a. Penampilan (Appearance)
Penampilan anak adalah parameter yang penting dalam menilai derjat keparahan
penyakit. Penampilan merefleksikan kecukupan ventilasi, oksigenasi, perfusi, homeostasis,
dan fungsi SSP. Komponen yang dinilai pada penampilan adalah Tone, Interactivity,
Consolability, Look/Gaze, Speech/Cry (TICLS).
Upaya nafas merupakan indicator yang lebih akurat untuk menilai oksigenasi dan
ventilasi dibandingkan dengan menghitung laju pernafasan atau dengan auskulatasi dada.
Upaya nafas merefleksikan respon kompensasi anak terhadapa adanya tekanan
kardiopulmonal. Penilaian upaya nafas dilakukan tanpa menggunakan stetoskop. Penilaian dari
upaya nafas meliputi :
Tujuan dari penilaian sirkulasi secara cepat adalah untuk menentukan apakah cardiac
output dan perfusi organ vital cukup atau tidak. Penampilan adalah salah satu indicator apakah
perfusi ke otak cukup atau tidak. Namun, penampilan yang abnormal dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi sehingga tidak spesifik memberikan gambaran tentang perfusi organ inti.
Indicator pentin pada penilaian perfusi organ inti adalah sikulasi ke kulit. Hal ini disebabkan
karena saat perfusi di organ inti tidak cukup, maka perfusi ke area yang kurang esensial akan
dikurangi untuk menjaga kelangsungan perfusi ke organ – organ vital, seperti otak, jantung,
dan ginjal). Itulah mengapa sirkulasi ke kulit dapat menggambarkan status sirkulasi ke organ
penting di tubuh secara garis besar. Komponen yang dinilai adalah pucat, motling, dan sianosis.
Pada kasus, infeksi mengakibatkan edema pada bagian subglottis, sehingga terjadi
penyempitan jalan nafas, hal tersebut membuat anak gelisah karena rasa sesak yang
ditimbulkan, selain itu, pembengkakan yang terjadi juga dapat mengenai bagian pita
suara sehingga menyebabkan suara yang parau.
Nafas terlihat cepat dan peningkatan usaha nafas
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi mukosa, eksudat fibrin)
hipoksia menstimulus pusat respirasi terjadi peningkatan usaha bernafas untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
Stridor inspirasi
Stridor adalah bunyi kasar saat inspirasi, karena penyempitan saluran udara pada
orofaring, subglotis atau trakea. Jika sumbatan berat, stridor juga bisa terjadi saat
ekspirasi.
4. Definisi
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang
mengenai laring, infra/subglotis, trakea, dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah
batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya
obstruksi jalan napas.
8. Patofisiologi
Virus penyebab tersering sindrom croup (sekitar 60% kasus) adalah Human
Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV-2,3, dan 4, virus Influenza A dan B,
Adenovirus, Respiratory Syncytial virus (RSV), dan virus campak. Seperti infeksi
respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan
laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea
dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea
menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi.Hal
ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau).Aliran udara yang melewati saluran
respiratori-atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan
retraksi dinding dada (selama inspirasi).Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak
teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas. Gangguan airway pada
kasus ini adalah berupa stridor inspirasi. Stridor inspirasi disebabkan oleh gangguan jalan
nafas supralaringeal (epiglotis dan kartilago aritenoid), vocal cord, regio subglotis, atau
trakea atas. Pada kasus, terjadi inflamasi pada regio laring sehingga menyebabkan edema
sehingga terdengar stridor saat inspirasi. Stridor adalah bunyi respiratori bernada tinggi
dan kasar akibat timbulnya turbulensi aliran udara.
11. Tatalaksana
Anak dengan Croup berat harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan sebagai berikut:
Steroid. Beri dosis tunggal deksametason (0.6 mg/kgBB IM/oral) atau jenis steroid lain
dengan dosis yang sesuai, dan dapat diulang dalam 6-24 jam (lihat lampiran 2 untuk
deksametason dan prednisolon).
Epinefrin (adrenalin). Beri 2 ml adrenalin 1/1 000 ditambahkan ke dalam 2-3 ml garam
normal, diberikan dengan nebulizer selama 20 menit.
Antibiotik. Tidak efektif dan seharusnya tidak diberikan.
1. Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran respiratorik. Tanda tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter
hidung atau kateter nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi
saluran respiratorik. Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam yang berat dan anak gelisah, lakukan intu- basi sedini mungkin.
Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit yang memungkin- kan untuk dilakukan
intubasi atau tindakan trakeostomi dengan cepat. Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut
dan pastikan tersedianya fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena obstruksi
saluran respiratorik dapat terjadi tiba-tiba. Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang
berpengalaman.
d. Penampilan (Appearance)
Penampilan anak adalah parameter yang penting dalam menilai derjat keparahan
penyakit. Penampilan merefleksikan kecukupan ventilasi, oksigenasi, perfusi, homeostasis,
dan fungsi SSP. Komponen yang dinilai pada penampilan adalah Tone, Interactivity,
Consolability, Look/Gaze, Speech/Cry (TICLS).
Upaya nafas merupakan indicator yang lebih akurat untuk menilai oksigenasi dan
ventilasi dibandingkan dengan menghitung laju pernafasan atau dengan auskulatasi dada.
Upaya nafas merefleksikan respon kompensasi anak terhadapa adanya tekanan
kardiopulmonal. Penilaian upaya nafas dilakukan tanpa menggunakan stetoskop. Penilaian dari
upaya nafas meliputi :
Tujuan dari penilaian sirkulasi secara cepat adalah untuk menentukan apakah cardiac
output dan perfusi organ vital cukup atau tidak. Penampilan adalah salah satu indicator apakah
perfusi ke otak cukup atau tidak. Namun, penampilan yang abnormal dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi sehingga tidak spesifik memberikan gambaran tentang perfusi organ inti.
Indicator pentin pada penilaian perfusi organ inti adalah sikulasi ke kulit. Hal ini disebabkan
karena saat perfusi di organ inti tidak cukup, maka perfusi ke area yang kurang esensial akan
dikurangi untuk menjaga kelangsungan perfusi ke organ – organ vital, seperti otak, jantung,
dan ginjal). Itulah mengapa sirkulasi ke kulit dapat menggambarkan status sirkulasi ke organ
penting di tubuh secara garis besar. Komponen yang dinilai adalah pucat, motling, dan sianosis.
PRIMARY SURVEY
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses melakukan
penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk
menentukan kondisi patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu
emasnya. Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan
jenis perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.
Ronkhi basah pada inspirasi Cairan lendir atau darah Pneumonia, kontusi paru
dalam jalan napas
Suara napas tidak ada Obstruksi jalan napas Benda asing asthma
dengan upaya napas yang total berat, pneumotoraks,
meningkat hemotoraks
Efusi pleura,
Gangguan transmisi
pneumonia,
suara
pneumotoraks
Circulation (sirkulasi)
Penilaian sirkulasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung, perfusi organ dan
tekanan darah.
Denyut jantung normal sesuai usia dapat dilihat dalam tabel 8. Takikardi dapat
merupakan tanda awal hipoksia atau perfusi yang buruk. Namun dapat juga terjadi pada
demam, nyeri, ketakutan, dn emosi yang meningkat. Bradikardi dapat memerikan indikasi
hipoksia atau iskemia.
Perfusi organ dapat dinilai dengan menilai denyut nadi perifer, capillary refill time dan
tingkat kesadaran. Produksi urine juga merupakan indikator yang baik, namun biasanya kurang
diperhatikan orang tua. Perhatikan kualitas nadi. Bila nadi brakial kuat, biasanya anak tidak
mengalami hipotensi. Bila denyut nadi perifer tidak teraba, cobalah meraba di femoral atau
karotis. Tidak adanya denyut nadi sentral merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan
pijat jantung. Capillary refill time normal kurang dari 2-3 detik. Namun demikian capillary
refill time dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, misalnya suhu udara yang dingin.
Tabel 8. Nilai normal denyut jantung sesuai usia
Umur Sebaran normal ( denyut/menit)
2 – 10 tahun 60 – 140
Tekanan darah dipengaruhi ukuran manset. Lebar manset yang benar adalah duapertiga
panjang lengan atas. Pemeriksaan tekanan darah membutuhkan kooperasi anak. Tekanan darah
tinggi pada anak yang tidak berkooperasi baik mungkin dapat menyesatkan. Namun tekanan
darah rendah menandakan syok. Formula tekanan darah sistolik terendah:
Tekanan Sistolik minimal= 70 + 2 x umur (dalam tahun)
Posture
Patologis
‘Unresponsive’ Tak ada respon yang dapat dilihat terhadap semua rangsang
Skala lain yang banyak digunakan untuk menilai fungsi korteks adalah skala koma
Glasgow. Penggunaan skala koma Glasgow untuk pasien gawat di lapangan seringkali di
anggap tidak praktis dan kontroversial.
Untuk mengevaluasi fungsi batang otak dilakukan pemeriksaan pola napas sentral,
postur tubuh (dekortikasi/deserebrasi/flacid), pupil dan reaksinya terhadap cahaya serta
evaluasi syaraf kranial lain. Refleks pupil dapat menjadi tidak normal akibat hipoksia, obat-
obatan, kejang atau herniasi batang otak.
Penilaian lebih lanjut dilakukan atas gerakan motorik. Perhatikan gerakan-gerakan
asimetrik, kejang, posture atau flasiditas. Pemeriksaan neurologis lebih lengkap dilakukan
pada tahap pemeriksaan tambahan.
Exposure (paparan)
Untuk melengkapi perlu juga dinilai hal lain yang dapat langsung terlihat, contoh: ruam
akibat morbili, hematoma akibat trauma dsb. Ketika melakukan pemeriksaan jagalah agar anak
(terutama bayi) tidak kedinginan.
SECONDARY SURVEY
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe,
dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam
jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe)
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai
lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas
resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan
petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan
medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar
kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera,
kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis
pasien secara umum.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1. Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a. Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b. Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
2. Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
a. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
1) Posisi saat ditemukan
2) Tingkat kesadaran
3) Sikap umum, keluhan
4) Trauma, kelainan
5) Keadaan kulit
b. Periksa kepala dan leher
1) Rambut dan kulit kepala
Perdarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
2) Telinga
Perlukaan, darah, cairan
3) Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, pergerakan abnormal
4) Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma
5) Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak
6) Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
7) Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
8) Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
9) Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang
leher
c. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan
(luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
d. Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
e. Periksa tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
f. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
g. Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna
luka
3. Pengkajian SAMPLE
Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :
a. S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
b. A (allergies) : alergi yang dipunyai klien
c. M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah
d. P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien
e. L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
f. E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan
TERTIARY SURVEY
Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui keadaan klien
setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan mengidentifikasi klien setelah
diberikan resusitasi awal dan intervensi operati.
Survei tersier dilakukan :
1. Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
2. Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan yang
dirasakannya
3. Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban
4. Tahap rehabilitasi (pemulihan)