Anda di halaman 1dari 3

REFLEKSI KASUS CREEPING ERUPTION (CUTANEUS LARVA MIGRANS)

Nama : Aditya Panji Prakosa NIM RS Stase : 2006.031.0051 : RSUD Muntilan : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

I.

PENGALAMAN Seorang anak laki-laki An.M, umur 9,5 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Muntilan dengan diantar ibunya. Pasien mengeluh pada awalnya muncul sebuah bentol kemerahan kecil (seperti digigit semut) namun lama kelamaan menjadi melingkar. Keluhan ini dirasakan sedikit nyeri, dan gatal di kaki sebelah kanan. Keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, pasien sudah mencoba berobat ke berbagai tempat akan tetapi di anjurkan ke dokter spesialis kulit. Dari pemeriksaan ujud kelainan kulit didapatkan lesi berupa papul eritem yang berbentuk linear, berbatas tegas pada bagian medial dorsum pedis dextra dan sekitar maleolus dextra. Riwayat sering bermain di tanah tanpa alas kaki dibenarkan. Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat alergi pada keluarga disangkal.

II.

MASALAH YANG DIKAJI 1. Apakah diagnosis dari pasien tersebut ? 2. Bagaimanakah etiopatogenesisnya ? 3. Bagaimanakah gejala klinis yang akan muncul ? 4. Apakah pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan untuk pasien ini ? 5. Penatalaksanaan

III.

ANALISIS MASALAH 1. Pasien ini di diagnosis dengan Creeping Eruption atau Cutaneus Larva Migran 2. Penyebab utama adalah larva cacing yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Di asia timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemikan Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia caesar. Selain itu dapat juga disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini

merupakan stadium ketiga pada siklus hidupnya. Nematode hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembaban berubah, menjadi larva yang mampu berpenetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit dan berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermo-epidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. 3. Masuknya larva akan menimbulkan rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk khas, yakni lesi berbentuk linear dan berkelok-kelok, dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa centimeter. Rasa gatal biasanya lebih terasa hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, pantat, paha, dan juga dibagian tubuh yang sering berkontak dengan tempat larva berada. 4. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pengambilan sampel dengan cara pengambilan cairan yang muncul pada bagian lesi yang mucul, kemudian secara langsung diletakkan pada objek glass lalu ditutup dengan deck glass, kemudian dibaca dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Dari pemeriksaan tersebut akan terlihat larva dan telur cacing. 5. Pada pasien dengan CLM biasanya diterapi dengan menggunakan first line drug yaitu Anthelmika Sistemik : Albendazole 1x400mg/hari selama 3 hari, atau Thiabendazol 2x50 mg/kgBB/hari selama 2 hari, maks 3 gr/hari, atau Mebendazole 2x100 mg/hari selama 3 hari (bila perlu diulang setelah 3 minggu). Dan antithelmika topical : Thiabendazole topical 10% 4x sehari selama satu minggu, atau solution Thiabendazole 2% dalam DMSO (dimetile sulfoksida) digunakan secara oklusi selama 24-48 jam. Bisa juga dilakukan metode cryosurgery dengan liquid nitrogen. Pada kasus ini diperlukan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang kebersihan diri, menghindari kontak langsung dengan tanah dan tempat kotor lainnya. Selalu menggunakan sandal atau alas kaki ketika berpergian. Apabila memiliki hewan peliharaan dianjurkan rutin memberikan obat cacing kepada hewan peliharaannya setiap 6 bulan sekali.

IV.

DOKUMENTASI

V.

REFERENSI 1. Archer M. Late presentation of cutaneus larva migrans : case report. Cases J. Aug 12 2009:2:7553(medline). 2. Fitzpatrick, Thomas, B: color atlas and synopsis of clinical dermatology:common and serious disease/Thomas B. Fitzpatrick, Richard Allen, Johnson Klaus Walff: Contributing author Dick Suurmond, 4th. Ed. 3. Djuanda, adhi 1999 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI: Jakarta. 4. Harahap, Marwali. 2000 Ilmu Penyakit Kulit, hipokrates : Jakarta. 5. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=PENANGANAN++CUTANEUS+LA RVA+MIGRANS diakses pada tanggal 23 Mei 2012

Muntilan, 24 Mei 2012 dokter pembimbing co-asisten / mahasiswa

dr.Rani Satiti, Sp.KK

Aditya Panji Prakosa

Anda mungkin juga menyukai