Jenis Tugas Lokasi Pengukuran Pesawat No. Pesawat Di kerjakan oleh : : : : : Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang Tertutup Kampus Universitas Muhammadiyah Palangka Raya WATERPASS 5614990 /UMP Kelompok 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengukuran Tanggal Selesai : : 2007 2007 a a a a a a a a
PERLENGKAPAN
1. Pesawat Penyipat Datar (PPD) 2. Statip dan Unting-unting 3. Bak Ukur / Rambu Ukur 4. Pita Ukur / Rol Meter 5. Patok 6. Payung 7. Buku Ukur / Formulir
KESELAMATAN KERJA
Hal -
4. Periksalah
keadaan
alat
baik
atau
tidaknya
sebelum
melakukan
pengukuran. 5. Alat yang digunakan di boleh digunakan untuk bermain-main/digunakan untuk hal yang tidak penting. 6. Dalam pengukuran hindarkan hal-hal yang menimbulkan kesan tidak mendidik. 7. Lindungi alat-alat dari sinar matahari dan hujan. 8. Ketelitian dalam melakukan pengukuran. 9. Bersihkan semua alat yang telah selesai di gunakan. 10.Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan kerja sama yang bagus dalam Kelompok/Team.
LANGKAH KERJA
1. Tinjaulah terlebih dahulu titik yang akan di ukur. 2. pasanglah patok di setiap titik pambacaan seperlunya. 3. Lakukan pengukuran pada titik pertama, caranya : a) Dirikan pesawat diantara kedua titik yang akan diukur. b) Aturlah posisi pesawat sehingga pesawat dalam keadaan siap pakai, yaitu mengatur posisi gelembung Nivo dengan menyetel posisi baut/tiang pesawat secara bersamaan. Jika gelembung Nivo sudah berada pas di tengah-tengah pesawat barulah alat siap untuk digunakan.
c)
(belakang). d) Arahkan bidikan dengan visir kerambu ukur, sehingga segi-tiga yang ada pada visir berdada di tengah-tengah rambu ukur.
Hal -
mengarahkanya ke rambu ukur hingga diperoleh bayangan rambu selanjutnya skrup pengunci mendatar pesawat dikencangkan. j) Bacalah benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB) dan sudut yang terdapat pada pesawat.
Hal -
1. bila dalam pengukuran pesawat tidak dapat disetel diatas patok profil memanjang, yang disebabkan bidikan terhalang oleh gundukkan tanah atau lainnya. Tepatkan pesawat dan setel disebelah kanan / kiri dari patok tersebut diatas tanah yang lebih tinggi . 2. arahkan teropong kesebelah kiri dan setel gelembung Nivo teropong. 3. tempetkan bak ukur disebelah kiri pada garis bidik teropong pada tempat yang dianggap perlu. 4. Baca ketinggian bak ukur diatas patok memanjang dahulu sebagai patokan dan tinggi bacaan benang tengah, dianggap tinggi pesawat. Bila ketinggian bak ukur diatas patok memanjang, tidak dipakai sebagai patokan, muka tinggi pesawat harus diukur sebagai patokan. 5. Mengukur jarak dari patok memanjang dengan bak ukur (untuk tanah yang datar) Untuk jarak yang sulit digunakan jarak Optis. 6. Putarkan teropong kesebelah kanan dan setel gelembung Nivo teropong. 7. Tempatkan bak ukur disebelah kanan dan diukur selanjunya bacaan di catat ketinggiannya dan dikur juga jaraknya. 8. Pindahkan pesawat dan setel diantara kedua titik berikutnya. 9. Dengan cara yang sama diukur jarak dan ketinggian tanah pada arah melintangnya. 10.Menghitung beda tinggi diantara tinggi pesawat dengan bacaan benang tengah disebelah kiri/kanan. 11.Dalam gambar skets cantumkan pesawat diletakkan dimana (dikiri atau kanan) dari pada patok memanjang. 12.Dengan cara yang sama pengukuran dilaksanakan lain. pada tempat yang
Hal -
LANGKAH PENGISIAN TABEL : a. Nomor titik (patok) diisi kolom nomor titik. Untuk pengisian bacaan rambu diisi sesuai dengan kolom dan lajurnya. Dalam hal ini bacaan belakang untuk P0 dan bacaan muka adalah P1 demikian selanjutnya sampai dengan P5. Contoh :
b.
Pesawat didirikan di antara titik P0 dan P1 Bacaan belakang (patok 1 titik P0)
BA = 1557 ; BT = 1502 ; BB = 1447
d.
Untuk menghitung jarak dalam pengukuran digunakan jarak optis, maka rumus yang dipakai adalah D.Optis = (BA BB) x 100 dan satuan yang dipakai adalah meter (m). Contoh perhitungan : Jarak belakang = (BA BB) x 100 = (1557 -1447) x 100 = 11.000 m Jarak Muka = (BA BB) x 100 = (1580 1445) x 100 = 13.500 m Jadi jarak antara titik P0 dan P1 adalah jarak optis belakang ditambah jarak optis muka, 11.000 + 13.500 = 24.500 m
Hal -
e.
Menghitung beda tinggi diantara dua titik : Sebelum data dimasukkan kedalam tabel, hitung dulu besar beda tinggi masing-masing titik dengan rumus : t = BTB BTM Bila hasilnya positif, bearti permukaan tanah naik dari masukkan pada kolom/lajur naik. Jika hasilnya negatif berarti permukaan tanah turun dan masukkan data kekolom/lajur turun. Contoh : Beda tinggi antara P0 dan P1 BTB = 1502 ; t BTM = 1512, maka
Demikian juga untuk menghitung beda tinggi berikutnya dengan cara yang sama dan dimasukkan pada kolom/lajur selanjutnya. f. Koreksi : Untuk menghitung nilai koreksi pada seluruh titik dilakukan dengan cara : Tinggi titik awal dikurangi atau ditambah dengan beda tinggi hingga didapat tinggi tanah tiap titik sampai didapat tinggi tanah pada titik akhir, bila hasilnya selisih dengan titik ikat akhir yang telah ditentukan maka jumlah selisih tersebut adalah nilai koreksi. Contoh : Selisih tinggi naik Selisih tinggi turun = 0,208 = 0,142
Maka besarnya nilai koreksi adalah selisih tinggi 0,142 0,208 = - 0,066 : 6 titik = - 0,011 Jadi besarnya nilai koreksi adalah - 0,011 g. Data hasil pengukuran data melintang : Perhitungan hampir sama dengan pengukuran profil memanjang. Beda tinggi dihitung untuk tiap-tiap nomor titik diisi pada kolom titik dan nama titik diisi dinotasikan a, b, c, d.
Hal -
Demikian juga pada beda tinggi pada perhitungan titik selanjutnya untuk menghitung tinggi titik. Tinggi titik P0 dikurang dengan beda tinggi. Contoh : 101.145 0,1 = 101.045 Perhitungan nilai toleransi ketelitian pengukuran (T) S = 146,90 m = 0,1469 km
K = 0,066 m = 66 mm Rumus :
Hal -
( T = ( 2,0 3,0
T = 2,0 3,0 T 1 = 2,0 + 1,14981 = 3,14981 mm T
2
S Km mm 0,1469 mm
T = 66 mm Rumus :
( T = ( 2,0 6,0
T = 2,0 6,0
S Km mm 0,1469 mm
T = 66 mm >
KESIMPULAN :
Universitas Muhammadiyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Hal -
pada pengukuran tingkat satu. pada pengukuran tingkat dua. pada pengukuran tingkat tiga.
Untuk mendapatkan pengukuran yang teliti dan akurat maka seminimalnya harus mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi, baik itu kesalahan sistematis maupun kesalahan yang bersifat kebetulan.
Adapun kesalahan-kesalahan pengukuran di sebabkan oleh : Kesalahan pada alat Karena keadaan alam Ketelitian yang kurang Kurangnya pengetahuan si-pengukur Terjadinya pembacaan yang salah
Hal -