Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kedudukan pegawai negeri adalah sebagai unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata. Dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur pemerintahan dituntut untuk terus meningkatkan kualitasnya serta memiliki kompotensi, yaitu kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya melayani masyarakat. Masalah utama yang dihadapi dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah oleh Administrasi Publik pada abad ke-21 ini adalah semakin terbatasnya sumber data yang dipakai untuk keperluan melayani kebutuhan masyarakat tersebut. Masyarakat tidak hanya menuntut pelayanan publik yang lebih efesien dan memuaskan, tetapi juga menginginkan perilaku administrasi publik yang lebih responsif dan mencerminkan kepatuhan (fairner), keseimbangan, etika dan kearifan (good judgment) (Kasim, 2002:6). Implementasi otonomi daerah di Indonesia diharapkan akan mampu mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menciptakan demokrasi yang lebih baik. Dengan diberlakukannya otonomi

daerah tersebut, kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih luas. Akan tetapi dalam pelaksanaan otonomi daerah ini, diharapkan pemerintah daerah dapat melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab berdasarkan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Otonomi daerah telah membawa implikasi pada terjadinya demokratisasi, termasuk juga dalam hal pelayanan publik yang dilaksanakan. Masyarakat mulai kritis dan bias menentukan jenis pelayanan bagaimanakah yang masyarakat kehendaki. Masyarakat yang sedang tumbuh ke arah masyarakat madani (civil society) menuntut adanya peran birokrasi pemerintahan yang lebih adaptif terhadap penguatan hak-hak publik dalam pemberian pelayanan secara lebih luas dan berimbang. Melayani masyarakat merupakan salah satu tugas pokok pemerintah. Pemerintahan dibentuk dengan maksud agar rakyat dapat memenuhi segala kebutuhannya. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara, memiliki hak untuk menuntut pemerintah yang tidak melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab sebagai aparatur pemerintah. Mengingat semakin besarnya tuntutan masyarakat, pemerintah pusat dan daerah harus segera menindaklanjutinya dengan melakukan pembenahan di berbagai sektor yang mengarah pada usaha meningkatkan kinerja pegawai pemerintah, yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdaya guna, produktif, transparan, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peningkatan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan publik (public service) yang efektif, efesien serta memuaskan dari pegawai pemerintah sebagai

pelayan publik semakin populer. Hal ini terkait dengan perkembangan kebutuhan, keinginan, dan harapan masyarakat yang terus bertambah dan kian mutakhir. Masyarakat sebagai subjek layanan tidak suka lagi dengan pelayanan yang berbelit-belit, lama dan beresiko akibat rantai birokrasi yang panjang. Masyarakat menghendaki kesegaran pelayanan, sekaligus mampu memahami kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi dalam waktu yang relatif singkat. Keinginan-keinginan tersebut, perlu direspon dan dipenuhi oleh instansi yang bergerak dalam bidang jasa, apabila aktivitasnya ingin memiliki citra yang baik, untuk itu pihak manajemen perlu mengevaluasi kembali aspek pelayanan yang selama ini diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang dilayani, atau justru sebaliknya masih terdapat kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan pelayanan yang diharapkan masyarakat. Terjadinya kesenjangan menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang kurang prima, sehingga berpotensi menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang kurang prima, sehingga berpotensi menurunkan kinerja instansi secara keseluruhan. Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat terlihat dari seberapa puas masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan tersebut. Oleh karena itu kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Menurut Sianipar (1998:7), pelayanan prima (Service Excelence) adalah pelayanan terbaik, melebihi, melampaui, mengungguli, pelayanan yang diberikan pihak lain atau dari pada pelayanan waktu yang lalu.

Pemerintah

mempunyai

tiga

fungsi

utama

pelayanan

dalam

penyelengaraan pemerintahan yaitu: (1) Fungsi pelayanan masyarakat (public service function), yaitu berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan umum, kegiatan pemberian berbagai pelayanan umum maupun fasilitas kepada masyarakat seperti penyediaan pendidikan dan kesehatan, pengurusan sampah, air minum dan sebagainya, (2) Fungsi pembangunan (development function), yaitu mendudukkan pemerintah sebagai agen pembangunan terutama dalam

merangsang dan mendorong pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, mengeluarkan izin berusaha, menyiapkan jalan dan jembatan serta fasilitas lainnya yang menunjang pembangunan ekonomi, (3) Fungsi perlindungan (protection function), yaitu memberikan peran kepada pemerintah untuk melindungi warganya baik dari gangguan alam maupun gangguan yang disebabkan oleh manusia. Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, oleh pemerintah kemudian akan melahirkan baik barang maupun jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemudian yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan pelayanan yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip keadilan (equity) dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Artinya pemerintah dalam memberikan pelayanan tidak boleh melakukan diskriminasi, pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat dan golongan dari masyarakat, dan semua warga

masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pegawai pemerintah daerah hendaknya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan sehingga dapat memberikan pelayanan jasa. Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, pegawai pemerintah daerah harus dapat menindaklanjuti dalam penyelenggaraan pelayanan publik atau pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi masing-masing unsur pelayanan. Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan pemerintah di daerah umumnya kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan, termasuk dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi. Belum maksimalnya kinerja pelayanan ini antara lain dikarenakan belum dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu instansi yang menyelenggarakan pelayanan diantaranya yang berkaitan dengan pelayanan terhadap guru dalam hal pengusulan nomor unik pendidik tenaga kependidikan, pengusulan calon peserta sertifikasi guru, sebagai pusat informasi pendidikan dan pelatihan guru, dan lain-lain di Kabupaten

Wakatobi, dituntut untuk bekerja secara profesional serta mampu secara cepat merespon aspirasi dan tuntutan guru dan perubahan lingkungan lainnya dengan cara kerja yang lebih bersahaja dan berorientasi kepada peningkatan kualitas pelayanannya dari pada berorientasi kepada atasan seperti yang terjadi selama ini dalam lingkungan birokrasi. Keberadaan Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi secara empirik telah berhasil mendongkrak efisiensi dan produktivitas pelayanan, utamanya pada pelayanan pada guru. Namun perlu diketahui pula bahwa selain pelayanan tersebut, fungsinya sesungguhnya tidak lebih sebagai lembaga terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan tertentu. Artinya, Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi memfungsikan dirinya sebagai loket penerima. Dalam kondisi demikian, maka keberadaannya justru dapat dipersepsikan sebagai penambahan rantai birokrasi dalam pelayanan kepada guru. Untuk menghindari kesan yang negatif ini, maka Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi harus dapat bekerja secara profesional, dalam pengertian bahwa meskipun terjadi penambahan rantai birokrasi, namun proses penyelesaian jasa pelayanan dapat dilakukan secara lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik pula. Pada dasarnya penelitian tentang kualitas pelayanan ini penting untuk dilakukan, dikarenakan guru sebagai pelanggan pelayanan (customer service) belum merasa puas baik dari segi waktu, biaya dan mutu pelayanan yang selama ini diberikan. Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi guru terhadap kualitas pelayanan terutama yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi. Kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi, masih dijumpai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan, khususnya kepada guru. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Wangi-Wangi, mengemukakan bahwa:
Saya dan temanku kecewa dan luar biasa cemasnya, kami menyetor berkas usulan penetapan angka kredit guru pada pegawai Dinas Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi. Setelah diperiksa berkas tersebut oleh pegawai yang mengurus hal itu, menyatakan bahwa berkas kami sudah benar, dan kami diajurkan untuk datang kembali mengambil hasil penetapan angka kredit dari Provinsi sebulan kemudian. Selanjutnya pegawai tersebut meminta uang kepada kami masing-masing sejumlah Rp 150.000,- dengan maksud untuk diberikan kepada pegawai yang mengurus penetapan angka kredit di Provinsi sehingga tidak mendapatkan masalah saat diverifikasi di Kendari. Setelah sebulan kemudian, kami mendatangi lagi pegawai yang bersangkutan dan mengatakan bahwa berkas penetapan angka kredit kami masih bermasalah, dan kami dianjurkan untuk datang kembali lima belas hari kemudian untuk mengetahui informasi selanjutnya (Wawancara, Tanggal 25 Februari 2012).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikemukakan bahwa pelayanan yang telah diberikan oleh pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi belum maksimal, yaitu menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang konsisten, tidak menjamin kepastian (hukum, waktu, dan biaya) dan masih dijumpai praktek pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasi penyimpangan.

Hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Wangi-Wangi, mengemukakan bahwa:
Saya bingung, kesal, dan kecewa terhadap Panitia Sertifikasi Guru pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi, Pada Februari 2011, saya menyetor berkas usulan untuk menjadi peserta sertifikasi guru kuota tahun 2011. Semua berkas yang merupakan syarat pengusulan tersebut berdasarkan petunjuk dari panitia dan pedoman sertifikasi guru telah saya penuhi, termasuk syarat lain yang ditetapkan oleh panitia berupa membayar uang sejumlah Rp 400.000,-. Semua tahapan seleksi berkas telah saya lalui, akan tetapi saya belum juga diluluskan menjadi peserta sertifikasi. Padahal saya layak dan memenuhi syarat sebagai peserta sertifikasi menurut aturan sertifikasi guru tahun 2011 (Wawancara, Tanggal 25 Februari 2012).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikemukakan bahwa masih adanya pelayanan yang belum maksimal yang dilakukan dalam pengurusan sertifikasi guru oleh pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi, baik itu berupa pelayanannya yang masih berbelit-belit, tidak transparan, bahkan adanya pungutan liar yang berindikasi pada penyimpangan dan nepotisme. Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Wangi-Wangi, yang mengatakan bahwa:
Saya kecewa dengan kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi, sudah lima kali saya memberkas untuk mengurus Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK), tapi belum juga mendapatkan nomor tersebut. Padahal saya sudah empat tahun menjadi guru. Berkali-kali saya menanyakan kepada pegawai yang mengurusi hal tersebut, tapi belum ada juga solusi yang diberikan kepada saya (Wawancara, Tanggal 26 Februari 2012).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa belum maksimalnya pelayanan yang dilakukan Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga dalam pengurusan Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan

(NUPTK) dalam hal ketidakpastian waktu dalam penyelesaiannya, tidak transparan, dan masih ditemukan adanya prosedur pelayanan yang berbelit-belit. Hasil studi dokumentasi penulis pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi pada tanggal 2006 Februari 2012 menemukan bahwa dalam penetapan Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK) masih dijumpai identitas guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK) lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa proses pendataan yang dilakukan oleh pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi belum maksimal, yaitu mencakup kemampuan dan ketelitian dalam pelayanan. Fenomena tersebut menggambarkan adanya masalah kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi yang dialami oleh guru. Di antara mereka masih ada yang mengeluh terhadap penyelenggaraan pelayanan yang dirasakannya belum seperti yang diharapkannya. Hal tersebut juga diakui oleh salah seorang pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi, yang mengatakan bahwa: Kalau untuk memberikan layanan yang lebih maksimal, saat ini sarana di kantor kami masih kurang, misalnya sarana komputer khususnya saranasarana yang kaitannya dengan teknologi informasi (Wawancara, Tanggal 26 Februari 2012). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat dikemukakan bahwa masih kurangnya sarana teknologi informasi yang digunakan pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi akan

10

mengakibatkan lambatnya pelayanan yang diberikan, terutama pemasukan data untuk nomor unik pendidik tenaga kependidikan guru. Hal ini jelas bahwa keluhan guru akan menunjukkan kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab, inti dari pelayanan mempunyai tujuan akhir yang bermuara kepada kepuasan pelanggan yang dilayani (guru) dan peningkatan kualitas pelayanan yang diterimanya. Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang maksimal. Dengan memberikan pelayanan yang baik, maka akan berimbas pada penilaian dan persepsi guru terhadap kinerjanya secara spesifik dan pemerintah Kabupaten Wakatobi secara menyeluruh. Berdasarkan fenomena tersebut, penulis menduga bahwa pelayanan yang dilakukan pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi belum maksimal, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Guru terhadap Kualitas Pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru berpengaruh terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi?

11

2. Seberapa besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi?

1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi dalam mengembangkan konsep kualitas pelayanan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. b. Memperkaya khasanah keilmuan khususnya bagi yang berminat di bidang kajian yang berkaitan dengan kualitas pelayanan. c. Menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dan juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya menyangkut masalah faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi terhadap kualitas pelayanan.

12

2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan (imput) dan saran-saran pertimbangan yang bersifat praktis bagi Pemerintah Kabupaten Wakatobi, khususnya Dinas Pendidikan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten Wakatobi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi guru untuk pembinaan dan pengembangan serta penyempurnaan pelaksanaan pelayanan yang

dilakukan pegawai. b. Memberikan umpan balik dalam rangka perumusan kebijakan programprogram peningkatan kualitas pelayanan oleh pemerintah atau yang berkepentingan. c. Bagi peneliti, tulisan ini merupakan suatu persyaratan kelulusan pada Program Studi Administrasi Pembangunan, Program Pascasarjana

Universitas Haluoleo, Kendari.

Anda mungkin juga menyukai