Anda di halaman 1dari 16

1b. Bagaimana fisiologi dari pernapasan?

Inspirasi dan Ekspirasi


Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal, hanya
ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada (ruang intrapleura). Inspirasi
merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume intratoraks.
Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap
tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin
teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara akan
mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada
kembali ke kedudukan ekspirasi sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara
mengalir meninggalkan paru. Ekspirasi selama pernapasan tenang merupakan proses pasif
yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada
awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk
meredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga pengembangan
jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan
paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan volume
intratoraks.

1e. Bagaimana penanganan awal kesulitan bernapas pada anak?

Gambar 1.1 Pediatric Assessment Triangle (PAT)

a. Penampilan (Appearance)
Penampilan anak adalah parameter yang penting dalam menilai derjat keparahan
penyakit. Penampilan merefleksikan kecukupan ventilasi, oksigenasi, perfusi, homeostasis,
dan fungsi SSP. Komponen yang dinilai pada penampilan adalah Tone, Interactivity,
Consolability, Look/Gaze, Speech/Cry (TICLS).

Karakteristik Hal yang dinilai

Tone Apakah anak dapat bergerak aktif atau menolak


pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau
lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara
mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan
mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan pengasuh atau [pemeriksa?
Consolability Apakah anak dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitas
sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/gaze Apakah memfokuskan penglihatan pada muka atau
pandangan kosong?
Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau
lemah atau parau?
Tabel 1.1 Komponen yang Dinilai pada Penampilan

b. Upaya Nafas (Work of Breathing)

Upaya nafas merupakan indicator yang lebih akurat untuk menilai oksigenasi dan
ventilasi dibandingkan dengan menghitung laju pernafasan atau dengan auskulatasi dada.
Upaya nafas merefleksikan respon kompensasi anak terhadapa adanya tekanan
kardiopulmonal. Penilaian upaya nafas dilakukan tanpa menggunakan stetoskop. Penilaian dari
upaya nafas meliputi :

Karakteristik Hal yang dinilai


Suara napas yang tidak Mengorok, stridor, parau, merintih, mengi
normal
Posisi tubuh yang tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring
normal
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung
Table 1.2 Komponen yang Dinilai pada Upaya Nafas

c. Sirkulasi Kulit (Circulation to Skin)

Tujuan dari penilaian sirkulasi secara cepat adalah untuk menentukan apakah cardiac
output dan perfusi organ vital cukup atau tidak. Penampilan adalah salah satu indicator apakah
perfusi ke otak cukup atau tidak. Namun, penampilan yang abnormal dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi sehingga tidak spesifik memberikan gambaran tentang perfusi organ inti.
Indicator pentin pada penilaian perfusi organ inti adalah sikulasi ke kulit. Hal ini disebabkan
karena saat perfusi di organ inti tidak cukup, maka perfusi ke area yang kurang esensial akan
dikurangi untuk menjaga kelangsungan perfusi ke organ – organ vital, seperti otak, jantung,
dan ginjal). Itulah mengapa sirkulasi ke kulit dapat menggambarkan status sirkulasi ke organ
penting di tubuh secara garis besar. Komponen yang dinilai adalah pucat, motling, dan sianosis.

Karakteristik Hal yang dinilai


Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena
kurangnya aliran darah ke daerah tersebut
Mottling Kulit bercak kebiruan akibat vasokonstriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru
Tabel 1.3 Komponen yang Dinilai pada Sirkulasi ke Kulit
Penilaian kondisi pasien dilanjutkan pada primary survey.

o Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.


Penilaian : terdapat ngorok  obstruksi pada saluran nafas
Management : tempatkan anak pada posisi yang nyaman

Penanganan mengoptimalkan dengan :

 Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup): kepala anak


digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin lift dan jaw thrust.

 Membersihkan rongga mulut dan orofaring.


Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara mekanik yaitu oral
airways yang dimasukkan secara langsung dan gentle dengan bantuan spatula lidah.
Bisa juga Intubasi orotraceal untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.
o Breathing Evaluasi pernafasan.
Penilaian : retraksi suprasternal dan sela iga, dan nafas cuping hidung  peningkatan
usaha bernapas
Management : berikan oksigen dengan cara blow- by tehnique.
Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan alami dari
cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum matang untuk mencegah
cedera.
o CirculationPenanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan, penggantian darah,
pengontrolan produksi urin, dan panas.
Penilaian : pada kasus ini normal
o Disability
Penilaian : pada kasus ini kesadaran anak baik.
3a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil penilaian umum?
 Anak menangis terus dan suara parau

Pada kasus, infeksi mengakibatkan edema pada bagian subglottis, sehingga terjadi
penyempitan jalan nafas, hal tersebut membuat anak gelisah karena rasa sesak yang
ditimbulkan, selain itu, pembengkakan yang terjadi juga dapat mengenai bagian pita
suara sehingga menyebabkan suara yang parau.
 Nafas terlihat cepat dan peningkatan usaha nafas
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi mukosa, eksudat fibrin)
 hipoksia  menstimulus pusat respirasi  terjadi peningkatan usaha bernafas untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
 Stridor inspirasi
Stridor adalah bunyi kasar saat inspirasi, karena penyempitan saluran udara pada
orofaring, subglotis atau trakea. Jika sumbatan berat, stridor juga bisa terjadi saat
ekspirasi.

4a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari survey primer?


Kasus Nilai normal Interpretasi
Meningkat
RR :45 kali/menit, 24-40 kali/menit Suplai O2 ↓usaha peningkatan dengan
RR
Nafas cuping Abnormal
(-)
hidung (+) Peningkatan usaha bernapas
Gerakan dinding
Simetris Normal
dada simetris
Retraksi supra
Abnormal
sternal dan sela iga (-)
Peningkatan usaha bernapas
(+)
Normal
Auskultasi
Vesikular,(-) Tidak ada gangguan disaluran
:vesikular, ronki (-)
pernapasan bawah
100-190
HR 135x/menit Normal
kali/menit
Nadi brachialis kuat
Kuat Normal
Nadi radialis kuat
CRT < 2detik < 2detik Normal
Takipnea:
Pada kasus, terjadi edema pada laring sehingga jalan nafas menjadi tertutup. Distres
pernapasan merupakan respon tubuh atau kompensasi terhadap peningkatan produksi
CO2 atau permasalahan pertukaran gas di paru-paru. Mekanisme kompensasi pertama
adalah peningkatan laju pernapasan yang dilakukan untuk meningkatkan laju
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di paru-paru, dan dengan demikian juga
membantu penurunan PaCO2.
Nafas cuping hidung:
Jalan napas bagian atas menciptakan tahanan tinggi terhadap aliran udara. Saat terjadi
peningkatan usaha bernapas, mekanisme kompensasi tubuh adalah memperlebar nares
(bukaan hidung) sehingga jalan napas melebar dan tahanan menurun, menyebabkan
manifestasi napas cuping hidung (nasal flaring).
Retraksi supra sternal dan sela iga:
Usaha pernapasan yang meningkat melibatkan peningkatan kerja otot-otot dinding
dada dan perut. Retraksi terjadi ketika tekanan negatif yang diciptakan di paru tidak
dapat tercukupi dengan aliran udara dari jalan napas bagian atas sehingga dinding
dada yang tidak disokong oleh struktur yang kokoh seperti tulang dapat terlihat masuk
ke rongga dada.

4. Definisi

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang
mengenai laring, infra/subglotis, trakea, dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah
batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya
obstruksi jalan napas.
8. Patofisiologi
Virus penyebab tersering sindrom croup (sekitar 60% kasus) adalah Human
Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV-2,3, dan 4, virus Influenza A dan B,
Adenovirus, Respiratory Syncytial virus (RSV), dan virus campak. Seperti infeksi
respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan
laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea
dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea
menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi.Hal
ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau).Aliran udara yang melewati saluran
respiratori-atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan
retraksi dinding dada (selama inspirasi).Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak
teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas. Gangguan airway pada
kasus ini adalah berupa stridor inspirasi. Stridor inspirasi disebabkan oleh gangguan jalan
nafas supralaringeal (epiglotis dan kartilago aritenoid), vocal cord, regio subglotis, atau
trakea atas. Pada kasus, terjadi inflamasi pada regio laring sehingga menyebabkan edema
sehingga terdengar stridor saat inspirasi. Stridor adalah bunyi respiratori bernada tinggi
dan kasar akibat timbulnya turbulensi aliran udara.
11. Tatalaksana

Anak dengan Croup berat harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan sebagai berikut:

 Steroid. Beri dosis tunggal deksametason (0.6 mg/kgBB IM/oral) atau jenis steroid lain
dengan dosis yang sesuai, dan dapat diulang dalam 6-24 jam (lihat lampiran 2 untuk
deksametason dan prednisolon).
 Epinefrin (adrenalin). Beri 2 ml adrenalin 1/1 000 ditambahkan ke dalam 2-3 ml garam
normal, diberikan dengan nebulizer selama 20 menit.
 Antibiotik. Tidak efektif dan seharusnya tidak diberikan.

Pada anak dengan croup berat yang memburuk, dipertimbangkan pemberian:

1. Oksigen

Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran respiratorik. Tanda tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter
hidung atau kateter nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi
saluran respiratorik. Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.

2. Intubasi dan trakeostomi

Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam yang berat dan anak gelisah, lakukan intu- basi sedini mungkin.
Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit yang memungkin- kan untuk dilakukan
intubasi atau tindakan trakeostomi dengan cepat. Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut
dan pastikan tersedianya fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena obstruksi
saluran respiratorik dapat terjadi tiba-tiba. Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang
berpengalaman.

Pendekatan Sistematika Penilaian Kegawatan pada Anak


Kegawatdaruratan pada anak dinilai berdasarkan pertimbangan dari segitiga penilaian
anak (Pediatric Assessment Triangle / PAT). PAT terdiri dari tiga komponen, yaitu
penampilan, upaya nafas, dan sirkulasi kulit. Ketiga komponen ini saling ketergantungan dan
merepresentasikan status fisiologis seorang anak secara keseluruhan. PAT dilakukan dengan
observasi secara langsung, tanpa membutuhkan alat bantu apapun, termasuk stetoskop.

Gambar 1.1 Pediatric Assessment Triangle (PAT)

d. Penampilan (Appearance)
Penampilan anak adalah parameter yang penting dalam menilai derjat keparahan
penyakit. Penampilan merefleksikan kecukupan ventilasi, oksigenasi, perfusi, homeostasis,
dan fungsi SSP. Komponen yang dinilai pada penampilan adalah Tone, Interactivity,
Consolability, Look/Gaze, Speech/Cry (TICLS).

Karakteristik Hal yang dinilai

Tone Apakah anak dapat bergerak aktif atau menolak


pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau
lumpuh?
Interactiveness Bagaimana kesadarannya? Apakah suara
mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan
mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak bersemangat
berinteraksi dengan pengasuh atau [pemeriksa?
Consolability Apakah anak dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitas
sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?
Look/gaze Apakah memfokuskan penglihatan pada muka atau
pandangan kosong?
Speech/cry Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau
lemah atau parau?
Tabel 1.1 Komponen yang Dinilai pada Penampilan

e. Upaya Nafas (Work of Breathing)

Upaya nafas merupakan indicator yang lebih akurat untuk menilai oksigenasi dan
ventilasi dibandingkan dengan menghitung laju pernafasan atau dengan auskulatasi dada.
Upaya nafas merefleksikan respon kompensasi anak terhadapa adanya tekanan
kardiopulmonal. Penilaian upaya nafas dilakukan tanpa menggunakan stetoskop. Penilaian dari
upaya nafas meliputi :

Karakteristik Hal yang dinilai


Suara napas yang tidak Mengorok, stridor, parau, merintih, mengi
normal
Posisi tubuh yang tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring
normal
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung
Table 1.2 Komponen yang Dinilai pada Upaya Nafas

f. Sirkulasi Kulit (Circulation to Skin)

Tujuan dari penilaian sirkulasi secara cepat adalah untuk menentukan apakah cardiac
output dan perfusi organ vital cukup atau tidak. Penampilan adalah salah satu indicator apakah
perfusi ke otak cukup atau tidak. Namun, penampilan yang abnormal dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi sehingga tidak spesifik memberikan gambaran tentang perfusi organ inti.
Indicator pentin pada penilaian perfusi organ inti adalah sikulasi ke kulit. Hal ini disebabkan
karena saat perfusi di organ inti tidak cukup, maka perfusi ke area yang kurang esensial akan
dikurangi untuk menjaga kelangsungan perfusi ke organ – organ vital, seperti otak, jantung,
dan ginjal). Itulah mengapa sirkulasi ke kulit dapat menggambarkan status sirkulasi ke organ
penting di tubuh secara garis besar. Komponen yang dinilai adalah pucat, motling, dan sianosis.

Karakteristik Hal yang dinilai


Pucat Kulit atau mukosa tampak kurang merah karena
kurangnya aliran darah ke daerah tersebut
Mottling Kulit bercak kebiruan akibat vasokonstriksi
Sianosis Kulit dan mukosa tampak biru
Tabel 1.3 Komponen yang Dinilai pada Sirkulasi ke Kulit
Penilaian kondisi pasien dilanjutkan pada primary survey.

PRIMARY SURVEY
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses melakukan
penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk
menentukan kondisi patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu
emasnya. Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan
jenis perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.

Airway (jalan napas)


Sekalipun dengan teknik ‘PAT’ telah diketahui adanya obstruksi jalan napas, namun
derajat obstruksi perlu lebih terinci, antara lain untuk tindakan resusitasi. Menilai jalan napas
(airway) pada anak dengan kesadaran menurun dilakukan dengan teknik ‘look, listen, feel’
yaitu membuka jalan napas dengan posisi sniffing, lalu melihat pengembangan dada sambil
mendengar suara napas dan merasakan udara yang keluar dari hidung/mulut (gambar 2).
Penilaian jalan napas diekspresikan sebagai:
 Jalan napas bebas

 Jalan napas masih dapat dipertahankan

 Jalan napas harus dipertahankan dengan intubasi

 Obstruksi total jalan napas

Gambar 2. Teknik ‘look, listen, feel’


Breathing (kinerja napas)
Kinerja napas dinilai dengan menghitung frekuensi napas, menilai upaya napas dan
penampilan anak. Sesuai tingkat tumbuh kembang anak, frekuensi normal berbeda-beda
dengan perubahan usia (tabel 6). Frekuensi napas juga dipengaruhi oleh berbagai keadaan.
Pernapasan yang cepat dapat terjadi pada demam, nyeri, ketakutan/kecemasan, atau emosi yang
meningkat. Pernapasan yang lambat dapat terjadi pada anak yang kelelahan akibat gawat napas
yang tidak segera ditolong. Karena itu dalam menilai upaya napas perlu diperhatikan nilai
ekstrim. Frekuensi napas di atas 60 kali/menit untuk semua usia, apalagi disertai retraksi dan
kesadaran menurun sangat mungkin menandakan gagal napas. Freksuensi napas kurang dari
20 kali/menit untuk anak di bawah 6 tahun dan 15 kali/menit untuk anak kurang dari 15 tahun
juga harus mendapat perhatian khusus.
Penilaian upaya napas dilakukan dengan melihat, mendengar, juga menggunakan
stetoskop dan alat pulse-oxymetry bila ada. Interpretasi suara napas abnormal dapat dilihat
dalam tabel 7.
Tabel 7. Interprestasi suara napas abnormal
Suara Penyebab Contoh diagnosis

Stridor Obstruksi jalan napas atas Croup, benda asing, abses


retrofarings

Meningitis Obstruksi jalan napas bawah Asthma, benda asing,


bronkiolitis

Merintih (grunting) pada Oksigenasi tidak adekuat Kontusi paru, pneumonia,


ekspirasi tenggelam, IRDS

Ronkhi basah pada inspirasi Cairan lendir atau darah Pneumonia, kontusi paru
dalam jalan napas

Suara napas tidak ada  Obstruksi jalan napas  Benda asing asthma
dengan upaya napas yang total berat, pneumotoraks,
meningkat hemotoraks

 Efusi pleura,
 Gangguan transmisi
pneumonia,
suara
pneumotoraks

Pulseoxymetry merupakan alat sederhana untuk menilai kinerja napas. Pembacaan di


atas saturasi 94% secara kasar dapat menunjukkan kecukupan oksigenasi. Pembacaan di bawah
90% pada anak dengan oksigen 100% dapat menunjukkan bahwa anak memerlukan ventilator.
Interpretasi pulseoxymetry harus dilakukan bersama dengan penilaian upaya napas, frekuensi
napas dan penampilan anak. Anak dengan gangguan napas kadang-kadang masih dapat
mempertahankan kadar oksigen darah dengan work of breathing yang meningkat. Sementara
anak dengan kelainan jantung bawaan biru dapat menunjukkan saturasi yang rendah tanpa
distress napas.

Circulation (sirkulasi)
Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung, perfusi organ dan
tekanan darah.
Denyut jantung normal sesuai usia dapat dilihat dalam tabel 8. Takikardi dapat
merupakan tanda awal hipoksia atau perfusi yang buruk. Namun dapat juga terjadi pada
demam, nyeri, ketakutan, dn emosi yang meningkat. Bradikardi dapat memerikan indikasi
hipoksia atau iskemia.
Perfusi organ dapat dinilai dengan menilai denyut nadi perifer, capillary refill time dan
tingkat kesadaran. Produksi urine juga merupakan indikator yang baik, namun biasanya kurang
diperhatikan orang tua. Perhatikan kualitas nadi. Bila nadi brakial kuat, biasanya anak tidak
mengalami hipotensi. Bila denyut nadi perifer tidak teraba, cobalah meraba di femoral atau
karotis. Tidak adanya denyut nadi sentral merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan
pijat jantung. Capillary refill time normal kurang dari 2-3 detik. Namun demikian capillary
refill time dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, misalnya suhu udara yang dingin.
Tabel 8. Nilai normal denyut jantung sesuai usia
Umur Sebaran normal ( denyut/menit)

< 3 bulan 85 – 200

3 bulan – 2 tahun 100 – 190

2 – 10 tahun 60 – 140

Tekanan darah dipengaruhi ukuran manset. Lebar manset yang benar adalah duapertiga
panjang lengan atas. Pemeriksaan tekanan darah membutuhkan kooperasi anak. Tekanan darah
tinggi pada anak yang tidak berkooperasi baik mungkin dapat menyesatkan. Namun tekanan
darah rendah menandakan syok. Formula tekanan darah sistolik terendah:
Tekanan Sistolik minimal= 70 + 2 x umur (dalam tahun)

Disability (status neurologik)


Evaluasi neurologik meliputi fungsi korteks dan batang otak. Fungsi korteks dinilai
dengan skala ‘AVPU’ (tabel 9). Anak dengan penurunan skala AVPU pasti disertai kelainan
penampilan pada skla PAT. Anak dengan sakit atau cedera sedang dapat mengalami gangguan
penampilan pada skala PAT, namun mempunyai skala AVPU pada tingkat A (A= Alert).
Tabel 9. Skala ‘AVPU’
Katagori Rangsang Tipe respon Reaksi
‘Alert’ Lingkungan normal Sesuai Interaksi normal untuk tingkat
usia

‘Verbal’ Perintah sederhana  Sesuai  Bereaksi terhadap nama


atau rangsang suara
 Tidak  Tidak spesifik/ bingung
sesuai

‘Pain’ Nyeri  Sesuai  Menghindar rangsang

 Tidak  Mengeluarkan suara


sesuai tanpa tujuan atau dapat
melokali-sasi nyeri

 Posture

 Patologis

‘Unresponsive’ Tak ada respon yang dapat dilihat terhadap semua rangsang

Skala lain yang banyak digunakan untuk menilai fungsi korteks adalah skala koma
Glasgow. Penggunaan skala koma Glasgow untuk pasien gawat di lapangan seringkali di
anggap tidak praktis dan kontroversial.
Untuk mengevaluasi fungsi batang otak dilakukan pemeriksaan pola napas sentral,
postur tubuh (dekortikasi/deserebrasi/flacid), pupil dan reaksinya terhadap cahaya serta
evaluasi syaraf kranial lain. Refleks pupil dapat menjadi tidak normal akibat hipoksia, obat-
obatan, kejang atau herniasi batang otak.
Penilaian lebih lanjut dilakukan atas gerakan motorik. Perhatikan gerakan-gerakan
asimetrik, kejang, posture atau flasiditas. Pemeriksaan neurologis lebih lengkap dilakukan
pada tahap pemeriksaan tambahan.
Exposure (paparan)
Untuk melengkapi perlu juga dinilai hal lain yang dapat langsung terlihat, contoh: ruam
akibat morbili, hematoma akibat trauma dsb. Ketika melakukan pemeriksaan jagalah agar anak
(terutama bayi) tidak kedinginan.
SECONDARY SURVEY
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe,
dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam
jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai
lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas
resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan
petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan
medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar
kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera,
kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis
pasien secara umum.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1. Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a. Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b. Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
2. Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
a. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
1) Posisi saat ditemukan
2) Tingkat kesadaran
3) Sikap umum, keluhan
4) Trauma, kelainan
5) Keadaan kulit
b. Periksa kepala dan leher
1) Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
2) Telinga
Perlukaan, darah, cairan
3) Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, pergerakan abnormal
4) Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma
5) Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak
6) Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
7) Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
8) Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
9) Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang
leher
c. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan
(luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
d. Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
e. Periksa tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
f. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
g. Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna
luka

3. Pengkajian SAMPLE
Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :
a. S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
b. A (allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
d. P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien
e. L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
f. E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan

TERTIARY SURVEY

Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien
setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan mengidentifikasi klien setelah
diberikan resusitasi awal dan intervensi operati.
Survei tersier dilakukan :
1. Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
2. Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan yang
dirasakannya
3. Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban
4. Tahap rehabilitasi (pemulihan)

Anda mungkin juga menyukai