Anda di halaman 1dari 3

PROTOKOL/LANGKAH LANGKAH YANG DILAKUKAN BILA TERJADI WABAH

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini mungkin setelah
tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan wabah telah memberikan
fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya wabah, sumber agen infeksi,
dan cara transmisi yang menyebabkan wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai
tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis. Tetapi jika pada investigasi wabah belum
memberikan fakta yang jelas maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1.      Mengidentifikasi Wabah

Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan
normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu
tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat,
yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi
tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan
hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Pada dasarnya wabah
merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu wabah ditentukan dengan cara
membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa
lalu (minggu, bulan, tahun).

Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan terjadinya wabah. Terdapat sejumlah faktor
yang bisa menyebabkan jumlah kasus “tampak” meningkat: (1) Variasi musim (misalnya, diare
meningkat pada musim kemarau ketika air bersih langka) (2) Perubahan dalam pelaporan kasus;
(3) Kesalahan diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium); (4) Peningkatan
kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas pelaporan); (5) Media yang memberikan
informasi bias dari sumber yang tidak benar.

Terjadinya wabah dan teridentifikasinya sumber dan penyebab wabah perlu ditanggapi dengan
tepat. Jika terjadi kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut wabah, maka pihak dinas
kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah akan melakukan investigasi
wabah. Sejumlah faktor mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi wabah: (1)
Keparahan penyakit; (2) Potensi untuk menyebar; (3) Perhatian dan tekanan dari masyarakat; (4)
Ketersediaan sumber daya. Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan
berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu
dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali kewaspadaan.
Tetapi wabah lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian
yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi
klinis berat dan fatal, misalnya flu burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan
investigasi wabah dan mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut penyakit itu.

2.      Melakukan Investigasi Wabah

Pada Investigasi wabah dilakukan dua investigasi, yaitu investigasi kasus dan investigasi
penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang
dilaporkan telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti wabah mendefinisikan kasus dengan
menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut: (1) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset); (2)
Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya wabah); (3)
Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)

Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit akan
dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian diagnosis,
kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus suspek (suspected case, syndromic case), (2)
kasus mungkin (probable case, presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite
case). Klasifikasi kasus (yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan
dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pelaporan. Kasus suspek
bersifat sensitive tetapi kurang spesifik, dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin
dan kasus pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek, dengan tujuan
mengurangi positif palsu.

Investigasi selanjutnya adalah investigasi penyebab terjadinya wabah.  Pada investigasi


penyebab terjadinya wabah dapat dilakukan dengan wawancara  dan epidemiologi deskriptif.
Pada wawancara intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah
untuk menemukan penyebab terjadinya wabah. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir
baku, peneliti mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan
dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut: (1) Identitas diri (nama, alamat, nomer
telepon jika ada); (2) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan); (3) Kemungkinan sumber,
paparan, dan kausa; (4) Faktor-faktor risiko; (5) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi
kasus, catat tanggal onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian
akibat penyakit); (6) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil
investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang meragukan atau tidak
didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan pemeriksaan laboratorium).

Tujuan epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi dan pola penyakit pada
populasi menurut karakteristik orang, tempat, dan waktu. Dengan menghitung jumlah kasus,
menganalisis waktu, incidence rate, dan risiko, peneliti wabah mendeskripsikan distribusi kasus
menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva epidemi, mendeskripsikan
kecenderungan (trends) kasus sepanjang waktu, luasnya daerah wabah, dan populasi yang
terkena wabah. Dengan epidemiologi deskriptif peneliti wabah bisa mendapatkan hipotesa
penyebab dan sumber wabah.

3.      Melaksanakan penanganan wabah

Bila investigasi kasus dan penyebab telah memberikan fakta tentang penyebab, sumber, dan cara
transmisi, maka langkah pengendalian hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi
analitik yang lebih formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang
keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit upaya pengendalian,
makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin sedikit kasus baru yang bisa dicegah.
Prinsip intervensi untuk menghentikan wabah sebagai berikut: (1) Mengeliminasi sumber
patogen; (2) Memblokade proses transmisi; (3) Mengeliminasi erentanan.
Eliminasi sumber patogen mencakup: (1) Eliminasi atau inaktivasi patogen; (2) Pengendalian
dan pengurangan sumber infeksi (source reduction); (3) Pengurangan kontak antara penjamu
rentan dan orang atau binatang terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya); (4)
Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan, memasak daging dengan
benar, dan sebagainya); (5) Pengobatan kasus.

Blokade proses transmisi mencakup: (1) Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker,
kacamata, jas, sarung tangan, respirator); (2) Disinfeksi/ sinar ultraviolet; (3) Pertukaran udara/
dilusi; (4) Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara; (5) Pengendalian vektor
(penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles, pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan
kelambu berinsektisida, larvasida, dan sebagainya).

Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup: (1) Vaksinasi; (2) Pengobatan
(profilaksis, presumtif); (3) Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (“reverse isolation”);
(4) Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan massa).

4.      Menetapkan Berakhirnya Wabah

Pada tahap ini, langkah yang dilakukan sama dengan langkah pada mengidentifikasi wabah. Pada
tahap ini, dilakukan dengan mencari informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari
sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga
masyarakat. Informasi juga bisa berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (suratkabar dan televisi). Hal ini untuk menganalisis
apakah program penanganan wabah dapat menurunkan kasus yang terjadi.

5.      Pelaporan Wabah

Peneliti wabah memberikan laporan tertulis dengan format yang lazim, terdiri dari: (1)
introduksi, (2) latar belakang, (3) metode, (4) hasil-hasil, (5) pembahasan, (6) kesimpulan, dan
(7) rekomendasi. Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan
kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi rujukan yang berguna
jika terjadi situasi serupa di masa mendatang.

Selain itu pada pelaopran wabah terdapat  tahap akhir dari investigasi wabah yaitu evaluasi
program. Peneliti wabah perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai
kelemahan program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat
upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai