Anda di halaman 1dari 26

Referat

LUKA BAKAR

Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Disusun oleh:

Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04054821820150


Ayu Aprilisa Dahni Putri, S.Ked 04084821820010
Izzy Vikrat, S.Ked 04054821820054
Erlina Purnamayani, S.Ked 04054821820005
Nopasari, S.Ked 04084821921071
Mita Innana Nurjannah, S.Ked 04084821921076

Pembimbing:

dr. Baringin Sitanggang

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

LUKA BAKAR

Disusun oleh:

Nurul Hayatun Nupus, S.Ked


Ayu Aprilisa Dahni Putri, S.Ked
Izzy Vikrat, S.Ked
Erlina Purnamayani, S.Ked
Nopasari, S.Ked
Mita Innana Nurjannah, S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, Juli 2019

Pembimbing

dr. Baringin Sitanggang

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia
dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul “Luka Bakar”, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Baringin Sitanggang, selaku
pembimbing referat ini.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya hasil yang
lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan pertimbangan
dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Palembang, Juli 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2

2.1. Definisi Luka Bakar ......................................................................................... 2

2.2. Epidemiologi .................................................................................................... 2

2.3. Etiologi ............................................................................................................. 2

2.3.1 Penyebab Kematian akibat Luka Bakar ..................................................... 3

2.4 Penatalaksanaan ................................................................................................ 5

2.5 Pemeriksaan Forensik ....................................................................................... 10

2.5.1 Pemeriksaan Luar Korban ........................................................................... 10

2.5.2 Pemeriksaan Dalam Korban ........................................................................ 12

2.6 Contoh Kasus .................................................................................................... 14

BAB III KESIMPULAN .................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka
yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan jenis yang
lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan
angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-
baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut. Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang
muda maupun orang tua dan baik laki-laki maupun perempuan. Luka bakar dapat
bervariasi dari cedera ringan yang dapat dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan,
untuk luka yang luas dapat mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang
berkepanjangan di rumah sakit.

Luka bakar, yang telah mencapai proporsi epidemi dalam beberapa tahun terakhir,
dianggap sebagai masalah kesehatan yang lebih serius daripada epidemi polio. Dalam
beberapa tahun terakhir profesi medis telah mulai mengenal dan memahami masalah yang
terkait dengan luka bakar. Pada 1950-an terdapat kurang dari 10 rumah sakit di Amerika
Serikat yang khusus luka bakar. Sejak saat itu, telah ada kemajuan yang signifikan dalam
memahami masalah luka bakar dan kini ada sekitar 200 pusat perawatan khusus luka bakar
di Amerika Serikat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan jaringan yang
terjadi akibat sentuhan dengan sumber panas seperti, api secara langsung (flame) maupun
tidak langsung (flash), air panas (scald), tersentuh benda panas, sengatan matahari
(sunburn), listrik, maupun bahan kimia.
Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu
minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 °C. Suhu 65°C dengan
kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air
panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai
suhu 47°C, air panas yang mempunyai suhu 60°C yang kontak dengan kulit dalam waktu
10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan diatas 70°C akan menyebabkan
full thickness skin loss. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu
mencapai 35 °C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53 °C – 57 °C selama kontak
30 – 120 detik.

2.2 Epidemiologi
Luka bakar masih merupakan masalah besar dalam hal morbiditas dan mortalitas pada
negara miskin dan negara berkembang. Di dunia, luka bakar memiliki angka 1% dari
seluruh kejadian trauma, lebih dari 7,1 juta luka-luka, 18 juta mengalami kecacatan, dan
lebih dari 265.000 kematian. Trauma menduduki peringkat keempat dari seluruh trauma.
Berdasarkan data WHO, luka bakar menduduki perangkat kesembilan dari seluruh
penyebab kematian pada anak usia 5-14 tahun. Di Indonesia, luka bakar menjadi penyebab
195.000 kematian. Di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Burn Center mendapatkan
tidak kurang dari 130 pasien setiap tahunnya.

2.3 Etiologi
Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan evaluasi
dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas:

2
1. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api itu sendiri,
uap panas, cairan panas, dan benda-benda panas, serta terpapar oleh suhu rendah yang
sangat ekstrim. Kedalaman luka bakar karena suhu berkaitan dengan temperatur
cairan, lamanya paparan dengan cairan, dan viskositas cairan (biasanya ada kontak
lama dengan cairan lebih kental).
2. Luka bakar karena bahan kimia, seperti berbagai macam zat asam, basa, dan bahan
tajam lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan
untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer.
3. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct Current (DC).
Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka bakar inhalasi, seperti keracunan karbon monoksida, panas atau smoke
inhalation injuries.
5. Luka bakar akibar radiasi, yang bersumber dari bahan-bahan nuklir, termasuk sinar
ultraviolet. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi.

2.3.1 Penyebab Kematian akibat Luka Bakar (Manner of Death)


1. Keracunan Zat Karbon Monoksida
Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang
hebat yang terjadi pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan
dengan kebakaran yang terjadi pada kecelakaan pesawat terbang atau mobil. Pada
kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap maka CO poisoning dan
smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab kematian
korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan aspek
yang penting dari penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban menjadi
tidak sadar dan meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab

3
pertanyaan mengapa korban tidak melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran.
Sehingga dalam menentukan penyebab dari kematian, maka luas dan derajat luka
bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus dinilai secara hati – hati.
Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya kayu yang
terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok
dapat dijumpai saturasi CO dalam darah hanya lebih dari 5%, dan ini dapat
menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya kabakaran,
demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat meninggal
dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO
merupakan penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling
sedikitnya dibutuhkan 40% COHB, kecuali pada orang tua, anak-anak dan
debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25 %. Sebenarnya kadar
COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering tidak cukup tinggi
untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal menunjukan 50- 60 %
saturasi, walaupun kadarnya secara umum kurang dari kadar yang terdapat dalam
darah pada keracunan CO murni, seperti pembunuhan dengan gas mobil atau
industrial exposure, dimana konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu
adanya gas-gas toksik dan pengurangan oksigen dalam atmosfer dapat
menyebabkan kematian dengan kadar CO yang rendah.
2. Menghirup asap pembakaran (Smoke Inhalation)
Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai
dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke
inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga
seperti furniture, cat, kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen yang secara
struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan material-material
plastik lainnya dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap dan
potensial dalam menyebabkan kematian.
3. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk

4
melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini
harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk memastikan
apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan kematian. Trauma
tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem sebaiknya harus dicurigai
sebagai suatu pembunuhan.
4. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai
penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih
cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang
diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin
padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya. Radikal bebas dapat
diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab kematian, oleh karena
radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah
pertukaran oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.Luka bakar itu sendiri
5. Luka bakar itu sendiri
Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 – 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang
jauh lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih resisten.
Selain oleh derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi
daerah yang terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar. Luka bakar
pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit dalam
perawatannya, oleh karena mudah mengalami kontraktur.
6. Paparan panas yang berlebih
Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan
kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat
menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang mematikan.

2.4 Penatalaksanaan Luka Bakar

2.4.1 Pertolongan Pertama


a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala

5
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan
suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan
diperkecil. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih
luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung
pada luka bakar apapun.
d. Evaluasi awal
e. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder
Saat menilai “airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka
bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental.
Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri
Oksigen melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar biasanya berhubungan
dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi
pada luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain.
Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama
dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan
pengganti.

2.4.2 Resusitasi Cairan


Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Pada luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Penyebab

6
permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang
menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema
adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama
kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang
terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling sering adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam
setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0,5 sampai 1,5
mL/kgBB/jam.
Formula yang sering digunakan untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland:
24 jam pertama. Cairan Ringer laktat: 4ml/kgBB/% luka bakar
 Contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
 Membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam
pertama
 ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
 ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya

2.4.3 Penggantian Darah


Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan
terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi
melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi
waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang
pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi
pertama kali. Oleh sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah
proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.

2.4.4 Perawatan Luka Bakar


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari

7
luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit
yang minimal.Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi
luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur.
Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
 Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian
salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit
dan pembengkakan
 Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan
perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat
ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami
(Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan
sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
 Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting)

2.4.5 Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal
adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek
kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis
kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung
kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Perhitungan
kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian khusus karena kurangnya
asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama dan juga meningkatkan

8
resiko morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu oral, enteral dan parenteral.

2.4.6 Early Exicision and Grafting (E&G)


Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka
ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi penyembuhan,
graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka,
pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian
dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan
eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu :
dapat terjadi hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi. Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah terjadinya
infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama, mempersingkat durasi sakit dan lama
perawatan di rumah sakit, memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah
komplikasi seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian
membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya tidak ada
perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik hasilnya bila
dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan dan kaki. Pada luka bakar
yang luas (>80% TBSA), akan timbul kesulitan mendapatkan donor kulit. Untuk itu
telah dikembangkan metode baru yaitu dengan kultur keratinocyte. Keratinocyte
didapat dengan cara biopsi kulit dari kulit pasien sendiri. Tapi kerugian dari metode
ini adalah membuthkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu) sampai kulit (autograft)
yang baru tumbuh dan sering timbul luka parut. Metode ini juga sangat mahal.

2.4.7 Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi cairan,
dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler
pada jarijari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan
daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada
bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat
dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka
keropeng sampai penjepitan bebas.

9
2.4.8 Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah
kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke
dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan
mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian
antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat
dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering
dipakai adalah salep (Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-
iodine, Bacitracin biasanya untuk luka bakar grade I, Neomycin, Polymiyxin B,
Nysatatin, mupirocin , Mebo)

2.5 Pemeriksaan Forensik

2.5.1 Pemeriksaan Luar Korban


Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada
kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang
terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya.
Artefak – artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar:
1. Skin Split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari
epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka
sayat dan sering disalah-artikan sebagai kekerasan tajam. Artefak postmortem ini
dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak
adanya perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-
kadang dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang
terbelah.
2. Abdominal Wall Destruction
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan
keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini
terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam
rongga abdomen.

10
3. Skull Fractures
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan
uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan
tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari
tulang tengkorak. Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang
atau hangus terbakar dapat terlihat artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa
fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau
subarachnoid.
4. Pseudo Epidural Hemorrhage
Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan
kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau
epidural hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom
antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya berwarna
coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan
secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus
dapat meluas sampai ke oksipital.
5. Non-Cranial Fractures
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada
korban yang mengalami karbonisasi oleh karena terekspos terlalu lama dengan
api dan asap. Tulang – tulang yang terbakar mempunyai warna abu-abu keputihan
dan sering menunjukkan fraktur kortikal pada permukaannya. Tulang ini biasanya
hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada waktu
transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat sering
dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP
karena sudah mengalami fragmentasi.
6. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi “pugilistic”. Koagulasi
dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot otot
fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi
seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga
fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi “pugilistic” ini tidak berhubungan apakah
individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. “pugilistic”
attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.

11
2.5.2 Pemeriksaan Dalam Korban
Faktor yang tidak kalah penting dalam patologi forensik adalah bagaimana
cara membedakan apakah korban mati sebelum atau sesudah kebakaran.
Beberapa temuan intravitalitas pada korban luka bakar:
1. Jelaga dalam saluran nafas
Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi
perabotannya juga terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik
akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat
dari inhalasi ini korban akan menghirup partikel karbon dalam asap yang
berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem, maka partikel-
partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang
terbuka, mewarnai lidah, dan pharynx, glottis, vocal cord, trachea bahkan
bronchiolus terminalis. Sehingga bila secara histology ditemukan jelaga yang
terletak pada bronchiolus terminalis merupakan bukti yang absolut dari fungsi
respirasi.
Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam mukosa lambung, ini juga merupakan
bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap pada peristiwa
kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mucus yang melekat pada
trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan
sekali lagi bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada
di dalam rumah.
2. Saturasi COHb dalam darah.
CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat
menunjukkan bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh
karena gas ini hanya dapat masuk melalui absorbsi pada paru-paru.
Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHb maka
korban mati sebelum terjadi kebakaran. Bahwa kadar saturasi CO dalam darah
tergantung beberapa faktor termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara,
lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman respiration rate dan kandungan Hb
dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan atau
penurunan rata-rata absorbsi CO.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal
pada keracuan CO dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red

12
pada kulit, otot, darah dan organ-organ interna, akan tetapi pada orang yang
anemik atau mempunyai kelainan darah sehingga warna cherry red ini menjadi
sulit untuk dikenali.
3. Reaksi jaringan.
Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi
antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak
menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi
respon respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka
bakar terjadi postmortem.
Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajad tiga yang
meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan
oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada lapisan
dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak
menyebabkan reaksi radang.
Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu
terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem.Blister
yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus
terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang erythematous,
walaupun ini bukan merupakan tanda pasti.
Secara tradisional banyak penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan
blister yang terjadi antemortem dengan blister yang terjadi postmortem adalah
dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk
pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan chloride,
tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolute
4. Subendocardial left ventricular hemorrhages.
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek
panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat
disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran
perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika
tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini
merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran.

13
2.6 Contoh Kasus

VISUM ET REPERTUM
Nomor : VER/074/IKF&ML/VIII /2014

Pro Justitia
Berdasarkan surat dari Kepala Kepolisian Sektor Karangpandan, yang ditanda tangani
oleh: Heri Ekanto, S.H; Pangkat AKP. Jabatan: Kapolsek Karang Pandan; NRP 64110023;
Nomor: R/02/VIII/2014/Sek Kpd; Klasifikasi: rahasia; Lampiran: 1 (satu) rangkap;
Perihal: Permintaan visum et repertum / autopsi terhadap mayat atas nama Dirjo Samidi,
maka saya yang bertanda tangan di bawah ini Dokter Adji Suwandono, S.H, dokter jaga
pada Instalasi Kedokteran Forensik Dan Medikolegal RSUD. Dr. Moewardi menerangkan
bahwa pada hari Minggu tanggal 24 Agustus 2014 pukul 09.00 Waktu Indonesia Barat
bertempat di Ruang Otopsi Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD. Dr.
Moewardi telah melakukan pemeriksaan luar dan dalam atas jenazah yang menurut surat
Saudara :

Nama : Dirjo Samidi


Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 63 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum diketahui
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat tinggal rumah : Dusun Gedangan RT 01 RW 04 Kelurahan Salam Kecamatan
Karang Pandan Kabupaten Karang Anyar
Hasil pemeriksaan itu ialah sebagai berikut :

I. PEMERIKSAAN LUAR

1. Keadaan Jenazah : Jenazah tak bermaterai, tidak berlabel,


terletak di atas meja otopsi dibungkus
dengan kantong jenazah warna biru oranye
bertuliskan BASARNAS dan vitrase
warna putih berenda bunga warna biru
kuning. Bungkus dibuka, jenazah dalam
keadaan telanjang dan terdapat sisa

14
potongan celana berkaret di pinggang dan
lengan baju bertali di pergelangan tangan
kanan. Kulit jenazah mengelupas, hitam,
mengarang, dan berminyak di seluruh
tubuh.
2. Sikap Jenazah di : Jenazah terlentang, dengan muka
Atas Meja Otopsi menghadap keatas. Lengan kanan lurus
dengan tangan kanan membentuk sudut 90
derajat. Lengan kiri dengan tangan kiri
membentuk sudut 60 derajat. Kedua tangan
seperti mencengkram, jari-jari menekuk
dengan kulit mengelupas dan mengarang
3. Kaku Jenazah : Terdapat kaku jenazah pada persendian
kedua siku tangan, kedua pergelangan
tangan, kedua lutut, dan kedua pergelangan
kaki, sukar digerakkan.
4. Bercak Jenazah : Tidak terdapat bercak jenazah.

5. Pembusukan Jenazah : Tidak didapatkan.

6. Ukuran Jenazah : Panjang badan155 cm.

7. Kepala
a. Rambut : Warna hitam, tak beruban, panjang 1 cm,
mudah dicabut, rambut dalam keadaan
kering
b. Bagian yang : Terdapat luka, memar, ukuran 5x3 cm, di
tertutup rambut bagian kanan belakang. Tidak ada memar
maupun retak tulang
c. Dahi : Terdapat luka pada dahi kiri ukuran 3x4
cm, luka pada dahi kanan ukuran 3x0,5
cm. Terdapat memar pada dahi kiri. Tidak
terdapat retak tulang.
d. Mata kanan : Menutup. Rambut mata ada, warna hitam
berukuran 0,2 cm. Kelopak mata bagian
luar tidak didapatkan luka, memar maupun
derik tulang. Bagian dalam kelopak mata
berwarna pucat. Sekitar mata tidak
didapatkan kelainan, sesuai warna kulit.
Pada perabaan teraba kenyal, tidak teraba
retak tulang. Warna kornea jernih. Sklera
berwarna putih. Pupil ukuran 0,4 cm. Bola
mata tampak utuh, tidak menonjol dan
teraba kenyal.
Mata kiri : Menutup. Rambut mata ada, warna hitam
berukuran 0,1 cm. Kelopak mata bagian
luar terdapat pembengkakan warna biru

15
kehitaman. Bagian dalam kelopak mata
berwarna pucat. Sekitar mata berwarna
kebiruan. Pada perabaan teraba kenyal,
tidak teraba retak tulang. Warna kornea
jernih. Sklera berwarna putih. Pupil ukuran
0,4 cm. Bola mata tampak utuh, tidak
menonjol dan teraba kenyal.
e. Hidung : Dari kedua lubang hidung tidak
mengeluarkan cairan. Tidak didapatkan
luka, memar maupun derik tulang.
f. Mulut : Mulut dalam keadaan terbuka, terlihat dua
depan. Bibir atas dan bibir bawah terdapat
luka bakar.
g. Dagu : Tidak terdapat adanya rambut. Tidak
terdapat adanya luka, memar, maupun
retak tulang.
h. Pipi kanan : Tidak terdapat luka, memar, maupun retak
tulang. Kulit pipi mengelupas.-
i. Pipi kiri : Tidak terdapat luka, memar, maupun retak
tulang. Kulit pipi mengelupas.
j. Telinga : Daun telinga utuh kanan dan kiri. Tidak
terdapat adanya retak tulang. Tidak
terdapat adanya memar. Kulit telinga
mengelupas dan hitam mengarang.

8. Leher : Tidak terdapat adanya jeratan. Tidak


terdapat adanya luka. Tidak terdapat
adanya memar. Tidak terdapat adanya
retak tulang.
9. Dada : Terdapat 2 luka lecet, luka I pada dada
kanan ukuran 2cmx0.3cm, luka II pada
dada kiri ukuran 2cmx0.1cm, tidak
terdapat memar maupun retak tulang. Pada
ketukan terdengar suara redup. Kulit dada
mengelupas, berwarna hitam mengarang.
10. Perut : Permukaaan sejajar dengan permukaaan
dada. Kulit perut mengelupas dan hitam
mengarang serta berminyak. Pusatdatar.
Terdapat 3 luka bakar terbuka, luka I
ukuran 9cmx2cm pada bagian bawah
pusat, luka II ukuran 4cmx2.5cm pada
bagian atas pusat, dan luka III ukuran
4cmx2cm pada perut kiri atas dekat
pusat.Tidak terdapat memar. Pada
perabaan teraba kaku.
11. Alat kelamin : Jenis kelamin laki-laki sudah disunat.
Rambut kelamin warna hitam keriting,
panjang 2cm sukar dicabut. Dari lubang
kemaluan tidak keluar cairan. Kulit hitam

16
mengarang. Pada batang zakar kaku. Pada
kantung pelir bengkak. Tidak terdapat
luka.
12. Anggota gerak atas : Lengan atas terdapat luka bakar terbuka
Kanan ukuran 8cmx1cm, tidak terdapat hematom
maupun retak tulang. Lengan bawah tidak
terdapat luka. Pada tangan terdapat 2 luka
bakar terbuka pada bagian punggung
Kiri : tangan ukuran 8cmx3cm dan pada bagian
pangkal ibu jari ukuran 2.5cmx0.8cm.
Lengan atas terdapat luka bakar terbuka
ukuran 6cmx0.5cm, tidak terdapat
hematom maupun retak tulang. Lengan
bawah tidak terdapat luka, hematom
maupun retaktulang. Tangan tidak terdapat
luka, hematom maupun retak tulang. Kulit
lengan dan tangan mengelupas serta hitam
mengarang.
13. Anggota Gerak bawah : Paha terdapat 2 luka bakar terbuka, luka I
Kanan pada bagian paha depan ukuran 9cmx3cm
tepi tidak beraturan dan terlihat jaringan
lemak, luka II pada bagian paha samping
dalam ukuran 7cmx1.5cm, tidak terdapat
hematom maupun retak tulang. Tungkai
bawah terdapat luka bakar terbuka dekat
lutut ukuran 9cmx1cm, tidak terdapat
hematom maupun retak tulang. Kaki tidak
terdapat luka, hematom maupun retak
tulang. Kulit kedua paha, tungkai bawah,
dan kaki mengelupas, hitam mengarang
dan berminyak.
Kiri : Paha terdapat luka bakar terbuka ukuran
9cmx2cm terlihat jaringan lemak, tidak
terdapat hematom maupun retak
tulang.Tungkai bawah tidak terdapat luka,
hematom maupun retak tulang. Kaki tidak
terdapat luka, hematom maupun retak
tulang. Kulit paha, tungkai bawah, dan
kaki mengelupas. Hitam mengarang, dan
berminyak.
14. Punggung : Tidak terdapat luka, hematom maupun
retak tulang. Kulit punggung mengelupas,
hitam mengarang.
15. Pantat : Tidak terdapat luka, hematom maupun
retak tulang. Kulit pantat mengelupas,
hitam mengarang.

17
16. Dubur : Tidak terdapat luka, hematom maupun
retak tulang. Tidak keluar cairan dari
dubur. Kulit sekitar dubur mengelupas,
hitam mengarang.
17. Anggota tubuh yang lain : Tidak ada kelainan.

II. PEMERIKSAAN DALAM

Setelah kulit dada dibuka tidak didapatkan memar atau retak tulang.
Tinggi diafragma kanan pada setinggi ruang intercostalis ke-5 dan kiri
pada ruang intercostal ke-6. Setelah tulang dada diangkat, bagian jantung
tak tertutup paru-paru bagian atas 6 cm dan bawah 10 cm. Tulang dada
bagian dalam tidak ada retak atau kelainan. Paru-paru kanan atau kiri tak
ada perlekatan dengan dinding bagian dalam dan mudah dilepas. Dalam
rongga dada tak terdapat cairan.

1. Jantung : Kantong jantung dibuka, di dalam terdapat cairan,


warna jernih, sebanyak 5 cc Ukuran jantung 17 cm x 13
cm x 3 cm, Berat 250 gram , warna merah mudah,
konsistensi kenyal. Pada pembukaan jantung: lobang
antara bilik kiri dan lobang antara bilik kanan dan
serambi selebar 3 cm pada kiri dan 3 cm pada kanan
Keadaan klep jantung warna coklat, pada perabaan
kenyal. Otot papilaris tidak ada luka, tidak ada memar
Dalam ruang jantung tidak terlihat adanya luka, tidak
terlihat adanya memar. Tebal otot bilik kiri 2 cm,
serambi kiri 0,3 cm, bilik kanan 0,5 cm, serambi kanan
0,2 cm. Arteri koronaria tidak dibuka. Aorta lingkaran
2 cm, klep warna merah muda, tidak terlihat adanya
luka dan pada perabaan kenyal. Arteri pulmonalis
dibuka, ukuran lingkaran 1,5 cm, klep warna merah
muda.

2 Paru-paru
a. Kanan : Terdiri dari satu bagan, tiap-tiap bagian ada perlekatan,
mudah dilepaskan, warna merah muda dengan bintik-
bintik hitam, konsistensi kenyal, tepi tumpul,
permukaan licin, tidak berbenjol-benjol. Ukuran 25 cm
x 15 cm x 5 cm, berat 350 gram Pada pengirisan warna
jaringan merah kehitaman dan pada pemijatan keluar
cairan warna merah kehitaman dengan busa.

18
b. Kiri : Terdiri dari dua bagian, tiap-tiap bagiaan tidak ada
perlekatan, mudah dilepas, konsistensi kenyal, tepi
tumpul, permukaan licin. Ukuran 23 cm x 26 cm x 1
cm, berat 350 gram. Pada pengirisan warna jaringan
merah kehitaman dan pada pemijatan keluar cairan
warna merah kehitaman dengan busa.
Perut dibuka, pada pengambilan organ dalam ruang perut, dilihat dalam
ruang perut tidak terdapat cairan. Selanjutnya alat dalam di ruang perut
dikeluarkan

3. Hati : Ukuran 27 cm x 20 cm, berat 1300 gram. Warna coklat


muda konsistensi kenyal padat. Tepi tumpul, terdapat
memar, terdapat luka panjang pada lobus kanan ukuran
1cmx3cm. Pada pengirisan warna jaringan coklat,
pengirisan pada bagian yang memar keluar sedikit
darah.Kantong empedu dan saluran dibuka tidak
terdapat batu.
4. Lambung, : Lambung didapat :warna pucat. Tidak ada kelainan.
Usus halus, Usus halus, warna pucat Tampak menggelembung.
Usus besar, Usus besar Tampak menggelembung, warnat pucat.
Usus buntu Pada usus buntu ada peradangan, perlengketan warna
tidak ada, panjang 7 cm.
5. Pemeriksaan : Tidak didapatkan kelainan.
alat kencing
Ginjal

6. Leher : Pada organ pernafasan atas dan organ pencernaan


bagian atas didapatkan jelaga berwarna hitam.

III. KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada korban jenazah seorang laki-laki


dewasa dengan identitas jelas dan dikenal. Perkiraan kematian korban
antara enam sampai delapan jam sebelum dilakukan pemeriksaan. Pada
pemeriksaan didapatkan hampir seluruh tubuh korban terdapat luka bakar
tingkat lanjut dengan kulit sudah mengelupas dan hitam mengarang. Pada
organ pernafasan dan pencernaan bagian atas didapatkan jelaga (sisa

19
kebakaran). Dapat disimpulkan korban meninggal disebabkan mati
lemas (asfiksia) akibat sumbatan jalan nafas bagian atas karena jelaga
sebagai sisa kebakaran.

IV. PENUTUP

Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada


waktu menerima jabatan berdasarkan Lembaran Negara Nomor 350
tahun 1937 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.

Surakarta, 24 Agustus 2014


Dokter Pemeriksa,

dr. Adji Suwandono, S.H


NIP. 19801213 200912 1 004

BAB III

KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan jaringan yang
terjadi akibat sentuhan dengan sumber panas seperti, api secara langsung (flame) maupun
tidak langsung (flash), air panas (scald), tersentuh benda panas, sengatan matahari
(sunburn), listrik, maupun bahan kimia. Di dunia, luka bakar memiliki angka 1% dari

20
seluruh kejadian trauma, lebih dari 7,1 juta luka-luka, 18 juta mengalami kecacatan, dan
lebih dari 265.000 kematian. Berdasarkan data WHO, luka bakar menduduki perangkat
kesembilan dari seluruh penyebab kematian pada anak usia 5-14 tahun.
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan luas luka bakar dan derajat luka
bakar. Cara menentukan derajat luka bakar yaitu, Wallace rule of nine dan Lund and
Bowder chart.
Penanganan luka bakar perlu diketahui luas luka bakar, derajat luka bakar, fase luka
bakar.Penanganan luka bakar mencakup, pertolongan pertama, resusitasi cairan,
pencegahan infeksi, perawatan luka bakar dan pencegahan terhadap komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.


Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
3. Dewi YRS. Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis Luka
Antemortem dan Postmortem. 2013; Hal 1-9

21
4. Elsous, A., Ouda, M., Mohsen, S., Al-Shaikh, M., Mokayad, S. 2016. Epidemiology
and Outcomes of Hospitalized Burn patients in Gaza Strip: A Descriptive Study.
Ethiop J Health Sci. 26: 9 – 16.
5. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of
Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
6. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
7. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
8. Peck, MD. 2011. Epidemiology of Burn Throughout the World. Part 1: Distribution
and Risk Factor. Burns: 37: 1087 – 100.
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19
10. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology: Principles and Practices.
New Delhi: Elsevier; 2008
11. Wardhana, A., Basuki, A., dkk. 2017. The Epidemiology of Burns in Indonesia’s
National Referral
12. World Health Organization. WHO Health Estimates 2014 Summary Tables: Deaths
and Global Burden of Disease. 2014

22

Anda mungkin juga menyukai