Anda di halaman 1dari 53

Laporan Kasus

UNSTABLE ANGINA PECTORIS

Oleh:

Melpa Yohana Sianipar S. Ked 04054821820041


Thiarini Rahmawati, S.Ked 04054821820115

Pembimbing:
dr. Imran, SpPD, K-KV

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Unstable Angina Pectoris

Oleh

Melpa Yohana Sianipar S. Ked 04054821820041


Thiarini Rahmawati, S.Ked 04054821822015

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Palembang, Januari 2019

dr. Imran, SpPD, K-KV

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................5
BAB II STATUS
PASIEN......................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................17
2.1 Definisi..............................................................................................17
2.2 Epidemiologi .....................................................................................17
2.3 Patofisiologi ......................................................................................28
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................25
2.5 Diagnosis ..........................................................................................34
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................45
2.7 Prognosis ..........................................................................................51

BAB III ANALISIS KASUS...............................................................................50


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................52

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Angina pektoris adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh iskemia


miokard akibat penurunan suplai kronis dan peningkatan kebutuhan oksigen
jaringan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman di dada atau substernal
agak di kiri, yang dapat menjalar ke leher, rahang, bahu atau punggung kiri
sampai dengan lengan kiri dan jari-jari bagian ulnar. Salah satu penyebab
angina pektoris paling sering adalah aterosklerosis, sedangkan penyebab
lain yang dapat menimbulkan angina pektoris di antaranya adalah kelainan
bawaan pada arteri koronaria, myocardial bridging, arteritis koroner, suatu
keadaan yang ditemukan pada vaskulitis sistemik, atau adanya penyakit
koroner akibat radiasi. 1
Angina pektoris merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang
dialami oleh banyak orang. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 9,8
juta orang yang telah mengalami angina pektoris dengan 500.000 kasus baru
setiap tahunnya. Angina pektoris lebih sering bermanifestasi pada
perempuan daripada laki-laki dengan perbanding kejadian angina pektoris
antara perempuan dan laki-laki sebesar 1,7:1. Selain itu, prevalensi angina
pektoris diketahui meningkat sejalan dengan pertambahan usia.2
Penegakan diagnosis angina pektoris didasarkan terutama
berdasarkan anamnesis sehingga lebih bersifat subjektif. Keluhan intensitas
nyeri pada angina pektoris yang dialami oleh setiap orang dapat berbeda-
beda. Pada sebagian kecil penderita, angina pektoris bahkan dapat terjadi
pada saat beristirahat. Penegakan diagnosis angina pektoris yang cepat dan
tepat sangatlah penting karena angina pektoris dapat berkembang menjadi
sindrom koroner akut, yaitu unstable angina pektoris, non-ST- elevation MI
atau ST- elevation MI. 3

5
Angina pektoris dapat terjadi pada seluruh kelompok masyarakat.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh angina pektoris dapat menyebabkan
keadaan-keadaan yang sulit untuk ditangani dan dapat menyebabkan
gangguan aktivitasi sehari-hari. Selain itu, penyakit ini juga menunjukkan
peningkatan angka kejadian tidak hanya pada negara-negara maju namun
juga pada negara-negara berkembang.4 Berdasarkan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia, dokter umum harus mampu menegakkan diagnosis dan
memberikan tatalaksana awal pada keadaan gawat darurat serta menentukan
rujukan yang tepat untuk pasien dengan angina pektoris. Hal-hal ini
menunjukkan bahwa angina pektoris merupakan penyakit jantung yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, sehingga perlu dilakukan
pembelajaran lebih lanjut mengenai angina pektoris.

6
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama : Ny. Y.A
Usia : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Palembang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan terakhir : SMA
MRS : 7 Januari 2019
Nomor rekam medik : RI 19000455

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis (tanggal 9 Januari 2019)
Keluhan utama:
Nyeri dada sebelah kiri semakin hebat sejak 1 hari SMRS

Keluhan tambahan:-

Riwayat perjalanan penyakit:


Sejak ± 2 minggu SMRS pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri.
Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk sampai kebelakang, dan nyeri
menjalar ke leher dan lengan sebelah kiri. Nyeri tidak dipengaruhi oleh
aktifitas, nyeri tidak berkurang jika pasien beristirahat. Nyeri dada disertai
dengan keringat dingin. Sesak (-), sakit kepala (-), demam (-), batuk kering
(+) hanya sesekali, darah (-). Mual muntah (-), nyeri ulu hati (-), nafsu
makan biasa, BAK dan BAB seperti biasa tidak ada keluhan. Lalu pasien

7
berobat ke bidan, dan diberi obat anti nyeri dibawah lidah (pasien lupa
nama obat). Keluhan berkurang hanya sesaat.
Sejak ± 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri
semakin hebat. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, sampai
kebelakang, dan nyeri menjalar ke leher dan lengan sebelah kiri, nyeri
tidak dipengaruhi oleh aktifitas, nyeri tidak berkurang saat istirahat. Nyeri
dada disertai keringat dingin. Nyeri dada berlangsung selama 15-30 menit.
Sesak ada (+), tidak dipengaruhi aktifitas, sesak berkurang jika pasien
istirahat. Demam (-), batuk(+), berdahak (+), putih kental, banyaknya 1
sdm, sakit kepala (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun (-),
BAB dan BAK biasa. Lemas (-), Lalu pasien berobat ke Rumah sakit
swasta dan dirujuk ke Rumah Sakit Moh. Hoesin Palembang untuk
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut.

Riwayat penyakit dahulu:


• Riwayat darah tinggi sejak 13 tahun yang lalu (tidak rutin minum obat)
• Riwayat kencing manis disangkal
• Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit dalam keluarga dan lingkungan:


• Riwayat penyakit darah tinggi ada (Ayah pasien)
• Riwayat penyakit jantung ada (Ayah pasien)
• Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat Kebiasaan:
• Pasien memiliki kebiasaan minum kopi.
• Pasien mengaku jarang berolahraga dan sering mengkonsumsi makanan
berlemak.
• Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok

8
Riwayat gizi:
Sebelum sakit, pasien makan teratur sebanyak tiga hari sehari dengan porsi
cukup dan makanan yang bervariasi.

2.3 Pemeriksaan Fisik (tanggal 9 Januari 2019)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg (lengan kanan, posisi tidur)
Nadi : 78 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 24 x/menit, regular, abdominotorakal
Suhu : 36,8o C (aksila)
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 20 (normoweight)
VAS :3

Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi : Wajar
Rambut : hitam, lurus, pendek dan tidak mudah dicabut
Alopesia : (-)
Deformitas : (-)
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan : (-)
Wajah sembab : (-)
Mata
Eksoftalmus : (-)
Endoftalmus : (-)
Palpebral : edema (-)
Konjungtiva palpebra : pucat (-)

9
Sklera : ikterik (-)
Kornea : jernih, cincin senilis (-)
Pupil : bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
(+/+)
Hidung
Sekret : (-)
Epistaksis : (-)
Septum : deviasi (-)
Telinga
Meatus akustikus eks. : lapang
Nyeri tekan : processus mastoideus (-/-), tragus (-/-)
Nyeri tarik : aurikula (-/-)
Sekret : (-)
Pendengaran : baik
Mulut
Higiene : baik
Bibir : cheilitis (-), rhagaden (-), sianosis (-)
Lidah : kotor (-), atrofi papil (-), pucat (-)
Tonsil : T1-T1
Mukosa
Mulut : basah, stomatitis (-), ulkus (-)
Gusi : hipertrofi (-), berdarah (-), stomatitis (-)
Faring hiperemis : (-)
Gigi : (-)
Bau pernapasan : tidak ada bau pernapasan
Leher
Inspeksi : benjolan (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid/struma (-)
Auskultasi : bruit (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cmH2O

10
Dada
Inspeksi : statis simetris, dinamis simetris, spider nevi (-),
venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Jantung
Inspeksi : diameter anteroposterior 2:1, Iktus kordis tidak
telihat, pulsasi (-), voussure cardiaque (-)
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, Thrill (-), pericardial
friction rub (-)
Perkusi : Batas jantung kanan 2 jari lateral linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra ICS V

Auskultasi : HR=78x/menit, reguler,BJ I dan II disemua katup,


murmur (-), gallop (-)
Paru-paru (anterior)
Inspeksi:
Statis : simetris, retraksi iga (-)
Dinamis : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus Kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, nyeri ketok (-),
Batas paru-hepar ICS VI linea midklavikularis, peranjakan 1 jari paru-
lambung ICS VII linea aksilaris anterior

Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)


Paru-paru (posterior)
Inspeksi:
Statis : simetris
Dinamis : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus Kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)

Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)

11
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-), scar (-), caput medusae (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), ballotement
ginjal (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Inspeksi:
Superior : deformitas (-), kemerahan (-), edema (-/-), koilonikia (-),
sianosis (-), jari tabuh (-), palmar eritem (-), kulit lembab,
flapping tremor (-), onikomikosis (-)
Inferior : deformitas (-), kemerahan (-), edema pretibial (-/-),
koilonikia (-), sianosis (-), jari tabuh (-), onikomikosis (-)
Palpasi:
Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-), krepitasi (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), edema pretibial (-/-), krepitasi (-/-)
ROM:
Superior : kekuatan 5, rom aktif pasif luas
Inferior : kekuatan 5, rom aktif pasif luas
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Kulit
Kulit : sawo matang
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Jaringan parut : (-)
Turgor : baik
Keringat : cukup
Pertumbuhan rambut : dalam batas normal

12
Lapisan lemak : cukup
Ikterus : (-)
Lembab/kering : lembab
Kelenjar getah bening (KGB)
Tidak terdapat pembesaran KGB pada regio periauricular, submandibula,
cervical anterior dan posterior, supraclavicula, infraclaviculla, axilla, dan
inguinal
Pembuluh darah
a.temporalis, a.carotis, a.brakhialis, a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis posterior,
a.dorsalis pedis: teraba
Status neurologis
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (7 Januari 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 13,7 g/dL 13,48-17,40 g/dL
RBC 4.83x106/mm3 4,40-6,30x106/mm3
Leukosit 9.7x103/mm3 4.73-10.89x103/mm3
Hematokrit 41% 41 - 51%
Trombosit 440 x103/ µL 170-396x103/µL
Diff. Count 0/1/69/23/7 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
Metabolisme Karbohidrat
GDS 95 mg/dL <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 34 mg/dL 16,6-48,5 mg/dL
Kreatinin 0,81 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Jantung
Troponin T 439 ng/L
CK-MB 26 U/L 7-25 U/L

13
Elektrolit
Kalsium 9.0 mg/dL 8,4-9,7 mg/dL
Natrium 145 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium 4.4 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L

2.5 Diagnosis
Unstable Angina Pectoris

2.6 Diagnosis Banding


NSTEMI
2.7 Penatalaksanaan
Non farmakologis:
a. Tirah baring
b. Monitoring vital sign
c. Diet biasa
Farmakologis:
- IVFD NS 0,9% gtt XX x/menit
- Acetylsalicyclic Acid 80 mg/24 jam p.o
- Clopidogrel 1 x 75 mg p.o
- Isosorbide dinitrat (ISDN) tab 5 mg sublingual (bila nyeri dada)
- Lansoprazol 1 x 1 tab p.o
2.8 Rencana Pemeriksaan
- Elektrokardiografi
- Echocardiografi
- Foto thoraks
- Pemeriksaan Laboratorium (darah rutin, darah kimia, dan CK-MB)
- Pemeriksaan urin
2.9 Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad malam
Quo ad functionam: dubia ad malam
Quo ad sanationam: dubia ad malam

14
2.10 Follow Up
Tanggal P
10/01/19 S: nyeri dada dirasakan berkurang Non farmakologi:
O: Istirahat
Sensorium: compos mentis Monitoring vital
TD: 110/80 mmHg sign
Nadi: 78 x/m Pemasangan chest
RR: 24 x/m tube dan Water
Temp: 36,7ºC Seal Drainage
VAS: 3
Kepala: konjungtiva palpebra pucat (-), Farmakologi:
sklera ikterik (-) VFD NS 0,9% gtt
Leher: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) XX x/menit
Thorax:
Aspirin 1 x 80 mg
Inspeksi:
Statis : simetris retraksi Clopidogrel 1 x

iga (-) 75 mg

Dinamis : simetris Isosorbide


Palpasi : nyeri tekan (-), dinitrat tab 5
stem fremitus Kanan=kiri mg (bila nyeri
Perkusi : Sonor di kedua dada)
lapangan paru, nyeri ketok (-), Batas paru- Nitrokaf
hepar ICS VI linea midklavikularis, Retard 2 x 2,5
peranjakan 1 jari paru-lambung ICS VII mg
linea aksilaris anterior Lansoprazol 1

Auskultasi : vesikuler (+), x 1 tab

ronkhi (-), wheezing (-)

Cor: HR 78 kali/menit, reguler, BJ I-II normal,

15
murmur (-), gallop (-), batas jantung dbn

Abdomen: datar, lemas, hepar dan lien tidak


teraba, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: akral hangat (+/+), palmar eritem (-


/-), edema (-)

A: Unstable angina pectoris

BAB III

16
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Unstable Angina dan NSTEMI adalah salah satu sindrome koroner
akut yang diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan miokard. Angina pektoris muncul karena adanya iskemia
miokard, yaitu suatu keadaan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan miokard dan salah satunya dapat terjadi akibat penurunan suplai
kronis dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan.1
2.2 Epidemiologi
Angina pektoris merupakan salah satu penyakit jantung yang memiliki
angka kejadian yang tinggi. Di Amerika serikat terdapat lebih dari 6 juta
orang atau sekitar 9,8 juta orang yang telah mengalami angina pektoris
dengan 500.000 kasus baru setiap tahunnya. Angina diderita oleh 3,8%
populasi di Selandia Baru. Hampir setengah dari pasien dengan penyakit
jantung iskemik datang dengan gejala awal yang sesuai dengan gambaran
angina pektoris stabil. Selain itu, setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di
rumah sakit karena angina pektoris tak stabil dengan 6-8% penderita
kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal
dalam satu tahun setelah diagnosis di tegakkan.2,6,7,8
Angina pektoris lebih sering bermanifestasi pada perempuan daripada
laki-laki dengan perbanding kejadian angina pektoris antara perempuan dan
laki-laki sebesar 1,7:1. Perkiraan perbandingan prevalensi antara laki-laki
dan perempuan adalah sebesar 4,6 juta kasus pada perempuan dan 3,3 juta
kasus pada laki-laki. Kasus angina atipikal juga lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Angka kematian akibat penyakit jantung
koroner juga lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, hal ini
diperkirakan terjadi akibat gejala angina yang kurang khas dan kemunculan
gejala pada usia yang relatif lebih tua dibandingkan laki-laki.8

17
Hal yang berbeda mengenai prevalensi angka kejadian angina pektoris
dapat dilihat melalui beberapa hasil penelitian seperti salah satunya yang
terdapat pada Framingham Heart Study 1986-2009. Berdasarkan penelitian
tersebut, perbandingan angka kejadian angina pektoris antara laki-laki dan
perempuan pada kelompok usia 45-54 tahun adalah sebesar 3,2% dan 0,8%,
perbandingan pada kelompok usia 55-64 tahun adalah sebesar 5,3%
penderita laki-laki dan 1,9% penderita perempuan. Pada kelompok usia 65-
74 tahun terdapat 5,8% penderita laki-laki dan 2,7% penderita perempuan,
perbandingan pada kelompok usia 75-84 tahun adalah sebesar 9,3%
penderita laki-laki dan 3,5% penderita perempuan, sedangkan pada
kelompok usia lebih dari 85 tahun terdapat 5,6% penderita laki-laki dan
2,5% penderita perempuan.9
Berdasarkan survei National Health and Nutriton Examination Survey
2009-2012 oleh American Heart Association, didapatkan data prevalensi
angina pektoris berdasarkan usia dan jenis kelamin pada kelompok usia 20-
39 tahun adalah sebesar 0,2% laki-laki dan 0,3% perempuan, pada
kelompok usia 40-59 tahun terdapat 3,4% penderita angina pektoris berjenis
kelamin laki-laki dan 4,5% perempuan, perbandingan pada kelompok usia
60-79 tahun adalah sebesar 8,9% penderita laki-laki dan 5,0% penderita
perempuan, dan pada kelompok usia lebih dari 80 tahun terdapat 10,3%
penderita laki-laki dan 11,0% penderita perempuan.9

18
Gambar 1. Insidens Angina Pektoris Berdasarkan Usia dan jenis
Kelamin (Framingham Heart Study 1986-2009)9

Gambar 2. Insidens Angina Pektoris Berdasarkan Usia dan jenis


Kelamin 9
World Health Organization (WHO) memperkirakan penyakit jantung
koroner menyebabkan hampir 32% kematian pada populasi perempuan dan
27% laki-laki. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab

19
kematian tertinggi pada penyakit kardiovaskular, yaitu dari 7,2 juta
kematian akibat penyakit kardiovaskular, 45% kematian disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, atau setara dengan 12% dari keseluruhan
kematian di dunia. Di Inggris pada tahun 2008, penyakit jantung koroner
menyebabkan 1 dari 5 kematian pada laki-laki dan 1 dari 8 kematian pada
perempuan dengan total 88.000 kematian akibat penyakit jantung koroner,
nilai ini setara dengan 15% dari total kematian. Di Amerika Serikat,
penyakit jantung koroner menyebabkan 1 dari 5 kematian dengan jumlah
445.687 kematian atau setara dengan 18% dari total kematian. Di Australia
penyakit jantung koroner menjadi penyebab dari 17% total kematian. Pada
tahun 2030 diperkirakan jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner
akan meningkat hingga 137% di negara berkembang dan hingga 48% di
negara maju. Hal ini menunjukan bahwa penyakit jantung koroner
merupakan salah satu penyebab kematian paling banyak di dunia.10
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013, angka
kejadian angina pektoris di Indonesia berdasarkan usia memiliki nilai
tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun dan lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Angina pektoris lebih banyak terjadi pada
masyarakat yang tidak bersekolah dan tidak bekerja. Selain itu, kejadian
angina pektoris lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah
pedesaan.11
2.3 Klasifikasi
Gejala klinis pada angina pektoris memiliki ciri khas berupa nyeri
yang tumpul seperti rasa tertindih atau berat di dada, dipengaruhi aktivitas,
dengan durasi kurang dari 20 menit. Akan tetapi, gejala-gejala subjektif dari
pasien angina pektoris sangatlah bervariasi. Hal ini menyebabkan
munculnya klasifikasi angina pektoris. Beberapa asosiasi telah
mengklasifikasikan angina pektoris berdasarkan pola varian angina, tingkat
keadaan klinis pasien, serta status pengobatan pasien. Klasifikasi angina
pektoris digunakan untuk menentukan beratnya keadaan pasien,

20
kemungkinan penyebab angina pektoris, hingga prognosis pasien
berdasarkan keadaan klinis pasien. 5,6,12
Berdasarkan pola varian angina, angina pektoris diketahui memiliki
tiga varian utama, yaitu angina tipikal (stabil), angina Prinzmetal, dan
angina pektoris tak stabil. Angina pektoris tipikal atau stabil mengacu pada
nyeri dada episodik saat pasien beraktivitas atau mengalami bentuk stres
lainnya. Nyeri biasanya diungkapkan sebagai sensasi seperti ditekan atau
diremas, yang dirasakan di daerah substernum dan dapat menyebar ke
lengan kiri. Angina pektoris biasanya disebabkan oleh penyempitan
aterosklerotik yang menetap dan menutupi sekitar 75% lumen atau lebih.
Keadaan tersebut dapat terjadi pada satu atau lebih arteria koronaria. Derajat
obstruksi seperti ini atau dikenal sebagai stenosis kritis, menyebabkan
kebutuhan oksigen miokardium hanya dapat terpenuhi pada keadaan basal,
tetapi tidak dapat terpenuhi apabila terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktivitas seperti olah raga atau kondisi lain yang
menyebabkan stres pada jantung. Nyeri biasanya mereda dengan istirahat
(penurunan kebutuhan) atau dengan pemberian nitrogliserin yang
merupakan vasodilator. Vasodilator ini mengurangi darah vena yang
mengalir ke jantung sehingga dapat menurunkan beban kerja jantung. Selain
itu, dalam dosis yang lebih besar, obat ini dapat meningkatkan aliran darah
ke miokardium melalui proses vasodilatasi arteri koroner.5
Angina Prinzmetal merupakan varian angina yang mengacu pada
angina yang terjadi pada saat istirahat hingga menyebabkan pasien
terbangun dari tidurnya. Pemeriksaan angiografik memperlihatkan bahwa
angina Prinzmetal berkaitan dengan spasme arteria koronaria yang dapat
terjadi di dekat suatu plak aterosklerotik atau mengenai pembuluh darah
normal. Penyebab dan mekanisme spasme semacam ini belum jelas, tetapi
keadaan ini menunjukan adanya respon terhadap pemberian vasodilator.
Angina varian ini berbeda dari vasospasme yang terjadi di tempat ruptur
plak.5

21
Angina pektoris tak stabil, atau yang dikenal juga sebagai angina
kresendo, ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya semakin lama
semakin meningkat. Serangan angina ini lebih intens dan berlangsung lebih
lama daripada episode angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan
tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel
sehingga kadang-kadang disebut dengan angina prainfark. Pada sebagian
besar pasien, angina ini dipicu oleh perubahan akut pada plak disertai
dengan adanya trombosis parsial, embolisasi distal trombus, atau
vasospasme pembuluh darah.5
Selain berdasarkan variasi dan pola nyeri, angina pektoris juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya. Salah satu sistem
klasifikasi angina pektoris adalah klasifikasi yang disusun oleh Canadian
Cardiovascular Society. Berikut adalah klasifikasi angina pektoris
berdasarkan Canadian Cardiovascular Society.12
Tabel 1. Klasifikasi Angina Pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular
Society12
Kelas Deskripsi
Kelas I Aktivitas biasa seperti berjalan atau menaiki tangga, tidak menyebabkan
angina. Angina muncul dengan aktivitas berat atau aktivitas fisik yang
sangat cepat dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
Kelas II Sedikit keterbatasan aktivitas fisik pada kegiatan biasa. Berjalan atau
menaiki tangga secara cepat, berjalan menanjak, berjalan atau menaiki
tangga setelah makan, atau pada saat cuaca dingin, berangin, atau dalam
keadaan stres emosional, atau hanya selama beberapa jam setelah bangun.
Berjalan lebih dari dua blok dan menaiki lebih dari satu buah tangga dalam
kondisi normal dan kecepatan yang normal.
Kelas III Keterbatasan bermakna dalam aktivitas fisik biasa. Berjalan satu atau dua
blok dan menaiki satu buah tangga dalam kondisi normal dan kecepatan
normal.
Kelas IV Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas fisik apapun tanpa merasa tidak
nyaman, sindrom angina dapat muncul pada saat istirahat.

22
Angina pektoris juga dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan
klinis pada saat pasien datang berobat. Klasifikasi ini terutama digunakan
pada angina tak stabil. Klasifikasi angina pektoris berdasarkan keadaan
klinis adalah sebagai berikut: 6
 Kelas A. Angina sekunder, yaitu angina pektoris yang terjadi karena
adanya penyakit selain kelainan pada kardiak seperti anemia, infeksi,
atau febris.
 Kelas B. Angina primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
 Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan: 6
 Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.
Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar.
 Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan
yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor
risiko konvensional dan faktor risiko yang berhubungan dengan proses
aterotrombosis. Faktor risiko yang berkaitan dengan aterotrombosis atau
aterosklerosis antara lain adanya riwayat keluarga akan penyakit jantung
koroner, merokok, hipertensi sistemik, hiperkolesterolemia, diabetes
melitus, aktifitas fisik, obesitas, tekanan mental, serta depresi. Sedangkan
beberapa faktor lain yang berhubungan dengan aterotrombosis antara lain
adalah hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan kadar CRP, homosistein,
lipoprotein(a), inhibitor aktivator plasminogen, fibrinogen, trigliserida, atau
kadar HDL yang rendah.8,13,14
Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis
yang tak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga.
Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya

23
mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor
aterotrombosis. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih berisiko
mengalami penyakit jantung. Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit
jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen. Esterogen mempengaruhi regulasi kolesterol yaitu secara total
menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh, meningkatkan kadar HDL, dan
menurunkan kadar LDL. 14,15
Faktor-faktor risiko lain merupakan faktor-faktor yang masih dapat
diubah. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah peningkatan kadar lipid
serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, diet tinggi lemak
jenuh, kadar kolesterol yang tinggi, dan asupan kalori yang tinggi . 16
Penyakit jantung koroner umumnya terjadi pada pasien dengan usia di
atas 40 tahun. Walaupun begitu, pasien dengan usia yang lebih muda dari 40
tahun juga dapat menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah
menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefinisikan pasien usia
muda pada penyakit jantung koroner atau infark miokard akut.17
Faktor risiko berikutnya adalah sindrom metabolik yaitu terjadi
peningkatan risiko mengalami aterosklerosis pada arteri koronaria dan
stroke sebesar 3 kali lipat lebih sering dibanding orang-orang tanpa sindrom
metabolik. Sindrom metabolik adalah keadaan yang ditandai dengan adanya
hiperinsulinemia (kadar glukosa puasa > 99mg/dl), obesitas sentral (lingkar
perut > 90 cm pada laki-laki dan > 80 cm pada perempuan), kadar HDL
yang rendah (< 40mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk perempuan),
hipertrigliseridemia (>150 mg/dl), dan hipertensi (≥130/85 mmHg).8
Selain faktor risiko, terdapat faktor yang memicu munculnya angina
pektoris. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah adanya anemia berat,
demam, takiaritmia, katekolamin, stres emosional, dan hipertiroid. Keadaan-
keadaan tersebut menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen
miokardium sehingga dapat menimbulkan angina pektoris.8

24
2.5 Manifestasi Klinis
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik tertentu: 4
 Lokasi nyeri pada angina pektoris biasanya di dada, substernal atau
di bagian dada sedikit lebih ke kiri, diseertai dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian
ulnar, punggung pundak kiri.
 Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih benda berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau
dari bawah diafragma, nyeri seperti dada yang diremas-remas.
Pasien juga dapat menggambarkan rasa nyeri seolah-olah dada akan
pecah. Nyeri yang berat biasanya disertai dengan keringat dingin
dan sesak napas serta perasaan takut. Nyeri pada angina pektoris
bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-tusuk atau diiris, dan
bukan pula nyeri yang melilit. Tidak jarang pasien mengatakan
bahwa ia hanya merasa tidak nyaman di dadanya. Nyeri
berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, akan tetapi
nyeri ini tak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau
perubahan posisi dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri biasanya dapat
dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
 Kuantitas nyeri untuk angina yang pertama sekali timbul biasanya
cukup berat dan berlangsung selama beberapa menit hingga kurang
dari 2l menit. Bila berlangsung lebih dari 20 menit dan berat maka
harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina
pektoris) atau UAP yang merupakan bagian dari sindrom koroner
akut atau acute coronary syndrome (ACS). Nyeri angina pektoris
dapat dihilangkan dengan mengkonsumsi nitrogliserin sublingual
dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri angina tidak
berlangsung terus menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang
dapat mengalami perubahan baik semakin bertambah atau semakin

25
berkurang. Nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang hari,
bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.

Keluhan angina dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu angina tipikal
dan angina atipikal. Angina tipikal digambarkan sebagai rasa tertekan atau
tertindih benda berat di daerah retrosternal dan dapat menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini
dapat berlangsung secara intermiten dan bertahan selama beberapa menit
atau menetap namun kurang dari 20 menit. Keluhan angina tipikal sering
disertai keluhan penyerta seperti diaforesis, mual atau muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, atau penurunan kesadaran.18
Presentasi angina atipikal dapat muncul pada saat istirahat dengan
gambaran klinis yang sering dijumpai antara lain adalah adanya sensasi
nyeri berat yang muncul di daerah penjalaran angina tipikal seperti di dagu,
bahu, ulu hati, atau lengan kiri. Gambaran angina atipikal lainnya adalah
rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang muncul tiba-tiba
dan tidak dapat diterangkan penyebabnya, atau munculnya rasa lemah
secara mendadak. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien
usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita
diabetes, gagal ginjal kronis, atau demensia. Angina atipikal perlu dicurigai
sebagai angina ekuivalen bila kemunculannya berhubungan dengan aktivitas
dan terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner.18
Selain berasal dari jantung, nyeri dada juga dapat muncul akibat
kelainan organ selain jantung. Nyeri dada yang bukan berasal dari adanya
iskemia miokard memiliki karakteristik tersendiri dan biasa disebut juga
sebagai nyeri dada nonkardiak. Karakteristik nyeri nonkardiak tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut.18
1. Nyeri pleuritik adalah suatu nyeri digambarkan sebagai nyeri tajam
dan berhubungan dengan gerakan pada saat respirasi atau batuk
2. Nyeri yang terlokalisir di abdomen tengah atau bawah

26
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
Berikut adalah beberapa penyebab nyeri dada yang dibedakan dari
penyebab kardiak dan penyebab nonkardiak disertai dengan beberapa
karakteristik klinis dari masing-masing nyeri dada.7
Tabel 2. Klasifikasi Penyebab Nyeri Dada7

Penyebab Kardiak Penyebab Non-Kardiak


Infark miokard yang ditandai dengan nyeri yang Gangguan esofagus seperti gastroesofageal
menetap biasanya bertahan lebih dari 20 menit. refluks digambarkan sebagai suatu nyeri
Dapat disertai dengan mual dan muntah. pada ulu hati dengan sensasi nyeri
terutama seperti terbakar.
Angina Pintzmetal adalah nyeri dada yang terjadi Nyeri muskuloskeletal seperti
karena adanya vasospasme arteri koronaria. kostokondritis yang ditandai dengan
Nyeri tidak dipicu oleh peningkatan aktivitas adanya nyeri yang terlokalisir dan
jantung dan berkaitan dengan EKG yang ditimbulkan dengan palpasi/perabaan.
abnormal.
Angina tidak stabil adalah suatu angina dengan Penyebab psikologis seperti serangan
frekuensi yang bertambah sering, adanya angina panik, dan ansietas
pada saat istirahat atau serangan angina yang
berat dengan episode yang lama.
Nyeri perikardial misalnya perikarditis ditandai Nyeri pleura seperti infeksi, embolisme
dengan nyeri yang dipengaruhi dengan paru, tumor, ditandai dengan nyeri tajam
pernafasan dan perubahan posisi yang dipengaruhi pergerakan pernapasan.

2.6 Patofisiologi
Iskemia miokard terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan antara
suplai oksigen yang berasal dari aliran darah di arteri koronaria dan
kebutuhan oksigen miokard. Determinan utama untuk kebutuhan oksigen
miokard adalah denyut jantung, kontraktilitas miokard, dan tegangan
dinding miokardi. Suplai oksigen yang cukup terhadap miokard
membutuhkan kadar aliran darah arteri koroner yang mencukupi serta

27
kapasitas pembawa oksigen darah yang baik dan ditentukan oleh kadar
oksigen, fungsi paru, dan konsentrasi serta fungsi hemoglobin.
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ini menyebabkan
perubahan metabolisme sel miokard dari aerob menjadi anaerob disertai
dengan gangguan fungsi metabolik, mekanik, dan elektrik jantung yang
progresif. Nyeri angina pektoris muncul sebagai hasil dari stimulasi ujung
saraf aferen secara mekanikal dan kimia yang terdapat pada pembuluh darah
koroner dan miokard. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mediator
nyeri pada angina pektoris yang paling memungkinkan adalah adenosin.
Selama iskemia ATP dipecah menjadi adenosin yang menyebabkan nyeri
angina dan dilatasi arteriol. Adenosin menyebabkan nyeri angina dengan
cara menstimulasi reseptor A1 pada ujung saraf aferen.2,8

Aktivitas metabolik dan kebutuhan oksigen miokard ditentukan oleh


denyut jantung, keadaan inotropik miokard, dan tegangan dinding miokard.
Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas jantung menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen baik pada preload maupun afterload serta
menyebabkan peningkatan tegangan dinding miokard secara proporsional
sehingga secara keseluruhan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Suplai oksigen terhadap semua organ ditentukan oleh kemampuan
ekstraksi oksigen dan lancar tidaknya aliran darah. Pada arteri koronaria,
saturasi oksigen saat istirahat sangatlah rendah yaitu hanya sebesar 30%,
sedangkan miokardium memiliki kemampuan yang terbatas untuk
mengekstraksi oksigen terutama saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
seperti pada saat berolah raga. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard harus disertai dengan
peningkatan aliran darah arteri koronaria secara proporsional. Kemampuan
peningkatan aliran darah koroner pada saat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard ini disebut dengan coronary flow reserve (CFR). Pada orang yang
sehat, kemampuan dilatasi arteri koronaria dan aliran darah pada keadaan
aktivitas adalah sebesar 4-6 kali lebih besar dibandingkan pada saat

28
istirahat. CFR bergantung pada resistensi arteri koronaria, resistensi
ekstravaskular, dan komposisi darah.2,8

Darah di arteri koroner mengalir selama fase diastol dan terjadi secara
bertahap. Sekitar 75% total tahanan alirah darah terjadi pada tiga arteri,
yaitu arteri epikardial besar (R1), pembuluh darah prearteriolar (R2), dan
pembuluh darah kapiler arteriolar dan intramiokardial (R3). Sirkulasi
koroner normal didominasi dan dikendalikan oleh kebutuhan oksigen
jantung dan dipenuhi dengan adanya kemampuan pembuluh darah koroner
untuk mengatur resistensinya. Resistensi pembuluh darah intramiokardial
dapat diatur sedemikian rupa karena adanya kemampuan berdilatasi yang
bermakna melalui suatu proses autoregulasi dan regulasi metabolik.2

Berkurangnya ukuran lumen arteri koroner karena aterosklerosis


membatasi kemampuan peningkatan aliran darah arteri koroner saat
kebutuhan oksigen miokard meningkat. Ketika ukuran lumen menjadi
sangat sempit, perfusi dalam keadaan basal juga berkurang. Selain
aterosklerosis, penyempitan lumen arteri juga dapat terjadi oleh karena
adanya spasme pembuluh darah, trombus arteri, emboli pada arteri koroner
atau penyempitan ostium oleh karena adanya aortitis. Iskemia miokard akan
terjadi bila kebutuhan oksigen meningkat secara bermakna namun aliran
darah koroner terbatas. Peningkatan kebutuhan oksigen bermakna yang
menetap dapat ditemukan pada keadaan hipertrofi ventrikel kiri berat karena
adanya stenosis aorta. Berkurangnya kapasitas pembawa oksigen dalam
darah juga dapat menyebabkan iskemia miokard akan tetapi hal ini jarang
terjadi. 2

Tidak jarang dua atau lebih penyebab iskemia ditemukan pada satu
pasien seperti peningkatan kebutuhan oksigen karena adanya hipertrofi
ventrikel kiri akibat hipertensi dan berkurangnya suplai oksigen karena
adanya aterosklerosis koroner dan anemia. Konstriksi abnormal atau
kegagalan dilatasi pembuluh darah koroner secara normal juga dapat
menyebabkan iskemia yang disebut sebagai angina mikrovaskular. 2

29
Aterosklerosis pada manusia biasanya terjadi dalam jangka waktu
yang panjang, pada umumnya berlangsung berpuluh-puluh tahun.
Pertumbuhan plak aterosklerosis kemungkinan tidak terjadi secara terus-
menerus namun secara bertahap dan pada suatu saat secara tiba-tiba akan
menimbulkan manifestasi klinis.2

Berdasarkan hasil penelitian eksperimental pada hewan dan manusia,


aterosklerosis diduga diawali dengan lesi fatty streak yang terbentuk oleh
penumpukan lokal lipoprotein di dalam tunika intima. Keadaan
hiperkolesterolemia akan memicu pengumpulan kolesterol di tunika intima
karena adanya kontak langsung antara tunica intima dengan darah yang
mengandung banyak kolesterol. Kolesterol yang diduga memiliki peranan
besar dalam aterosklerosis adalah Low-density lipoprotein (LDL) yang
memiliki apolipoprotein B. Lipoprotein dapat berkumpul di lapisan intima
karena memiliki kemampuan untuk berikatan dengan matriks ekstraselular
sehingga partikel kaya lipid menetap lebih lama di dinding arteri.
Lipoprotein yang terkumpul di ruang ekstraselular lapisan intima arteri
selanjutnya akan berikatan dengan proteoglikan yang terdapat di matriks
ekstraselular.2

Gambar 3. Aterosklerosis2

Sekuestrasi pada intima memisahkan lipoprotrein dari beberapa


antioksidan plasma dan lipoprotein kemudian mengalami modifikasi
oksidatif. Lipoprotein yang telah termodifikasi ini dapat memicu respon
inflamasi pemicu sinyal pembentukan lesi. Selain adanya lipoprotein,
ekspresi berlebihan molekul adhesi leukosit akan memanggil monosit ke

30
lokasi lesi arteri dan selanjutnya akan menyebabkan perlekatan sel darah
putih yang kemudian juga akan bermigrasi ke tunika intima. Arah migrasi
leukosit bergantung pada faktor kemoatraktan, termasuk partikel lipoprotein
yang termodifikasi dan sitokin kemoatraktan seperti kemoatraktan makrofag
yang dihasilkan oleh dinding sel pembuluh darah. Leukosit pada fatty streak
dapat membelah diri dan menyebabkan ekspresi berlebihan dari reseptor
scavenger. 2
Fagosit mononuklear (lipid-laden makrofag) akan memakan lipid dan
menjadi foam cells, yang digambarkan dengan sitoplasma dengan titik-titik
lipid. Dengan fatty streak yang berkembang menjadi lesi aterosklerotik yang
lebih kompleks, otot polos bermigrasi dari tunika media melalui membran
elastik interna dan berakumulasi di dalam intima yang semakin lama
semakin bertambah besar dan kemudian melapisi matriks ekstraselular dan
membentuk tumpukan dan mempersempit lumen pembuluh darah.
Perlekatan monosit pada endotelium, migrasi ke intima, dan maturasi dari
makrofag lipid laden menggambarkan tahapan utama pembentukan fatty
streak sebagai prekursor plak aterosklerosis.2
Beberapa lipid-laden makrofag akan meninggalkan dinding arteri dan
membawa lipid keluar. Akumulasi lipid dan pembentukan ateroma terjadi
bila jumlah lipid yang memasuki dinding arteri melebihi lipid yang dibuang
,baik oleh fagosit atau melalui jalur lain. Beberapa lipid-laden foam cells di
dalam lesi intima menghilang dan beberapa mati karena apoptosis.
Kematian ini akan menyebabkan pembentukan inti kaya lipid, disebut juga
sebagai inti nekrotik. Kesulitan dalam pembersihan sel lipid yang telah mati
mempercepat proses pembentukan inti lipid. Akumulasi makrofag lipid
laden dan penumpukan jaringan fibrous yang terbentuk dari matriks
ekstraselular memperparah pertumbuhan lesi aterosklerosis.2
Proliferasi dan migrasi sel otot polos dipicu oleh berbagai faktor
pertumbuhan dan sitokin seperti IL-1, TNF, platelet-derived growth factor
(PDGF), fibrblast growth factor, dan lain sebagainya. Berbagai perubahan
pada sel otot polos ini dapat mempercepat transformasi dari lesi fatty streak

31
menjadi lesi yang kaya sel otot polos fibrosa dan matriks ekstraselular.
Selain faktor-faktor tersebut, mediator yang diproduksi secara lokal, produk
koagulasi darah dan trombosis juga berperan dalam perkembangan
ateroma.2
Pembentukan fatty streak bermula di bawah endotelium yang secara
morfologi intak, akan tetapi pada tahap selanjutnya akan terbentuk goresan
pada integritas endotelium. Mikrotrombus yang kaya akan platelet dapat
terbentuk pada lokasi ini dan terpapar dengan matriks ekstraseluler
trombogenik tang terdapat di bawah membran dasar. Platelet yang aktif
melepaskan berbagai faktor yang memicu respon fibrosis. Selain itu trombin
juga dapat mengaktivasi reseptor protease yang dapat memicu migrasi,
proliferasi otot polos dan produksi matriks ekstraselular.2
Angina pektoris salah satu keadaan yang merupakan manifestasi akut
dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini
berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrous
yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat lumen pembuluh
darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli
yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu, terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama sekitar 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis atau
infark miokard. Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi
yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung atau miokard. Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning
setelah iskemia hilang, distritmia dan remodeling ventrikel menyebabkan
perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel. Sebagian pasien SKA tidak

32
mengalami ruptur plak. SKA dapat pula terjadi karena obstruksi dinamis
akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial atau Angina Prinzmetal.
Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau stenosis berulang setelah tindakan
Percutaneus Coronary Intervention (PCI). Beberapa faktor ekstrinsik,
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.18

2.7 Penegakan Diagnosis


Anamnesis

Angina dicurigai pada penderita dengan keluhan nyeri dada dengan


sensasi terhimpit, berat, atau tumpul di retrosternal atau bagian dada sebelah
kiri dan dapat menjalar ke lengan kiri, leher, dagu, atau punggung. Nyeri
dada dapat dihubungkan dengan aktivitas atau stress emosional dan
berkurang dalam beberapa menit dengan istirahat. Perempuan dan orang
usia lanjut lebih sering menunjukkan gejala angina atipikal berupa sesak
napas, mual, atau bersendawa. Nyeri angina biasanya tidak tajam atau
menusuk atau dipengaruhi dengan pernapasan. Antasida dan analgesik
sederhana tidak mengurangi keluhan.7

Pada angina pektoris stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat,
sekalipun tidak termasuk UAP berangsur-angsur turun kuantitas dan
intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya
beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau
lebih berat dari sehari-harinya). Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya
bahkan berkurang terus sampai akhirnya menghilang. yaitu menjadi
asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat terlihat
misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai silent
iskhemia sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi

33
asimtomatik, EKG istirahat dapat menunjukan gambaran yang normal, dan
gambaran iskemia hanya akan terlihat pada stres tes.4

Pemeriksaan Fisis

Tak ada hal-hal yang spesifik pada pemeriksaan fisik. Sering


pemeriksaan fisis normal pada kebanyakan pasien. Mungkin pemeriksaan
fisis yang dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia,
gallop bahkan murmug split S2 paradoksal, ronki basah dibagian basal paru,
yang menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Penemuan adanya
tanda-tanda aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A. Carotis, aneurisma
abdominal, nadi dorsum pedis atau tibialis posterior tidak teraba, penyakit
valvular karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH, xantoma, kelainan
fundus mata dan lain lain, tentu amat membantu. 4

Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan lab yang dapat dilakukan di antaranya adalah


pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit dan pemeriksaan terhadap
faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi
akut bila diperlukan. Selain itu, bila nyeri dada cukup berat dan lama, dapat
dilakukan pemeriksaan enzim CK/CKMB, CRP/hs CRR troponin. Bila
nyeri dada tidak mirip suatu UAP maka tidak semuanya pemeriksaan-
pemeriksaan ini diperlukan. 4

Pemeriksaan menggunakan elektrokardiografi (EKG) 12 lead


sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang dicurigai mengalami angina.
EKG 12 lead tidak menyingkirkan diagnosis penyakit jantung koroner. EKG
istirahat yang abnormal meningkatkan kemungkinan pasien mengalami
penyakit jantung koroner, namun tidak mengindikasikan keparahan penyakit
jantung koroner obstruktif. EKG 12 lead dapat menunjukkan keberadaan
fibrilasi atrium atau hipertrofi ventrikuler. Interpretasi EKG istirahat atau
aktivitas bergantung kepada operator. 19

34
Kelainan EKG hanya ditemukan pada 50% penderita. Gambaran yang
khas adalah perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia miokardium. Akan
tetapi perubahan-perubahan lain ke arah faktor risiko seperti LVH dan
adanya Q abnormal, sangat berarti untuk diagnostik. Gambaran EKG
lainnya tidak khas seperti aritmia, BBB, bifasikular atau trifasikular blok,
dan sebaginya. EKG istirahat waktu sedang nyeri dada dapat menambah
kemungkinan ditemukannya kelainan yang sesuai dengan iskemia sampai
50% lagi, walaupun EKG istirahat masih normal. Depresi ST-T I mm atau
lebih merupakan pertanda iskemia yang spesifik, sedangkan perubahan-
perubahan lainnya seperti takikardia, BBB, blok fasikular dan lain-lain,
apalagi yang kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula untuk
iskemia.4

Cabang arteri koroner beserta area anatomis perdarahannya yang


dapat diamati melalui pemeriksaan EKG di antaranya adalah sebagai
berikut:20

Tabel 3. Cabang Arteri Koroner20


Area Anatomis Arteri Koroner Sadapan EKG
Septum LAD posterior V1-V2
Anterior LAD V3-V4
Apeks LAD distal, LCX, atau RCA V5-V6
Lateral LCX I, aVL
Inferior RCA (85%), LCX (15%) II,III, aVF
Ventrikel kanan RCA proksimal V1-V2 dan V4R
Posterior RCA atau LCX ST1 di V7-V9
Keterangan: LAD, left anterior descending; LCX, left circumflex; LDX, left
descending circumflex; RCA, right coronary artery

Exercise tolerance testing (ETT) biasanya dilakukan terhadap


sebagian besar pasien yang dicurigai angina, dan dikenal juga sebagai
exercise ECG atau stress ECG. Latihan biasanya dilakukan dengan
menggunakan treadmill atau sepeda statis dan bisa tidak cocok untuk pasien
dengan mobilitas yang buruk, penyakit arteri perifer atau keterbatasan

35
kondisi respirasi atau muskuloskeletal. Adanya ETT abnomal menunjukkan
diperlukan investigasi lebih lanjut. 19

Kontra indikasi ETT di antaranya adalah IMA kurang dari 2 hari,


aritmia berat dengan hemodinamik terganggu, gagal jantung dengan
manifestasi klinis, emboli paru dan infark paru, perikarditis dan miokarditis
akut, diseksi aorta. Sedangkan kontra indikasi relatif ETT adalah stenosis
Left Main Artery (LMA), stenosis aorta sedang atau obstruksi outflow
lainnya, elektrolit abnormal, hipertensi sistolik >200 dan diastolik >100 mm
Hg, bradiaritmia atau takiaritmia, kardiomiopati hipertrofik, UAP (kecuali
yang berisiko rendah dan sudah bebas nyeri), dan gangguan fisik yang
menyulitkan melakukan tes ini. Treadmill exercise memiliki sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing sebesar 68% ± 16% dan 77% ± 17%. Tes ini
sensitivitasnya lebih rendah dari stress test lainnya.4

Myocardial Perfusion Scintigraphy (MPS) dengan latihan atau stress


farmakologi merupakan metode investigasi yang akurat dan noninvasif yang
dapat diandalkan untuk memprediksi penyakit jantung koroner. MPS dapat
bermanfaat dalam test diagnosis awal pada pasien dengan abnormalitas
EKG sebelumnya, misalnya pada left bundle branch block atau pada pasien
yang tidak mampu melakukan latihan dan sebagai bagian dari stategi
diagnosis pada orang-orang yang berisiko rendah terkena penyakit jantung
koroner. Pemeriksaan ini juga bermanfaat terhadap perempuan yang
berisiko rendah terhadap penyakit jantung koroner namun berisiko tinggi
terhadap positif palsu pada pemeriksaan ETT dan pada pasien dengan
kemungkinan iskemia regional, seperti pada pasien sebelum menjalani
PCI.19

Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengidentifikasi keadaan alami penyakit, anatomi dan keparahan dari
penyakit jantung koroner. Pemeriksaan ini merupakan metode invasif dan
memiliki risiko kematian sekitar 0,1% pada prosedur elektif. Pemeriksaan
ini dilakukan oleh ahli kardiologi dan sebaiknya dilakukan terhadap pasien

36
dengan risiko tinggi atau terus mengalami gejala walaupun telah diberikan
penatalaksanaan dengan obat-obatan yang optimal dan mungkin
membutuhkan revaskularisasi. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan
informasi mengenai fungsi katup dan ventrikel kiri jantung. 19

Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada


pasien-pasien dengan Angina Pektoris Stabil kelas III-IV, pasien-pasien
dengan risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, atau pasien-
pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac
arrest. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung, pasien yang diketahui mempunyai disfungsi
ventrikel kiri dengan EF kurang dari 45% walaupun dengan angina kelas I-Il
dan pemeriksaan non invasif tidak menunjukkan risiko tinggi, serta pasien-
pasien yang tidak dapat ditentukan status koronernya dengan pemeriksaan
non invasif. Keterbatasan angiografi koroner di antaranya dalah tak dapat
menentukan perubahan fungsi miokardium berdasarkan stenosis koroner
yang ada dan insensitif terhadap adanya trombus. Selain itu, pemeriksaan ini
juga tidak dapat menunjukan plak sklerosis yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi UAP.4

Foto toraks merupakan sutau pemeriksaan yang digunakan untuk


melihat kemungkinan adanya kalsifikasi koroner ataupun katup jantung,
tanda-tanda lain, misalnya pasien yang juga menderita gagal jantung,
penyakit jantung katup, perikarditis, dan anurisma dissekan, serta pasien
pasien yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru paru.4

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat untuk


menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada sedang
berlangsung. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menganalisis fungsi
miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien Angina Pektoris
stabil kronik atau bila telah pernah infark jantung sebelumnya, namun
pemeriksaan ini tidak dapat memperlihatkan iskemia yang baru terjadi. Bila
ekokardiografi dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan

37
angina, mungkin dapat terlihat adanya segmen miokardium yang mengalami
disfungsi karena iskemia akut. Segmen ini akan pulih lagi setelah hilangnya
iskemia akut.4

Kuantitas iskemia dapat diperlihatkan dengan sistem skor. Bila


daerah disfungsi iskemik itu sukar terlihat, maka sensitivitas dapat ditambah
dengan memakai alat echo yang menggunakan harmonic imaging atau dapat
dipakai juga echo kontras memakai gelembung-gelembung mlkro (micro
bubbles) yang terjadi waktu injeksi IV larutan kontras. Pada saat terjadi
iskemia dapat timbul MR, yang dapat diperlihatkan pula dengan echo
4
doppler. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah peningkatan
biomarka jantung. Beberapa perubahan biomarka jantung yang dapat
ditemukan pada keadaan sindrom koroner akut adalah sebagai berikut:20

Tabel 4. Biomarka Jantung


Marker/Penanda Mulai Kadar puncak Kembali
meningkat normal
Mioglobin 1-4 jam 6-7 jam 24 jam
Creatinine kinase MB (CKMB) 3-12 jam 24 jam 48-72 jam
Troponin I 3-12 jam 24 jam 5-10 hari
Troponin T 3-12 jam 12 jam – 2 hari 5-14 hari
Lactate dehydrogenase (LDH) 10 jam 24-48 jam 10-14 hari

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) dan troponin I/T merupakan biomarka


akan adanya nekrosis miosit jantung yang digunakan untuk diagnosis infark
miokard. Adanya peningkatan biomarka jantung menunjukkan adanya
nekrosis miosit namun tidak dapat menunjukan penyebab dari nekrosis
tersebut. Troponin I/T memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari
CK-MB. Peningkatan biomarka ini dapat juga disebabkan oleh hal lain
selain nekrosis miosit jantung, misalnya penyebab peningkatan Troponin I/T
oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner di antaranya adalah takiaritmia,
trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan
kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit

38
neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada kelainan ginjal, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T. Waktu paruh yang singkat pada CK-MB
menyebabkan biomarka ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis
infark dini, infark berulang, maupun infark periprosedural.18
Pemeriksaan baru lainnya yang dapat digunakan untuk penegakan
diagnosis adanya iskemia atau infark miokard di antaranya adalah, magnetic
resonance perfusion imaging (MRI) dan multislice computed tomography
(CT).19

2.8 Diagnosis Banding


Terdapat beberapa penyakit yang dapat bermanifestasi klinis dengan
keluhan nyeri dada. Nyeri dada dapat disebabkan oleh berbagai sistem organ, baik
dari sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinal, hingga masalah psikologis.
Diagnosis banding terhadap keluhan nyeri dada adalah sebagai berikut:19

39
Tabel 5. Diagnosis Banding Nyeri Dada20
Kondisi Durasi Kualitas Lokasi
Angina ≥ 2 menit dan ≤10 menit Tertekan, Retrosternal, kadang menjalar ke
tertindih benda leher, rahang bawah, bahu, lengan kiri
berat, terbakar
Angina tidak 10-20 menit Seperti angina Seperti angina
stabil namun lebih berat
Infark Bervariasi, kadang ≥ 30 Seperti angina Seperti angina
miokardial akut menit namun lebih berat
Stenosis aorta Seperti angina, episode Seperti angina Seoerti angina
berulang
Perikarditis Hitungan jam hingga hari, Tajam Retrosternal atau di apeks jantung,
bersifat episodik dapat menjalar ke bahu kiri
Diseksi aorta Muncul mendadak, nyeri Sensasi di robek, Dada anteriror, kadang menjalar ke
sangat berat diiris pisau pungggung antara tulang selangka
Emboli Muncul mendadak, Pleuritik Kadang lateral, tergantung lokasi
pulmonal beberapa menit hingga emboli
jam
Hipertensi Bervariasi Tertekan Substernal
pulmonal
Pneumonia atau Bervariasi Pleuritik Unilateral kadang terlokalisir
pleuritis
Pneumothoraks Awitan mendadak, Pleuritik Sisi lateral sesuai lokasi
spontan beberapa jam pneumothoraks
Refluks 10-60 menit Terbakar Substernal, epigastrium
esofageal
Spasme 2-30 menit Tertekan, terbakar Retrosternal
esofageal
Ulkus peptikum Berkepanjangan Terbakar Epigastrium, substernal
Penyakit Berkepanjangan Terbakar, tertekan Epigastrium, kuadran kanan atas,
kandung substernal
empedu
Kelainan Bervariasi Terasa pegal Bervariasi
muskuloskeletal
Herpes zooster Bervariasi Tajam atau Distribusi dermatomal
terbakar
Kondisi psikis Bervariasi Bervariasi Bervariasi, kadang-kadang retrosternal
dan emosional

40
Perbedaan-perbedaan lain yang dapat ditemukan antara angina
pektoris stabil, dan sindrom koroner akut yang dapat dibagi lagi menjadi
angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI adalah sebagai berikut:4,20

Tabel 6. Perbedaan antara Angina Pektoris Stabil, UAP, NSTEMI dan


STEMI.4,2

Angina Pektoris Stabil Angina NSTEMI STEMI


Pektoris Tidak
Stabil
Kelainan Klinis
Nyeri tumpul seperti rasa Angina saat istirahat, durasi ≥ 20 Presentasi klinis menyerupai
tertindih/berat di dada, rasa menit; atau SKA pada umumnya. Namun,
desakan yang kuat dari dalam Angina pertama kali hingga kadang pasien datang dengan
atau dari bawah diafragma, aktivitas fisik menjadi sangat gejala atipikal nyeri pada
seperti diremas-remas atau dada terbatas; atau lengan atau bahu, sesak napas
mau pecah dan biasanya pada Angina progresif: pasien dengan akut, pingsan, atau aritmia.
keadaan yang berat disertai angina stabil terjadi perburukan: Pasien dengan STEMI
keringat dingin dan sesak napas. frekuensi lebih sering, durasi lama, biasanya telah memiliki
Nyeri berhubungan dengan muncul dengan aktivitas ringan. riwayat angina atau PJK usia
aktivitas, hilang dengan Angina pada SKA sering disertai lanjut, dan kebanyakan laki-
istirahat; tapi tak berhubungan keringat dingin (respon simpatis), laki
dengan gerakan pernapasan atau mual dan muntah (stimulasi vagal),
gerakan dada ke kiri dan serta rasa lemas. Pada populasi
kekanan. Nyeri dapat lanjut usia ( ≥ 75 tahun)
dipresipitasi oleh stres fisik perempuan, dan diabetes kadang
ataupun emosional. tidak khas.
Nyeri yang pertama sekali
timbul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang
dari 2l menit.
Lokasi: di dada, substernal atau

41
sedikit di kirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang,
bahu kiri sampai dengan lengan
dan jari-jari bagian ulnar,
punggung pundak kiri
Pemeriksaan Fisik
Tak ada hal-hal yang Sering kali normal, pada beberapa Penilaian umum: kecemasan,
khusus/spesifik pada kasus dapat ditemui tanda-tanda sesak, keringat dingin, tanda
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kongesti dan instabilitas Levine⃰ , kadang normotensif
fisis yang dilakukan waktu nyeri hemodinamik. atau hipertensif. Pemeriksaan
dada dapat menemukan adanya fisis lainnya dapat berupa
aritmia, gallop bahkan murmug tanda perburukan gagal
split S2 paradoksal, ronki basah jantung. Klasifikasi Killip
dibagian basal paru, yang dapat digunakan untuk
menghilang lagi pada waktu mengevaluasi hemodinamik
nyeri sudah berhenti dan rognosis pasien dengan
SKA.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (10 menit pertama)
Perubahan ke arah faktor risiko Gambaran depresi segmen ST, Elevasi segmen ST≥0,1 mV,
seperti LVH dan adanya Q horizontal maupun downsloping, yang dihitung mulai dari titik J
abnormal. Gambaran EKG yang ≥0,05 mV pada dua atau lebih pada dua atau lebih sadapan
lainnya tidak khas seperti sadapan sesuai regio dinding sesuai regio dinding
aritmia, BBB, bi atau trifasikular ventrikelnya. dan/atau inversi ventrikelnya. namun lebih
blok, dan sebaginya. EKG saat gelombang T≥0,1mV pada dengan khusus pada sadapan V2-V3.
istirahat mungkin normal gelombang R prominen atau rasio Batasan elevasi menjadi
R/S<1. ≥0,2mV pada laki-laki usia
Pada keadaan tertentu EKG 12 ≥40 tahun; ≥0,25 mV pada
sadapan dapat normal, terutama laki-laki usia <40 tahun, atau
pada iskemia posterior (sadapan V7- ≥0,15 mV padaperempuan.
V8) atau ventrikel kanan (sadapan Perlu dicatat bahwa EKG pada
V3R-V4R) yang terisolasi. STEMI merupakan EKG yang
Dianjurkan pemeriksaan EKG berevolusi sehingga harus
serial setiap 6 jam untuk dipertimbangkan dalam

42
mendeteksi kondisi iskemia yang diagnostik.
dinamis.
Pemeriksaan Biomarka Jantung
Tidak ada peningkatan Troponin Tidak ada Peningkatan Peningkatan troponin T (untuk
T dan atau CKMB peningkatan troponin T diagnosis akut) dan/atau
Troponin T dan dan/atau CKMB CKMB (untuk diagnosis dan
atau CKMB (4-6 jam setelah melihat luas infark).
onset)
Keterangan: CKMB, creatinine kinase myoglobin; EKG: elektrokardiografi; SKA: Sindrom koroner akut;
STEMIL ST-elevated myocardial infarction.
⃰Tanda Levine: gambaran pasien yang mengepalkan tangan di atas dada karena nyeri angina pektoris.

2.9 Tatalaksana
Tujuan pengobatan terutama adalah rnencegah kematian dan
terjadinya serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah
mengontrol serangan angina sehingga rnemperbaiki kualitas hidup.4

Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non farmakologis seperti


penurunan BB dan lain-lain, termasuk terapi reperfusi dengan cara
intervensi atau bedah pintas (CABG). Bila ada 2 cara terapi yang sama
effektif mengontrol angina, maka yang dipilih adalah terapi yang terbukti
lebih efektif mengurangi serangan jantung dan mencegah kematian. Pada
stenosis LM misalnya, bedah pintas koroner lebih dipilih karena lebih
efektif mencegah kematian. Memang kebanyakan terapi farmakologis
adalah untuk segera mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup,
tetapi belakangan telah terbukti adanya terapi farmakologis yang mencegah
serangan jantung dan kematian juga, misalnya statin sebagai obat penurun
lemak darah. 4

Farmakologis 4

43
 Aspirin.
 Penyekat beta.
 Angiotensin converting enzyme, terutama bila disefiai hipertensi
atau disfungsi LV.
 Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDI pada pasien-pasien
dengan LDL > 130 mg/dl (target <100mg/ dl).
 Nitrogliserin semprot/sublingual untuk mengontrol angina.
 Antagonis kalsium atau nitrat jatgka panjang dan kombinasinya
untuk tambahan beta bloker apabila ada kontra indikasi penyekat
beta, atau efek samping tak dapat ditolerir atau gagal.
 Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
 Antagonis Ca nondihidropiridin long octing sebagai pengganti
penyekat beta untuk terapi permulaan. .

Terapi terhadap faktor risiko4

 Penurunan kolesterol LDL pada pasien yang jelas menderita PJK


atau amat dicurigai menderita PJK dengan LDL antara 100-129
mg/dl, dengan target LDL adalah di bawah 100 mg/dl. Ada
beberapa pilihan terapi untuk ini, yaitu:
 Gaya hidup atau dengan obat-obatan.
- Penurunan BB dan peningkatan latihan pada sindrom
metabolik.
- Pengobatan terhadap peninggian lipid lainnya atau faktor
risiko nonlipid lainnya; pemakaian asam nikotinat atau
asam fibrat untuk peninggian trigliserid atau HDL yang
rendah.
- Penurunan BB pada obesitas meskipun pasien tidak
menderita hipertensi, dislipidemia ataupun DM. .

Sudah disebutkan di atas bahwa dalam terapi APS ataupun PJK


asimtomatik, maka tujuan yang utama adalah pencegahan serangan jantung

44
(infark) dan kematian; setelah itu barulah menghilangkan gejala dan
perbaikan kualitas hidup Maka diantara obat-obatan ini yang berguna untuk
mengurangi angka kematian dan serangan jantung adalah aspirin, penurunan
kolesterol darah terutama dengan statin, penyekat beta dan ACE inhibitors.
Obat-obatan lainnya berguna untuk mengurangi angina dan merperbaiki
kualitas hidup. 4

Non Farmakologis

Di samping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnya


serangan angina misalnya, maka hal-hal yang telah disebut di atas seperti
perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan
BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain. Keadaan-keadaan ini,
termasuk pula perlunya pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang
disarankan dokter dan mengontrol faktor risiko, bila perlu mengikutsertakan
keluarganya dalam pengobatan pasien, dapat dimasukkan juga ke dalam
edukasi. 4

Reperfusi Miokardium

Reperfusi miokardium dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti


intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi
CABG. Terapi ini pun haruslah mengutamakan tujuan penurunan mortalitas
serta mengurangi serangan jantung akut, bukan hanya untuk mengurangi
gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Misalnya pasien APS/asimtomatik
dengan kelainan 1-2 pembuluh koroner, haruslah diberikan terapi
farmakologis yang intensif dulu sebelum dikatakan bahwa terapi yang
diberikan telah gagal; sedangkan pasien dengan kelainan pembuluh Left
Main Artery (LMA) sebaiknya langsung dilakukan reperfusi karena
memang terbukti menurunkan mortalitas.4

Keadaan-keadaan yang memerlukan reperfusi miokardium pada APS:


4

 Coronary artery bypass graft (CABG) pada stenosis LMA.

45
 Coronary artery bypass grart pada lesi 3 pembuluh terutama bila
ada disfungsi LV.
 Coronary artery bypass graft pada pasien lesi 2 pembuluh dan
proksimal LAD dan disfungsi LV atau terdapat iskemia pada tes
non invasif.
 Percutaneous coronary intervention pada pasien pasien dengan lesi
2 pembuluh dan proksimal LAD yang anatomis baik untuk PCI,
apalagi bila LV fungsi normal dan tidak diobati untuk DM.
 Percutaneous coronary intervention atau CABG pada pasien-
pasien dengan lesi I atau 2 pembuluh, tanpa proksimal LAD yang
bermakna, tetapi terdapat miokardium viable yang cukup luas atau
pada tes noninvasif termasuk risiko tinggi.
 Coronary artery bypass graft pada pasien-pasien dengan lesi 1-2
pembuluh tanpa proksimal LAD, yang pulih dari aritmia ventrikel
yang berat cardiac arrest.
 Percutaneous coronary intervention atau CABG pada pasien yang
sebelumnya sudah reperfusi PCI tapi mengalami restenosis,
sedangkan terdapat miokardium viable luas ataupun pada tes
noninvasif termasuk high risk
 Percutaneous coronary intervention atau CABG pada pasien-
pasien yang tak berhasil baik dengan terapi konservatif, sedangkan
reperfusi dapat dikerjakan dengan risiko cukup baik
 Reperfusi transmiokardial secara operatif dengan menggunakan
laser Terapi lain yang dapat dipertimbangkan pula pada pasien-
pasien APS atau asimtomatik PJK adalah:
o Pemberian hormon pengganti pada pasien perempuan
postmenopause, bila tak ada KI.
o Penurunan BB pada obesitas, sekalipun tak ada hipertensi,
DM dan hiperlipiemia.
o Terapi asam folat pada pasien dengan peninggian
homosistein.

46
o Suplemen vit E dan C.
o Identifikasi adanya depresi dan pengobatannya yang
adekuat.

Penatalaksanaan Lanjutan

Belum tersedia pedoman yang jelas mengenai evaluasi lanjutan


pasien-pasien APS dan asimtomatik PJK yang telah berhasil distabilkan
dengan pengobatan atau/ dilakukan terapi revaskularisasi. Hal yang lebih
dulu perlu dievaluasi antara lain adalah bagaimana keluhan-keluhan AP nya,
apakah bertambah lagi atau tetap stabil, apakah timbul tanda-tanda disfungsi
LV yang baru, apakah terapi yang ada dapat ditolerir dengan baik dan
bagaimana kontrol faktor risikonya serta adanya komorbid baru yang
memerlukan terapi tapi mengganggu stabilitas AP nya. Setelah anamnesis
yang teliti mengenai perubahan dan perkembangan gejala, maka
pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati serta perlu pula dinilai
mengenai adanya tanda-tanda gagal jantung, aritmia, perubahan-perubahan
pada pembuluh darah tepi lainnya, perubahan-perubahan pada jantung dan
lain-lain. Pemeriksaan laboratorium terutama ditujukan pada faktor risiko,
seperti gula darah dan glikosilat Hb pada DM, profil lipid, fungsi ginjal,dan
lain-lain. Profil lipid mula mula diperiksa 4-8 minggu, lalu tiap 4-6 bulan.
Dalam penatalaksanaan lanjutan (follow up) pasien pasien APS/asimtomatik
mungkin diperlukan lagi tes noninvasif, seperti direkomendasikan sebagai
berikut: 4

1. Foto toraks bila terdapat tanda-tanda CHF yang baru atau


pemburukannya.
2. Penilaian kembali fungsi sistolis LV ataupun analisa segmental LV
dengan cara echo ataupun radionuklir pada pasien-pasien dengan CHF
yang baru timbul maupun perburukannya ataupun timbulnya tanda-
tanda infark jantung.
3. Ekokardiografi pada pasien-pasien dengan tanda-tanda kelainan katup
yang baru atau perburukan keluhan katup yang ada.

47
Uji treadmill pada pasien-pasien yang belum dilakukan
revaskularisasi, yang menunjukkan perubahan-perubahan klinis yang cukup
berarti dan mampu melakukan stres tes dengan exercise, sedangkan pada
yang tak mampu melakukan exercise test dilakukan pemeriksaan radionuklir
dan tak menunjukkan perubahan-perubahan EKG seperti WPW, electrical
pacing rhytm dari ST depresi lebih dari I mm pada EKG istirahat.4

2.10 Komplikasi
Angina Pektoris dapat berkembang menjadi angina pektoris tidak
stabil, infark miokardiak baik NSTEMI maupun STEMI, gagal jantung,
hingga dapat berakibat kematian.8

Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu nyeri yang muncul lebih
lama dan lebih berat dibandingkan dengan angina pektoris stabil. Keadaan
ini muncul akibat adanya ruptur plak yang menyebabkan oklusi subtotal dari
arteri koronaria. Perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi
segmen ST (NSTEMI, non ST elevation myocardial infarction) ialah apakah
iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan
pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan
iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan
ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi
segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang
negatif.6

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika


aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada
plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri
ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi
lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami retak, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur

48
yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. STEMI dapat menyebabkan
adanya disfungsi ventrikel, gangguan hemodinamik, syok kardiogenik,
infark ventrikel kanan, Aritmia, ventrikel ekstrasistol, takikardia dan
fibrilasi ventrikel, dan lain sebagainya.21

2.11 Prognosis
Pasien yang tidak berhenti merokok walapun telah mengalami infark
miokard memiliki peningkatan risiko infark miokard berulang dan kematian
sebesar 22-47%.20 Sekitar setiap 25 detik, satu orang Amerika akan
mengalami kejadian koroner dan sekitar setiap 1 menit seseorang akan mati
karena keadaan ini. Penyakit jantung koroner menyebabkan 1 dari setiap
kematian di Amerika Serikat pada tahun 2005. Mortalitas penyakit jantung
koroner pada tahun 2005 adalah 445.687 (232.115 laki-laki dan 213.572
perempuan). Berdasarkan data mortalitas tahun 2005, hampir 2.400 orang
Amerika meninggal karena penyakit kardiovaskular setiap harinya dengan
rata-rata kematian 1 orang setiap 37 detik.22

49
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri sejak 2 minggu SMRS dan
memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti tertusuk sampai
kebelakang menjalar ke lengan dan leher kiri. Nyeri apabila aktifitas, nyeri
tidak berkurang jika pasien sedang beristirahat. Nyeri dada disertai dengan
keringat dingin. Sesak (-), sakit kepala (-), demam (-), batuk (+) hanya
sesekali. Nafsu makan biasa, BAK dan BAB seperti biasa tidak ada keluhan.
Riwayat darah tinggi tidak terkontrol. Pasien berobat ke RS swasta
kemudian dirujuk ke RSMH. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan marker jantung Tropinin (439 ng/L), dan CK-MB 26 U/L. Dari
anamnesis dapat dilihat nyeri dada, pada nyeri dada angina biasanya
nyerinya substernal saat aktivitas, dapat menjalar kelengan kiri, punggung,
rahang dan ulu hati. Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing
manis, kolesterol, darah tinggi, dan keturunan. Pemeriksaan fisik umumna
dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan atau komorbiditi. Pada
angina dapat didiagnosis banding dengan NSTEMI, STEMI, GERD. Pada
NSTEMI pada pemeriksaan EKG tidak ada elevasi segmen ST, ada
perubahan segmen ST atau gelombang T, terdapat peningkatan abnormal
enzim CK-MB dan/atau troponin. Dibutuhkan pemeriksaan penunjang
laboratorium, EKG serial, pemeriksaan enzim jantung serial, rontgen thorak.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis UAP dd/
NSTEMI. Untuk tatalaksana dapat diberikan aspilet 1x80-160 mg,
clopidogrel 1x75 mg,Isosorbide dinitrat tab 5 mg (bila nyeri dada), Nitrokaf
Retard 2 x 2,5 mg, Lansoprazol 1 x 1 tab.
Untuk diagnosis dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan
penunjang, dari anamnesis dibedakan terlebih dahulu antara nyeri dada
kardiak dan non-kardiak. Nyeri dada kardiak ditandai dengan nyeri yang

50
menetap biasanya bertahan lebih dari 20 menit. Dapat disertai dengan mual
dan muntah. Nyeri dada non kardiak seperti Gangguan esofagus misalnya
gastroesofageal refluks digambarkan sebagai suatu nyeri pada ulu hati
dengan sensasi nyeri terutama seperti terbakar. Berdasarkan pola varian
angina, angina pektoris diketahui memiliki tiga varian utama, yaitu angina
tipikal (stabil), angina Prinzmetal, dan angina pektoris tak stabil. Angina
pektoris tipikal atau stabil mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien
beraktivitas atau mengalami bentuk stres lainnya. Nyeri biasanya
diungkapkan sebagai sensasi seperti ditekan atau diremas, yang dirasakan di
daerah substernum dan dapat menyebar ke lengan kiri. Tak ada hal-hal yang
spesifik pada pemeriksaan fisik. Sering pemeriksaan fisis normal pada
kebanyakan pasien. Mungkin pemeriksaan fisis yang dilakukan waktu nyeri
dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmug split S2
paradoksal, ronki basah dibagian basal paru, yang menghilang lagi pada
waktu nyeri sudah berhenti.
Beberapa pemeriksaan lab yang dapat dilakukan di antaranya adalah
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit dan pemeriksaan terhadap
faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi
akut bila diperlukan. Selain itu, bila nyeri dada cukup berat dan lama, dapat
dilakukan pemeriksaan enzim CK/CKMB, CRP/hs CRR troponin.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Older Americans and Cardiovascular


Diseases-Statistics. American Heart Association. 2015. Available from
:http://www.american heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936
2. Antman EM, Loscalzo J. Ischemic Heart disease. In Kasper DL, Hauser SL,
Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles
of Internal Medicine 19th edition. United States of America: McGraw-Hill
Education, 2015; pp: 1578-1593
3. Fox K, Garcia MAAG, Ardissino D, Buszman P, Paolo G, Crea F, Daly C,
Backer GD, Hjemdahl P, Lopez-Sendon J, Marco J, Morais J, Pepper J,
Sechtem U, Simoons M, Thygesen K. Guidelines on the management of
stable angina pectoris: full text, The Task Force on the Management of
Stable Angina Pectoris of the European Society of Cardiology. European
Heart Journal. European Society of Cardiology, 2016; pp 1-47
4. Rahman A M. Angina Pektoris Stabil. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing. 2009, hal 1735-1739
5. Burns D K, Kumar V. Jantung. Dalam: Kumar V, Cotran R S, Robbins S.
Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.2. Jakarta: EGC. 2007, hal: 406-441
6. Trisnohadi H B. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing. 2009, hal:
1728-1732
7. Best Practice Journal. Medical Management of Stable Angina Pectoris. Best
Practice Journal, 2011; 39: pp:39-46
8. Yang EH (editor). 2015. Angina Pectoris.
http://www.emedicine.medscape.com/article/150215-overview#a1.
(Accesed September 30th 2016). WebMD LLC

52
9. Mozzaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M,
et al. Heart Disease and Stroke Statistics - 2015 Update. United States of
America: American Heart Association Statistics Committee and Stroke
Statistics Subcommittee, 2015;131:e29-e322
10. Beltrame JF, Dreyer R, Travella R. Epidemiology of Coronary Artery
Disease. In Gaze David. Coronary Artery Disease-Current Concepts in
Epidemiology, Pathophysiology, Diagnostics and Treatment. InTech, 2012;
pp:1-27
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
12. Riedker P.M., Libby P. Risk Factor For Atherotrombotic Disease In: Zipes
D.P., Libby P., Bonow R.O., Braunwald E. Braunwald’s Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. 7th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2007, pp. 939-958
13. Santoso, M., Setiawan, T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. Dalam: Sulastomo, H. Sindroma Koroner Akut dengan
Gangguan Metabolik pada Wanita Usia Muda Pengguna Kontrasepsi
Hormonal. Departemen Pengobatan Jantung dan Pembuluh Fakultas
kedoketeran Universitas Indonesia., 2010; 147: hal: 6-9
14. Caimi G., Valenti A., Presti R. L. Acute Myocardial Infarction in Young
Adults: Evaluation of Haemorheological Pattern at The Initial Age, After 3
and 12 Months. Ann Ist Super Sanita. 2007, 43(2); pp:139-143
15. Verheugt, C.L., Uiterwaal, C. Gender and outcome in adult congenital heart
disease. Circulation. 2008, 118(1), pp.26–32.
16. Brown, T.C. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,
L.M., ed. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC., 2006; hal: 580-587
17. Irmalita, Juzar DA, Andrianto, Setianto BY, Tobing DPL, Firman D,
Firdaus I. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
Perhimpunan Doter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015.

53
18. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of Stable Angina:
A National Clinical Guideline. United Kingdom: Scottish Intercollegiate
Guidelines Network. 2012
19. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing. 2009, hal:
1741-1756
20. Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, et al. Heart Disease and Stroke
Statistics-2009 update: a report from the American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation 2009
Jan 27. 119(3):e21-181

54

Anda mungkin juga menyukai