Anda di halaman 1dari 15

MENGUKUR PRODUKSI TERNAK

I.
jaringan,

PERTUMBUHAN
seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan

Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Swatland (1984) dan Aberle et al.(2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat saja tempat berlindung akan yang layak. Peningkatan sedikit ukuran tubuh menyebabkan

peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: prosesproses dasar pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi ekstraseluler atau material-material non protoplasma. terjadinya pembuahan, dan kedewasaan. Pertumbuhan ternak Pertumbuhan dimulai sejak pada saat dicapainya menjadi dapat dibedakan berakhir

pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah terjadi kelahiran (postnatal) . Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Pada domba periode

ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya mplantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organorgan utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai terjadinya kelahiran Pertumbuhan post natal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan pra sapih dan pasca sapih. Pertumbuhan pra sapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu yang dihasilkan oleh induknya Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya. Pertumbuhan hewan yang diukur dalam berat tubuh atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagaian tubuh tertentu, bila diplot pada kertas grafik terhadap umurnya, merupakan suatu kurva berbentuk sigmoid, dengan persamaan : A Wt = _________ Disini Wt Ukuran tubuh pada waktu t, 1 + be kt A adalah

ukuran maksimum yang dapat dicapai pada waktu t tak hingga, sedangkan a, b, dan k adalah suatu kontanta yang mempunyai arti tertentu dalam pertumbuhan dan e adalah bilangan logaritma alami yang besarnya 2,71828 Pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: fase pertama self accelerating phase, dimana kecepatan tumbuh meningkat, dengan persamaan Wt = W0ekt , disini W0 ukuran tubuh pada saat lahir atau menetas dan k adalah kecepatan pertumbuhan Fase kedua self inhibiting phase dimana pertambahan ukuran tubuh per unit waktu turun sampai pertambahan ukuran tubuh tersebut menjadi nol atau mencapai ukuran maksimum, dan dalam keadaan

ini ukuran tubuh dewasa telah tercapai dengan persamaan Wt = A bekt. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (inflection point).
70.0

A 60.0
Ukuran Tubuh (Wt) 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 0 20 40 Umur(t) 60 80 100

Brody (1945) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan tigacara, yakni: (1) laju pertumbuhan kumulatif (cumulative growth rate), (2) laju pertumbuhan relative (relative growth rate) dan (3) laju pertumbuhan absolute (absolute growth rate). a. Pertumbuhan Kumulatif Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot badan versus waktu, bentuk urva ini sigmoid. Menurut Tulloh (1978) pertumbuhan sapi jantan di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Gambar 1). Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara menimbang bobot hidup ternak sesering mungkin, selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah umur dan ordinatnya adalah bobot hidup. Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai bobot badan

meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan . b. Pertumbuhan Absolut Menurut Brody (1945) adalah pertambahan bobot badan per unit waktu atau laju pertumbuhan absolut (LPA). Dapat digambarkan dengan rumus : ________ LPA = W 2 W1 t 2 t1 .Dimana : W1 = bobot badan pada umur t1 W2 = bobot badan pada umur t2 Kurva ini diperoleh dengan cara menggambarkan pertambahan bobot badan harian versus umur. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Setelah dicapai pubertas, pertambahan harian menurun sampai dicapai titik nol setelah dicapainya kedewasaan. Setelah kedewasaan laju pertumbuhannya menjadi negative..

Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati Keterangan : Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju ertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran P = Pubertas M = Dewasa tubuh D = Mati c. Pertumbuhan Relatif Menurut Brody (1945) laju pertumbuhan relatif (LPR) pada self accelerating phase didefinisikan sebagai kecepatan tumbuh absolut dibagi dengan setengah jumlah bobot badan awal dan bobot badan akhir pengamatan. Dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut : (W2 W1) / (t2 t1) (W2 + W1) (ln W2 ln W1) (t 2 t1) LPR = k = --------------------------- atau k = -----------------------Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan. Meskipun laju pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali

lebih cepat bila perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan (Tabel 1). Ternak dari bangsa yang besar kerangka tubuhnya meskipun pertambahan bobot badan hariannya lebih tinggi tetapi persen laju pertumbuhannya lebih kecil bila dibandingkan dengan bangsa yang kerangka tubuhnya kecil (Tabel 2). Sebagai gambaran untuk memperjelas penyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg). Tabel 1. Laju pertumbuhan relatif sapi pada bobot potong 100 dan 300 kg Bobot Potong 100 300 Sumber : Tulloh (1978) Laju Pertumbuhan PBBH (kg) % Laju Pertumbuhan 1,0 1,0 1,0 0,3

Tabel 2. Laju pertumbuhan relatif sapi bangsa A dan bangsa B Bangsa Bobot Potong Laju Pertumbuhan PBBH (kg) % Laju Pertumbuhan 0,5 0,25 1,0 0,20

A 200 B 500 Sumber : Tulloh (1978)

d. Pertumbuhan Alometri Perkembangan tubuh ternak dapat dipelajari dengan mengukur pertumbuhan dilakukan (Butterfield, relatif 1988). komponen-komponen pemotongan Dengan menggunakan tubuh dan biasanya beruntun alometrik dengan teknik ternak secara

persamaan

Huxley (1932) yaitu Y = aXb, dapat diketahui gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif. Transformasi logaritma

persamaan Huxley akan menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh terhadap bobot tubuh. Bentuk tranformasi logaritmanya adalah : log Y = log a + b log X. atau ln Y = ln a + b ln X
3.0

2.5

2.0 b>1 b=1 b<1

1.5

1.0

0.5

0.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Menurut Natasasmita (1979) dengan mengetahui besaran nilai koefisien pertumbuhan relatif (b) dari suatu bagian komponen tubuh (Y) terhadap bobot tubuh (X) di dalam persamaan Alometrik Huxley, dapat dipelajari fenomena pertumbuhan komponen bersangkutan. Jika prinsip allometrik Huxley diaplikasikan secara tepat pada sejumlah individu hewan, kita akan menghasilkan hewan yang mempunyai komposisi karkas dan bobot yang spesifik selama pertumbuhan (McDonald et al., 1975). Bila slope atau koefisien pertumbuhan relatif b=1, maka kedua komponen tubuh tumbuh dengan laju yang sama. Bila b<1 berarti komponen tubuh (yang diwakili pada sumbu Y) tumbuh lebih lambat dari bobot tubuh (yang diwakili pada sumbu X),

dan bila b>1 menunjukkan komponen tubuh (Y) bertambah sejalan dengan peningkatan bobot tubuh (X), atau dapat diinterpretasikan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif komponen tubuh (Y) lebih tinggi, bila dibandingkan dengan peningkatan bobot tubuh (X) Koefisisen ini menunjukkan bahwa waktu perkembangan komponen tubuh (Y) termasuk masak lambat, sehingga potensi pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Y) termasuk potensi tinggi. Penggunaan persamaan ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan relative komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot hidup, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut dan pakan (Tulloh.1963). Hal ini berarti bahwa umur fisiologis (berdasarkan bobot hidup) lebih berpengaruh dari pada umur kronologis (Natasasmita, 1978). Kemudian untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang komponen tubuh, Natasasmita (1979) mencoba menginterpretasikan dengan menguji nilai b terhadap satu dengan formula : (b-1) / Sb. Untuk mencegah penyimpangan hasil yang didapat dalam analisis ini, dianjurkan agar pemotongan ternak secara serial, sesuai dengan masa pertumbuhan atau pada selang bobot potong yang tidak terlalu besar. Tulloh (1963) menganjurkan pemakaian persamaan alometrik Huxley dalam bentuk linier dengan alasan penggunaan ratio ataupun persentase dari bagian tubuh terhadap bobot tubuh secara keseluruhan, dapat memperoleh gambaran tentang perubahan komponen tubuh selama pertumbuhan seekor ternak tidak terlalu besar. Hasil penelitian Murray dan Slezacek (1976) dan Wood et al. (1980) pada domba, mendapatkan bahwa persentase tulang karkas berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai koefisien pertumbuhan relative (b<1) Pulungan dan Rangkuti (1981) .dan Herman (1993) meneliti domba jantan didapat bahwa persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil penelitian Hendri (1986) pada kambing Kacang dan domba Priangan pada tingkat umur yang berbeda

mendapatkan bahwa pertumbuhan komponen tulang dan jaringan ikat tergolong masak dini, lemak karkas masak lambat dan jaringan daging tanpa lemak (lean) masak sedang, sehingga persentase bobot tulang karkas dan jaringan ikatnya berkurang, persentase bobot lemak meningkat dan persentase daging tanpa lemak (lean) relatif konstan dengan meningkatnya umur.Herman (1993) dalam penelitian tumbuhkembang karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat (b>1). Dengan meningkatnya bobot karkas, maka persentase otot, tulang dan jaringan pengikat berkurang (b<1), sedangkan persentase lemak meningkat (b>1). Dengan meningkatnya lemak karkas pada domba Priangan maka persentase lemak subkutan konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (b>1), 21 sedangkan pada domba Ekor Gemuk persentase lemak subkutan, intermuskuler, ginjal dan pelvis konstan (b=1) dengan semakin meningkatnya lemak karkas. Secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi, sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba Priangan dibandingkan dengan domba Ekor Gemuk. Bangsa domba sangat nyata berpengaruh pada intersep bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat, sedangkan pada distribusi lemak menunjukkan koefisien pertumbuhan lemak subkutan, intermuskuler, lemak abdomen, lemak ginjal dan lemak pelvis tidak nyata dipengaruhi oleh bangsa domba.Dari segi depot lemak, Herman (1993) menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot tubuh, maka persentase lemak tubuh domba Priangan dan Ekor Gemuk semakin meningkat (b>1). Pada domba Priangan persentase lemak subkutan dan lemak ginjal meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax berkurang (b<1) dan lemak rongga abdomen dan lemak ekor konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Pada domba Ekor

Gemuk, lemak subkutan dan lemak rongga abdomen meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax dan lemak ekor berkurang (b<1) serta lemak ginjal konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Kempster (1980) menyatakan bahwa pada sapi, babi dan domba, lemak subkutan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler.Urutan pertumbuhan depot lemak relatif terhadap total lemak tubuh adalah (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Menurut Soeparno kecepatan (1992) yang lemak berbeda menumpuk dan diberbagai urutan depot : (1) dengan lemak mempunyai

mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau marbling.Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4) lemak. II. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TERNAK. Tumbuh-kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum lepas sapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak perkelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih . Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia . Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigour) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen tersedia, (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi pakan yang kesehatan dan iklim.

III.

SELEKSI TERNAK

Penampakan ekspresi potensi ternak secara mendasar dipengaruhi oleh dua faktor utama yang sating terkait satu dengan yang lainnya, yakni faktor genetic dan lingkungan termasuk didalamnya manajemen pemeliharaan secara menyeluruh. Telah diketahui bahwa lingkungan dan penanganan manajemen yang memadai atau sesuai dengan kebutuhan ternak tidak akan memberikan ekpresi produksi (kualitas maupun kuantitas) yang diharapkan jika tidak didukung dengan potensi genetic ternak yang baik. Begitu pula sebaliknya jika ternak memiliki potensi genetic yang baik tidak akan terekspresikan secara optimal bila tidak didukung oleh lingkungan dan manajemen yang maksimal. Dengan demikian kedua faktor tersebut hendaknya memperoleh perhatian yang sama seriusnya dalam pemeliharaan komoditas temak yang dilakukan. Pemeliharaan ternak yang mempunyai nilai genetk tinggi disertai dengan manajemen yang baik tentunya akan memberikan hasil yang optimal baik dari segi produksi dan efisiensi usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah : 1. Pakan. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat 2. Faktor Genetik. Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi. 3. Jenis Kelamin.

Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar. 4. Manajemen. Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat Pemuliann dan Pembibitan Ternak Pemuliaan adalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu genetik ternak melalui pengembanganbiakan ternak-temak yang memiliki potensi genetik yang baik sehingga diperoleh kinerja atau potensi produksi yang diharapkan. Sedangkan arti pembibitan adalah suatu tindakan manusia untuk menghasilkan ternak bibit, dimana yang dimaksud dengan temak bibit adalah ternak yang memenuhi persyaratan dan karakter tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi /kinerja yang ditentukan. Seorang peternak dapat menentukan dua hat yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu genetic temaknya yakni melalui - Memilih ternak yang dipakai sebagai tetua. - Memilih ternak yang akan dikawinkan, Alat atau metode yang dapat digunakan antara lain berupa 1 . Seleksi 2. Mengendalikan sistim perkawinan untuk ternaknya. Dalam pemuliaan temak, seorang peternak cenderung untuk merubah atau menentukan hat-hat yang terlihat seperti produktifitas ternak pada tingkatan tertentu yang diinginkan. Untuk melakukannya diperlukan informasi atau data mengenai sifat-sifat yang akan diturunkan tersebut atau sering disebut dengan sifat-sifat genetic misalnya seperti bobot badan, produksi telur, warna bulu dan sebagainya. Beberapa perbedaan sifat-sifat genetika tersebut sangat mudah dan dapat dilihat, dibedakan dan dikelompokkan, misalnya ternak bertanduk dengan

yang tidak bertanduk, warna kulit tubuh merah ataupun hitam dan sebagainya. Sifatsifat seperti itu dikenal sebagai sifat kualitatif dan dikontrol oleh sejumlah kecil gen. Sedangkan kebanyakan sifat-sifat produktif yang menjadi pengamatan peternak adalah dikontrol oleh pasangan-pasangan gen dan termodifikasi oleh lingkungan yang dihadapi oleh ternak bersangkutan. Sifat-sifat produksi Jim dikenal sebagai sifat kuantitatif dan tidak dapat dikelompokkan secara tegas misalnya produksi daging, susu dan bulu (wool). 1. Sistim Perkawinan Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui perbaikan atau peningkatan mutu genetiknya. Cara atau metode yang digunakan terdiri dari sistim perkawinan dan sistim seleksi. Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk meningkatkan mutu genetic ternak antara lain : a. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan homosigotas (Inbreeding). b. Perkawinan dengan tujuan meningkatkan heterogositas (Outbreeding). 2. Sistim Seleksi Seleksi adalah istilah dalam pemilihan ternak yang menggambarkan proses pemilihan secara sistimatis ternak-ternak dari suatu populasi untuk dijadikan tetua generasi berikutnya. Pada dasarnya seleksi dibagi menjadi dua bentuk yakni: a. Seleksi Alam Yaitu pemilihan hewan atau ternak menjadi tetua untuk generasi selanjutnya, yang dilakukan oleh alam. Seleksi alarn yang berlangsung beratus tahun akan menghasilkan ternak yang mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan alarn sekitar yang berlaku setempat. b. Seleksi Buatan Seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan tujuan tertentu. Seleksi buatan selanjutnya dapat dibedakan menjadi a. Seleksi Individual (Mass Selection) Yaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produkti fitas masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot sapih anak sapi yang ada dan sebagainya.

b. Seleksi Kekerabatan (Family Selection) Yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu. c. Seleksi Silsilah (Pedigree Selection) Seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi in] dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda, sementara hewan muda tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan Bibit Ternak (contoh : ternak knmbing/domba) Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi, kecepatan tumbuh yang baik serta ppersentasi karkas yang baik dan sebagainya. Kriteria - kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah : bangsa ternak, kesuburan dan persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging dan susu, recording dan status kesehatan temak tersebut. 1. Bangsa Pemilihan jenis ternak (kambing/domba) yang hendak diternakan biasanya dipilih dari bangsa ternak kambing/domba unggul 2. Kesuburan dan persentase kelahiran anak yang tinggi Seleksi calon induk maupun pejantan yang benar jika dipilih dan turunan yang beranak kembar dan mempunyai kualitas kelahiran anak yang baik. 3. Temperamen dan jumlah produksi susu induk Induk yang dipilih hendaknya sebaiknya memiliki temperamen yang baik, mau merawat anaknya serta selalu siap untuk menyusui anaknya. 4. Penampilan Eksterior Penampilan eksterior ternak bibit harus menunjukkan kriteria yang baik untuk bibit baik ternak jantan maupun betinanya (induk). Untuk memberikan penilaian

keadaan atau penampilan eksterior dapat dilakukan dengan melakukan perabaan/pengukuran ataupun pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai