Anda di halaman 1dari 55

Benign Prostatic

Hyperplasia
Pembimbing:
dr. Egi Manuputty, SpU
Hizkia Deschris Tanamal
0961050064

Definisi

BPH merupakan deteksi mikroskopis


tanpa gejala hiperplasia prostat yang
merupakan proliferasi jinak stroma
prostat dan epitel
Pembesaran kelenjar prostat yang dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan klinis
atau USG disebut pembesaran prostat
jinak

Pembesaran prostat yang disertai


dengan LUTS atau ketika hiperplasia
prostat mempengaruhi aliran urin
disebut obstruksi prostat jinak.
Istilah ' BPH ' merujuk pada kompleks
gejala yang dialami sebagai akibat dari
prostat yang membesar.[11]

Anatomi Prostat

Prostat adalah organ


genital yang hanya di
temukan pada pria
Penghasil cairan semen
Prostat berbentuk piramid,
tersusun atas jaringan
fibromuskular yang
mengandung kelenjar
Prostat pada umumnya
memiliki ukuran dengan
panjang 1,25 inch atau kiraSumber : K. OH, William (2000)
kira 3 cm dan berat 20g,
mengelilingi uretra pria.

Beberapa zona
pada prostat
menurut McNeal:
Zona transisional
Zona sentral
Zona perifer

Zona perifer
Terdiri dari seluruh jaringan kelenjar prostat

pada bagian apeks dan bagian posterior dekat


kapsul. Pada zona ini lebih sering dijumpai
carcinoma, prostatitis kronik dan atropi
postinflammatory.

Zona sentral
merupakan suatu daerah yang berbentuk

kerucut dengan bagian apeks meliputi duktus


ejakulasi dan uretra prostatik pada
Verumontanum.

Zona transisional
Terdiri dari dua bagian jaringan kelenjar

pada bagian lateral dari uretra. Pada zona


ini sering terjadi benign prostatic hyperplasia
(BPH).

Etiologi

BPH merupakan salah satu bagian dari


proses penuaan
Hipotesis:
Teori dihidrotestosteron
Ketidakseimbangan antara estrogen dan

testosteron
Interaksi stroma epitel
Berkurangnya apoptosis sel prostat
Teori stem sel

Etiologi

Patofisiologi

Prevalensi

Pada usia lanjut beberapa pria


mengalami pembesaran prostat benigna
pria usia 41 - 49 tahun Sekitar 15%
pria usia 50 - 59 tahun Sekitar 25%
pria usia >60 tahun Sekitar 43%

Gambaran Klinis

Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS):


Storage: Frekuensi, nokturia, disuria,
urgensi

Voiding: hesitansi, intermitensi, pancaran


miksi lemah.

Post Voiding: post miksi dribbling & miksi


tidak puas

Diagnosis

Penilaian gejala
Dengan menggunakan International

Prostate Symptom Score (IPSS)


IPSS berdasarkan survey dan kuisioner dari
American Urological Association (AUA).

Dapat dinilai

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik abdomen


Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Pemeriksaan Fisik Urologi


Regio CVA Bimanual
Inspeksi
Ballotemen
Perkusi

Pemeriksaan Fisik
Regio Suprapubik
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Genitalia
Inspeksi
Palpasi

Colok Dubur (digital rectal examination)


Konsistensi prostat
Asimetris
Nodul
Batas atas dapat diraba
Sulcus medianus prostat

Pemeriksaan
Laboratorium

Urinalisa
Tanda tanda infeksi saluran kemih ( kultur urine)
Tanda tanda batu saluran kemih

Fungsi ginjal
Ureum & Kreatinin

PSA (Prostate Specific Antigen)


40 49 tahun : 0
50 59 tahun : 0
60 69 tahun : 0
70 79 tahun : 0

2,5 ng/ml
3,5 ng/ml
4,5 ng/ml
6,5 ng / ml

Pemeriksaan Radiologi

USG Transabdominal (TAUS)


Perkiraan volume prostat
Intra prostatic protusion
Kelainan buli buli (massa, batu, bekuan

darah)
Menghitung sisa urin pasca miksi
Kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat

Pemeriksaan Radiologi
USG Transrenktal (TRUS)

Pemeriksaan Lain

Uroflometri
Pencatatan pancaran

urin secara elektronik.


Volume miksi, Qmax,
Qave

Patokan IC-BPH 2000


Qmax < 10 ml/detik 90% BOO
Qmax 10 -14 ml/detik 67% BOO
Qmax > 15 ml/detik 30% BOO

Pemeriksaan Volume Residual Urine


Melihat sisa urin yang tertinggal di VU

setelah miksi.
(N) : 0,09 2,24 ml & rata-rata: 0,53 ml

Pengukuran dengan kateterisasi uretra, lalu

mengukur sisa urin melalui USG / bladder


scan.
VRU > 350 ml kemungkinan disfungsi VU,
terapi medikamentosa tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan

Pemeriksaan Urodinamika
Untuk membedakan pancaran urin yang lemah

karena obstruksi leher buli-buli(BOO) atau


kelemahan kontraksi otot detrusor.
Indikasi:
Usia < 50 tahun atau > 80 tahun dengan residual urin

> 300 ml.


Qmax> 10 ml/detik.
Setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah
pelvis.
Setelah gagal terapi invasif.
Kecurigaan adanya bulu-buli neurogenik.

Diagnosa banding

Kelemahan detrusor kandung kemih


Kelainan medula spinalis
Nuropatia diabetes mellitus
Pasca bedah radikal di pelvis
Farmakologik

Kandung kemih neuropati karena:


Kelainan neurologik
Neuropati perifer
Diabetes mellitus
Alkoholisme
Farmakologik (obat penenang)

Kekakuan leher kandung kemih:


Fibrosis

Retensi urin akibat


Uretralitiasis
Ureteritis akut atau kronik
Striktur uretra

Prostatitis akut atau kronis

Derajat Gejala Klinik BPH


Derajat I:

LUTS.

RT (penonjolan prostat, batas atas mudah


diraba).

Sisa urin < 50 ml.


Derajat II:

Sama seperti derajat I.


RT (Prostat lebih menonjol, batas atas masih
dapat teraba).
Sisa urin >50 ml dan < 100 ml.

Derajat Gejala Klinik BPH


Derajat III:
Sama seperti derajat II.
RT (batas prostat tidak teraba lagi).
Sisa urin > 100 ml.
Derajat VI:
Retensi urin total.

Penanganan Sesuai Derajat


Gejala Klinik BPH

Derajat I
Pengobatan secara konservatif

Derajat II
Pengobatan pilihan:
Konservatif
Operatif

Derajat III
Indikasi TUR, karena biasanya prostat sudah > 60 gr.
Jika ukuran prostat sudah cukup besar / reseksi tidak

akan selesai dalam 1 jam, sebaiknya dilakukan


operasi terbuka.

Penanganan Sesuai Derajat


Gejala Klinik BPH

Derajat IV
Atasi retensi urin total dengan pemasangan

kateter
Pro TURP atau Operasi Terbuka.

IPSS menurut WHO


Terapi non-bedah dianjurkan bila scoring <

15.
Terapi bedah dianjurkan bila scoring > 25.

Penatalaksanaan

Watchfull waiting
Untuk IPSS < 7.
Diedukasi untuk:
Mengurangi konsumsi kopi, cokelat atau alkolhol.
Membatasi penggunaan obat-obatan influenza

(fenilpropanolamin).
Mengurangi makanan pedas dan asin.
Jangan menahan kencing terlalu lama.
Kontrol 6 bulan sekali untuk evaluasi:
IPSS
Laju pancaran urin
Volume residual urin.

Medikamentosa

Penghambat adrenergik alfa


alfuzosin (Xatral)
doxazosin (Cardura)
Terazosin (Hytrin/Hytroz)
Tamsulosin (Harnal)
mengurangi resistensi otot polos prostat

Penghambat 5 alfa reduktase


Finasteride
dutasteride
menghambat pembentukan DHT dari testosteron

Fitofarmaka

Indikasi pembedahan

Tidak menunjukkan perbaikan setelah


terapi medikamentosa
Mengalami retensi urin berulang
Infeksi saluran kemih berulang
Hematuria berulang
Gagal ginjal (penurunan funsi ginjal)
Timbulnya batu saluran kemih atau
penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah

Terapi Intervensi

Pembedahan terbuka: prostatektomi


Pembedahan endourologi: TURP, TUIP,
Elektrovaporasi prostat, laser
prostatektomi
Tindakan invasif minimal: Termoterapi,
TUNA, Stent, HFU

Terapi Intervensi
Prostatektomi

Transvesica
Prostatectomy

Retropubic Prostatectomy

Terapi Intervensi
Prostatektomi

Transperineal Prostatectomy

TURP

Transurethral resection of the prostate


(TURP) merupakan standar pembedahan
endoskopik untuk Benign Prostat
Hypertrophy (pembesaran prostat jinak).
TURP dilakukan dengan cara bedah
elektro (electrosurgical) atau metode
alternative lain yang bertujuan untuk
mengurangi perdarahan, masa rawat
inap, dan absorbsi cairan saat operasi.

TURP

Laser Prostatektomi

4 jenis energi yang dipakai:


Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP: YAG, dan DIODE

Laser Prostatektomi

Laser dipancarkan melalui bare fibre,


right angle fibre, atau intersitial fibre.
Kelenjar prostat pada suhu 60-650C
akan mengalami koagulasi dan pada
suhu yang lebih dari 1000C mengalami
vaporisasi.

Jadwal Pengawasan Berkala

Komplikasi

Batu Buli buli


Pengendapan dari sisa miksi .

Hidroureter / Hidronefrosis
Akibat Tekanan Intra Vesikel yang tinggi

Dekompensasi Detrusor
Buli buli sama sekali tidak dapat

mengosongkan diri dan terjadi retensi urin


total.

Overflow incontinence

Resume

Case

Nama
: Tn. AB
Umur
: 71 tahunJenis
Jenis Kelamin : Laki-laki
Ruang
:C
Tgl Masuk : 23 / 4 / 2014

Anamnesis

Keluhan Utama
Sering terbangun pada malam hari 30

menit sekali

RPS:
Sering terbangun pada malam hari sejak 3

bulan yang lalu. Pasien tidak dapat


menahan keinginan untuk miksi.

Keluhan lain:
Benjolan dilipat paha kiri, nyeri, hilang

timbul.
Timbul saat mengejan.

Riwayat Pengobatan:
Harnal (keluhan nokturia membaik, dengan

kuantitas yang lebih jarang)

IPSS 1 bulan terakhir


pertanyaan

skor

Seberapa sering merasa kencing tidak


lampias?

Berapa kali ingin BAK dalam 2 jam


setelah BAK terakhir?

Berapa kali kencing terputus dam 1 kali


BAK?

Tidak dapat menahan keinginan BAK?

Berapa sering mengedan saat BAK?

Pancaran kencing lemah?

Berapa sering bangun tidur untuk BAK


malam hari?

TOTAL
Jika keluhan ini berlangsung seumur
hidup bagaimana perasaan anda?

14
5

Status Umum

Keadaan Umum: Tampak sakit ringan


Kesadaran: CM
TD : 130 / 80 mmHg
Nadi : 86x/menit
RR : 20x/menit
Suhu: 36,9C

Status Urologi

Regio CVA: nyeri ketok -/Regio Suprapubik:


I: Bulging (-)
Pal: Nyeri Tekan (-)
Per: Pekak kandung kemih (-)

Genitalia
I: OUE ditengah, massa (-)
Pal: nyeri tekan inguinal sinistra (+), teraba

tonjolan saat pasien mengejan.

Rectal Toucher

Inspeksi: tidak ada kelainan.


RT
Sfingter ani: menjepit
Mukosa: licin (+), rata (+), nyeri (-), massa (-)
Kelenjar prostat:
Batas atas: tidak teraba
Sulcus medianus: datar
Diameter laterolateral: 6 cm
Nodul (-)
Nyeri (-)
Permukaan rata

Pemeriksaan Khusus

Usg Abdomen
Post miksi residual urin 167 cc
Kelenjar prostat ukuran 44,107 cm
Inguinal sinistra posisi mengejan

instertinum
Kesan:
Perbesaran prostat + adenoma
Hernia inguinalis lateralis sinistra

Diagnosa Kerja
Benign Prostatic Hyperplasia
Hernia Inguinalis Lateral Sinistra

Diagnosa Banding
ISK
Batu Uretra / Buli

Terapi
Pro TURP
Hernioplasty

Prognosa

Ad vitam
:ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam

DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at:
www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. Accessing on: april, 15th 2014.
2. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar dasar urologi., Edisi ke 2. Jakarta: Sagung
Seto. 2003. p. 69 85
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
4. Sylvia A.Price, dkk. 2006. patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta
:EGC
5. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP.
6. Rahardjo D. Prostat, kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. Sub Bagian Urologi bagian
Bedah FK UI.
7. Presti JC, Kane CJ, Shinohara K, Carroll PR. Chapter 22: Neoplasms of the Prostate Gland. In:
Tanagho EA, McAninch JW. Smith's General Urology. 17 th ed. New York: McGraw-Hill; 2006. p. 347-55
8. Kim HL, Belldegrun A. Urology. In: Brunicardi FC. Schwartzs manual of surgery. 8 th edition. United
States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.; 2006. p. 1036-42.
9. Umbas R. Saluran kemih dan alat kelamin lelaki. Dalam: Sjamsuhidajat S, Karnadihardja W, Prasetyono
TOH, Rudiman R, editor. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004. h. 782-6.
10. Rahardjo D. Prostat: Kelainan-kelainan jinak, diagnosis, dan penanganan. Jakarta: Asian Medical; 1999.
11. The Evaluation And Treatment Of Male Lower Urinary Tract Symptoms: Clinical Definitions . Available at:
http://www.medscape.org/viewarticle/563688_5. Accessing on: april , 28th 2014.
1.

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai