Disusun oleh:
Ayu Aprilisa D Putri, S.Ked 04084821820010
Osi Rahmaini, S.Ked 04084821719001
Putri MKI Dunda, S.Ked 04084821820047
Vejitha Raja Kumar, S.Ked 04084821820050
Liaw Yin Jin, S.Ked 04084821820051
Jessica Jaclyn Ratnarajah, S.Ked 04084821820052
Pembimbing:
dr. Hari Ciptadi, SpAn
Judul
SYOK HEMORAGIK GRADE IV e.c RETENSIO PLASENTA
Disusun oleh :
Ayu Aprilisa D Putri, S.Ked 04084821820010
Osi Rahmaini, S.Ked 04084821719001
Putri MKI Dunda, S.Ked 04084821820047
Vejitha Raja Kumar, S.Ked 04084821820050
Liaw Yin Jin, S.Ked 04084821820051
Jessica Jaclyn Ratnarajah, S.Ked 04084821820052
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode 13 Mei s.d. 19 Mei 2018.
Palembang, 16 Mei
2018
Pembimbing
Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi
elektrolit di dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis. Beberapa masalah
klinis timbul akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan, kita
harus menjaga volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler (CES) maupun
cairan intraseluler (CIS) dalam batas normal. Gangguan cairan dan elektrolit dapat
membawa penderita dalam kegawatan yang kalau tidak dikelolam secara cepat dan
tepat dapat menimbulkan kematian. Hal tersebut terlihat misalnya pada diare,
peritonitis, ileus obstruktif, terbakar, atau pada pendarahan yang banyak.
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah,
jaringan, dan sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun yang
negatif (anion) menghantarkan arus listrik dan membantu mempertahankan pH dan
level asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi pergerakan cairan antar
dan dalam sel melalui suatu proses yang dikenal sebagai osmosis dan memegang
peraran dalam pengaturan fungsi neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan dikeluarkan dalam
jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis dimana jumlah yang masuk
dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan
keseimbangan tersebut.
BAB II
STATUS PASIEN
I. Identifikasi
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Sumatera Selatan
Agama : Islam
Alamat : Wak Kemang, Kayuagung
No. RM : 00.54.37
MRS : 14 Mei 2018
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata: Conjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, sentral
Diameter: 3mm/3mm, gigi palsu (-)
Hidung: Kering, darah (-), deviasi septum (-)
Mulut: Mukosa bibir pucat (+) sianosis (-), buka mulut 3 jari, gigi goyang (-)
ompong (-), gigi palsu (-), Malampati I, Faring/tonsil: Arkus faring simetris,
uvula ditengah, palatum mole (+), tonsil T1– T1 (-), detritus (-), kripta tidak
melebar, tidak mudah berdarah, mento-hyoid distance: >60cm
Leher: JVP (5-2) cmH2O
Thoraks
Paru: Statis dan dinamis simetris, stem fremitus kanan=kiri, sonor, vesikuler (+)
normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung: BJ I-II (+) normal, HR = 126 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani.
Ekstremitas: akral dingin, pucat (+), edema (-)
Genetalia: tampak perdarahan keluar dari kemaluan
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (09/04/2018)
Hb : 5,6 gr/dl
Eritrosit : 2,0 mm3
Leukosit : 30.200 mm3
Trombosit : 250.000 mm3
Ht : 17 %
D. Diagnosis Kerja
P3A0 post partum spontan dengan syok hemoragik e.c retensio plasenta
E. Terapi
a. Pre operatif
- IVFD RL 2 liter dalam 20-30 menit
- IVFD RL + drip oksitisin 2 ampul gtt xx/m (24jam)
- Observasi tanda vital (tensimeter, nadi, pernapasan, SPO2) dan urin
output
- Ondansetron 8mg IV
- Persiapan darah PRC 5X200cc
- Pasien dipuasakan (NDO)
Jenis pembedahan : curettage/kuretase & manual plasenta
Jenis anestesi : anestesi umum
Lama anestesi : 15 menit
Lama tindakan : 45 menit
Teknik anestesi : anestesi umum
b. Intra operatif
Mulai anestesi : 14 Mei 2018
Pukul : 8.00 pagi
Posisi : supinasi
Monitoring dipasang : TD : 80/60 mmHg, Nadi : 134X/min, RR : 32X/min,
SPO2 : 99%
Induksi : Injeksi midazolam 3mg, ketamine 80mg, fentanil 1mg
Intubasi ETT 6,5
Lama anestesi : 15 menit
Lama tindakan : 45 menit
Respirasi : spontan
Didapatkan : perdarahan 300cc, transfuse darah : WB 2X200cc
Hemodinamik intraoperative tidak stabil, support dengan epinefrin
0,1mikrogram/kgBB/min
c. Post operatif
- Pasien dipindahkan ke ICU dengan retensi ETT dan dipasang IVFD RL
+ drip oksitosin 2 ampul gtt XX/jam (24jam)
- Support CVC epinefrin 0,1 mikrogram/kgBB/jam
Ceftriaxone 1gr / 24 jam
Omeprazole 40mg / 24 jam
Parasetamol fls / 8jam
Asam traneksamat 1gr/8jam
- Observasi tanda-tanda vital perjam dan urin output per 24 jam
- Diet cair 6x100 kalori via NGT (24 jam)
- Cek laboratorium lengkap
Pada pukul 13,30 WIB keadaan umum pasien tiba-tiba menurun dengan
TD : 40/28mmHg, nadi : 200X/min, RR : 45X/min, T : 36,5 celcius.
Pasien dipasang ulang ETT, keadaan umum OS tambah menurun pada
14.00 WIB dihadapan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Jika <120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan
mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar
<110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia
(disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi
cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan
untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Salin hipertonis (NaCl 3%) hanya diindikasikan untuk kasus ini.
Dinaikkan bertahap dengan kenaikkan cepat cukup 5-10 mEq/L (cukup hanya
sampai kadar natrium 125 mEq/L) atau gejala klinis hilang, dengan batas
kecepatan tidak lebih dari 3 mEq/L/jam atau 6 ml/kg/jam (yang terbaik 1
mEq/L/jam atau 2 ml/kg/jam). Selanjutnya diberikan lebih lambat dengan
cairan lain yang lebih hipotonis dari NaCl 3% dengan memperhitungkan
kebutuhan natrium rumatan dan sisa defisit natriumnya, total kenaikan perhari
tidak lebih dari 10-15 mEq/L. Salin hipertonis (NaCl 3%) tidak ada tempat
untuk hiponatremi asimtomatik. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan
dapat menggunakan rumus:
Na= (Na1 – Na0) x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
b. Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkan tekanan onkotik. Koloid dibagi atas koloid alamiah (albumin
manusia, plasma protein, dll) dan buatan (Gelatin, polisakarida,
HES/Hydroxyethyl starch). Koloid memiliki berat molekul lebih besar dari
35.000 dalton. Tujuan terapi koloid adalah untuk mengganti kehilangan cairan
intravaskuler, sebab tidak dapat melewati dinding endotel kapiler kecuali dalam
keadaan patologis misalnya pada keadaan kombusio.
Dalam keadaan normal koloid akan menetap dan menambah volume
intravaskular untuk jangka waktu yang lama. Meskipun begitu, namun koloid
yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma juga akan menarik
cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, karena
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
1. Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma
manusia. Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60oC dalam 10 jam
untuk meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imuno defisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam,
dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam intravaskular 2 jam setelah
pemberian.
2. Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat
dari sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B512 dengan menggunakan
enzim dekstran sukrosa. Ini menghasilkan dekstran berat molekul (BM) tinggi
yang kemudian dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan
fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran
BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam
dekstran 10 (BM 10.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan
garam faal, dekstrosa atau Ringer laktat. Dekstran 10 digunakan pada syok
hipovolemik dan untuk profilaksis trombo embolisme dan mempunyai waktu
paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian dekstran untuk mengganti
volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB)
karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran yaitu 20
ml/kgBB/hari. Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan
ke dalam urine dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan
lewat usus atau dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial.Volume dekstran
melebihi 1 L dapat mengganggu hemostasis.Disfungsi trombosit dan
penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan
yang meningkat. Reaksi alergi terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi
kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40
hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat menyumbat
tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
3. Gelatine
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan
pelarut NaCl isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin (Haemaccel)
dengan pelarut NaCl isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis
yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan
histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan
termasuk ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama
diekskresikan lewat ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat
menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus.
Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka tidak ada
pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya
efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin yaitu
penggantian volume primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif.
Sedangkan kontraindikasi adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal
jantung kongestif dan syok normovolemik.
4. HES (Hydroxyethyl starch)
Senyawa kanji hidroksietil atau Hydroxyethyl starch (HES) merupakan
suatu kelompok koloid sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara
struktural. Laporan-laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah
yang terganggu dan kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar
berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi (HMW-HES). Pada
tahun 2013, EMA (European Medicine Agency) PRAC (Pharmacovigilance
Risk Assesment Committee) mengeluarkan peringatan bahwa HES tidak lagi
direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan sepsis atau luka bakar
atau penyakit kritis terkait peningkatan resiko gagal ginjal dan
mortalitas.Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari.
Seperti semua koloid lainnya, HES juga berkaitan dengan reaksi
anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi
pemberian HES adalah terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia)
dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok
hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok
kombustio). Sedangkan kontraindikasi adalah gagal jantung kongestif berat,
gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L), gangguan
koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis
penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Ny. SH, perempuan, 37 tahun P3A0 belum inpartu datang ke IGD RSUD Kayu
Agung dengan diagnosis pre operatif perdarahan post partum ec sisa plasenta. Pasien
mengalami perdarahan sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan TD 113/68 mmHg, Nadi 146x/menit, RR 28x/menit, dan suhu 360C.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala, leher, thoraks, abdomen, ekstremitas
dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didaptkan hasil Hb
5,6 g/dL, RBC 2,0 mm3, WBC 32.000 mm3, Trombosit 250.000 mm3 dan Hematokrit
17%.
Pemilihan jenis anestesi pada Ny. SH yaitu anestesi umum karena beberapa
pertimbangan seperti kondisi pasien yang mengalami perdarahan hebat yang bisa
membuat pasien mengalami penurunan kesadaran pada saat intraoperatif, refleks
protektif berkurang sehingga memungkinkan untuk terjadinya aspirasi isi lambung.
Pada pasien dengan perdarahan dan dilakukan tindakan kuretase, hal yang
dikhawatirkan adalah terjadinya syok hemoragik. Selama intraoperative didapatkan
perdarahan sebanyak 300 cc. Jumlah volume darah total pada pasien ini dengan berat
badan 50 kg adalah 3250, dikarenakan estimasi jumlah darah yang hilang adalah
sebanyak 25% dari estimasi total volume darah maka terapi cairan yang diberikan
adalah kristaloid dengan dosis rumatan/maintenance. Ny. SH dengan berat badan 50
kg, perhitungan kebutuhan cairannya adalah 40+20+30 = 90 ml/jam.
DAFTAR PUSTAKA