Anda di halaman 1dari 16

1. Andrew Pradana P. 2. Dean Adhi 3. Farhan fadhillah 4. Sinthia Razif 5. Tiara Restiana 6. Nancy Rizki 7. Astri Hildayanti 8.

nti 8.Resti anita

Batu bara atau batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Proses terjadinya batu bara disebut proses inkolen (air yang ada di dalamnya dan bahanbahan yang mudah menguap, Nitrogen makin kecil sedangkan kadar zat arang atau karbon bertambah presentasenya). Setelah tumbuhan mati, proses penghancuran tidak dapat memainkan peranannya karena air ditempat matinya tumbuh-tumbuhan tersebut tidak atau kurang menbgandung oksigen. Oleh karena itu, tumbuh-tumbuhan tidak mengalami pembusukan dan kemudian ditimbuni lempung, pasir, kerikil yang akhirnya terjadi proses pembentukan batu bara.

Proses tersebut terbentuk melalui beberapa tingkatan: - Stadium 1 : Proses Biokimia/ Humifikasi, sisa-sisa tumbuhan menjadi keras karena beratnya sendiri sehingga tumbuh-tumbuhan berubah warnanya tetapi masih utuh bentuknya karena tidak ada pengaruh suhu dan tekanan yang menjadi gambut atau Turf. - Stadium 2: Proses Metamorfosa, sush dan tekanan bertambah tinggi dan waktu lama maka Turf berubah menjadi batu bara muda atau Lignit. - Stadium 3: Pembentukan batuan berharga yaitu terjadinya batu bara, yang dapat dilihat struktur tumbuhannya. Jika temperatur tekanan meningkat terus, maka akan terjadi Antrasit dan Stradium yang akhirnya menjadi Granit. Tumbuh-tumbuhan yang mati bisa menjadi batu bara bila terbenam pada perairan yang tidak mengandung oksigen sehingga tidak terjadi pembusukan

Kendala Infrastruktur Indonesia memiliki persoalan krusial. Persoalan mendasar yang sedang dihadapi industri batubara saat ini berkisar pada lemahnya investasi eksplorasi dan eksploitasi batubara. Masalah lain adalah semakin tingginya biaya produksi, isu kepemilikan dan kompensasi lahan, dan terbatasnya jalur sungai dalam transportasi tongkang batubara. Secara logistik, kekuatan Indonesia berada pada pola angkutan sungai. Hingga kini, angkutan sungai merupakan moda yang lebih kompetitif dibanding dengan moda kereta api ke pelabuhan angkut seperti yang dilakukan di Australia, Afrika Selatan, dan Kolombia.

biaya angkut dengan menggunakan tongkang sekitar US$ 0,015 per ton/km, sedangkan dengan menggunakan kereta api minimal sekitar US$ 0,30,4 per ton-km. Seharusnya, industri maritim kita dapat memanfaatkan pasar batubara untuk pengembangan armada angkutan batubara, baik untuk tipe tongkang dan bulk-carrier,

menambahkan, pengembangan bulk-carrier tipe handymax sebaiknya dapat dikonsentrasikan di dalam negeri. Sebab, kemampuan dan kapasitas riil galangangalangan kapal di Surabaya, Jakarta, dan Batam dapat memenuhi kebutuhan itu.

Asing Menyerbu Menariknya potensi batubara Tanah Air memancing minat investor asing. Sejumlah perusahaan pertambangan mancanegara, terutama Australia, India, dan Thailand beramai-ramai membidik potensi batubara, khususnya di Kalimantan. Puluhan perusahaan India dan Tiongkok juga berburu batubara di lahan pertambangan Indonesia. Mereka antara lain National Thermal Power Corp (NTPC), perusahaan listrik India Power Trading Company (PTC), Larsen & Turbo, Reliance, Agrawal Coal, dan Watien.
India dan Tiongkok memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara berkalori rendah, sama dengan megaproyek PLTU 10 ribu MW di Indonesia. Direktur Indonesia Coal Society Singgih, khawatir aksi korporasi asing di Indonesia akan mengganggu pasokan batubara domestik. Dengan dukungan pemerintahnya, mereka berushaa mengakuisisi untuk mengamankan pasokan batubara,

Seharusnya, sistem yang digunakan adalah cost and freight sehingga eksportir Indonesia dapat menentukan moda pengangkutan. Jika masih ada keterbatasan kapal berbendera Indonesia, pengusaha pelayaran nasional bisa mencarter kapal asing. Sayangnya, pilihan sistem perdagangan internasional yang memihak pelayaran nasional itu tidak dapat dipaksakan.
Saat ini, industri batubara nasional juga terkerangkeng oleh banyaknya tambang ilegal. Setiap tahun, produksi batubara ilegal mencapai 20 juta ton. Potensi kerugian negara setiap tahun ditaksir Rp 1,5 triliun

TINDAKAN PREVENTIV : 1. Batubara tersebut dibentuk seperti kerucut, agar meminimalkan terjadinya longsor 2. Bagian tepi dipadatkan menggunakan bucket excavator, agar mengurangi ruang kosong yg timbul dalam tumpukan batu bara karena celah antar batu bara 3. menggunakan cairan kimia 4. Pemeriksaan temperatur secara rutin untuk mengukur suhu panas batubara. 5. Volcano trap, untuk membuang asap yang muncul dari tumpukan batubara 6. pembuatan parit, agar mengurangi jumlah air yg terdapat dalam tumpukan batu bara.

TINDAKAN BURNOUT 1. Pembuatan lobang, 2. Pembuangan debu 3. Pengambilan bara api 4. Penggunaan detergent

Dengan akan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru, diharapkan dapat menarik investor pertambangan batu bara yang sejak tahun 1998 sepi peminat. UU baru yang akan menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 1967 ini diharapkan mempercantik wilayah tambang di Indonesia sehingga merangsang investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Meski demikian, kita tetap harus mengingat dalil sederhana bahwa semakin banyak kita membuang energi ke luar, semakin banyak kita kehilangan. Sebaliknya, sebagian dari investor yang datang adalah dari negara yang menerapkan pencadangan sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan generasi mereka mendatang.

Oleh sebab itu, di UU yang baru tersebut harus dipertegas bahwa batu bara bukan hanya sekadar komoditas semata. Akan tetapi, barang tambang yang berupa batu bara ini harus lebih dimaknai dan diposisikan sebagai sumber daya energi strategis. Sikap semacam itu harus menjadi dasar kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan batu bara. Dengan penekanan tersebut, terlalu sederhana kalau kita hanya membandingkan kebanggaan tingginya ekspor dan besarnya devisa yang diperoleh negara dari komoditas strategis tersebut. Kebanggaan itu harus lebih dari itu. Sebab, nilai strategis batu bara harus kita hitung dari seberapa besar nilai energi yang bisa dimanfaatkan dalam kurun waktu 50 tahun mendatang, atau bahkan lebih. Melihat permasalahan yang begitu luas dalam sektor batu bara, pemerintah harus tetap melihat permasalahan yang ada dalam pengelolaan sektor pertambangan batu bara.

- Pertama, pemakaian batu bara dalam negeri harus lebih dipacu dan kebijakan keamanan suplai (security supply). Kebutuhan batu bara dalam negeri harus dipertegas pemerintah serta harus dapat diimplementasikan oleh pengusaha batu bara secara riil. Misalnya, harus ada kebijakan domestic market obligation (DMO) yang tegas dan kuantitatif. - Kedua, pengelolaan dan kebijakan batu bara semestinya dibedakan antarwilayah utama, yakni yang berada di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Di Sumatera Selatan, dengan kandungan batu bara yang kualitas rendah (lignit), kebijakan yang paling tepat adalah diarahkan untuk PLTU mulut tambang ( minemouth power plant), apalagi interkoneksi listrik Sumatera-Jawa yang akan selesai tahun 2007 (Kompas 28/02). Untuk Kalimantan, dengan batu bara yang berkualitas tinggi, semestinya harus ada pengontrolan tingkat produksi, khususnya kepentingan pendapatan negara.

- Ketiga, dengan keluarnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam harus lebih diperhatikan pemerintah pusat. Untuk menghindari kenakalan royalti yang dibayarkan perusahaan pertambangan batu bara, semestinya pemerintah tidak hanya menerima laporan saja. Namun, harus lebih proaktif dalam perhitungannya, termasuk mengamati harga batu bara dari waktu ke waktu secara terus- menerus.

- Keempat, melihat pentingnya energi bagi generasi mendatang, tujuan konservasi energi harus lebih dipertegas. Bahkan, pemerintah harus berani memberikan reward bagi individu atau organisasi yang berhasil melakukan riset serta penyebaran ilmu dan teknologi konservasi energi. Cara seperti itu dilakukan juga oleh China melalui UU Konservasi Energi

Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana. Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan batubara di pulau Kalimantan yang bisa dibilang telah mencapai tahap yang kronis, dengan menyisakan lubang-lubang besar bekas kegiatan pertambangan dan juga dampak-dampak yang lainnya. Hal tersebut setidaknya dapat diminimalisir dan dikurangi dampaknya apabila kita melakukan tindakan perbaikan dan juga memanfaatkan SDA secara bijaksana

Anda mungkin juga menyukai