Anda di halaman 1dari 31

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama Umur Berat Badan Jenis Kelamin Agama Alamat Masuk RS Keluar RS : An. Fajri :15 tahun : : Laki-laki : ISLAM : : :

B. Identitas Orang Tua Ayah Nama Agama Pekerjaan : : ISLAM : : Anak kandung ISLAM Ibu

Hubungan dengan orang tua

II. ANAMNESIS Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 13 Mei 2012 A. KELUHAN UTAMA Sesak sejak satu hari SMRS.

B. KELUHAN TAMBAHAN Demam sejak 4 hari yang lalu disertai dengan mencret, mual dan badan lemas. Muntah-muntah sejak 2 hari yang lalu dan pagi ini sudah 1 kali muntah. Batuk dan pilek di sangkal oleh ibu pasien. 1

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG OS datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS. Demam di sertai mual dan lemas sejak 4 hari SMRS. Muntah-muntah sejak 2 hari SMRS. OS sebelumnya sudah pernah 2 kali dirawat di RS dengan diagnosis sindroma nefrotik dimana gejala awal saat itu adalah bengkak seluruh tubuh dan sesak.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penyakit Alergi Umur Penyakit Difteri Umur Penyakit Penyakit Jantung Cacingan Diare Penyakit Ginjal (Sindroma Nefrotik) Demam berdarah Demam Typhoid Otitis Parotitis Morbili Operasi Tuberkulosis Bronchitis Kecelakaan Kejang Penyakit Darah Radang Paru 5 tahun Umur -

Pasien pernah di rawat sebelumnya dengan diagnosis Sindroma Nefrotik saat usia 5 tahun selama 8 hari.

Riwayat alergi obat- obatan dan makanan (-)

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Rutin kontrol Rumah bersalin Bidan Spontan Cukup bulan (39 minggu) o Berat lahir o Panjang o Lingkar kepala o Nilai APGAR o Kelainan bawaan Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik. : 3100 gr : 48 cm :-

o Langsung menangis : Ya ::-

G. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN o Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (Normal 5-9 bulan) o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada o Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan : 6 bulan : 7 bulan : 9 bulan : 13 bulan (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 12-18 bulan)

Bicara

: 18 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Kesan: Riwayat perkembangan baik.

H. RIWAYAT MAKANAN

Umur (bln) 0 2 4 6 8 - 2 - 4 - 6 - 8 - 10

ASI/PASI Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

10 - 12

Umur di atas 1 tahun Jenis makanan Nasi/pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu Kesulitan makan : ( - ) Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan baik Frekuensi dan jumlah Sering, 3x / hr 3x / minggu Sering, 2x / hari Sering, 2x / hari Jarang, 3x / minggu Jarang, 3x / minggu Jarang, 1x / minggu Sering, 4-5 botol / hari

I. RIWAYAT IMUNISASI DASAR Imunisasi dilakukan di Puskesmas Jenis Imunisasi 0 I II III IV

Hepatitis B Polio BCG DPT Campak

Kesan : Imunisasi tidak lengkap. J. RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI Rumah pasien memiliki taman di belakang rumah, ibu pasien merasa tidak ada genangan air bersih di taman. Di kamar mandi pun tidak mengunakan bak penampung tetapi mengunakan ember yang selalu diganti airnya dan tidak ada jentik nyamuk. Selain itu air di bawah kulkas pun selalu kering dan di bersihkan. Kesan: Riwayat rumah bersih.

III. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 13 Mei 2012 di RSUD Pasar Rebo, Pukul 11.00 WIB. Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Frekuensi napas : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 24 x/menit 5 : Sakit ringan : Compos mentis

Suhu Kepala :

: 36,5 0C Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut

Mata

Pupil bulat isokor Conjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/-

Telinga Hidung

: :

Bentuk normal, sekret (-), serumen (-) Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-)

Bibir Lidah Tenggorokan Leher

: : : :

Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-) Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-) Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-) Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid tidak teraba membesar

Toraks Jantung Inspeksi Palpasi : : Ictus cordis tidak terlihat Ictus cordis teraba di sela iga ke 5, linea mid clavikula sinistra. Perkusi Auskultasi Paru Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-) Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri sama : Batas jantung normal

: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, bising (-)

Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi

: :

Sonor di kedua hemitoraks Suara napas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).

: :

Abdomen datar Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, turgor baik

Perkusi Auskultasi Extremitas Kulit

: : : :

Tympani di seluruh regio abdomen Bising usus (+) normal Akral hangat, oedem (-) Rash Konvalesen pada ke dua ekstremitas bawah (+), petechie (-) pada kedua lengan, pucat (-), cyanosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM HEMATOLOGI Tanggal (Mei 2012) Pukul Hb (13-16g/dl) 17.2 15.4 15.8 15 13.9 13.8 14.3 01 22.59 02 04.00 02 16.00 03 04.00 03 16.00 04 23.30 05 07.30

Ht (40-48%) 51 Leukosit (5.00010.000/UI) Trombosit (150400ribu/UI) 2.810

44

46

43

41

40

39

1.880

3.160

4.290

4.500

4.360

4.290

47.000 38.000 32.000 34.000 38.000 52.000 114.000

V. RESUME Pasien seorang anak laki-laki berumur 13 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu, akral teraba dingin, mencret sejak sehari yang lalu sebanyak 4 kali, OS juga muntah 2 kali sejak kemarin dan batuk pilek. Nafsu makan OS juga berkurang sejak demam. Mimisan, gusi berdarah dan kemerahan pada kulit disangkal Saat ini OS sudah dirawat selama 5 hari, OS mengeluh nyeri ulu hati sejak hari pertama di rawat hingga hari ke 4. Demam sudah tidak ada sejak hari pertama OS dirawat, nyeri ulu hati tidak ada setelah 4 hari OS dirawat , mual muntah negatif, nafsu makan mulai meningkat, BAB 1x bewarna coklat tidak encer, BAK hingga 1 liter kuning, dan batuh masih ada tanpa pilek. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran : Sakit ringan : Compos mentis

Tanda vital - Tekanan darah - Nadi - Suhu - Laju napas : 120/80 mmHg : 80 x/ menit : 36,5 0C : 24 x/ menit

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb Ht Leukosit Trombosit

: 14.3 g/dl : 39 % : 4.290 /Ul : 114.000 /Ul

VI. DIAGNOSA KERJA

VII. DIAGNOSA BANDING

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN IX. PENATALAKSANAAN

X. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungtionam Ad sanationam : Bonam : Bonam : Bonam

XI. FOLLOW UP

Pemeriksaan

Tanggal 02 Mei 2012 Demam (-) Mual (+) Batuk Pilek (+) Nyeri ulu hati (+) Nafsu makan kurang Belum BAB 03 Mei 2012 Demam (-) Mual (+) Nyeri ulu Batuk Pilek (+) hati (+) Nafsu makan kurang BAB 1x 04 Mei 2012 Demam (-) Mual (-) Batuk Pilek (-) Nyeri ulu hati (+) Nafsu makan baik BAB 1x (+) 05 Mei 2012 Demam (-) Mual (-) Batuk Pilek (-) Nyeri ulu hati (-) Nafsu makan baik BAB warna coklat,padat kedua Di tungkai kanan-kiri ada merah merahkedua 1x (+)

Keluhan S

warna coklat, padat Di tungkai kanan-kiri ada merah gatal merahtidak

warna coklat

Keadaan Sakit Sedang umum Compos mentis

Sakit Sedang

Sakit Ringan

Sakit Ringan

Kesadar

Compos mentis

Compos mentis

Compos mentis

10

an TD=120/80 Tanda vital mmHg Nadi /menit O RR = /menit Suhu = 36,7 C Kepala Normocephali Mata Normocephali CA -/- , SI -/ Paru Normocephali CA -/- , SI -/Leher CA -/- , SI -/ KGB KGB KGB KGB membesar Suara napas Suara napas vesikuler Jantung Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Murmur (-) Gallop (-) S1S2 reguler Murmur (-) Gallop (-) Abdome n Datar, Supel Datar, Supel Datar, Supel BU(+)N, NT(+) vesikuler Rh -/-, Wh -/ Suara napas vesikuler Rh -/-, Wh -/ CA -/- , SI -/ Normocephali 24 x = TD=110/70mmH TD g 86x Nadi /menit RR = /menit Suhu = 36,5 C 24 x =90 x = 120/80 TD = 120/80

mmHg

mmHg = 88 x

Nadi = 88 x Nadi /menit RR = /menit Suhu = 35,9 C 20 x /menit

RR = /menit

24 x

Suhu = 35,7 C

membesar

membesar

membesar

11

BU(+)N, NT(+) di Epigastrium Extremit as Akral hangat Sianosis (-) Ptekie (-)

BU(+)N, NT(+) di Epigastrium di Epigastrium Akral hangat Akral hangat Sianosis (-) Ptekie (-) Sianosis (-) Ptekie (-) Ruam Konvalensens (+) di kedua tungkai

Datar, Supel BU(+)N, NT(-)

Akral hangat Sianosis (-) Ptekie (-) Ruam Konvalensens (+) di kedua tungkai

Diagnos a

DBD grade IV Hari ke 6

DBD grade IV Hari ke 7

DBD grade IV Hari ke 8

DBD grade IV Hari ke 9

IVFD RA Pengoba tan P 150 cc/jam

IVFD RA 150 cc/jam

IVFD RA 90 cc/jam Curvit syr 2 x Cth Imboost force 3 x Cth Inhalasi V+NaCl 0.9% Diit lunak PULANG

Gelofusine 500 Gelofusine cc/2 jam Curvit syr 2 x Cth 500 cc/2 jam Curvit syr 2 x Cth

Imboost force Imboost 3 x Cth Inhalasi V+NaCl 0.9% Diit lunak force 3 x Cth Inhalasi V+NaCl 0.9% Diit lunak

12

PENDAHULUAN

Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan fungsi renal yang normal1. Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya.2 Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%. Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai 20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2 Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta histopatologinya.3 Dalam refrat ini selanjutnya pembahasan mengenai maisfestasi klinik, diagnosis dan penatalaksanaan akan dititk beratkan pada sindrom nefrotik primer. Terutama sub kategori minimal change nephrotic syndrome (MCNS), fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) serta membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN).

13

Epidemiologi Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000.3 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.2 Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik1. Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik karena1: 1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia). 2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain. Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi minimal1,3.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit virus lain.3

14

Etiologi Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab. Penyebab primer diantaranya1: 1. post infeksi 2. Colagen vaskular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis nodosa) 3. Henoch-Schnlein purpura 4. Hereditary nephritis 5. Sickle cell disease 6. Diabetes melitus 7. Amyloidosis 8. Malignancy (leukemia, lymphoma, Wilms tumar, pheochromocytoma) 9. Toxin (sengatan lebah, racun ular)4 10. obat-obatan (probenecid, fenoprofen, catopril, lithium, wafarin, penicilamine, mercury, gold, trimethadione, para metadione, AINS) 4 11. Penggunaan Heroin Penyebab sekunder berhubungan dengan keadaan post infeksi mencakup1: 1. Group A beta-hemolytic streptococcus 2. syphilis 3. Malaria 4. Tuberkulosis 5. infeksi virus (varicella, hepatitisB, HIV tipe1, infeksi mononukleosis) Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal sekitar 85%, proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.5

15

Patofisiologi Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 23,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter glomerulus. Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus begantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula terjadi perubahan ukuran celah (poripori) pada sawar sehingga protein muatan netral dapat melalui barier. Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya didalam plasma adalah menurunnya -1 globulin. Sedangkan -2globulin, globulin dan fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut. -2globulin meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal. Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang 16

reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

Kelainan Glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH

Edema

17

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial.

Kelainan Glomerulus

Retensi Na renal primer

Albuminuria Hipoalbuminemia

Volume plasma

Edema

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia. Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

18

Manifestasi Klinik Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan,

malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.2 Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri. Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi. Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tiba-tiba. Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 2 Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi psikososial yang merupakan akibat stess nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang.

19

Klasifikasi Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui.3 Tetapi bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik sindrom nefrotik sangat terbatas, varians nefrotik sindrom akan diketahui manifestasi klinisnya dengan memastikan proses histopatologinya. Tipe histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis dari penyakit. Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik yang digunakan sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflorosensi. Dibawah ini tabel klasifikasi glomerulus pada sindrom nefrotik primer sesuai laporan ISKDC (1970) dan Habib, kleinknecht (1971). Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intra membran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

20

Komplikasi 1. Infeksi Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5: penurunan kadar imunoglobulin kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2 defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, imunosupresif karena pengobatan, penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng oponisasi bakteria tertentu. Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu seperti1 : Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Dan bakteri gram negatif lain

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 5 2. Kelainan koagulasi dan trombosis 21

Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma4. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda2: peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat

tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit. 3. Pertumbuhan abnormal Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.1,2 Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan 22

terhentinya
2

pertumbuhan

linier;

terutama

apabila

dosis

melampaui

5mg/m /hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin. 4. Perubahan hormon dan mineral Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena

protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan menetap.2 5. Anemia Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa

pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

Diagnosis Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan histopatologis3. Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8 tahun agaknya menderita penyakit lesi minimal yang responsif terhadapt kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim pada anak usia diatas 8 tahun, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif frekuensinya menjadi semakin sering. Pada 23

kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal untuk menegakan diagnostik sebelum pertimbangan terapi. Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hemeturia mikroskopis, tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun. Klirens protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total menurun, karena penurunan fraksi terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.5

Penatalaksanaan 1. Terapeutik Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. Respon terhadap pengobatan dengan kortikosteroid berhubungan dengan tipe histopatologi sindrom nefrotik. ISKDC melaporkan sekitar 91,8% pasien yang bererpon terhadap

kotikosteroid mempunyai kelainan minimal glomeruloneprithis, dibandingkan dengan 25% pasien yang tidak respon. Pada pasien yang tidak berespon terhadap kortikosteroid dan berusia dibawah 6 tahun, 50 % merupakan kelainan minimal glomerulonepritis. Dan pada usia lebuh dari 6 tahun hanya 3,6% yang mempunyai kelainan minimal glomerulonepritis. The Southwest Pediatric Nephrology Study Group melaporkan sekitar 63% pasien dengan diffuse membranous hypercellularity, dan 30% pasien dengan focal glomeruralscerosis berespon terhadap kortikosteroid. 1 Pengobatan kortistreroid (prednison) dimulai dengan dosis 60 mg/m2/24jam (maksimum dosis 60 mg/ hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis. Waktu yang dibutuhkan untuk berespon dengan prednison sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari berturut-turut. Jika 24

anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah satu bulan pemberian prednison dosis terbagi secara terus-menerus setiap hari, maka disebut resisten steroid dan terindikasi melakukan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat. Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali atau +1 pada dipstick), dosis prednison diubah menjadi 60mg/m2 (maksimal 60mg) diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Setelah periode selang sehari tersebut, prednison dapat dihentikan secara mendadak. Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria. Karena pada anak dengan keadaan ini menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari, penderita demikian disebut tergantung steroid. Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas steroid (muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi imuno supresif lain. Siklofosfamid, Dosis siklofosfamid 3 mg/kg/24jam sebagai dosis tunggal, selama total pemberian 12 minggu (8 minggu 1). Terapi prednison tetap diteruskan selama pemberian siklosfosfamid. Selama terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah 5000/mm3. komplikasi lain berupa supresi sumsum tulang,hair loss, azoospremia, hemorrhagic cystitis, keganasan, mutasi dan infertilitas. Levamison, adalah imunosimultan dengan efek steroid-sparing yang lemah sehingga perlu penghentian terapi prednison. Dosis yang dipakai adalah 2,5 mg/kg selama 4-12 bulan. Efek samping jarang ditemukan, 25

tetapi dilaporkan dapat terjadi neutropenia dan encelopathy. Obat ini tidak umum digunakan. Cyclosporin, adalah inhibitor fungsi limfosit T dan diindikasikan bila terjadi relaps setelah terapi dengan cyclosfosfamid. Cyclosporin lebih disukai digunakan pada anak laki-laki dalam masa pubertas yang beresiko menjadi azoospermia akibat induksi siklosfosfamid.

Cyclosporin dapat bersifat nefrotoksik, dan dapat menyebabkan hisurtism, hipertensi dan hipertropi ginggiva. 2. Pengobatan supotif Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja pendekatan farmakologis terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya. Tapi juga ditujukan terhadap pencegahan dan pengobatan sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif sangat penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif dan karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang berkepanjangan. terapi dietetik 1,2 masukan garam dibatasi 2gram/hari untuk mengurangi

keseimbangan natrium yang positif diet tinggi kalori, protein dibatasi 2 gram/kgBB/hari. Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif menurunkan hiperlipidemia. Pengobatan terhadap edema. Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan kalium (spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat digunakan furesemid, asam etekrinat atau bumetamid. Dosis furosemid 25-1000mg/ hari dan paling sering dipakai karena toleransinya baik walau dengan dosis tinggi.

26

Proteinuria dan hipoalbuminemia ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada dosis, lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE inhibitor dimulai dengan dosis rendah dan secara progresif ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal. Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia sampai 50%, efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas kapiler terhadap protein, nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat (200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai. n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat mengurangi proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang berarti.

Hiperlipidemia Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada sindrom nefrotik.

Hiperkoagulabilitas Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau saat pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

27

Prognosis Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal. Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun. Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan, tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun. 1

28

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan fungsi renal yang normal1 Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi ratarata secara komulatif berkisar 15,5/100.000.3 Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan teori overfille. Gejala awal pada sindroma nefrotik meliputi;

menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropi dan urin berbusa. Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan pada deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui.3 Komplikasi pada sindromnrfrotik antara lain : 1. Infeksi 2. Kelainan koagulasi dan trombosis 3. Pertumbuhan abnormal 4. Perubahan hormon dan mineral 5. Anemia Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan histopatologis3 Penatalaksanaan 1. Terapeutik, obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. 29

2.

Pengobatan supotif (Hiperlipidemia, Hiperkoagulabilitas, edema, Proteinuria dan hipoalbuminemi) serta terapi dietetik 1,2 Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan

histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.com Last Update: september 2, 2004. 2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004 3. Travis Luther, Nephrotic Syndrome. www.emedicine.com. Last Update: april14, 2005. 4. Nephrotic Syndrome, The Merck Manual Diagnosis and Therapy. www.Merckmanual.com. 5. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC Jakarta 2000

31

Anda mungkin juga menyukai