I. Primary Survey
Primary Survey merupakan tindakan yang dilakukan dengan cepat untuk menilai
keadaan pasien dan mengenali kondisi maupun cedera pada pasien yang mengancam
jiwa. Primary Survey terdiri dari A-B-C-D-E, yaitu :
A. Airway with C-Spine Protection
B. Breathing and Ventilation
C. Circulation with hemorrhage control
D. Disability : neurostatus
E. Exposure with environmental control
D. Disability
Penilaian disability ditujukan untuk menilai kesadaran pasien secara cepat, apakah
pasien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik, hanya respon dengan rangsangan
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Perlu dilakukan pemeriksaan pupil untuk menilai
ada tidaknya dilatasi. Pada korban juga dilakukan pemeriksaan untuk menilai ada
tidaknya lateralisasi yang menunjukkan adanya defisit neurologis pada satu sisi tubuh.
Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan Pemeriksaan neurologis secara keseluruhan
sesuai metoda Glasgow Coma Scale belum dianjurkan pada tahap Primary Survey.
E. Exposure
Perlu dilakukan penilaian secara menyeluruh terhadap tubuh pasien untuk melihat
cedera yang mungkin belum terdeteksi karena tertutup pakaian. Seluruh pakaian pasien
dilepaskan, sehingga seluruh permukaan tubuh sisi depan dan belakang terekspose
untuk diperiksa. Segera tutupi tubuh pasien dengan selimut untuk menghindari
terjadinya hipotermia. Hati-hati ketika melakukan pemeriksaan sisi belakang pasien
yang dicurigai mengalami cedera leher. Pastikan mobilisasi yang dilakukan terhadap
pasien tidak memperberat cidera servical yang ada. Umumnya diperlukan 3 orang untuk
tetap mempertahankan posisi imobilisasi in-line sesuai prosedur pada pasien dengan
cidera servical.
Pemeriksaan neurologis :
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
Pemeriksaan dada:
• Clavicula dan semua tulang iga
• Bunyi nafas dan bunyi jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang (adjuncts) perlu dilakukan saat secondary
survey, sesuai dengan indikasi seperti :
- Pemeriksaan rontgen (bila memungkinkan) untuk :
- Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
- Pelvis dan tulang panjang
- Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak disertai
defisit neurologis fokal Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan
sewaktu primary survey
Fraktur
Tujuan dari imobilisasi fraktur awal adalah untuk meluruskan kembali ekstremitas yang
cedera sedekat mungkin dengan posisi anatomis dan mencegah gerakan berlebihan di
lokasi fraktur. Ini dilakukan dengan menerapkan traksi inline untuk menyetel kembali
ekstremitas dan mempertahankan traksi dengan perangkat imobilisasi. Aplikasi yang
tepat dari belat membantu mengontrol kehilangan darah, mengurangi rasa sakit, dan
mencegah neurovaskular lebih lanjut kompromi dan cedera jaringan lunak. Jika ada
fraktur terbuka, tarik tulang yang terbuka kembali ke luka, karena fraktur terbuka
memerlukan pembedahan debridement. Hapus kontaminasi kasar dan partikulat dari
luka, dan berikan pemberian antibiotik berdasarkan dosis sedini mungkin pada pasien
dengan fraktur terbuka.
Dokter yang memenuhi syarat dapat mencoba mengurangi dislokasi sendi. Jika reduksi
tertutup berhasil merelokasi sendi, melumpuhkannya dalam posisi anatomi dengan
splints prefabrikasi, bantal, atau plester untuk mempertahankan ekstremitas dalam
posisi berkurang. Jika pengurangan tidak berhasil, belat bersama dalam posisi di mana
ia ditemukan. Terapkan splint sesegera mungkin, karena mereka dapat mengontrol
perdarahan dan nyeri. Namun, upaya resusitasi harus lebih diprioritaskan daripada
aplikasi splint. Nilai status neurovaskular ekstremitas sebelum dan sesudah manipulasi
dan splinting.
Fraktur Tibial
Imobilisasi fraktur tibialis untuk meminimalkan rasa sakit dan cedera jaringan lunak
lebih lanjut dan mengurangi risiko sindrom kompartemen. Jika tersedia, plester splints
imobiisasi paha bawah, lutut, dan pergelangan kaki.
Tibia
Tlbia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah berat
badan. Di proksimal, tibia bersendi dengan condylus femoris dan caput fibulae dan di distal
dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai uiung atas yang melebar dan ujung
bawah vang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condylus lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut tibial plateau
laterai dan medial), yang bersendi dengan condylus lateralis dan medialis femoris, dan
dipisahkan oleh meniscus lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articularis condvlus
tibiae terbagi atas area interecondylaris
Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior
dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae.
Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo
lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrana interossea.
Permukaan posterior corpus tibiae mempunyai linea obliqua, yang disebut linea musculi solei,
untuk tempat lekatnya musculus soleus.
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi
berbentuk pelana untuk talus. Ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk
membentuk malleolus medialis. Facies lateralis malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada
permukaan lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi
dengan fibula.
Fibula
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang ramping. Tulang ini tidak ikut bersendi pada
articulatio genus, tetapi di bawah tulang ini membentuk malleolus lateralis sendi pergelangan
kaki. Tulang ini tidak berperan dalam menyalurkan berat badan tetapi merupakan tempat
melekat otot- otot. Fibula mempunyai ujung atas yang melebar, corpus, dan uiung bawah.
Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini mempunyai facies
articularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibiae.
Corpus fibulae panjang dan ramping, Ciri khasnya adalah mempunyai empat margo dan empat
facies. Margo medialis atau margo interossea memberikan tempat perlekatan untuk membrana
interossea.
Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk segitiga dan terletak
subkutan. Pada facies medialis malleolus lateralis terdapat facies articularis yang berbentuk
segitiga untuk bersendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang facies articularis
terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris.
a. Bagaimana fisiologi pernafasan?
Inspirasi dan Ekspirasi
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada (ruang intrapleura). Inspirasi
merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume intratoraks.
Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap
tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara akan
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada
kembali ke kedudukan ekspirasi sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara
mengalir meninggalkan paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang merupakan proses pasif
yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada
awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk
meredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga pengembangan
jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan
paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan volume
intratoraks.
Volume dan Kapasitas Paru
Volume paru dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan.
Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya
kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi paru.
a. Volume Paru
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama dengan volume
maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung capacity, dan arti dari masing-
masing volume tersebut adalah sebagai berikut :
1. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi atau
ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 ml.
2. Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru
pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan diatas volume tidal, digunakan pada saat
aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dicapai dengan kontraksi maksimal diafragma,
musculus intercostalis eksternus dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
3. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif
dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal, setelah ekspirasi biasa.
Nilai rerata = 1000 ml.
4. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung menggunakan spirometri. Namun,
volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik pengenceran gas yang
melibatkan inspirasi sejumlah gas tertentu yang tidak berbahaya seperti helium. Nilai rerata
= 1200 ml.
b. Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru seseorang
secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru akan ditentukan
oleh kemampuan compliance sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan
berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak.
1. Kapasitas vital yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru dalam satu kali
bernapas setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital mencerminkan perubahan volume
maksimal yang dapat terjadi di paru. Kapasitas vital merupakan hasil penjumlahan volume
tidal dengan volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. Nilai rerata = 4500
ml.
2. Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
biasa. Kapasitas inspirasi merupakan penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan
inspirasi. Nilai rerata = 3500 ml.
3. Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal.
Kapasitas residual fungsional merupakan penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi
dengan volume residual. Nilai rerata = 2200 ml.
4. Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah inspirasi maksimal. Kapasitas
total paru merupakan penjumlahan dari keseluruhan empat volume paru atau penjumalahan
dari kapasitas vital dengan volume residual. Nilai rerata = 5700 ml.
a. Bagaimana penilaian kelayakan transfer pasien?
b. Apa intepretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik
thoraks?
Trakea bergeser Trakea berada di Ada yang Trauma tumpul => mengenai
ke kanan tengah menyebabkan thoraks => fraktur iga => tension
trakea pneumothoraks kiri => udara di
terdorong rongga pleura => peningkatan
intra pleural => trakea bergeser ke
kanan/ kontralateral (menjauhi sisi
yang mengalami pneumothoraks).
Distensi vena JVP 5-2 Ada yang Trauma tumpul => mengenai
jugularis menghalangi thoraks => fraktur iga => tension
aliran balik pneumothoraks kiri => udara di
vena rongga pleura => peningkatan
tekanan intrapleura =>
menghambat venous return (vena
cava superior) => distensi vena
jugularis
c. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemerikaan fisik
abdomen?