice
of infectious diseases. Edisi ke-9. Elsevier Health Sciences; 2020.h.3201-3210.
5. Elgash M, Dlova N, Ogunleye T, Taylor SC. Seborrheic dermatitis in skin of color:
clinical considerations. Journal of drugs in dermatology: JDD. 2019 Jan 1;18(1):24-7.
6. Clark GW, Pope SM, Jaboori KA. Diagnosis and treatment of seborrheic dermatitis.
American family physician. 2015;91(3):185-90.
7. Silvia, E., Anggunan, A., Effendi, A., & Nurfaridza, I. Hubungan Antara Jenis Kelamin
Dengan Angka Kejadian Dermatitis Seboroik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
2020;9(1), 37-46.
8. Malak S, Kandou RT, Pandaleke TA. Profil Dermatitis Seboroik Di Poliklinik Kulit Dan
Kelamin Rsup Prof. DR. RD Kandou Manado Periode Januari-Desember 2013. e-CliniC.
2016;4(1).
9. Rutter P. Dermatology. Dalam: Rutter P. Community pharmacy: symptoms, diagnosis
and treatment. Edisi ke-5. Elsevier Health Sciences; 2021.h.229-290.
10. Castillo DE, Gunczler I, França K, Keri J. Seborrheic dermatitis. Dalam: França K, Lotti
T. Advances in Integrative Dermatology; 2019.h.71-88.
11. Jacoeb TNA. Dermatitis Seboroik. Dalam : Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Cetakan ke-5. Badan Penerbit FK UI. Jakarta:
2018.h.232-233.
12. Suh DH. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH,
Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS. Fitzpatrick's Dermatology. Edisi ke-9. New
York: McGraw Hill Companies; 2019.h.428-437.
13. Ijaz N, Fitzgerald D. Seborrhoeic dermatitis. British Journal of Hospital Medicine. 2017
Jun 2;78(6):C88-91.
14. Borda LJ, Wikramanayake TC. Seborrheic dermatitis and dandruff: a comprehensive
review. Journal of clinical and investigative dermatology. 2015 Dec;3(2).
15. Reider N, Fritsch PO. Other Eczematous Eruptions. Dalam : Bolognia, Jean L.
Dermatology. Edisi ke-4. Elsevier Health Sciences; 2018.h.228-241.
16. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM. Seborrheic Dermatitis,
Psoriasis, Recalcitrant Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma.
Dalam: James WD. Andrews' Diseases of the Skin. Edisi ke-13. Elsevier Health Science;
2020.h.191-204.
17. Widaty S, Marina A. Pilihan pengobatan jangka panjang pada dermatitis seboroik. Long-
term treatment options in seborrheic dermatitis. Jakarta: Department Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016:21.
18. James WD, Elston D, & McMahon PJ. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant,
Palmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. Dalam: James WD.
Andrews' Diseases of the Skin Clinical Atlas. Elsevier Health Sciences; 2018.h.125-138.
20
19. Gaurav KD, Ian HC. Seborrheic eczema. Dalam: Lebwohl, Mark G. Treatment of Skin
Disease: Comprehensive Therapeutic Strategies. Edisi ke-6. Elsevier Health Science;
2022.h.792-795.
20. James GD. Psoriasis and Other Papulosquamous Diseases. Dalam: Habif TP. Clinical
Dermatology. Edisi ke-7. Elsevier Health Science; 2022.h.264-330.
21. Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Dermatitis Seboroik. Dalam:
Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan Keterampilan Klinis
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2017.h.15-22.
22. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Dermatitis Seboroik.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019.
23. Cole GW, Shiel WC. Seborrheic Dermatitis - Symptoms, Treatment, Causes & Risk
Factors. [Serial dalam internet]. 2020. [Disitasi 20 July 2021]. Tersedia di:
https://www.medicinenet.com

21

Anda mungkin juga menyukai