Oleh :
1. Janter Bonardo Siburian
2. Listia Evalina Sitepu
3. Novina Firlia F Putri
4. Lusiana Jeanette
5. Adisti Putri R
6. Angelia Elizabeth
Pembimbing :
dr. Suryo Wijoyo
Dosen Penguji :
Dr. Intarniati NR, SpF, SH, Mkes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 17 Februari 2014-15 Maret 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya referat
dengan judul Tenggelam di Air Rawa dan Air Payau ini. Ucapan terima kasih selayaknya penulis
berikan kepada dr. Intarniati NR, SpF, SH, Mkes selaku pembimbing penulis dalam
menyelesaikan penulisan referat ini.
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Forensik Rumah Sakit
Umum Pusat Dokter Kariadi. Penulis jelas berharap semoga penulisan refereat ini dapat berguna
bagi siapa saja yang membacanya dalam penambahan wawasan dan pengetahuan tentang
Tenggelam di Air Rawa dan Air Payau. Penulis juga mohon maaf sebesar-besarnya apabila
dalam penulisan ini masih ditemukan kesalahan dalam penulisan atau pengertian, sekiranya
dapat dimaklumi. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya dan selamat
membaca.
BAB I
TENGGELAM
A. Pengertian Tenggelam
Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia yang disebabkan adanya air yang menutup
jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru. Keadaan ini merupakan penyebab kematian
jika kematian terjadi dalam waktu 24 jam dan jika bertahan lebih dari 24 jam setelah
tenggelam memperlihatkan adanya pemulihan telah terjadi ini disebut near drowning.
Penelitian pada akhir tahun 1940-an hingga awal 1950-an menjelaskan bahwa kematian
disebabkan adanya gangguan elekrolit atau terjadinya hipoksia dan asidosis yang
menyebabkan aritmia jantung akibat masuknya air dengan volume besar ke dalam sirkulasi
melalui paru-paru.(1,5,7)
Mekanisme kematian dapat juga terjadi pada tenggelam adalah inhibisi vagal dan spasme
larynx. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda pada tenggelam akan member
warna pada pemeriksaan laboratorium.(2)
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara langsung
berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam keadaan mabuk,
berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang epilepsy. Pembunuhan
dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada
orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah
mati, padahal hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai,
sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga
merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau
besi, baru kemudian terjun ke air.(2)
B. Hasil Pemeriksaan yang Ditemukan
Tanda-tanda yang ditemukan pada mayat mati tenggelam : (1,2,4,8,10)
Pemeriksaan luar
Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5F per menit. Suhu
tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala.
Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
3
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
tenggelam.
Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan kulit yang
keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam
setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat
ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput juga.
Pada lidah ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa korban
berusah untuk hidup atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat dari masuknya
mayat.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat
persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-benda disekitarnya. Lukaluka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak jarang korban dianiaya
sebelum ditenggelamkan.
Pemeriksaan dalam
Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak
impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat
kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan
kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernafasan yang
besar seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing,
tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara
yaitu,central dan Pennales atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174
jenis diatom, mempunyai ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 m.
Diatoms biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain
lain, akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung
pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan bukti
adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.(2,5)
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paru-paru seseorang
yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan rongga paru-paru dan
memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat masuk ke jantung, hati,
ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui
sangat kecil akan tetapi tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam
organ dan rongga paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini
disebut Drowning Associated Diatoms (DAD).(5)
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang dan darah
selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam.
Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus menghasilkan
negatif yang salah dan positif yang salah didokumentasikan. Analisa diatom yang
saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi
akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah
diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab
penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom
tersebut.(5)
Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah satu hal
termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang tenggelam, Pada kasus
tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada putative drowning medium. Untuk
mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat,
kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paru-paru, hati,
ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan
ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan analisa
diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur
6
atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam
dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas
20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan
50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya
cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat
yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih
hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan
beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk
pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.(1,2,5)
Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies diatom yang
berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam.
C. Patofisiologi secara Umum
Hipoxia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat tenggelam,
tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang memasuki
laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat pengaruh reflex
vagal, hal ini terjadi pada 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa yang kental, berbusa,
dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu perangkap fisik yang menyumbat
jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian
telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat
tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga menyebabkan
hypoxia progresif.(1,9)
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang dilakukan ialah
mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga tercapainya batas kesanggupan, dimana
orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas kesanggupan tubuh ini ditentukan
oleh kombinasi tingginya konsentrasi Karbondioksida dan konsentrasi rendah Oksigen di
mana oksigen dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Menurut Pearn, batas ini tercapai
ketika kadar PC02 berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hypoxia, dan ketika
kadar PA02 di bawah 100 mmHg ketika PC02 cukup tinggi.(1,7)
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah besar
volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung.
Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya
terjadi aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan
7
terus berlanjut hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Hipoksia serebral
akan semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Faktor-faktor yang
juga menentukan sejauh mana anoksia serebral menjadi irreversibel adalah umur korban dan
suhu di dalam air. Misalnya pada air yang cukup hangat, waktu yang diperlukan sekitar 3
hingga 10 menit. Tenggelamnya anak-anak pada air dengan suhu dingin yang cukup ekstrim
selama 66 menit masih bisa tertolong melalui resusitasi dengan sistem syaraf/neurologik
tetap utuh. Juga, berapa pun interval waktu hingga terjadi anoksia, penurunan kesadaran
selalu terjadi dalam waktu 3 menit setelah tenggelam.(1)
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat terendam ke dalam
air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO 2 yang signifikan. Kemudian
hipoksia serebral karena rendahnya P02 dalam darah, bersamaan dengan penurunan hingga
hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum batas kesanggupan (breaking point) tercapai.(1)
Diatom Air Payau
1. Cylindrotheca closterium
2. Thalassiosira spp
3. Pseudo Nitzschia
4. Asterionella sp
Organ tubuh
Paru-paru
Sumsum tulang
Hati
Ginjal
Lambung
Usus
Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk menentukan
korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa
dari sisi kanan dan kiri jantung. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi
kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi kanan
jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Tes juga
dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi spesifik darah
pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak
mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.(1,2)
BAB II
10
b. Laju penguapan air di permukaan, lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke
estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya.
Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir kearah laut di bawah
permukaan. Dengan demikian gradient salinitas air nya berbentuk kebalikan daripada
estuaria positif.
c. Dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas
dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar
estuaria.
d. Perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis,
salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat.
e. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari
sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah
karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara partikel-partikel
sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya berlangsung dengan lamban.
Aspirasi sejumlah besar cairan ke dalam paru menyebabkan:
1) obstruksi pada saluran napas pulmoner ekstrinsik dan intrinsik dan
2) terbentuknya sawar obstruktif berupa busa dalam saluran napas yang terbentuk
saat korban berusaha bernapas dipermukaan air atau tepst di bawah permukaan
air, mengaspirasi udara dan air secara bersamaan.
Aspirasi cairan sebanyak 1-3 ml/kg.BB dapat menimbulkan gangguan pertukaran gas
di paru dan juga menyebabkan gangguan fungsi surfaktan.
B. Air Rawa
1. Definisi
Rawa dapat didefinisikan sebagai daerah bertanah basah yang secara permanen
atau temporal tergenangi air secara alami karena tidak adanya sistem drainase alami atau
letaknya lebih rendah dari daerah sekelilingnya. serta mempunyai ciri-ciri khas secara
fisik (bentuk permukaan lahan yang cekung, kadang-kadang bergambut), kimiawi
12
(derajat keasaman airnya terendah) dan biologis (terdapat ikan-ikan rawa, tumbuhan
rawa, dan hutan rawa).
2. Jenis-Jenis Air Rawa
Menurut jenisnya lahan rawa di bagi menjadi rawa pasang surut (RPS) dan rawa non
pasang surut (RNPS).
a. Rawa Pasang Surut
Rawa Pasang Surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan
pasang kecil. Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kalisehari).
Jika di tinjau dari jangkauan luapan air pasang, sebagai akibat terjadinya pasang surut
air laut, lahan rawa dibedakan menjadi empat tipe luapan, yaitu:
Rawa Tipe Luapan A, rawa dalam klasifikasi ini merupakrawa yang selalu
terluapi oleh air pasang tertinggi karena pengaruh variasi elevasi pasang surut
air sungai, baik pasang tertinggi saat musim kemarau maupun musim penghujan
Rawa Tipe Luapan B, rawa yang termasuk dalam kategori ini adalah rawa
yang kadang-kadang (tidak selalu terluapi) oleh air pasang tinggi karena pasang
surut air sungai, paling tidak terluapi pada saat musim penghujan;
Rawa Tipe Luapan C, daerah rawa (RPS) dalam kategori ini didefinisikan
sebagai daerah rawa yang tidak pernah terluapi oleh pasang tertinggi karena
pengaruh variasi elevasi pasang surut air sungai, namun memiliki kedalaman
muka air tanah tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
Rawa Tipe Luapan D, daerah rawa (RPS) ini adalah rawa yang menurut
hirdrotopografinya tidak pernah terluapi oleh air pasang tertinggi karena
pengaruh variasi elevasi pasang surut air sungai, dan memiliki kedalaman air
tanah > 50 cm dari permukaan tanah.
Salah satu contoh rawa pasang surut adalah hutan bakau. Hutan bakau hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi
oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
13
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung
dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang
mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta
mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis
tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling
umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan
organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak
proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan
dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka
sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak
seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan
aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian
ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan
bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan
bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain,
bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi
pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
14
a. Swamp
Lahan basah yang selalu digenangi air dengan jenis tumbuhan yang hidup seperti
lumut, rumput-rumputan,semak-semak,dan tumbuhan jenis pohon.
b. Marsh
Seperti swamp, tetapi tumbuhannya didominasi oleh jenis lumut-lumutan, rumputrumputan, dan alang-alang.
c.
Bog
Lahan basah yang permukaan tanahnya relatif kering, sedangkan di dalam tanah
bersifat basah dan jenuh air. Genangan yang dangkal hanya terlihat di beberapa
tempat.
Sedangkan rawa yang airnya mengalami pergantian memiliki ciri-ciri yang sebaliknya
yaitu:
BAB III
17
Tenggelam di air tawar dan air payau (dengan salinitas berkisar 0,5%), cairan yang
terhirup secara cepat terabsorbsi dari alveolus ke sirkulasi dan menghasilkan suatu
penambahan dari volume darah, hemodelusi dan hemolisis. 2,5 liter atau lebih air dapat
dihirup atau masuk ke dalam patu sekitar tiga menit dan hemodelusi akan meningkat dan
mencapai
72%.
Sirkulasi
yang
berlebih,
hiponatremia
dan
ketidakseimbangan
18
Aspirasi cairan sebanyak 1/3 ml/kg berat badan dapat menimbulkan gangguan
pertukaran gas di paru dan juga menyebabkan gangguan fungsi surfaktan
Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam
darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).(2,8)
Akibat terjadi perubahan biokimiawi yang serius yaitu pengenceran darah yang terjadi,
tubuh berusaha mengkompensasinya dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung
sehingga kadar ion dalam plasma meningkat, akibatnya terjadi perubahan keseimbangan ion K
dan Ca dalam serabut otot jantung sehingga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium dan
mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, jantung untuk beberapa
saat masih berdenyut dengan lemah yang kemudian menimbulkan kematian akibat anoksia otak
hebat, ini yang menerangkan mengapa kematian dapat terjadi dalam waktu 4-5 menit.(2,8)
B. Air Rawa
1. Temuan tenggelam di air rawa :
a. Pada Rawa Pasang surut
Salah satu contoh rawa pasang surut adalah hutan bakau. Pada pemeriksaan fisik
korban tenggelam, ditemukan hal yang sama dengan pemeriksaan korban tenggelam
pada umumnya, namun, terdapat beberapa perbedaan.
19
Pemeriksaan luar pada hutan bakau, apabila korban ditemukan ditemukan pada daerah
dekat muara sungai, maka dapat ditemukan adanya lumpur, terkadang dapat ditemukan
tanah liat, potongan-potongan tumbuhan yang hidup dai pasir yang berlumpur, seperti
Rhizophora apiculata, R. Mucronata, R. Stylosa, Avicennia alba. Apabila korban
ditemukan pada bagian dekat pantai, maka dapat ditemukan pecahan kulit kerang,
pasir, potongan-potongan akar bakau, potongan-potongan rumput laut, atau potonganpotongan karang.
Pada pemeriksaan dalam, pada korban yang ditemukan di bagian yang dekat muara
sungai, maka, akan ditemukan tanda-tanda seperti tenggelam pada air tawar, dan pada
korban yang ditemukan di bagian dekat laut, akan ditemukan tanda-tanda yang mirip
dengan korban tenggelam pada air laut, dan kemungkinan korban akan tersangkut
pada akar bakau.
b. Pada Rawa Non Pasang Surut
Rawa non pasang surut merupakan genangan air yang terbentuk dari tampungan air
hujan dan air sungai. Pada umumnya tidak terdapat akses untuk dari sungai ataupun
menuju laut, sehingga, akan banyak ditemukan endapan tumbuhan, hewan, dan
organisme yang membusuk, dan terdapat endapan lumpur. Maka, pada pemeriksaan
luar korban yang tenggelam di rawa non pasang surut, akan ditemukan potonganpotongan rumput, lumut, tanaman air, seperti eceng gondok, teratai, dan lain-lain, juga
20
akan ditemukan lumpur menempel pada tubuh korban. Pada pemeriksaan dalam, akan
ditemukan kondisi yang sama pada korban tenggelam di air tawar.
2. Patofisiologi
Patiofisiologi tenggelam di air rawa kurang lebih sama dengan patofisiologi tenggelam
di air tawar atau air asin pada umumnya, tergantung dimana korban ditemukan. Apabila
korban ditemukan di rawa non pasang surut, maka patofisiologi tenggelam akan sama
dengan korban tenggelam di air tawar. Pada korban tenggelam di air rawa pasang surut,
maka, akan terjadi hal yang sama dengan pada korban yang tenggelam pada air asin
apabila korban ditemukan pada bagian yang dekat dengan laut, dan sama dengan air
tawar apabila korban ditemukan pada bagian yang dekat dengan muara sungai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dimaio V, Dimaio D. Death by drowning in Forensic Pathology. Second edition. CRC
press LLC. 2001. Page 395-403.
2. Munim A. Tenggelam. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binarupa Aksara.
Jakarta. 1997. Hal 178-189.
3. Chada V. Kematiaan akibat asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Widya Medika.
Jakarta. 1995. Hal. 119-135.
4. Smith S. Mati terbenam/tenggelam. Bagaimana Dokter Mengetahui Sebab Kematian.
Medical Group. Hal 61-69.
5. Singh R, Kumar M, ell. Drowning Associated Diatoms. Department of Forensic Science.
Punjabi University. [cited 2008 Mar 5] available from : http://www.icmft.org
6. Sheperd MS. Drowning. Department of Emergency Medicine. Hospital of the University
of Pennsylvania. [cited 2008 Feb 11] available from : http://www.emedicine.com
7. Drowning. Available in http://en.wikipedia.org/wiki/Drowning. accessed on 23 februari
2014 [cited 2008 Feb 17]
21
8. Mati
tenggelam.
2008.
Available
at
Berubahnya
Ekosistem.
Available
at
22