Anda di halaman 1dari 17

I

RINGKASAN MAKALAH
LATAR BELAKANG TURUNNYA AL-QUR’AN DAN ASBABUL NUZULNYA
A. Definisi Asbabul Nuzul berbagai macam versi
Kata Asbab berarti jalan, mendapatkan atau perantara yang bisa
menghubungkan ke hal lain.1 Sedang kata Nuzul berarti turun.2 Sedangkan menurut
terminologi, menurut Al-Qothon, Asbabul Nuzul adalah sesuatu hal yang karenanya Al-
Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya pada masa hal itu terjadi, baik
berupa peristiwa maupun pertanyaan.3 Al-Shalih mengatakan, sesuatu yang
menyebabkan diturunkannya sebuah ayat atau beberapa ayat al-Qur’an yang
mengandung sebabnya, sebagai jawaban terhadap hal itu, atau yang menerangkan
hukumnya, pada saat terjadinya peristiwa itu.4 Al-Zarqani mendefinisikan sebagai
sesuatu hal yang karenanya satu ayat atau ayat-ayat yang menceritakan suatu peristiwa
atau menjelaskan suatu hukum diturunkan disaat kejadiannya.5
B. Pembagian macam-macam Asbabul Nuzul, Frekuensi turunnya dan bunyi ayat
Sabab Nuzul ada dua, yaitu Ta’addud al-Asbab Wa al-Nazil al-Wahid (sebab
turunnya ayat lebih dari satu) , dan Ta’addud al-Nazil Wa al-Sabab al-Wahid
(permasalahan yang ada pada ayat turun lebih dari satu dan sebab turunnya hanya satu).
Ta’addud al-Asbab Wa al-Nazil al-Wahid tampak apabila ada dua riwayat tersebut
menyebutkan sebab yang jelas berbeda dengan yang lainnya. Maka kedua riwayat
tersebut apabila dianalisa mempunya 4 ketentuan. Pertama, salah satu keduanya shahih
dan lainnya tidak sehingga yang didahulukan yang shahih.6 Kedua, keduanya shahih,
akan tetapi salah satunya mempunyai penguat dan yang lainnya tidak.7 Ketiga,
keduanya shahih dan salah satunya tidak mempunyai penguat, akan tetapi keduanya
dapat digunakan sekaligus.8 Keempat, keduanya shahih, sama-sama tidak mempunyai
penguat, dan tidak dapat digunakan keduanya sekaligus.9
C. Nilai kedudukan Asbabul Nuzul berkaitan dengan bunyi redaksi Hadits
Ditinjau dari bentuk redaksi Hadits ada dua.10 Pertama, bentuk redaksi berupa
nash yang jelas, karena adanya sebab, bentuk ini terjadi apabila perawi mengatakan :

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 1


“sebab turun ayat ini adalah begini, atau dengan fa’ ta’qibiyah (seperti maka) yang
terangkai dengan kata (materi turunnya ayat) sesudah disebutkannya peristiwa atau
pertanyaan, seperti dikatakan : telah terjadi begini atau Rasulullah saw ditanya tentang
hal ini maka turunlah ayat ini. Kedua, bentuk redaksinya mungkin/boleh jadi
menerangkan sebab turunnya ayat atau menjelaskan kandungan hukum ayat, ini terjadi
apabila seorang perawi berkata : “ayat ini turun mengenai ini. Maksud ungkapan ini
terkadang sebab turunnya ayat dan terkadang pada kandungan hukum atau arti ayat.
Begitu juga apabila perawi mengatakan, aku mengira ayat ini turun mengenai ini, atau
saya tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal ini. Kedua redaksi ini mungkin
asbabul nuzul ayat dan mungkin pula menunjukkan yang lain.
D. Variasi pendapat dan argumentasi atau penggunaan Asbabul Nuzul sebagai Tafsir
Al-Qur’an
Al-Wahidi, “tidak mungkin seorang mufassir dapat mengetahui tafsiir dari suatu
ayat kecuali berpijak dan berpegang pada sejarahnya dan penjelasan turunnya ayat
tersebut”.11 Ibnu Taimiyah, “Seorang yang mengetahui sebab nuzul dapat menentukan
dan memahami maksud atau tujuan ayat al-Qur’an karena sesungguhnya mengetahui
tentang sebab bisa menjadikan seorang mengetahui musabab”.12 Ibnu Daqiq Al-Id,
“mengetahui keterangan sabab nuzul merupakan metode atau cara yang kuat bagi
seseorang untuk dapat memahami makna al-Qur’an”.13 Dr. Ali Abdul Qadir, “Seorang
mufassir yang tidak mengetahui tentang sebab nuzul seringkali terjerumus kedalam
ketidakjelasan dan kesamaran dalam mentafsiri ayat al-Qur’an, mereka memahami
ayat-ayat al-Qur’an tidak sesuai dengan tujuannya, dan tidak memperoleh hikmah-
hikmah ilahiyah dari turunnya ayat tersebut”.14 Disamping itu banyak kesulitan-
kesulitan penafsiran al-Qur’an tidak terselesaikan kecuali dengan mengetahui sabab
nuzul.15
Dengan demikian, mengetahui dan memahami sabab nuzul merupakan diantara
factor yang sangat penting sekali, karena tanpa mengetahui sabab nuzul, seorang
mufassir akan mudah terjerumus kearah kekaburan dalam mentafsiri ayat-ayat al-
Qur’an. Sehingga menurut Al Abdul Qodir dalam kitabnya Faidhu al-Rahman

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 2


menegaskan dari fatwa ulama’ bahwa, haram hukumnya mentafsiri al-Qur’an, bagi
orang yang tidak mengetahui sabab nuzul.

II
TAFSIR BI AL-MA’TSUR / BI AR-RIWAYAH / BI AL-MANQUL

A. Pengertian Tafsir Bi al-Ma’tsur


Tafsir Bil Ma’tsur adalah penafsiran Al-Qur’an atau Hadits atau ucapan sahabat
untuk menjelaskan kepada sesuatu yang dikehendaki Allah Swt.
B. Prosedur Penerapan Tafsir Bi al-Ma’tsur
Prosedur penerapannya ada tiga macam, yaitu penafsiran Al-Qur’an dengan ayat
Al-Qur’an, penafsiran Al-Qur’an dengan Hadits Nabi, dan penafsiran Al-Qur’an
dengan ucapan para sahabat.
C. Contoh Tafsir Bi al-Ma’tsur16
1. Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Penafsiran firman Allah :
          

Artinya : “Telah dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali apa yang akan
dibacakan kepadamu…”. (QS. Al-Hajj : 30)

Kata : (‫عليكم‬ ‫ )إل ما يتلى‬ditafsirkan dengan ayat lain :


     

       
Artinya : “Diharamkan bagi kamu (memakan) bangkai, darah, daging babi
dan (hewan) yang disembelih bukan dengan nama Allah.” (QS. Al-Maidah : 3)

2. Penafsiran Al-Qur’an dengan Hadits


Penafsiran firman Allah :

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 3


           

      
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tiada mencampurkan keimanannya
dengan kemusyrikan, untuk mereka keamanan, sedangkan mereka itu mendapat
petunjuk.” (QS. Al-An’am : 82)

Nabi Muhammad Saw, menafsirkan lafa Al-Dzulmu (‫ )الظلم‬dengan Al-Syirku (

‫)الشرك‬. Penafsiran demikian dikuatkan oleh firman Allah Saw :


     
Artinya : “Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah aniaya besar.” (QS.
Luqman : 13).

3. Penafsiran Al-Qur’an dengan ucapan sahabat/tafsir sahabat

III
TAFSIR BI AL-RA’YI / TAFSIR BI AL-MA’QUL

A. Pengertian Tafsir Bi al-Ra’yi / Tafsir Bi al-Ma’qul


Tafsir Bi al-Ra’yi adalah uangkapan-ungkapan atau penjelasan ayat-ayat al-
Qur’an melalui ijtihad yang disertai dengan persyaratan yang sangat ketat17, yang
minimal meliputi lima belas cabang ilmu al-Qur’an18, dan bahkan pengembangan
ijtihadnya harus berdasarkan pada tafsir bi al-Ma’tsur, tidak berdasarkan pada riwayat
para sahabat dan tabi’in, melainkan berdasar pada bahasa, budaya, gaya bahasa yang
digunakan sehari-hari dan sains yang diperlukan.19
B. Prosedur Penerapan Tafsir Bi al-Ra’yi / Tafsir Bi al-Ma’qul
Menafsirkan Al-Qur’an bi al-ra’yi adalah boleh asal tidak semata-mata atau akal
belaka, melainkan melalui tahapan-tahapan dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-
Qur'an.20 Adapun metode ini dibagi menjadi dua bagian.

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 4


1. Al-Ra’yul Mahmudah, penafsiran yang ijtihadnya jauh dari kebodohan dan
kesesatan yang dapat dilihat dari empat tahapan, yaitu melalui penafsiran dengan al-
Qur’an atau sunnah Nabi, kedua melalui pendapat para sahabat, ketiga melalui
pengambilan bahasa arab secara tepat dan keempat sesuai dengan syariat.21
2. Al-Ra’yul Madzmumah, penafsiran yang tidak memperhatikan ayat-ayat lain serta
narasi yang datang dari Nabi, tidak menghiraukan pendapat para sahabat, tanpa
didasari kaedah-kaedah bahasa arab dan ilmu terkait, dan menafsirkan ayat untuk
mendukung suatu madzhab yang salah.22
C. Contoh-contoh Tafsir Bi al-Ra’yi / Tafsir Bi al-Ma’qul
Penafsiran yang diriwayatkan oleh sebagian orang bodoh yang mengaku alim
dalam menafsirkan firman Allah :23
       
Artinya : “Pada hari (kiamat) Kami panggil tiap-tiap manusia dengan
imamnya.” (Qs. Al-Isra’ : 71).

Menurutnya bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah : Allah


memanggil manusia pada hari kiamat dengan nama ibunya karena hendak menutupi
mereka.
Orang bodoh tadi menafsirkan kalimat “Al-Imam” dengan kalimat “Al-
Ummahat”. Dia mengira bahwa kata “Al-Imam” merupakan bentuk jama’ dari kata “Al-
Ummu”. Padahal bahasa menyalahkan anggapan tersebut. Karena jamaknya kata “Al-
Ummu” adalah “Al-Ummahat”, sebagaimana terdapat dalam firman Allah :
      
Artinya : “Dan ibu-ibu yang menyusukanmu.” (QS. An-Nisa’ : 23).

Jadi, jelas bahwa kata “imam” bukanlah bentuk jamak dari kata “ummun”.
Karena hal ini akan enyalahi bahasa dan syara’. Adapun yang dimaksud dengan “imam”
dalam ayat di atas adalah “Nabi” yang diikuti oleh umatnya. Atu mungkin pula yang
dimaksudkan adalah “Kitabul A’mal” (buku catatan amal) dengan dalil ujung ayat
tersebut, yaitu :

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 5


      

   
Artinya : “Barang siapa yang didatangkan kitabnya dari sebelah kanannya,
maka mereka itu membaca kitabnya, seang mereka tiada teraniaya sedikitpun jua.”
(QS. Al-Isra’ : 71)

Demikian pula orang yang tidak paham terhadap tujuan syara’, pasti dia akan jatuh
dalam kebodohan dan kesesatan. Seperti orang yang menafsirkan firman Allah :
      

   
Artinya : “ Barang siapa yang buta (hati) di (dunia) ini, niscaya ia akan buta
pula di akhirat dan lebih sesat jalannya.” (QS. Al-Isra’ : 72).

Tentu dia akan berpendapat bahwa setiap orang yang buta akan mengalami
nasib celaka, rugi, dan masuk neraka. Padahal yang dimaksudkan buta disini bukanlah
buta mata, melainkan buta hati berdasarkan firman Allah :
           

 
Artinya : “Sesungguhnya mereka bukanlah buta mata, tetapi buta hati yang
dalam dada.” (QS. Al-Haj : 46)

Dengan demikian, boleh jadi orang yang buta mata justru menjadi sebab
kebahagiaan seseorang. Sebagaimana apa yang tersebut dalam hadits Qudsyi :

.‫من ابتليته بحبيبتيه فصبر عوضته الجنة‬


Artinya : “Barang siapa Ku’uji dia dengan kedua kekasihnya (kedua matanya),
namun di sabar, maka Ku-ganti dia dengan surga”.

IV
TAFSIR IJMALI

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 6


A. Pengertian Tafsir Ijmali
Tafsir Ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan cara mengemukakan makna global. 24
B. Prosedur Penerapan Tafsir Ijmali
Pola penafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan makna ayat-ayat secara garis besar
2. Sistematikanya mengikuti urutan surat dalam Al-Qur’an, sehingga maknanya saling
berhubungan
3. Ungkapan-ungkapan makna diambil dari Al-Qur’an sendiri dengan menambahkan
kata-kata atau kalimat-kalimat penghubung
4. Menggunakan lafal-lafal bahasa yang mirip dan tidak jauh dari bahasa dan lafadz
Al-Qur’an.
5. Meneliti, mengkaji dan menyajikan asbab al-nuzul yang melatarbelakangi turunnya
Al-Qur’an
6. Meneliti hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat yang ditafsiri
C. Contoh Tafsir Ijmali
Penafsiran terhadap Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 43 :

               

   
43. Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'[44].

Menurut At-Tharbasi, yang dimaksud dirikanlah shalat adalah kerjakanlah


dengan segenap rukun, batasan dan syarat-syaratnya sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Nabi :

‫صلوا كما رايتمونى اصلى‬


Artinya : “Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihatku mengerjakan
shalat”. (HR. Bukhari).

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 7


Adapun yang dimaksud tunaikanlah zakat adalah berikanlah (kepada yang berhak)
harta yang telah diwajibkan oleh Allah atas kalian sebagaimana yang telah dijelaskan
pula oleh Rasulullah. Demikianlah semua yang disebutkan didalam Al-Qur’an hanya
secara global saja. Sedangkan penjelasan lebih rinci memang diserahkan kepada
Rasulullah untuk menafsirkannya.

V
TAFSIR TAHLILI / TAFSIR TAJZI’I

A. Pengertian Tafsir Tahlili


Tafsir metode Tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur’an dengan
memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung didalamnya sesuai urutan
bacaan yang terdapat di dalam Al-Qur’an Mushaf Utsmani.25
B. Prosedur Penerapan Tafsir Tahlili
Dalam menafsirkan al-Qur’an, mufassir biasanya melakukan hal-hal sebagai berikut
:26
1. Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat lain maupun
antara satu surat dengan surat lain.
2. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbab al-nuzul)
3. Menganalisis kosa kata (mufrodat) dan lafal dari sudut pandang bahasa arab.
4. Memaparkan kandungan ayat secara umum dan makksudnya.
5. Menerangkan unsur-unsur fashaha, bayan dan I’jaznya, bila dianggap perlu.
6. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya apabila
ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat ahkan.
7. Menerangkan makna dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat bersangkutan.
C. Contoh Tafsir Tahlili
Penafsiran terhadap Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 115 :

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 8


         

    
Artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui”.

Yang dimaksud oleh Allah dengan firman-Nya (‫)ول المشرق والمغرب‬, ialah
Allah berwenang penuh atas pemilikan dan pengaturan keduanya seperti dikatakan :
“rumah ini kepunyaan si fulan”. Artinya, dia berwenang penuh atas pemilikan rumah
itu. Dengan demikian, firman-Nya (‫ )ول المشرق والمغرب‬bermakna bahwa keduanya

adalah milik makhluk-Nya. Kata (‫ )المشرق‬sama artinya dengan (‫ )مطلع‬yang kasroah


lam, yakni menunjuk kepada “tempat terbit matahari”.

VI
TAFSIR MUQARIN

A. Pengertian Tafsir Muqarin


Tafsir Muqarin adalah tafsir yang membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
hadits-hadits nabi yang tampaknya bertentangan serta membandingkan pendapat-
pendapat ulama’ tafsir yang menyangkut penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.27
B. Prosedur Penerapan Tafsir Muqarin
Dalam menafsirkan al-Qur’an, langkah-langkah yang harus ditempuh mufassir
sebagai berikut :28
1. Mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang redaksinya bermiripan
sehingga diketahui mana yang mirip dan mana yang tidak.
2. Membandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan itu, yang
membicarakan satu kasus yang sama, ata dua kasus yang berbeda dalam satu
redaksi yang mirip.
3. Menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip.

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 9


4. Memperbandingkan antara berbagai pendapat para mufassir tentang ayat yang
dijadikan objek bahasan.

C. Contoh Tafsir Muqarin


Penafsiran terhadap Al-Qur’an Surat Ali Imron 126 dengan Al-Anfal 10
           

          

 
Artinya : “Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu
melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram
hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”.

          

          


Artinya : “Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu),
melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya.
dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”.

Jika dibandingkan, kedua ayat tersebut mirip, namun ada perbedaan kecil
dari sudut susunan kalimatnya. Yaitu pada ayat pertama terdapat lafadz (‫)لكككم‬

sesudah lafadz (‫ )بشرى‬sementara pada ayat kedua tidak dijumpai lafadz (‫)لكككم‬.

Sebaliknya pada ayat kedua terdapat kalimat (‫ )ان ال‬sesudah (‫ ;)من عندال‬sedangkan

pada ayat pertama tidak memakai lafadz (‫)بكه‬. Kalau pada ayat pertama kalimat

tersebut ditempatkan sesudah (‫)قلوبككم‬, maka pada ayat kedua tempatnya sesudah (

‫)قلوبكم‬.
Menurut asbab al-nuzul nya, ayat pertama diturunkan tentang perang uhud
sedangkan ayat kedua tentang perang badar. Karena kondisi umat Islam pada waktu

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 10


itu masih labil, maka pada penutup ayat 10 surat al-Anfal Allah memakai huruf
ta’kid (‫ )إن‬untuk memperkuat keyakinan umat Islam bahwa Allah Yang Maha

Perkasa bersama mereka. Demikian pula penempatan kalimat (‫ ) به‬sebelum (‫)قلوبكم‬


memberikan indikasi pentingnya menenangkan jiwa mereka; sedangkan di dalam
Ali Imron, cukup menempatkannya sesudah (‫)قلوبكم‬.

Kalimat (‫ )لككم‬ditempatkan, agar jangan ada anggapan negative terhadap


Allah bahwa bantuan yang dikirimnya itu memberikan kegembiraan kepada orang
kafir dengan kemenangan yang mereka peroleh, maka Allah sengaja menempatkan
kalimat (‫)لكم‬. Dengan demikian jelah bahwa kegembiraan tetap berada dipihak umat
Islam.

Adapun penafsiran Al-Qur’an Surat Al-Naml 22-23 dan Al-Saba’ 15 dengan


hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini :
         

         

           

 
Artinya :
22) Maka tidak lama Kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku Telah
mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu
dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.
23) Sesungguhnya Aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan
dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.

(‫ ماافلح قوم ولو امرهم امرأة )رواه البخارى‬: ‫الحديث‬


Artinya : “Tidak akan beruntung suatu bangsa yang menyerahkan pimpinan
negaranya kepada seorang wanita”.
Hadits tersebut diucapkan Nabi ketika beliau mendapat informasi bahwa putrid raja
Persia telah dinobatkan menjadi ratu untuk menggantikan ayahnya yang telah

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 11


mangkat. Hadits tersebut tidak sejalan dengan ayat-ayat diatas yang
menggambarkan kemampuan wanita dalam memimpin Negara seperti Ratu Bulqis.
Dalam memahami teks, kondisi yang hidup di tengah masyarakat senantiasa
dijadikan salah satu pertimbangan.

Kata (‫ )قوم‬dan (‫ )امرأة‬dalam hadits itu adalah lafadz nakirah. Itu berarti, lafadz (

‫ )قوم‬dan (‫ )امرأة‬tersebut berkonotasi umum yaitu kaum dan wanita mana saja, tidak
tertentu untuk orang Persia.
VII
TAFSIR MAUDU’I

A. Pengertian Tafsir Maudu’i


Metode tafsir Mawdu’iy adalah metode yang ditempuh oleh seorang mufassir
dalam menafsirkan al-Qur’an dengan cara menghimpun ayat-ayat yang berbicara
tentang satu mawdu’ (tema) tertentu dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta
sebab turunnya ayat-ayat tersebut, untuk kemudian penafsir mulai memberikan
keterangan, penjelasan dan menarik kesimpulan.29
B. Prosedur Penerapan Tafsir Maudu’i
Cara kerja atau langkah-langkah aplikasi metode Mawdu’iy dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Memilih mawdu’iy atau tema yang akan dikaji
2. Menghimpun seluruh ayat yang terdapat pada semua surat al-Qur’an yang berkaitan
dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji,30 baik surat Makkiyah maupun
Madaniyah.
3. Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa turunnya dan
mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu memungkinkan.31
4. Menjelaskan munasabah atau relevansi antar ayat-ayat pada masing-masing
suratnya, dan kaitan antara ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
5. Mengemukakan hadits-hadits Rasulullah SAW, yang berbicara tentang tema kajian
yang telah ia pilih, lantas men-takhrij dan menerangkan kualitas hadits-hadits

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 12


tersebut untuk lebih meyakinkan kepada orang yang mempelajari tema itu.
Dikemukakan pula atsar para sahabat dan tabi’in, serta pendapat para pakar tafsir
dan sastra.
6. Merujuk kepada syair-syair dan kalam bangsa Arab dalam menjelaskan makna
lafadz-lafadz yang terdapat pada ayat-ayat yang dibicarakan.
7. Mengkaji ayat-ayat yang berbicara tentang tema yang telah dipilih itu dari berbagai
segi dan aspeknya, misalnya ‘amm-khass, muthlaq-muqayyad, syarat-jawab,
nasikh-mansukh, unsur-unsur balaghah dan lain sebagainya. Selain itu, juga
memadukan ayat-ayat yang dituding kontradiktif satu dengan lainnya, atau dengan
hadits-hadits Rasulullah SAW, atau dengan teori-teori ilmiah, menyebutkan pula
berbagai macam bentuk qira’ah, dan menerapkan makna-makna ayat dalam
kehidupan kemasyarakatan sejauh tidak menyimpang dari sasaran yang dituju oleh
tema kajian.32

C. Contoh Tafsir Maudu’i


Penafsiran terhadap Al-Qur’an, Surat An-Nisa’ 9-10.
        

           

         

            


Artinya : (9) “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (10) Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka).

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 13


Dari ayat tersebut di atas dapat diambil tema dan kandungan makna al-Qur’an
sebagai beriktu :
1. Kita sekalian harus prihatin dan menatap masa depan dengan aktif berusaha penuh
semangat.
2. Kita harus membangun generasi baru yang bernilai plus atau unggulan
3. Kita tidak boleh meninggalkan generasi baru yang lemah dan pesimis.
4. Kita harus bertaqwa, berkata yang benar dan pasti.
5. Kita dilarang berbuat dzalim, lebih-lebih kepada anak yatim.
6. Orang yang memakan harta anak yatim dengan lalim akan mendapat adzab neraka.
Dari berbagai macam soal yang timbul dari tema dan kandungan ayat di atas,
maka di bawah ini dicoba dianalisa terhadap masalah tersebut, yaitu sebagai berikut :
“Generasi Unggulan bukan generasi yang serba lemah”.
Para ulama’ tafsir lebih banyak mengaitkan Al-Qur’an Surat diatas dengan hukum
waris, Misalnya :
1. Penyusun Al-Manar (tth:4/499), bahwa kita harus menyantuni anak yatim atau
keluarga dekat serta orang-orang yang lemah yang mendatangi panitia pembagian
harta warisan.
2. Al-Qurtubi dalam Al-Jami’ li ahkam al-Qur’an (1967:5/52) dan juga Ibnu Katsir
dalam Tafsirul Qur’ani ‘Adzim (1966:2/210), menafsirkan ayat tersebut dikaitkan
dengan hadits Bukhari-Muslim berikut :
Artinya : “Dari Amir ibnu Sa’ad ibnu Abi Waqash dari ayahnya dia berkata
: “Rasulullah Saw mengunjungi aku masa haji wada’ saat aku terserang penyakit
yang berat, aku berkata : “Aku telah terserang penyakit, sedangkan aku
mempunyai harta dan tidak ada yang mewarisinya kecuali hanya seorang anak
perempuan. Bolehkan aku menyedekahkan hartaku dua pertiga hartaku ?” Beliau
menjawab : “Tidak boleh” Aku bertanya : “Apakah separuhnya “ Beliau
menjawab : “tidak! Lalu beliau bersabda lagi : “Sepertiga ! Dan sepetiga itu besar
atau sudah banyak. Sungguh kalian jika meninggalkan anak-anak yang kaya itu
lebih utama dari pada kalian meninggalkan mereka melarat mengemis dengan
merengek-rengek kepada orang banyak” (HR. Bukhari)

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 14


Maksud ayat Al-Qur’an dan hadits diatas ini ialah bahwa setiap generasi dari
orang-orang yang beriman itu harus mempersiapkan generasi berikutnya suatu
generasi yang memiliki sifat-sifat terpuji, sebagai berikut :
a. Militan, bermental baja dan tabah dalam derita kesulitan serta militant dalam
perjuangan. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 177.
b. Optimis dan dinamis, sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Dhuha 3-8.
c. Pemberani, sebagaimana dalam al-Qur’an surat Thaha 45-46.
d. Mandiri, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Sungguh kalian jika meninggalkan anak-anak yang kaya itu
lebih utama dari pada kalian meninggalkan mereka melarat mengemis dengan
merengek-rengek kepada orang banyak”. (HR. Bukhari).

Tugas Akhir Studi Al-Qur’an Oleh Mujib Zunun @l-M15R1@2008 15


1
Luis Ma’luif, Al Munjid, Masyarakat dan Al Masyriq, Beirut, Cet., 28
2
Luis Ma’luif, Al Munjid, Masyarakat dan Al Masyriq, Beirut, Cet., 802.
3
Manna’ al-Qatthon, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an, Mansyuraat al-Asra al-Hadits,
Riyadh, 78
4
Subhi al-Shalih, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an, Vol 17, (Malaysia, Dar al-Ilmu Li
Malaayin, 1998), 132
5
Muhammad Abd. Al-Adhin Al Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut, Dar al-Fikr, 1998), 106
6
Muhammad Abd. Al-Adhin Al Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut, Dar al-Fikr, 1998),116-117
7
Muhammad Abd. Al-Adhin Al Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut, Dar al-Fikr, 1998),
8
Manna’ al-Qatthon, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an, Mansyuraat al-Asra al-Hadits,
Riyadh, 89
9
Op. Cit., 120
10
Manna’ al-Qatthon, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an, Mansyuraat al-Asra al-
Hadits, Riyadh, 85
11
Muhammad Abd. Al-Adhin Al Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut, Dar al-Fikr, 1998), 109
12
Muhammad Abd. Al-Adhin Al Zarqani, Manahil al Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Jilid
I, (Beirut, Dar al-Fikr, 1998), 109
13
Al-Jalal al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul Fi Asbab al-Nuzul, Bairut, Dar al-Fikr, 3
14
Dr. Ali Abdul Qodir, Faidhu al-Rahman Fi Ulum al-Qur’an, Vol. 1, Dar al-
Toba’ah al-Muhammadiyah, 1986, 181.
15
Dr. Ali Abdul Qodir, Faidhu al-Rahman Fi Ulum al-Qur’an, Vol. 1, Dar al-
Toba’ah al-Muhammadiyah, 1986, 181.
16
Al-Shabuni, Al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut : Alim al-Kutub, 1985), 100-
105
17
Muhammad Huzainal Zahabi, At-Tafsir Wa al-Mufassir, 255
18
Muhammad Huzainal Zahabi, At-Tafsir Wa al-Mufassir, 266-268
19
Al-Shabuni, Al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut : Alim al-Kutub, 1985),
Thameem Usama, Metodologis Of The Qur’anic, Exegesis (Kuala Lumpur : Sdn, Bhd ;
1995), 18-19
20
Ibnu Taimiyah, Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir (Kuwait, Dar al-Qur’an al-
Karim, 1981), 105. Lihat juga : Al-Dzahabi, Vol. 1, 225-265.
21
Al-Zarqani, Manahi al-Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Vol. II (Beirut : Dar al Fikr, tt),
49-60
22
Al-Zarqani, Manahi al-Irfan Fi Ulum al-Qur’an, Vol. II (Beirut : Dar al Fikr, tt),
50. al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu’I, Penerjemah Rosihan Anwar (Bandung : 22),
al-Shabuni, al-Tibyan (Beirut : Alim al-Kutub, 1985), 160.
23
Al-Shabuni, Al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an (Beirut : Alim al-Kutub, 1985), 252-
254.
24
M. Quraisy Shihab, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus, 2001, hal.
185
25
M. Quraisy Shihab, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, (Jakarta : PUstaka Firdaus,
2001), hal. 173
26
Ibid, hal. 172
27
M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung, Mizan, : 1998), hal.
119
28
Nasrudin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2000), hal. 69.
29
Abd. Hayyi al-Farmawi, Pengantar Metode Tafsir Mawdu’iy, ter. Suryan A.
Jamrah (Jakarta : PT Raja Grafindo, 1996), 36. Lihat juga Ali Hasan al-Arid, Sejarah
dan Metodologi Tafsir, ter. Ahmad Karom (Jakarta, Rajawali Press : 1992), 78. Jibril,
Madkhal ila Manahiji al-Mufassirin, 125-126 ; Mustofa Muslim, Mabahith fi al-Tafsir
al-Mawdu’iy (Damaskus : Dar al-Qalam, tt), 17 ; Abu Talib, al-Manhaj fi al-Tafsir, 14.
30
Muhammad Fuad al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an,
31
Artinya, jika ayat-ayat itu memang memiliki Asbab al-Nuzul (latar belakang
turun).
32
Jibril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin, 127-128. Lihat juga al-‘Arid,
Sejarah dan Metodologi Tafsir, 88-89; Muhammad ‘Ali al-Sabuni, Raway’ al-Bayan
Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (tt, tp, tt), I, II.

Anda mungkin juga menyukai