Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat lin gkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan. Sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi ma ndat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di ma sa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu. Sekolah t idak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup terhadap masyarakat sek itar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak mau tahu akan aspi rasi-aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah berdiri di daerahnya u ntuk meningkatkan perkembangan putra-putri mereka. Masyarakat menginginkan agar anak-anak mampu menjadi seseorang yang lebih baik dan dapat menyelesaikan permas alahan dilingkungan mereka. Sekolah merupakan sistem yang terbuka terhadap lingkungannya termasuk masyarak p endukungnya. Sebagai sistem yang terbuka sudah jelas ia tidak dapat mengisolasi diri sebab bila hal itu terjadi berarti ia menuju ke ambang kematian. Sebab tanp a adanya hubungan terbuka dengan lingkungan masyarakat, sekolah tidak mampu meng embangkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar yang kemudian ha l tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah. Ini penting menginga t sekolah dan masyarakat saling berhubungan. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan komunikasi eksterna l yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggungjawab dan tujuan. Hubungan masya rakat dan sekolah adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyaraka t untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pend idikan serta mendorong minat dan kerjasama untuk masyarakat dalam peningkatan da n pengembangan sekolah. Seperti diungkapkan oleh Mulyasa (dalam yusufhadi miarso , 2011) bahwa tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu kepentingan sekoalah dan kebutuhan masyarakat. a. Tujuan hubungan masyarakat berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antar a lain: 1) Memelihara kelangsungan hidup sekolah 2) Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah 3) Memperlancar kegiatan belajar mengajar 4) Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembanga n dan pelaksanaan program-program sekolah. b. Tujuan hubungan sekolah berdasarkan kebutuhan masyarakat antara lain: 1) Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2) Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihad api masyarakat 3) Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan mas yarakat 4) Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang terampil dan makin me ningkatkan kemampuannya. Hubungan masyarakat dengan sekolah ini juga tertuang dalam UU no 20 tahun 2003: 1. Pada pasal 1 butir ke 27 yaitu Masyarakat adalah kelompok warga negara I ndonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidi kan. 2. Pada pasal 4 butir 6 yaitu Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayak an semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan penge ndalian mutu layanan pendidikan 3. Pada pasal 8 menyatakan Masyarakat berhak berperan serta dalam perencana an, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan 4. Pada pasal 9 yaitu Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber da ya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada UU No 20 tahun 2003 tersebut telah diungkapkan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan sangatlah diperlukan. Demi perkembangan dan pelaksaan pendidik an yang optimal dan dapat memenuhi apresiasi dan kebutuhan masyarakat dalam meme cahkan masalah sehari-hari.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah yang ada di atas, pada makalah ini akan membahas: 1. Apakah landasan pendidikan berbasis pada masyarakat? 2. Apa tujuan pendidikan berbasis masyarakat? 3. Bagaimana konsep, prinsip dan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat ? 4. Apakah kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan berbas is masyarakat? PEMBAHASAN A. Pendidikan Berbasis Masyarakat Menurut Comton dan Mc Clusky (dalam Sumpeno, 2009), pendidikan berbasis masyarak at adalah proses di mana setiap anggota masyarakat hadir untuk mengemukakan seti ap persoalan dan kebutuhan, mencari solusi mengerahkan daya yang tersedia, dan m elaksanakan kegiatan atau pembelajaran, atau keduanya. Dengan demikian, pendidik an berbasis masyarakat adalah salah satu model pendidikan yang mana masyarakat m enjadi tumpuan kekuatan pada pendidikan. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 1 butir 38 dijela skan bahwa Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggara-an pendidikan ber dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebaga i perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dari dua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan pada kehidupan masyarakat yang mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan dalam kehidupan dima syarakat sebagai perwujudan pendidikan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakya t. Masyarakat dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat bertumpu pada tiga pilar utama yaitu dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat . Pendidikan dari m asyarakat artinya pendidikan merupakan jawaban terhadap apa yang menjadi kebutuh an masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku at au subyek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekadar obyek pendidikan. Pendidika n untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang di rancang untuk menjawab kebutuhan mereka (Zubaidi, dalam Sumpeno, 2009). Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, o leh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., dalam Effendi 2008). Dari k onsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendi dikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di ma syarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan b elajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek P BM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri da n memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan mas yarakat. Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabi litas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., (dalam Effendi 2008) akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutu han akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyara kat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang berm utu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika. Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman dan Mukhlishah (dalam Mustikasari, 2010) adalah: 1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya. 2) Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.

Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-a spek intelektual atau derajat kecerdasan nalar. B. Landasan Pendidikan Berbasis Masyarakat Landasan pendidikan berbasis masyarakat terdapat pada UU No. 20 Tahun 2003 Tenta ng Sistem Pendidikan Nasional yaitu: 1. Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan m asyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliput i peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1). 2. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan peng guna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2). 3. Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berba sis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pen didikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendid ikan (pasal 55 ayat 1 dan 2). 4. Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelengg ara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain (pas al 55 ayat 3). Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat m emperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan mer ata dari pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah. 5. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang ber anggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/sekolah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/ wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendid ikan (pasal 1 butir 24 dan 25). 6. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, d engan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana , serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggu ngjawab komite sekolah/sekolah (pasal 56 ayat 3) C. Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM) bertujuan untuk membantu pemerintah dalam m emobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat, meningkatkan rasa kepemilikan dan dukungan masyarakat terhadap sekolah, dan mendukung peranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan, serta membantu mengatasi pu tus sekolah terutama dari SD. Sehingga dengan adanya Pendidikan Berbasis Masyara kat, diharapkan dapat mengatasi atau setidaknya mengurangi putus sekolah terutam a pada SD. Dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat siswa juga diharapkan lebih pek a dan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat sekitar. D. Tujuan Pengembangan Pendidikan berbasis Masyarakat 1) Tujuan pengembangan pendidikan berbasis masyarakat ini, adalah sebagai b erikut membantu pemerintah dalam mobilisasi sumber daya manusia setempat dan dar i luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar d alam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis da n jalur Pendidikan 2) Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemili kan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial b udaya. 3) Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat ter hadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijak an desentralisasi. 4) Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk mel engkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningk atkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendid

ikan. E. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat Menurut Sihombing (dalam Mustikasari 2010), Konsep Pendidikan Berbasis Masyaraka t merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat . Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa PBM adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan meneka nkan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertuj uan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya sai ng dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat. Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyaraka t dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasya rakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1). Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak m enyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan me laksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya s esuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1 dan 2). Dana pendidik an yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, peme rintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain (pasal 55 ayat 3). Demiki an juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tek nis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah ( pusat) dan pemerintah daerah. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidi kan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang be ranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tu a/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pend idikan (pasal 1 butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mu tu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan te naga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, p rovinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-per an tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3). Dalam pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat (PBM) tersebut ada tiga pokok catatan yang perlu menjadi perhatian penerapan tersebut di sekolah. 1. Kemampuan ekonomi masyarakat pendukung sekolah masih lemah. 2. Sekolah terutama sekolah swasta, di naungi oleh yayasan yang acap kali b erkultur sangat kaku dan cenderung otoriter. Yayasan berlaku sebagai pemegang ot oritas dalam pengelolaan sekolah dalam arti yang luas. 3. Para pengelola sekolah kurang memahami secara mendalam dan luas peran se rta fungsi mereka. Jelas bahwa mau tidak mau, keterlibatan masyarakat menjadi ha l yang tidak dapat di nafikan, bahkan keterlibatan mereka menjadi sangat penting demi kemajuan sekolah. Karena peran masayarakat sangat penting dalam pendidikan . F. Prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat Menurut Michael W. Galbraith (dalam ______, 2010) pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memili ki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat d an mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuska n kebutuhan tersebut. b. Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan bai k ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untu k kesejahteraan mereka sendiri.

c. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal h arus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputu san, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat. d. Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unik tingkat partisipasi mas yarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, prog ram dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. e. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayan an publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik. f. Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaat kan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lok alitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan. g. Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat b erdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/d ituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pela yanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan. h. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terh adap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewaji ban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembag a harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyar akat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan. i. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran fo rmal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat. Dalam perkembangannya, community based education merupakan sebuah gerakan nasion al di negara berkembang seperti Indonesia. Community based education diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil socie ty). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan yang berdasarkan pada community-ba sed education akan menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonforma l setidak-tidaknya mempersyaratkan lima hal seperti yang diungkapkan dalam Sujan a (dalam _____, 2010). 1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nya ta yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakala nya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tida k digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan kar ena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh. 2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dike lola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masy arakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. 3. Program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus ber makna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarak at. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata. 4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pem erintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini ba hwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mam pu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program , karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. 5. Aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri program nya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-orga nisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam meme nuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber penduku ng program.

G. Kendala Mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 (dalam Effendi, 2008) adalah: 1. Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang di anut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down). 2. Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat. 3. Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelay an. 4. Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangka n sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar. 5. Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan. 6. Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita. 7. Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan seb agai panutan sering berperilaku seperti birokrat. 8. Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang. 9. Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan . 10. Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbe da tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pend idikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing . Sistem yang masih top down yang kurang memberikan ruang dan peluang perencanaan dari bawah, sehingga terjadi penyeragaman program serta penyeragaman sistem dan mekanisme pelaksanaan program mengakibatkan pertanggungjawaban keuangan tidak me ngacu kepada hasil melainkan hanya kepada kelengkapan administrasi. Hal ini bena r-benar mematikan kreativitas di lapangan dan membuka peluang untuk memanipulasi . Kurangnya kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk mengambil peran dalam m elaksanakan program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat mengakibatkan terjadi nya pemaksaan kehendak dan pengarbitan hasil program. Tugas melayani masyarakat yang belum dilaksanakan dan kecenderungan berperilaku sebagai penentu yang selalu ingin dihormati dan berkuasa karena mereka merasa me miliki dana menyebabkan timbulnya sikap apatis pada masyarakat dan menurunkan ke inginan masyarakat untuk berpartisipasi. Kebutuhan masyarakat yang beragam dan merasa belum terlayani dengan baik menyeba bkan gairah belajar masyarakat berkurang dan menimbulkan keengganan untuk mengik uti program belajar. Pola pikir masyarakat yang masih mementingkan kebutuhan keb endaan atau badani dan kurang memperhatikan pendidikan menyebabkan banyak anak y ang tidak berkesempatan mengikuti program pendidikan dan mereka lebih disibukkan dengan kegiatan mencari nafkah. Masyarakat masih memiliki budaya statis , merasa puas dengan apa yang ada, bersi fat menunggu, menerima, dan kurang proaktif untuk mengambil prakarsa serta melak ukan tindakan yang bermanfaat untuk masa depan menyebabkan sulitnya memperkenalk an teknologi baru kepada mereka. Tokoh panutan yang berperilaku seperti birokrat mengakibatkan masyarakat pendidikan enggan untuk mengoptimalkan peran masyaraka t, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program. Kurangnya LSM mengakibatkan kelambatan dalam usaha menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat. Adanya keterbatasan anggaran, sarana prasarana dan tenaga kependidikan serta pro sedur yang berbelit-belit dapat mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap pr ogram pendidikan berbasis masyarakat berkurang. Bertolak dari permasalahan-permasalahan ini, institusi sekolah bersama masyaraka t perlu menyusun suatu model kebijakan sampai batas mana masyarakat dapat berpar tisipasi dalam manajemen pendidikan dan bagaimana masyarakat itu dapat berpartis ipasi memenuhi kebutuhan sekolah. Salah satu solusinya, aspirasi masyarakat dan keikutsertaan masyarakat disalurkan melalui suatu forum yang disebut dewan sekol

ah atau komite sekolah yang fungsi tugasnya dituangkan dalam peraturan pemerinta h maupun peraturan daerah. Komite sekolah merupakan pengembangan fungsi dari BP3 yang tidak hanya berfungsi untuk memberikan dukungan pembiayaan tetapi juga ber fungsi mengoreksi dan memberikan masukan atau ide bagi upaya peningkatan mutu pe ndidikan di sekolah. Komite sekolah sebagai forum keikut sertaan masyarakat diti ngkat sekolah sedangkan dewan pendidikan ditingkat Kabupaten/Kota. H. Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktuali sasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut. 1. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyar akat? Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam mena ta dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, pe ran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana. a) Pelayan Masyarakat Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberi kan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utam a dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya u ntuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarann ya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, sepat memberikan p erhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus dipos isikan sebagai fokus pelayanan utama. b) Fasilitator Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyaraka t, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mam pu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan par tisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani. c) Pendamping masyarakat Pemerintah menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memf asilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanaka n dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembang kan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangny a adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringata n bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan seman gat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat ( Ing ngarsa sung tulodo). d) Mitra Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat seba gai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengamb ilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyar akat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarak at pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat. e) Penyandang Dana Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah mas yarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermatapencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa

yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah di pelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung kese luruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat. 2. Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat? Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai progr am pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontr ol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gag asan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembag a yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam le mbaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Deng an adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada komite te rsebut. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidi kan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang be ranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tu a/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pend idikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, d engan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana , serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sek olah/madrasah. Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendi dikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tet api perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). K omite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta men yalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah. Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat kea daan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. D engan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sek olah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama mening katkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidika n menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah. Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) sebagaimana diatur dalam Keputus an Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan de ngan nuansa dan paradigma perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite S ekolah yang baru ini adalah gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi O rang Tua Siswa dan BP3. komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancar an penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhka n, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tuj uan tersebut tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mend ayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarn ya, termasuk LSM-LSM yang memiliki konsistensi di bidang pendidikan. Agar indepe ndensi komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukka n aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua s iswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada. Tentu saja Kepala Sekolah harus membantu terbentuknya komite ini. Selanjutnya pe mbentukan komite dilaporkan kepada instansi/satuan kerja setempat yang bertanggu ngjawab atas penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian komite ini bersifat inde

penden yang berkedudukan sebagai mitra sekolah dan berfungsi sebagai lembaga kon trol bagi sekolah. Komite Sekolah juga dapat memberikan masukan penilaian untuk pengembangan pelaksanaan pendidikan dan pelaksanaan manajemen sekolah. Komite se kolah bisa juga memberikan masukan bagi pembahasan atas usulan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Jika Komite Sekolah ini bisa dijalankan, berarti proses dan pelaksanaan pendidik an di sekolah akan berjalan sesuai prinsip demokrasi. Ini berarti lingkungan sek olah menjadi laboratorium dan contoh mikro dari realisasi masyarakat madani. Seb ab, dengan demikian masyarakat sekolah berarti menjalankan fungsi legislatif-eks ekutif, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut S ergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, p emikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan. KESIMPULAN Dari hasil kajian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Landasan pendidikan berbasis pada masyarakat adalah: Pendidikan Berbasis Masyarakat didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 54 Ayat (1) dan (2), P asal 55 Ayat (1),(2), dan (3), Pasal 1 Butir (24) dan (25), Pasal 56 Ayat (2). S elain berdasar pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 3002 tentang S istem Pendidikan Nasional, Pendidikan Berbasis Masyarakat juga tertuang dalam Pe raturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 1 Butir 38. 2. Tujuan pendidikan berbasis masyarakat adalah untuk membantu pemerintah d alam memobilisasi sumber daya lokal dan meningkatkan peranan masyarakat, meningk atkan rasa kepemilikan dan dukungan masyarakat terhadap sekolah, dan mendukung p eranan masyarakat untuk mengembangkan inovasi kelembagaan, serta membantu mengat asi putus sekolah terutama dari SD. 3. Konsep pendidikan berbasis masyarakat Konsep yang digunakan pada pendidikan berbasis masyarakat adalah konsep yang ber pusat pada masyarakat yakni dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyaraka t yang bertujuan untuk menjawab setiap kebutuhan masyarakat. 4. Prinsip pendidikan berbasis masyarakat: Pada pendidikan berbasis masyarakat setidaknya harus memiliki beberapa prinsip y aitu: a. Self determination (menentukan sendiri) b. Self help (menolong diri sendiri) c. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) d. Localization (lokalisasi) e. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) f. Reduce duplication of service g. Accept diversity (menerima perbedaan) h. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) i. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup 5. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan berbasis masy arakat adalah: Pada sistem perencanaan, Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan mas yarakat, Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pela yan, Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan s istem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar, Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-hal yang bersifat kebutuhan badani/kebendaan, Budaya menunggu pada seb agian besar masyarakat kita, Tokoh panutan masyarakat yang seyogyanya berperan s ebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat, Lembaga sosial masyarakat (L SM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang, Keterbatasan anggaran, sara na prasarana belajar, dan tenaga kependidikan, dan Egoisme sektoral.

DAFTAR PUSTAKA ___________. 2010. Prinsip-Prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat.(online). http ://semangatbelajar.com diakses tanggal 4 Oktober 2011. Attubani, Riwayat. 2008. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). http:/ /riwayat.wordpress.com, diakses tanggal 4 oktober 2011. Effendi, Abu Hadfi. 2008. Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). http://re-se archengines.com, diakses tanggal 4 Oktober 2011. Miarso, Yusufhadi. 2011. Hubungan dengan masyarakat. (online). http://blog.tp.ac .id, diakses tanggal 4 Oktober 2011 Mustikasari, Ardiyani. 2010. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat. (online). ht tp://sas.openthinklabs.com, diakses tanggal 5 Oktober 2011 Sumpeno, Wahyudin. 2009. Sekolah Masyarakat; Penerapan Rapid-Training-Design Dal am Pelatihan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai