Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita
makan ke dalam tubuh baik dari saluran cerna, kulit, inhalasi, atau dengan cara
lainnya yang menimbulkan tanda dan gejala klinis.1

Pada keadaan keracunan makanan, gejala-gejala timbul karena racun yang


ikut tertelan bersama dengan makanan. Umumnya pada keracunan makanan,
gejala-gejala terjadi tak lama setelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan
dapat segera setelah menelan bahan beracun itu dan tidak melebihi 24 jam setelah
tertelannya racun.2

Sebagai seseorang yang menyenangi kegiatan alam terbuka, perlulah


kiranya kita mengetahui ilmu tentang keracunan ini, karena dalam kegiatan alam
bebas kita sering mengkonsumsi makanan yang jika ditinjau dari segi kesehatan,
memiliki peluang besar untuk mengandung bahan-bahan yang membahayakan
bagi tubuh kita. Bahan-bahan tersebut antara lain makanan cepat saji seperti mie
instant dan sarden, juga jamur yang sering kita anggap sebagai bahan makanan
kita jika sedang dalam keadaan survival. Bahan-bahan itu jika tidak diolah dengan
hati-hati akan berpeluang untuk menimbulkan keracunan.

Mengetahui gejala dan prinsip penatalaksanaan secara ringkas dan tepat


sangatlah membantu dalam menghindari jatuhnya korban. Tindakan yang tepat ini
juga akan membantu rumah sakit atau dokter dalam memberikan penanganan
lebih lanjut dalam menyelamatkan nyawa korban.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Pengertian makanan
Makanan adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air,
obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk pengobatan.1
Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi
mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat
bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang
memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai
dengan ketentuan. Makanan sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di
tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral.3
Agar makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari kontaminasi.
Makanan yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit yang dikenal dengan
food borne dsease

2.2 Higiene dan Sanitasi Makanan


Higiene sanitasi makanan merupakan bagian yang penting dalam proses
pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Menurut Permenkes No. 942 Higiene sanitasi adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.4
2.2.1 Pengertian Sanitasi Makanan
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan
cara menghilangkan atau mengatur faktor – faktor lingkungan yang berkaitan
dengan rantai perpindahan penyakit tersebut.
Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Diperlukan penerapan 10 sanitasi
makanan untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat – zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan.3

Usaha – usaha sanitasi meliputi kegiatan – kegiatan :4


a. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan
b. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan oleh karyawan
yang bersangkutan

2
c. Keamanan terhadap penyediaan air
d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
e. Perlindungan makan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan
f. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat/ perlengkapan.

Dalam Permenkes No. 1096 Tahun 2011 telah ditetapkan makanan yang
dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia
dan bakteri.5
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan
yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang
baik., temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk
menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu di
perhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.3
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh factor kimia karena adanya
zat – zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan 11
makanan, obat – obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat – obat
pertanian untuk kemasan makanan dan lain – lain 5
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis
Karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat
buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut.

2.3 Keracunan makanan


Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh memakan
makanan yang telah terkontaminasi. Keracunan makanan merupakan satu
penyakit Gastroenteritis Akut. Penyakit ini terjadi karena kontaminasi bakteri
hidup atau toksin yang di hasilkannya pada makanan atau karena virus dan adanya
kontaminasi zat-zat organic dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang.1

3
Karakteristik keracunan makanan yang di sebabkan oleh bakteri, antara
lain:

1. Penderita menyantap jenis makanan yang sama


2. Penyakit menyerang pada banyak orang dalam waktu bersamaan
3. Sumber penyebab yang sama
4. Gejala-gejala penyakitnya mirip satu dengan lain

Makanan yang memiliki higiene buruk didapat dari beberapa hal:


1. Kebiasaan pribadi yang buruk, misalnya tidak mencuci tangan dengan
benar saat memasak, menyajikan dan memakan makanan
2. Membeli makanan dari tempat atau supplier yang tidak jelas
3. Membiarkan makanan terbuka dalam waktu yang lama sehingga dapat
terkontaminasi debu, hama di sekitar makanan.
4. Menyiapkan makanan dengan kondisi sakit.

Keadaan semacam itu sering di jumpai pada sejumlah orang yang


menderita penyakit Gastroenteritis akut . Contohnya adalah kasus keracunan
makanan pada kariawan di sebuah pabrik atau keracunan makanan yang di alami
para tamu undangan di sebuah pesta. Keracunan makanan yang penyebabnya
bukan bacteri atau bahan makanan lain tidak selalu menimbulkan gejala yang
sama, tetapi tetap berbahaya bagi kesehatan manusia.

Batasan dan penyebabkeracunan makanan perlu di pertegas dan di


bedakan dengan penyakit Gastroenteritis Akut biasa agar tidak menimbulkan
polemic dan masalah pada masyarakat awam. Secara sederhana, keracunan
makanan berdasarkan penyebabnya dapat dibagi menjadi 2 jenis.6

a) Bacterial Food Poisoning


b) Non Bakterial Food Poisoning

a) Bacterial Food Poisoning


Bacterial Food Poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi dengan bacteri hidup terkontaminasi toksin yang dihasilkan bacteri
tersebut. Bacterial Food Poisoning dapat di bedakan menjadi 4 tipe, yaitu:6
 Salmonella Food Poisoning
Salmonella food poisoning merupakan Zoonotik (berasal dari hewan) yang
dapat terjadi di mana-mana. Penyakitini di tularkan kepada manusia melalui
produk ternak yang terkontaminasi, seperti daging, susu, atau telur. Tikus juga

4
merupakan salah satu binatang penyebar penyakit melalui makanan. Binatang ini
mengkontaminasi makanan melalui urin atau kotorannya.

Insidensi penyakit ini meningkat di Negara barat akibat beberapa factor


berikut:

 Peningkatan pedagangan internasional berupa produk bahan makanan


yang berasal dari hewan ternak.
 Penggunaan deterjen secara luas pada rumah tangga mempengaruhi
pengolahan air kotor.
 Distribusi dan pemakaian makanan jadi atau makanan kaleng meningkat di
mana-mana.
 Terdapat lebih dari 50 spesis Salmonella, yang menyebabkan penyakit
pada manusia adalah Salmonella Typhimurium, Salmonella Cholera-suis,
Shigella Sonnel, dan lain-lain. Organisme ini berkembangbiak di dalam
usus dan menimbulkan gejala penyakit Gastroenteritis akut berupa mual,
muntah-muntah, diare, sakit kepala, nyeri abdomen, dan demam. Angka
Mortalitas akibat penyakit ini sekitar 1%.

 Staphylococcal Food Poisoning


Staphylococcal food poisoning merupakan kasus keracunan makanan yang
di sebabkan oleh Enterotoksin yang di hasilkan oleh Staphylococcus Aureus.
Kuman stafilokokus akan mati sewaktu makanan di masak, tetapi entrotoksin
yang di hasilkan memiliki sifat tahan panas sehingga dapat bertahan pada
temperatur100 derajat C selama beberapa menit.
Staphylokokus banyak di temukan dalam bagian-bagian tubuh, seperti di
hidung, tenggorok dan di kulit manusia, selain itu juga dapat di temukan
menempel pada debu di dalam kamar. Organisme ini dapat menyebabkan infeksi
pada manusia dan binatang. Staphylokokus juga dapat mengkontaminasi
makanan, seperti salad, custard, susu, dan produk yang di hasilkannya. Masa
inkubasi penyakit akibat organisme ini relative pendek, yaitu sekitar 1-6 jam
karena toksin yang di hasilkan organism ini.
Infeksi pada manusia terjadi karena konsumsi makanan yang
terkontaminasi toksin. Toksin tersebut memiliki laju reaksi yang cepat dan

5
langsung menyerang usus dan system saraf pusat (SSP). Gejala penyakit ini,
antara lain mual, muntah, diare, nyeri abdomen, dan terdapatnya darah dan lender
dalam feses. Kematian akibat penyakit ini jarang terjadi. Penderita dapat sembuh
kembali dalam waktu 2-3 hari.

 Botulism
Botulism atau botulisme merupakan penyakit Gastroenteristi akut yang di
sebabkan oleh Eksotoksin yang di produksi Crostiridium Botulinum. Organisme
anaerobic ini banyak di temukan di dalam debu, tanah, dan dalam saluran usus
hewan. Dalam makanan kaleng, organisme ini akan membentuk spora. Masa
inkubasi botulisme cepat sekitar 12-36 jam. Gejala penyakit berbeda dengan kasus
Bacterial Food Poisoning yang lain karena eksotoksin bekerja pada system saraf
parasimpatik. Gejala Gastroin testinal yang di timbulkan ringan walau ada
beberapa gejala yang tampak dominan, seperti Disfagia, Diplopia, Ptosis,
Disarthria, kelemahan pada otot dan terkadang Quadriplegia, walau demam biasa
tidak ada, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan berakibat
fatal. Kematian terrjadi dalam waktu 4-8 hari akibat kegagalan pernapasan atau
jantung.

Agar lebih aman, sebelum di konsumsi, makanan kaleng sebaiknya


dimasak dahulu pada temperature 100 derajat C selama beberapa menit karena
toksin Cl. Botulinum bersifat Thermolabil (tidak tahan panas). Pemberian obat
quinidine hidroklorida per oral dengan dosis 20-40 mg/kg berat badan dapat
mengurangi terjadinya Neoromuscular blok, di samping perawatan yang baik juga
sangat bermanfaat dalam pengobatan batulisme.

 Cl. Perfringens Food Poisoning


Organisme Clostridium Perfringens (Cl. Welchii) dapat di temukan dalam
kotoran manusia dan binatang dalam tanah, air, dan udara. Keracunan terjadi
karena mengkonsumsi makanan berupa daging ternak (yang tentunya telah
terkontaminasi dengan bakteri ini) yang telah di masak dan di simpan begitu saja
selama 24 jam atau lebih serta di masak lagi untuk di sajikan. Masa inkubasi
penyakit ini sekitar 6-24 jam. Walau patogenisitas Cl. Perfringens belum banyak
di ketahui, organisme ini dapat berkembang biak dengan baik pada suhu sekitar 30

6
derajat C dan memproduksi berbagai toksin, misalnya Alpha Toxin dan Theta
Toxin. Alpha toxin di duga merupakan eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala
penyakit, selain ada juga pendapat bahwa jumlah Cl.perfringens yang banyak
dalam makanan dapat menyebabkan keracunan makanan. Gejala klinis berupa
nyeri abdomen, diare, lesu, subfebris, mual, dan muntah jarang terjadi.
Penderitanya dapat sembuh dengan cepat, sementara penyakit ini tidak berakibat
fatal.
Diagnosis banding (differensial diagnosis) perlu di lakukan karena
Bacterial food Poisoning (keracunan makanan akibat bakteri sering kali di
diagnosis sebagai penyakit kolera, disentri basiler akut, atau keracunan zat
arsentik.

b) Non-Bacterial Food Poisoning


Non-bacterial food poisoning adalah kasus keracunan makanan yang
bukan di sebabkan oleh bakteri maupun toksin yang di hasilkannya. Kasus
keracunan semacam ini dapat di sebabkan oleh, antara lain:

1) Keracunan akibat tumbuh-tumbuhan

Banyak sekali kasus keracunan makanan yang di sebabkan oleh tumbuh-


tumbuhan. Contohnya antara lain keracunan singkong, keracunan jengkol,
keracunan jamur, keracunan atropan Belladona yang berisi alkaloid dari
belladonna, dan keracunan apel,berikut ini penjelasannya.6
 Keracunan Singkong: singkong atau ubi kayu adalah jenis bahan tidak
semua jenis singkong dapat di konsumsi langsung. Jenis singkong yang
mengandung asam sianida dan biasanya di pergunakan ssebagai bahan baku
tepung tapioca harus di olah terlebih dahulu ssebelum di jadikan tepung dan di
konsunsumsi. Gejala yang muncul akibat keracunan singkong, antara lain mual,
muntah, pernapasan cepat, sinosis kesadaran menurun, dan bahkan sampai koma.
 Keracunan jengkol: Jengkol merupakan salah satu sayur lalapan yang
mengandung asam jengkolat. Apabila di konsumsi secara berlebihan, akan terjadi
penumpukan dan pembenttukan Kristal asam jengkolat di dalam ginjal sehingga
mennimbulkan rasa mual, muntah, nyeri perut hilang timbul yang berupa dengan

7
kolik ureter,rasa sakit bila buang air kecil dan urin berbau jengkol, selain dapat
menyebabkan uremia dan kematian.
 Keracunan jamur beracun: di Indonesia, terdapat ratusan jamur terkenal
dan dapat di konsumsi, seperti jamur merang, jamur sampinyo dan sebagainya.
Namun, tidak semua jenis jamur dapat di konsumsi karena ada beberapa jenis
yang mengandung racun. Jenis racun biasa yang di temukan adalah Amanitin dan
muskarin. Apabila tanpa sengaja mengkonsumsi jamur beracun, racun jamur itu
akan bekerja sangat cepat dan mengakibatkan rasa mual, muntah, sakit perut,
penguaran banyak ludah dan keringat, miosis, diplopia, bradikardi, dan bahkan
konvulsi (kejang-kejang).
 Atropa Belladonna yang berisi alkaloid dari belladonna: Gejala
keracunan akibat mengonsumsi subtansi teersebut serupa dengan gejala keracunan
atropine, yaitu mulut kering, kulit kering, pandangan mata kabur, dilatasi pupil,
takikardi, dan halusinasi.
 Datura Stronomium (apel): Datura Stonomium mengandung
stronomium alkkoloid. Gejala klinis akibat kereacunan stronomium ini seperti
dengan gejala klinis keracunan Atropin. Tidak ada terapi yang spesifik untuk
keeracunan zat tersebut. Gejala klinis berupa gangguan pada susunan saraf perifer
dapat dinetralisasikan dengan pemberian pilokarpin, tetapi obat ini tidak dapat
menetralisasikan gangguan pada sistem saraf pusat. Penguaran racun pada korban
keracunan dapat di lakukan dengan induksi muntah untuk mengosongkan
lambung atau dengan bilasan lambung.

2) Keracunan akibat kerang dan ikan laut

Kasus keracunan kerang dan ikan laut memiliki gejala yang dapat terjadi
secara langsung dalam menit atau bahkan kurang dari itu setelah mengonsumsi
kerang atau ikan laut.Gejala yang muncul, antara lain, kemerah-merahan, pada
muka, dada, dan lengan, gatal-gatal , urtikarya, anggioderma, edema, takikardi,
palpitasi, sakit perut dan diare. Pada kasus yang berat dapat terjadi gangguan
pernapasan.

3) Keracunan akibat bahan kimia

8
Bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan keracunan makanan antara
lain, zat pewarna makanan, logam berat, bumbuh penyedap, dan bahan pengawet.
Berikut beberapa jenis penyakit antara lain yang sering di temukan antara
lain:
 Chinese Restaurant Syndrome: Sebagian orang yang mengonsumsi
makanan cina dalam 10-20 menit akan mengalami gejala semacam rasa
tidak enak, dan rasa terbakar di leher bagian belakang, kesemutan pada
lengan atas bagian belakang dan di depan dada. Kemunculan gejala
tersebut berfariasi, biasanya akan berlangsung selama 45 menit sampai 2
jam. Kemungkinan penyebab adalah monosodium klutamat yang sering di
pakai sebagai bumbuh penyedap masakan cina.
 Hot Dog Headache: Pada beberapa orang yang mengonsumsi hot dog akan
mengalami sakit di bagian kepala dan muka memerah yang muncul dalam
30 menit setelah mengonsumsi makanan tersebut. Kondisi itu mungkin di
sebabkan oleh natrium nitrit yang di gunakan pada proses pembuatan hot
dog.
 Keracunan zat-zat kimia: Kasus keracunan semacam ini terjadi karena
seseorang tanpa senngaja atau tanpa sepengatahuannya mengonsumsi zat
kimia beracun yang ada dalam makanan. Contoh zat kimia beracun
tersebut, antara lain, racun tikus, insektisida, natrium klorida yang di
sangka susu, atau barium bikarbonat yang di sangka tepung. Beberapa
peralatan makanan yang di lapisi dengan bahan tertentu (misalnya,
antimon atau zinkum) tidak boleh di gunakan untuk mewadahi makanan
yang mengandung zat tertentu ( misalnya asam) karena bahan pelapis itu
akan bereaksi dengan asam dan menghasilkan racun. Contoh kasus lainnya
adalah keracunan karena mengonsumsi makanan berupa ikan atau hasil
laut lain yang mengandung logam berat seperti mercury (hg), penyebab
penyakit mina mata , atau mengandung cadmium (Cd), penyebab penyakit
Itai-itai di Jepang.

2.4. Gejala Keracunan Makanan


Pada sebagian besar kasus keracunan makanan, gejala yang timbul hampir
mirip dengan flu perut/flu usus. Gejala tersebut dapat berlangsung mulai dari

9
hitungan jam hingga hari, berikut gejala terjadinya keracunan makanan yang
medicastore ambil dari digestive.niddk.nih.gov : 2
a) Kram perut
b) Mual
c) Muntah
d) Diare, kadang bercampur dengan darah
e) Demam
f) Dehidrasi
Biasanya kasus keracunan makanan tidak terlalu berat & dapat sembuh
dalam waktu 24-48 jam. Tetapi dapat juga terjadi kasus keracunan makanan
hingga menyebabkan kematian.

Rasa sakit dan gejala akibat keracunan makanan biasanya bertahan selama
beberapa jam hingga beberapa hari. Kebanyakan kondisi ini tidak membutuhkan
pengobatan secara khusus, tapi jika terjadi tanda dan gejala seperti di bawah ini,
sebaiknya Anda segera mencari bantuan medis atau memeriksakan diri ke dokter.2

 Sering mengalami muntah-muntah dan berlangsung lebih dari dua hari.

 Tidak bisa mempertahankan cairan selama satu hari atau mengalami


diare yang bertahan lebih dari tiga hari.

 Tinja bercampur dengan darah.

 Perubahan kondisi mental, seperti munculnya rasa kebingungan.

 Pandangan kabur atau berbicara tidak jelas.

 Munculnya gejala dehidrasi parah, seperti mulut yang kering, kelelahan,


sakit kepala, mata tenggelam, denyut jantung cepat, dan sulit buang air
kecil.

 Mengalami kejang-kejang.

Jika keracunan makanan terjadi saat hamil, Anda harus lebih waspada
dalam menyikapi kondisi ini

10
2.5. Investigasi Lapangan
Investigasi keracunan pangan terutama dilakukan untuk mempersempit
penyebab keracunan, karena keracunan pangan dapat disebabkan oleh ribuan
galur bakteri maupun berbagai racun baik yang dihasilkan oleh mikroba maupun
bahan kimia yang secara sengaja maupun tidak sengaja ditambahkan dalam suatu
rantai produksi pangan dari proses hulu (penamnaman, pemanenan) sampai ke
hilir (pengolahan, pengemasan dan sebagainya). Dalam pelaksanaannya kegiatan
mempersempit kandidat penyebab keracunan ini dilakukan baik melalui
wawancara mapun analisis obyektif di laboreatorium.5
Wawancara dengan korban keracunan merupakan suatu langkah strategis
yang dapat menuntun tim investigasi ke arah penyebab keracunan yang paling
mungkin. Oleh karena itu, disamping memenuhi kaidah-kaidah teknik wawancara
untuk mendapatkan hasil sesahih mungkin, substansi wawancara dalam
investigasi keracunan juga harus memuat pertanyaan-pertanyaan yang relevan
yang dapat menggiring pada berbagai data untuk analisis epidemiologi seperti
gejala yang dominan, waktu onset , dan jenis-jenis pangan yang dikonsumsi
dalam 72 jam terakhir. 2

Analisis epidemiologi dan interpretasi yang tepat tentang gejala keracunan,


waktu onset, jenis bahan pangan dengan memahami teknik pengolahan yang
rawan terhadap keracunan suatu kontaminan tertentu, penghitungan food specific
attack rate , serta pengetahuan mutakhir tentang jenis-jenis kontaminan yang
banyak menyebabkan keracunan pangan dapat membawa tim investigasi pada
jenis pangan yang patut dicurigai serta penyebab keracunan yang paling
mungkin.3

Dalam suatu jamuan misalnya, lazimnya disajikan berbagai jenis lauk


pauk, makanan pembuka atau penutup. Hasil wawancara yang baik semestinya
dapat menggiring investigator pada 2-5 jenis pangan yang paling mungkin yang
sesuai dengan gejala, waktu onset, serta teknologi pangan yang diduga penyebab
keracunan tersebut.1

2.6. Investigasi Laboratorium

11
Hasil analisis wawancara yang baik menjadi suatu modal penting dalam
pelaksanaan uji laboratorium. Dalam kenyataannya jumlah sampel yang tersedia
dalam keracunan pangan seringkali sangat terbatas untuk keperluan analisis untuk
beberapa calon penyebab keracunan. Penting diketahui disini bahwa penyebab
keracunan dalam analisis hanya dapat diketahui jika dilakukan analisis
terhadapnya, kecuali untuk gejala keracunan tipikal dengan satu jenis pangan yang
telah dikenal seperti keracunan tempe bongkrek, ikan buntal dan lain-lain. Apabila
analisis hanya dilakukan untuk mikroba A, misalnya, maka tentu tidak mungkin
disimpulkan bahwa mikroba B-lah penyebab keracunan.6
Di Eropa dan Amerika Serikat, misalnya, saat ini melaporkan bahwa
Campylobacter jejuni adalah penyebab keracunan terbesar. Mengingat
kompleksitas uji bakteri ini yang cukup tinggi, besar kemungkinan bakteri ini
tidak diuji dalam kejadian-kejadian keracunan, sehingga meski mungkin terjadi
tetapi keracunan karena C. jejuni di Indonesia mungkin belum muncul dalam hasil
investigasi. 6

Pemahaman mengenai pennyebab keracunan dan jenis pangan menjadi


penting, apalagi saat ini muncul berbagai patogen “emerging”. Misalnya, jika
hasil wawancara menunjukkan kemungkinan bakteri penyebab spora merupakan
penyebnab keracunan dalam bahan bangan matang berprotein tinggi, maka
analisis lebih tepat diarahkan pada Clostridium perfringens daripada Bacillus
cereus, meskipun keduanya menghasilkan spora. Apabila muntah muncul sebagai
gejala utama pada keracunan pangan, dengan waktu onset yang pendek (kurang
dari 1 jam) maka analisis terhadap bakteri dan enterotoksin Staphylococcus aureus
atau B. cereus tentunya menjadi lebih tepat.2

Dalam analisis laboratorium, penting diketahui modus suatu kontaminan


khususnya mikroba dalam menyebabkan keracunan. Apakah bakteri tersebut
menyebabkan infeksi? Apakah bakteri tersebut menyebabkan intoksikas? Apakah
diperlukan jumlah besar untuk bakteri tersebut dalam menyebabkan keracunan?
Hal ini akan memberikan input tentang apakah analisis kualitatif saja sudah
mencukupi atau diperlukan analisis kuantitatif, dan juga apakah analisis metabolit
(toksin) diperlukan. Untuk itu analisis laboratorium harus penggunaaan metode

12
analisis yang terstandarisasi dan tenaga analisis yang berketrampilan tinggi agar
diperoleh hasil yang konsisten. Khususnya untuk keracunan karena mikroba,
penting digunakan pendekatan metode analisis yang paling mendekati sasaran.
Tahap pendugaan untuk analisis Escherichia coli dalam lactose broth misalnya
akan mampu membawa analisis menemukan E. coli , tetapi tahapan ini juga
meniadakan E. coli galur tertentu seperti O157:H7, sehingga pada kondisi E.coli
O157:H7 yang diduga menjadi penyebab keracunan, tahap pendugaan dalam
lactose broth harus dimodifikasi, misalnya dengan penggunaan antibiotika.2

2.7. Diagnosis
Diagnosis yang dilakukan pada keracunan makanan didasarkan kepada
gejala yang dialami, makanan yang dimakan, dan sudah berapa lama merasa sakit.
Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari tahu apakah selama Anda
merasakan gejala keracunan makanan juga disertai kondisi dehidrasi.1
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti apakah Anda baru
saja melakukan perjalanan atau mungkin Anda makan/minum sesuatu yang
sudahter kontaminasi. Suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, dan bagian
perut yang sakit juga akan diperiksa oleh dokter.2
Selain pemeriksaan di atas, dokter mungkin akan melakukan tes medis
seperti tes darah, tes kondisi tinja, atau pemeriksaan parasit. Tes ini dimaksudkan
untuk mengetahui organisme penyebab terjadinya keracunan dan memastikan
diagnosisnya juga. Meski pada beberapa kasus, tidak diketahui secara pasti
penyebab terjadinya keracunan makanan.2
Tes pencitraan dan pungsi lumbal hanya akan dilakukan jika dicurigai
infeksi sudah menyebar ke bagian tubuh yang lain.

2.8. Penanganan Keracunan Makanan


Penanganan utama untuk kejadian keracunan makanan adalah dengan cara
mengganti cairan tubuh yang keluar (karena muntah atau diare) baik dengan
minuman ataupun cairan infus. Bila perlu, penderita dapat dirawat di rumah sakit.
Hal ini tergantung dari beratnya dehidrasi yang dialami, respon terhadap terapi &
kemampuan untuk meminum cairan tanpa muntah.1
a. Pemberian obat anti muntah & diare.
b. Bila terjadi demam dapat juga diberikan obat penurun panas.

13
c. Antibiotika jarang diberikan untuk kasus keracunan makanan. Karena
pada beberapa kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk
keadaan. Hanya pada kasus tertentu yang spesifik, antibiotika diberikan
untuk memperpendek waktu penyembuhan.
d. Bila mengalami keracunan makanan karena jamur atau bahan kimia
tertentu (pestisida). Penanganan yang lebih cepat harus segera
diberikan, termasuk diantaranya pemberian cairan infus, tindakan
darurat untuk menyelamatkan nyawa ataupun pemberian penangkal
racunnya seperti misalnya karbon aktif. Karena kasus keracunan
tersebut sangat serius, sebaiknya penderita langsung dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
e. Konsumsi Norit.
Konsumsi norit merupakan cara efektif sebagai salah satu penyerap
apapun dalam perut karena bersifat arang aktif. Konsumsi norit hanya
efektif untuk keracunan makanan yang terjadi didalam usus atau
lambung saja, namun tidak efektif pada racun yang sudah terlanjur
menyebar pada aliran darah. Selain itu norit juga menyerap sari-sari
makanan yang diperlukan tubuh, yang tentu saja merugikan.
f. Konsumsi air kelapa hijau.
Konsumsi air kelapa hijau dimaksudkan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang keluar bersama muntah dan diare.
g. Minum susu.
Susu bersifat mengikat racun dalam tubuh agar tidak beredar lebih jauh,
selain itu susu bisa memicu muntah agar dapat mengeluarkan racun
dalam makanan lebih banyak. Namun perlu diketahui bahwa susu tidak
dianjurkan bagi mereka yang memiliki intoleransi laktosa ataupun
alergi laktosa.
h. Tidak memberikan makanan padat kepada penderita.
Sebaiknya tidak memberikan makanan padat kepada penderita,
terutama jika penderita masih mual/muntah. Akan lebih baik jika
penderita diberikan cairan sedikit demi sedikit untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat muntah/diare. Makanan boleh diberikan
kepada penderita jika penderita berhenti mual/muntah. Makanan yang
diberikan hendaknya yang bersifat lunak dan dalam porsi kecil agar
mudah dicerna, misalnya bubur.

14
2.9. Pencegahan Keracunan Makanan
Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari keracunan makanan
adalah dengan menjalani hidup bersih dan memproses makanan secara higienis,
baik dalam hal penyimpanan, penanganan, dan penyiapan. Pastikan untuk tidak
mengonsumsi makanan yang sudah kedaluarsa dan mengikuti petunjuk pada
bungkus makanan. Jangan mengandalkan penampilan dan aroma makanan untuk
menentukan kesehatan makanan. Hindari membeli makanan dan minuman dari
tempat yang kebersihannya tidak terjamin.6

Mencegah Penyebaran Infeksi yang Telah Terjadi

Orang yang mengalami keracunan makanan tidak boleh menyiapkan atau


mengolah makanan untuk orang lain. Mereka juga perlu menjaga jarak dari orang
lanjut usia dan anak-anak kecil. Disarankan untuk tidak masuk sekolah atau
masuk kerja hingga dua hari setelah diare terakhir. Jika Anda tinggal dengan orang
yang mengalami keracunan makanan, hal-hal yang perlu Anda lakukanadalah:3

 Mencuci tangan dengan sabun secara teratur bagi semua orang yang
tinggal dengan pasien yang mengalami keracunan makanan.
 Usahakan semua orang memiliki handuk tersendiri.
 Cuci pakaian orang yang keracunan makanan dengan pengaturan air paling
panas pada mesin cuci.
 Membersihkan bagian-bagian toilet yang sering dipegang secara rutin.

Mencegah Keracunan Makanan

Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah keracunan


makanan:3

 Membersihkan. Bakteri dan virus berbahaya bisa dicegah dengan menjalani


pola hidup higienis dan membersihkan segala peralatan dan permukaan.
Pastikan untuk membersihkan tangan dengan sabun setelah dari toilet,
sebelum menyiapkan makanan, setelah memegang makanan mentah, dan
setelah menyentuh tempat sampah.

15
 Memasak. Agar bakteri berbahaya mati, sangat penting untuk memasak
makanan hingga matang menyeluruh, terutama daging dan hidangan laut.
Sebagian daging bisa disajikan setengah matang asalkan bagian luar sudah
matang. Saat menghangatkan makanan, pastikan mendidih secara merata dan
jangan memanaskan makanan lebih dari satu kali.
 Membekukan. Periksa petunjuk penyimpanan makanan pada kemasan untuk
mengetahui suhu yang tepat. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan
dan perkembangbiakan bakteri. Jika makanan harus didinginkan, pastikan
suhu kulkas mencapai 0-5 derajat Celcius. Jika dibiarkan di suhu ruangan,
bakteri bisa tumbuh dan berkembang biak. Sisa makanan harus didinginkan
dengan cepat, setidaknya dua jam setelah dikonsumsi.
 Kontaminasi silang. Ini adalah kondisi ketika bakteri berpindah dari
makanan satu ke makanan lainnya. Ini terjadi ketika makanan saling
bersentuhan, menetes pada makanan lain, ketika ada bakteri di tangan,
permukaan benda, dan perlengkapan yang dipakai untuk menyiapkan
makanan. Berikut ini beberapa cara untuk mencegah kontaminasi silang:
 Cuci tangan setelah memegang makanan mentah.
 Simpan daging mentah di kulkas terbawah agar tidak menetes ke
makanan lain.
 Gunakan papan pengiris berbeda untuk makanan mentah dan
makanan siap saji. Anda juga bisa cuci sebelum dipakai untuk
menyiapkan makanan berbeda.
 Bersihkan pisau dan peralatan lain setelah dipakai untuk makanan
mentah.
 Jangan mencuci daging mentah atau unggas. Mencucinya akan
menyebarkan bakteri ke sekitar dapur. Bakteri berbahaya dalam
daging merah dan daging unggas akan mati saat dimasak.
Jika Anda bepergian ke daerah lain, pastikan untuk memilih makanan dan
air yang higienis untuk menurunkan risiko mengalami keracunan makanan.

2.10. Surveilans Epidemiologi

Langkah-langkah investigasi KLB/wabah meliputi beberapa tahapan


sebagai berikut:7

16
1. Persiapan lapangan

Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori:

a. Persiapan investigasi

Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:

 pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi


KLB/wabah
 pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan,
termasuk pengetahuan & teknik pengumpulan data dan manajemen
spesimen
 pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer
 dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
 material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/sediaan
spesimen dan tes laboratorium

b. Persiapan administrasi

Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek


administratif dari investigasi seperti: penyediaan perijinan, surat-surat atau
dokumen formal/legal dalam melakukan investigasi, penyediaan dana yang
memadai, transportasi yang dapat diandalkan, kerapian dalam dokumentasi,
pembagian tugas dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.

c. Persiapan konsultasi

Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim kesehatan
dalam proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi harus jelas, apakah tim
kesehatan memiliki peran langsung memimpin investigasi, atau hanya mitra dari
pejabat/petugas kesehatan setempat (misalnya tim atau organisasi kesehatan Arab
Saudi), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap pejabat/petugas
lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/staf/kontak lokal

serta otoritas setempat adalah sangat penting.

2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis

17
a. Konfirmasi kejadian KLB/wabah

Pada situasi KLB/wabah, umumnya diasumsikan bahwa semua kasus-


kasus yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat hal atau sebab
yang sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa:

1) Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan


peningkatan tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan dan memiliki
sebab yang sama dan bukannya cluster sporadis kasus-kasus penyakit yang sama
tapi tidak saling berhubungan atau bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang
sebenarnya berasal dari beberapa penyakit yang berbeda.

2) Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected). Biasanya


perkiraan dapat dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah kasus pada
minggu atau bulan sebelumnya atau dengan bulan yang sama pada tahun-tahun
sebelumnya. Data tentang jumlah kasus sebelumnya tentu harus diperoleh dari
berbagai sumber-sumber data yang tersedia di wilayah tersebut baik dari sistem
surveilens lokal, pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di
berbagai fasilitas kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang bersifat ad-
hoc, dll.

3) Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut bukan


disebabkan oleh faktor-faktor lain yang artifisal (diluar peningkatan insiden
penyakit yang sesungguhnya), seperti misalnya peningkatan karena:

- perubahan definisi kasus


- peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)
- peningkatan sistem/prosedur pelaporan lokal
- peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan
- penambahan besar populasi
- dll.

b. Verifikasi Diagnosis

Tujuan verifikasi diagnosis adalah:

1) memastikan bahwa penyakit/masalah kesehatan yang muncul memang


telah didiagnosis secara tepat dan cermat.

18
2) menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan laboratorium
sebagai pendukung diagnostik.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan:

1) ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan


2) kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar tertentu
yang diharapkan
3) komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan jamaah sakit, untuk
menggali secara lebih akurat riwayat penyakit dan pajanan potensial

3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan


pajanan

a. Penentuan definisi kasus

Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis
untuk menentukan apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita
penyakit tsb. Definis kasus dalam konteks KLB/wabah haruslah dibatasi oleh
karateristik tertentu dari, orang tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka definisi
kasus ini harus dipakai secara konsisten pada semua situasi dalam investigasi.

Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat dibagi


menjadi:

1) Kasus definitif/konfirmatif (definite/confirmed case) adalah


diagnosis kasus yang dianggap pasti berdasarkan verifikasi
laboratorium
2) Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang
ditegakkan berdasarkan berbagai gambaran klinis yang khas tanpa
verifikasi laboratorium
3) Kasus mungkin/dicurigai (possible/suspected case) adalah
diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran
klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium.

b. Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan

19
Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus dipikirkan
mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber kasus yang
mungkin, seperti dari/di:

1. fasilitas kesehatan, seperti BPHI, Pos Medik, RS Arab Saudi, dll.


2. pemukiman
3. sarana transportasi seperti pesawat
4. jemaah yang sakit atau keluarganya
5. dll.

Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:

1. identitas kasus, misal: nama, no. jamaah, no. kloter, nama asal embarkasi,
no/nama rombongan no/nama regu, dll.
2. karateristik demografis, misal; umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
3. karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit yang
dialami, serta hasil lab
4. karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan sebab-sebab
penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan
penyakit yang diteliti.
5. informasi pelapor kasus.

Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan


yang standar, kuesioner atau form abstraksi/kompilasi data. Form
abstraksi/kompilasi data berisi pilihan informasi-informasi terpenting yang perlu
didata untuk setiap kasus. Bentuk format kompilasi tsb berupa baris-baris daftar
kasus (line listing). Pada format line listing ini setiap kasus yang ditemui
diletakkan pada setiap baris, sementara setiap kolomnya berisi variabel penting
kasus tsb. Kasus baru akan dimasukkan/ditambahkan pada baris di bawah kasus
sebelumnya, sehingga kita dapat memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui
(up-dated) berikut jumlahnya dari waktu ke waktu.

4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan


waktu

KLB/wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan melakukan


tabulasi data frekuensi distribusi kasusnya menurut karakteristik orang, tempat
dan waktu. Penggambaran ini disebut epidemiologi deskriptif.

20
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik orang
dilakukan untuk melihat apakah karakteristik orang/populasi tertentu memberikan
tingkat risiko tertentu untuk terjadinya penyakit. Karateristik orang yang lazim
diteliti adalah karakteristik demografis, klinis dan pajanan.

Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik tempat


dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah secara geografis dan
menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola penyebaran (spreading)
penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang nantinya dapat dijadikan petunjuk
untuk mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area
(area map) merupakan bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang
sangat berguna. Penerapan sistem informasi geografis (geografic information
system atau GIS) berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan
tersebut di atas.

Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu


dilakukan untuk beberapa tujuan berikut ini:

a. mengetahui besarnya skala KLB/wabah dan kecenderungan waktu


(time trend) dari kejadian KLB/wabah tsb. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan ini KLB/wabah dapat digambarkan menggunakan
kurva epidemik (epi) ini.
b. memprediksi jalannya KLB/wabah di waktu-waktu mendatang
c. mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal
dari 1 sumber yang sama dan menyebar sekaligus) atau propagated
(menyebar dari orang ke orang) atau campuran keduanya.

5. Pengumpulan specimen dan analisis laboratorium

Pengumpulan spesimen apabila memungkinkan dan layak (feasible) dapat


membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit tertentu merupakan
penentu diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera, salmonelosis, hepatitis dan
keracunan logam berat. Namun harus dipahami bahwa setiap perangkat dan teknik
tes laboratorium memiliki nilai validitas (sensitifitas dan spesifisitas) tertentu
yang akan menentukan besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis
kasus.

21
6. Formulasi dan uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik

a. Formulasi hipotesis

Berdasarkan fakta-fakta epidemiologi deskriptif (deskripsi kasus menurut


orang tempat dan waktu), kita dapat mulai membuat dugaan atau penjelasan
sementara (hipotesis) yang lebih fokus tentang faktor-faktor risiko atau
determinan yang diperkirakan terlibat dalam kejadian KLB/wabah tersebut.

Hipotesis yang kita buat haruslah diarahkan untuk mencari penjelasan tentang:

1) Sumber penularan
2) Cara penularan (mode of transmission)
3) Faktor-faktor risiko atau determinan yang mempengaruhi terjadinya
KLB/wabah

Proses penalaran dalam membuat hipotesis dapat menggunakan pendekatan


berikut:

1) Metode perbedaan (difference)


2) Metode kecocokan (agreement)
3) Metode variasi yang berkaitan (concomitant variation)
4) Metode analogi (analogi)

b. Uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik

Proses pengujian hipotesis bergantung pada bukan hanya pendekatan/uji


statistik yang dipakai tapi juga desain studi epidemiologi analitik yang dipakai
untuk menyelidiki etiologi atau determinan penyakit yang menimbulkan
KLB/wabah.

Desain studi epidemiologi analitik yang boleh dipertimbangkan untuk


digunakan dalam investigasi wabah adalah studi kasus kontrol dan kohort.

7. Aplikasi studi sistematik tambahan

Selain studi epidemiologi deskriptif dan analitik, kadangkala diperlukan


dukungan tambahan dari studi-studi sistematik lain, khususnya ketika studi
epidemiologi analitik masih belum dapat menyuguhkan bukti-bukti yang kuat.
Studi-studi sistematik tambahan yang dapat dilakukan misalnya adalah studi

22
metaanalisis, studi kualitatif, studi mortalitas, survei serologis atau investigasi
lingkungan.

8. Penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan

Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan


pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya langkah
intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dan sedini mungkin, ketika sumber
KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.

Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/simpul


terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti:

a. agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik


b. keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh
c. mekanisme transmisi penyakit
d. kerentanan hostmelalui programkebugaran dan vaksinasi misalnya

9. Komunikasi hasil

Tugas terakhir dalam investigasi wabah adalah mengkomunikasikan


dengan baik hasil investigasi kepada berbagai pihak yang berwenang,
bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan.

Format/bentuk komunikasi yang dapat dilakukan adalah berupa:

a. Penjelasan lisan.

Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang, bertanggungjawab


dan terkait dengan intervensipenanggulangan dan pencegahan. Presentasi
oral haruslah jelas, mudah dipahami dan secara ilmiah meyakinkan
pengambil keputusan sehingga dapat memotivasi mereka untuk segera
melakukan intervensi

b. Penulisan laporan.

23
Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan
sistematika tertentu yang sesuai dengan standar-standar penulisan ilmiah.
Sistematika yang dipakai meliputi:

1) pendahuluan/latar belakang
2) tujuan
3) metodologi
4) hasil
5) pembahasan
6) simpulan dan saran/rekomendasi

2.11. Contoh Investigasi terhadap kasus keracunan makanan


Makanan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena merupakan
kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Namun makanan dapat menyebabkan
penyakit atau membahayakan apabila tidak diolah secara baik dan benar. Berikut
terdapat beberapa contoh kasus keracunan makanan di Indonesia.

1. Keracunan Massal Akibat Makanan Mengandung Bakteri Tinja


Minggu, 22 Feb 2015 11:52 WIB.
Sekitar 117 siswa SDN Cigantang 1 dan 2, Kecamatan Mangkubumi,
Tasikmalaya, Jawa Barat mengalami keracunan massal setelah memakan makanan
yang dijual pedagang kantin.8

24
Sejumlah pasien yang mengalami keracunan menjalani perawatan medis di Aula Kantor
Kelurahan Cigantang, Kecamatan Mangkubumi, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (5/2/2015).
(Antara/Adeng Bustomi).

Maka dilakukan investigasi terhadap kejadian ini dengan mengambil 30


sampel makanan yang dibuat oleh pedagang kantin dan dilakukan pemeriksaan di
laboratorium Mikrobiologi Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya
Dari hasil laboratorium diketahui, bahan makanan yang dijual oleh
pedagang mengandung bakteri tinja yaitu bakteri ecoli, bakteri bacillus coagulans,
bakteri staphylococcus, jamur candida albicans dan jamur candida sp.
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan Kota Tasikmalaya mengatakan ada beberapa bahan makanan yang
dijual pedagang tercemar bakteri dan jamur, seperti pada bakso terdapat
kandungan jamur candida albicans, jamur candida sp pada saus, pada kecap
terdapat bakteri bacillus coagulans dan ecoli pathogen pada bakso mentah
terkandung bakteri staphylococcus. Selain itu, secara kimiawi bahan makanan
yang dikomsumsi siswa SD tersebut terdapat nitrit yang biasanya ada dalam urin.
Jelas penyebab keracunan ini, bahwa pedagang tidak menjaga kebersihan
dalam pembuatan bahan makanan atau personal hygiene pedagang sangat buruk
dimana bahan makanan yang tercampur kuman atau bibit penyakit diare.

2. Usai Santap Nasi Kotak, Puluhan Warga Cianjur Mual dan Mulas9
15 Nov 2016, 20:05 WIB

25
Puluhan warga Kampung Awilarangan, Desa Benjot, Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, keracunan usai menyantap nasi kotak
saat acara syukuran salah seorang warga di wilayah itu. Sebanyak 23 orang
mengalami mual, pusing, muntah-muntah, dan diare. Para korban
diduga keracunan makanan itu pun harus mendapatkan perawatan intensif di
RSUD Cianjur.
Dari salah satu korban yang diwawancarai mengatakan telah buang air
besar sebanyak 15 kali dalam sehari dan merasa pusing. korban mengaku sakit di
bagian perut usai menyantap nasi kotak di acara 40 hari syukuran salah seorang
warga di Kampung Awilarangan dimana nasi kotak tersebut berisi nasi putih,
daging rendang dan bihun pada Senin malam, 14 November 2016. Sedangkan
kebanyakan korban lainnya yang sempat diwawancarai mengatakan baru
merasakan mulas, dan sering buang air besar satu hari setelah menyantap
makanan tersebut.
Maka dilakukan investigasi berupa pengambilan sampel makanan untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan mengamankan tempat makan yang
terbuat dari styrofoam. Kepala Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat telar berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan kabupaten
Cianjur serta pihak kepolisian setempat.
Pada kasus keracunan ini kepala desa menduga penyebab keracunan bukan
dari makanan, melainkan dari tempat makanannya yang berbahan Styrofoam
sebab, ada rentang sehari dari waktu menyantap makanan hingga keracunan
massal tersebut terjadi. Kemungkinan pemilik rumah tidak membersihkan
terlebih dahulu tempat makan sebelum di masukan makanan atau tempat makan
yang dipakai sudah pernah dipakai sebelumnya. Kecurigaan lain apakah
makanan yang disajikan sudah kadaluwarsa atau pengolahan makanan yang
kurang baik. Namun belum dapat dipastikan penyebabnya karena sedang
dilakukan penelitian.
3. Puluhan Warga Sungai Liat, Kepulauan Bangka Belitung mengalami
Mual, Mulas dan Pusing setelah Mengkonsumsi Mi Instan.10
21 Mar 2016, 18:49 WIB
Dalam sebulan ini, terdapat puluhan warga yang mengalami gejala mual,
mulas dan pusing di Desa Sungai Liat, Kepulauan Bangka Belitung. Saat

26
beberapa warga diwawancarai mereka mengaku merasakan gejala tersebut
setelah mengkonsumsi mi instan yang biasa mereka beli di warung.
Setelah dilakukan penyelidikan oleh kepala Desa, pihak kepolisian dan tim
dari dinas kesehatan setempat didapatkan mie bercampur pengawet mayat atau
boraks dan soda berbahaya.
Tim gabungan langsung melakukan sidak ke beberapa pabrik pembuatan
mi instan yang terletak di Sungai Liat, ternyata benar petugas menemukan mi
yang positif mengandung boraks dan soda berbahaya. Seperti yang kita ketahui
bahwa boraks berbahaya jika masuk kedalam tubuh manusia.

4. Belasan Anak Muntah-muntah Usai Santap Bakso Bakar11


Selasa, 16 Mei 2017 - 00:37 WIB

Dua orang anak terbaring di Klinik Ismadana Muaradua, Sumatera Selatan setelah
mengalami gejalan keracunan seusai menyantap bakso bakar.

Sebanyak 13 anak di Desa Suberingin, Kecamatan Buay Pemaca,


Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatera Selatan diduga
mengalami gejala keracunan.
Para korban mengalami muntah-muntah dan merasakan pusing setelah
menyantap bakso bakar yang dijajakan pedagang di sekitar lokasi pesta
pernikahan.
Berdasarkan Informasi yang diperoleh, dugaan keracunan massal berawal
saat para warga menghadiri pesta pernikahan warga setempat di Dusun II, Senin
15 Mei 2017 sore.
Saat itu pesta pernikahan berlangsung meriah karena diisi acara hiburan
organ tunggal. Pasti situasi tersebut menarik perhatian para pedagang untuk

27
berjualan di dekat lokasi pesta. Termasuk pedagang bakso bakar. Alhasil banyak
anak-anak di sekitar lokasi yang memakan jajanan tersebut. Kehebohan terjadi
ketika tiba-tiba sejumlah anak merasa pusing dan muntah-muntah. Peristiwa itu
membuat acara pesta pernikahan berhenti.
Menurut Kepala desa setempat yang kebetulan juga hadir dalam acara
pernikahan tersebut mengatakan mayoritas korban mengalami gejala keracunan
beberapa jam setelah memakan makanan jajanan bakso bakar keliling yang
berjualan di sekitar lokasi pesta pernikahan.
Pada kasus ini dilakukan investigasi terhadap jajanan bakso bakar tersebut
untuk diteliti di laboratorium apakah terdapat kuman di bakso tersebut. Selain itu
melihat personal hygiene dari penjual bakso bakar tersebut dan setelah dilihat
ternyata memiliki personal hygiene yang buruk, bakso bakar yang dijual juga
mudah untuk terkontaminasi dengan debu dan hama sekitar karena dibiarkan
terbuka dalam waktu lama.

BAB III
KESIMPULAN

Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh memakan


makanan yang telah terkontaminasi. Keracunan makanan merupakan salah satu
penyakit gastroenteritis akut. Penyakit ini terjadi karena kontaminasi bakteri hidup
atau toksin yang dihasilkannya pada makanan atau karena virus dan adanya
kontaminasi zat-zat organik dan racun yang berasal dari tanaman dan binatang.
Secara sederhana keracunan makanan berdasarkan penyebabnya dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu bacterial food poisoning dan non bakterial food
poisoning. Bacterial food poisoning terjadi akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi dengan bakteri hidup dan toksin yang dihasilkan bakteri tersebut.
Bacterial food poisoning dapat dibedakan menjadi 4 tipe yaitu salmonella food
poisoning, staphylococcal food poisoning, botulism atau botulisme, clostridium
perfringens food poisoning. Non-bacterial food poisoning adalah kasus keracunan

28
makanan yang bukan disebabkan oleh bakteri maupun toksin yang dihasilkannya.
Kasus keracunan semacam ini dapat disebabkan oleh keracunan akibat tumbuh-
tumbuhan, keracunan akibat kerang dan ikan laut, dan keracunan akibat bahan
kimia.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya
keracunan makanan yaitu menghindari kontaminasi bakteri pada makanan,
menghentikan pertumbuhan bakteri, dan membunuh bakteri dengan cara memasak
makanan dengan benar. Menghindari kontaminasi bakteri pada makanan dengan
cara menjaga kebersihan pribadi, mengolah bahan makanan mentah dengan baik,
menjaga kebersihan peralatan makan, menghindari kontaminasi silang antara
makanan yang mentah dan matang. Menghentikan pertumbuhan bakteri dengan
cara menjauhkan makanan dari panas (>60º) dan dingin (<5º), memanaskan
kembali makanan sampai suhu 75º sebelum disajikan, mendinginkan makanan
sekitar 30 menit setelah disiapkan atau dimasak, periksa kembali kulkas dengan
pendingin dibawah suhu <5º dan freezer <8º, dan mencairkan makan terlebih
dahulu bila berasal dari kulkas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Supraptini. 2002. Kejadian Keracunan Makanan dan Penyebabnya di


Indonesia Tahun 1999-2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi
Kesehatan; Vol.1 No.3: 127-135.

2. Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn


Terapi, EGC, Jakarta 2001 : 98-115.

3. Panitia Pelantikan Dokter FK-UGM : Penatalaksanaan Medik, Senat


Mahasiswa Fak.Kedokteran UGM, Yogyakarta 1987 : 18-22.

4. Kepmenkes. 2003. Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Tentang


Pedoman Persyaratan Makanan Jajanan. Depkes RI, Jakarta.

5. Permenkes 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1096/MENKES/PER/VI Tahun 2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga. Jakarta.

29
6. Enviromental compliance. 2008. Fact: Food Poisioning.
www.pittwater.nsw.gov.au, diakses 01 Juni 2017.

7. CDC, 1992; food poisoning. Dwyer dan Groves, dalam Nelson, dkk, 2005

8. Bernas. 2016. Keracunan Massal Akibat Makanan Mengandung Bakteri


Tinja, http://jabar.metrotvnews.com/read/2015/02/22/361464, diakses 01
Juni 2017.

9. Bernas. 2016. Usai Santap Nasi Kotak, Puluhan Warga Cianjur Mual dan
Mulas, http://regional.liputan6.com/read/2653062, diakses 01 Juni 2017.

10. Bernas. 2016. Puluhan Warga Sungai Liat, Kepulauan Bangka Belitung
mengalami Mual, Mulas dan Pusing setelah Mengkonsumsi Mi Instan,
http://www.tribunnews.com, diakses 01 Juni 2017.

11. Bernas. 2015. Belasan Anak Muntah-muntah Usai Santap Bakso Bakar,
https://daerah.sindonews.com/read/1205407/190, diakses 01 Juni 2017.

30

Anda mungkin juga menyukai