berupa sistem informasi yang berbasiskan peta. Pengadopsian teknologi ini ditujukan untuk meningkatkan kemajuan dalam bidang pertanian. Output dari hasil sistem informasi dijadikan sebagai data acuan pengembangan wilayah-wilayah pertanian yang tersebar hampir diseluruh wilayah Negara Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor agraris(pertanian) yang selama ini telah mengalami perkembangan yang tidak sedikit dalam proses pembangunan nasional. Namun akhir-akhir ini, produktivitas sektor agraris(pertanian) cenderung terus menurun sehubung dengan timbulnya berbagai permasalahan dari kegiatan pembangunan yang hanya berorientasikan pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memikirkan tantangan yang menghadang sector pertanian pada saat mendatang, seperti penyempitan lahan.
Akibat krisis moneter ini pula, kemudian terjadi krisis pangan bagi penduduk perkotaan. Sehingga dengan demikian, perhatian terhadap persoalan kesediaan pangan bagi penduduk perkotaan menjadi meningkat. Terlebih mengingat penduduk miskin perkotaan di Negara- Negara berkembang yang harus menisihkan antara 30%-50% dari total pendapatannya untuk membeli bahan makanan, maka pada masa krisis moneter tersebut, krisi pangan bagi penduduk miskin di perkotaan menjadi lebih rawan disbanding dengan penduduk pedesaan (Young,1990;Setiawan, 1999). Mengingat penyempitan tanah pertanian terus terjadi, khususnya di wilayah perkotaan, maka diperkirakan pada tahun 2020 akan terjadi kelangkaan tanah. Selain itu, adanya permasalahan kemiskinan penduduk kota dan tingkat pengangguran tinggi, serta upaya untuk mencegah terjadinya kelangkaan pangan di daerah perkotaan, maka sangat perlu diupayakan adanya pola pertanian intensif dengan tingkat produktivitas yang tinggi ataupun pertanian berskala kecil namun yang mempunyai tingkat efisiensi yang sama besarnya dengan pertanian berskala besar. Sehingga dengan demikian, pola bertani secara vertical atau yang lebih dikenal dengan vertikultur, dipandang layak untuk dikembangkan didaerah perkotaan. Penerapan vertikultur sebagai salah satu bentuk pertanian terpadu perkotaan, antara lain bertujuan agar proses produksi pangan di perkotaan dapat berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lingkungan di perkotaan, seperti misalnya ketersediaan air di kota, sistem limbah kota, iklim mikro perkotaan dan masyarakatnya. Vertikultur diharapkan mampu mendukung pelaksanaan pembangunan kota yang berkelanjutan.
industri, perdagangan, atau yang lainnya. Hal tersebut terjadi karena pembangunan kegiatan perekonomian baru yang dibangun ini pun merekrut banyak tenaga kerja sehingga muncul lapangan kerja baru, disertai hilangnya lapangan kerja lama karena hilangnya lahan pertanian. 3.1.2 Spekulasi Tanah di Perkotaan Bentuk khas pembangunan yang terjadi di pusat-pusat kota negaranegara Dunia Ketiga menjurus kepada meningkatnya spekulasi tanah, memperkaya kaum elit kota pemilik tanah, dan meningkatkan pemilikan tanah secara absentee di kawasan pedesaan sekitar kota. Dengan demikian, timbul ketergantungan sosial ekonomi yang semakin besar dari daerah pedesaan kepada kota. Lalu, perluasan kota jangkauannya lebih luas daripada daerah-daerah pinggiran kota dimana pembangunan kota berlangsung. 3.1.3 Pertumbuhan Penduduk Selain urbanisasi, ada faktor lain yang menyebabkan menyempitnya lahan pertanian, yaitu pertumbuhan penduduk yang berlangsung secara alami. Kita mengetahui bahwa sifat setiap manusia berbeda. sebagian besar orang-orang desa rela menjual lahan pertaniannya namun sebagian kecil petani tidak rela menjual lahan pertaniannya. Hal itu dikarenakan oleh filosofi petani yang sifatnya senang mengumpul-ngumpulkan harta, untuk diwariskan kepada anak-cucunya. Penduduk tumbuh secara alami mendorong kebutuhan akan tempat tinggal baru, karena suatu rumah tidak mungkin dapat menampung sebuah keluarga yang nantinya anggotanya terus bertambah. Karena itu, lahan-lahan pertanian yang dimiliki mereka diwariskan kepada anak cucu mereka untuk dijadikan tempat tinggal.
Meskipun tidak mungkin semua lahan pertanian itu digunakan sebagai permukiman (tempat tinggal), tetapi setidaknya lahan tersebut makin berkurang. Dan seiring berjalannya waktu, pertumbuhan terjadi secara alamiah sehingga pada suatu saat, kebutuhan akan tempat tinggal baru bagi anak cucunya di masa depan akan muncul dan tentu saja lahan pertanian yang diwariskan turun temurun itu makin lama makin menyempit.
3.2 Cara Memanfaatkan Lahan Pertanian Yang Semakin Sempit Untuk Kegiatan Pertanian
Usaha budidaya pertanian telah berkembang sejak dilaksanakannya pola pertanian menetap yang di barengi dengan makin mantapnya pemukiman menetap. Pada saat itu, manusia juga mulai melakukan pengumpulan dan penyimpanan bahan makanan bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Di Indonesia, perkembangan pertanian telah berlangsung sejak lama, yang terutama didasarkan pada budidaya padi sawah. Namun, system pertanian yang selama ini di kenal merupakan system pertanian yang dilakukan secara horizontal. Mengingat salah satu tantangan atau permasalahan pertanian yang saat ini mulai dirasakan yaitu semakin terbatasnya lahan, maka perlu dikembangkan adanya alternatif cara bertani yang hemat lahan, dengan teknologi dan metode sederhana, dan secara ekonomi layak serta dapat di terima oleh anggota masyarakat. Dalam hal ini, nampaknya perlu di kembangkan pola bertani secara vertical atau vertikultur. 3.2.1 Pengertian Vertikultur Vertikultur, pada dasarnya merupakan cara bertani/bertanam yang dilakukan denga menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertikal (keatas). Wadah media tanam tersebut dapat berupa kolom-kolom atau pot-pot yang kemudian diatur sedemikian rupa sehingga pertanaman nantinya dapat tumbuh secara susun keatas. Sehingga dengan demikian, vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertikal. Dari satu titik dengan
luasan tertentu, dapat ditanam beberapa tanaman. Sementara itu, apabila pertanaman tersebut diusahakan dengan cara biasa(secara horizontal), maka dari satu titik tumbuh (pada tanah), hanya akan dapat tumbuh satu tanaman. Dengan demikian, vertikultur ini dapat diterapkan pada daerah-daerah dengan lahan sempit, khususnya di daerah perkotaan yang kini rata-rata menjadi pemukiman padat. Peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya perkembangan berbagai sektor pembangunan telah menyebabkan pula meningkatnya permintaan terhadap sumber daya air, sehingga ketersediaan air dirasakan semakin terbatas. Dalam pola tanam vertikultur, air hanya dibutuhkan bagi penguapan tanaman, mengingan evaporasi hanya terjadi dari tanah dalam kolom wadah media tanam. Setiap kali dilakukan penyiraman, beberapa tanaman dapat memperoleh air dari air tetesan tanaman di atasnya. Dengan demikian pola tanaman vertikultur dapat menghemat penggunaan air. Vertikultur juga dapat dilaksanakn pada daerah-daerah dengan kondisi lahan kurang subur, dengan syarat media tanam yang di upayakan dapat mendukung pertumbuhan tanaman, misalnya dengan mencari media tanah dari lokasi lain, menambahkan pupuk atau hara lainnya. 3.2.2 Fungsi dan Manfaat Vertikultur bagi Daerah Perkotaan Upaya pengembangan dan pemasyarakatan vertikultur di daerah perkotaan, antara lain mempunyai fungsi dan manfaat sebagai berikut: Menciptakan keasrian, keserasian, dan keindahan lingkungan kota yang dipenuhi berbagai sarana/prasarana perkotaan dan pemukiman padat penduduk Konservasi sumber daya tanah, yaitu dengan mengelola dan memanfaatkan secara bijaksana agar ketersediaannya dapat terus berlanjut.
Konservasi sumber daya air, sebab dengan penghematan penggunaan air berarti ketersediaan air dapat lebih terjamin pada masa-masa yang akan dating
Mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro perkotaan, sehingga kondisi perkotaan menjadi lebih sejuk dan nyaman Berjalannya proses daur ulang limbah perkotaan yang dimanfaatkan sebagai kompos/pupuk kandang Sebagai alternative kesempatan kerja bagi para pencari kerja atau untuk meningkatkan pendapatan warga masyarakat agar dapat lebih memperbaiki kualitas kehidupan keluarganya
3.2.3 Keunggulan Vertikultur Penerapan pola tanam vertikultur, mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: Menghemat lahan Menghemat air Mendukung pertanian organik, karena lebih menganjurkan
penggunaan pupuk alami (kompos) dan sedikit menggunakan pestisida anorganik Bahan-bahan yang digunakan sebagai wadah media tanam, dapat disesuaikan dengan kondisi setempat/ketersediaan bahan yang ada Umur tanaman relatif pendek Pemeliharaan tanaman relatif lebih sederhana Dapat dilakukan oleh siapa saja yang sungguh-sungguh berminat dan sayang akan tanaman.
10
11
12
BAB IV KESIMPULAN
Saat ini kndisi pertanian di Indonesia semakin kritis. Kondisi lahan pertanian juga semakin menyempit. Hal ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan atau perusahaan-perusahan industri. Bertambahnya jumlah penduduk juga mempengaruhi kondisi lahan karena semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak pula dibutuhkan rumah untuk tempat tinggal yang tidak lain mengambil lahan pertanian. Dengan semakin terbatasnya lahan, maka perlu dikembangkan adanya alternatif cara bertani yang hemat lahan, dengan teknologi dan metode sederhana, dan secara ekonomi layak serta dapat di terima oleh anggota masyarakat. Dalam hal ini, nampaknya perlu di kembangkan pola bertani secara vertikal atau vertikultur. Sistem pertanian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sementara itu, vertikultur organik adalah budidaya tanaman secara vertikal dengan menggunakan sarana media tanam, pupuk, dan pestisida berasal dari bahan organik non kimiawi. Sistem vertikultur merupakan solusi atau jawaban bagi yang berminat dalam budidaya tanaman namun memiliki ruang atau lahan sangat terbatas. Kelebihan sistem pertanian vertikultur: (1) Efisiensi dalam penggunaan lahan. (2) Penghematan pemakaian pupuk dan pestisida. (3) Hemat penggunaan air.
13
DAFTAR PUSTAKA
Desiliyarni, Temmi., Astuti, Yuni., Fauzy, Farida., dan Endah, Joesi. 2003. Vertikultur Teknik Bertanam di Lahan Sempit. Jakarta : AgroMedia Pustaka Arifin, Bustanul. 2004. Alisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta : Buku Kompas Besari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 abad hambatan inovasi. Jakarta: Salamba Arsyad, Sitanala., dan Rustiadi, Ernan. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
14