Anda di halaman 1dari 6

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km berupa laut. Garis pantai Indonesia 81.000 km atau terbesar kedua di dunia. Potensi lestari atau maximum sustainable yield ikan laut seluruhnya 6.4 juta ton pertahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut di dunia, namun baru sekitar 58.5% yang dimanfaatkan, hasil perikanan laut Indonesia pada tahun 2003 mencapai 4.1 juta ton (63% dari potensi lestari), sedangkan pada tahun 2005, produksi ikan secara nasional mencapai 4.970.010 ton. Bidang kelautan dan perikanan menyumbang 65% dari kebutuhan protein masyarakat, 60% diantaranya adalah hewan tangkapan (Numberi, 2008). Perikanan merupakan subsektor yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan di Indonesia. Ikan sebagai komoditi utama disubsektor perikanan merupakan salahsatu bahan pangan yang kaya protein. Manusia sangat memerlukan protein ikan karena selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan

hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Ikan pada umumnya dan ikan laut pada khususnya merupakan bahan pangan yang

kaya akan yodium. Zat ini diperlukan oleh tubuh untuk dapat membentuk hormon tiroksin. Kandungan yodium yang terkandung dalam ikan mencapai 83 mikrogram/100 gram ikan. Sementara daging hanya mengandung 5 mikrogram/100 gram, dengan demikan konsumsi ikan laut yang tinggi dapat mencegah penyakit gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Selain mengandung protein, ikan kaya akan mineral seperti kalsium, fosfor yang diperlukan untuk pembentukan tulang, serta zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin darah. Ikan merupakan sumber protein hewani utama dalam menu diseluruh Indonesia, terutama bagi penduduk yang kurang mampu. Protein mempunyai fungsi yang unik bagi tubuh seperti menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, bekerja sebagai pengatur kelangsungan proses dalam tubuh, memelihara tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga merupakan zat penting bagi semua jaringan tubuh yang fungsi umumnya sebagai zat pembangun atau pertumbuhan jaringan-jaringan tubuh, sehingga apabila seseorang kekurangan protein akan mengakibatkan proses metabolisme tidak normal (Soediaoetama, 1991). Seperti yang dikemukakan oleh Karyadi (1991), bahwa ikan sebagai salah satu sumber daya laut mempunyai protein cukup tinggi dan mutu cerna susunan asam amino essensialnya cukup baik yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kecerdasan

anak, mengandung vitamin A dan B, juga asam lemak jenuh omega 3, selain itu ikan juga mudah dicerna sehingga cukup baik untuk dikonsumsi oleh manusia. Banyaknya manfaat ikan tidak dibarengi dengan konsumsi ikan, menurut penelitian yang telah dilakukan pada keluarga nelayan, frekuensi konsumsi ikan kurang dari 2 kali dalam sehari, Numberi (2008) menyatakan tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih rendah berdasarkan data Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Kelautan dan Perikanan (P2KP) DKP, saat ini tingkat konsumsi ikan bagi orang Indonesia mencapai 26 kilogram perkapita dalam setiap tahunnya, hal ini termasuk rendah karena dibawah standar FAO (30 Kg/thn). Ikan merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan (perishable food). Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan (rancidity). Kadar air ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di dalamnya. Selain itu lemak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sifatnya sangat mudah teroksidasi sehingga menimbulkan bau tengik. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat berusaha melakukan berbagai macam proses pengolahan pascapanen ikan guna meminimalkan kendala tersebut. Pada dasarnya proses pengolahan pascapanen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan mikroorganisme dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan Universitas Sumatera Utara

akan memiliki daya tahan lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacammacam cara pengolahan pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern. Untuk mendapatkan hasil pengawetan yang bermutu tinggi, diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengawetan. Salah satu cara pengawetan ikan adalah dengan mengolahnya menjadi abon ikan. Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995) yang dikutip oleh Wijaya (2007) mendefinisikan abon sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon menjadi alternative pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan. Menurut Suryani (2007) abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Sementara menurut Karyono dan Wachid (1982), abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Menurut penelitian yang telah dilakukan Wijaya (2007) pembuatan abon dari ikan mempunyai keuntungan ganda yaitu penganekaragaman suatu produk ikan dan sekaligus memperpanjang daya simpan dari abon tersebut, jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan tongkol, ikan cakalang, ikan tenggiri dan ikan cucut. Universitas Sumatera Utara Setelah dilakukan survei di beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di daerah Belawan, Medan dan di pasar (pasar Simpang Limun, pasar Brayan) ikan Gulamah dimasyarakat lebih dikenal dengan ikan kepala batu (Sciaeria spp./Johnuis spp) merupakan ikan laut yang sangat berlimpah dan memiliki nilai ekonomis yang rendah Rp 5000/kg namun ikan Gulamah kurang diminati untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena berukuran kecil, berduri banyak, dan ikan Gulamah biasanya diolah dengan cara diasinkan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian membuat abon ikan Gulamah dan melakukan uji daya terimanya.

Proses upwelling merupakan fenomena alam yang sering terjadi di perairan laut, khususnya di perairan laut di daerahkhatulistiwa. Secara teoritis terjadinya proses upwelling karena adanya pengaruh angin dan adanya proses divergensiEkman.Secara teoritis angin mengakibatkan terjadinya arus horisontal yang bergerak di permukaan perairan laut.Angin tersebut juga dapat mengakibatkan pergerakan massa air yang disebut taikan atau penaikan air (upwelling) dan sasapan atau penyasapan/ penenggelaman air (downwelling). Sementara itu, adanya proses pergerakan angin tidak langsung searah dengan pergerakan permukaan air laut tetapi, di belahan bumi utara bergerak sekitar 45 derajat ke arah kanan.Teori ini dikenal dengan spiral Ekman yang dapat mengangkat massa air dengan unsur hara yang

berkonsentrasi tinggi yang ada dibawah permukaan [1].

Upwelling mengangkat massa air bagian bawah kepermukaan (lapisanfotik/photic zone). Massa air yang terangkat umumnya memilikikandungan zat hara yang tinggi yang dapat dimanfaatkan olehfitoplankton sebagai sumber energi. Fitoplankton merupakan organisme autotrophy yang merupakan mata rantai awal pada proses produksi dilaut. Selanjutnya fitoplankton akan mejadi sumber energi bagi konsumertingkat pertama dan seterusnya akan terjadi proses pemangsaan padatingkat tropis yang lebih tinggi. Dengan demikian maka proses upwellingmerupakan faktor yang sangat penting dalam ikut serta menunjang prosesproduksi bagi seluruh kehidupan di laut Rantai makanan grazing (grazing food chain) dan Rantai makanan detrital (detritus food chain). Rantai makanan grazing dimulai dari proses transfer makanan pertama kali oleh organisme herbivora melalui proses grazing.Makanan pertama itu berupa fitoplankton dan herbivor yang memanfatkan fitoplankton adalah zooplankton. Mata rantai pertama pada rantai makanan ini adalah fitoplankton yang merupakan sumber pertama bagiseluruh kehidupan di laut

Hasil dari proses dekomposisi yang dilakukan dekomposer adalah terbentukknya bahan anorganik maupun organik. Bahan anorganik akan dimanfaatkan oleh organisme autotrop seperti foitplankton Bahan organik dapat dimanfaatkan langsung oleh beberapa organisme pemakan detritus (detritus feeder).Pada ekosistem perairan alami, siklus produksi dimulai olehproduser. Produser adalah organisme autotrop yang mampu mensintesa bahan organik yang berasal dar i bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Produser utama padaekosistem perairan adalah fitoplankton.

Tingkat tropis terendah dalam proses produksi di laut adalah tumbuhan hijau terutama fitoplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik (bersel tunggal, berbentuk filamen atau berbentuk rantai) yang menempati bagian atas perairan (zona fotik) laut terbuka dan lingkungan pantai. Dalam piramida makanan fitoplankton menduduki tingkat yang paling rendah yang berarti bahwa fitoplankton merupakan penopang utama seluruh produksi yang ada di laut (Gambar .). Menurut Steeman-Nielsen (1975) fitoplankton menyumbangkan 90% produksi primer di laut. Posisi terbawah dalam piramida makanan menunjukkan jumlahnya yang besar dan ukuran yang kecil dan sebaliknya dipuncak piramida menunjukkan jumlahnya yang sedikit dengan ukuran yang paling besar. Gambar 8. Piramida makanan yang menunjukkan tingkat tropik,

produser dan konsumer Tingkat Tropik 1 Tingkat Tropik 2 Tingkat Tropik 3 Produser Primer Konsumer Primer Konsumer sekunder 2.

Anda mungkin juga menyukai