Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI TERHADAP TINGKAT PSIKOMOTORIK SISWA KELAS X PERGIS MAROS

PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Seminar Proposal Pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yayasan Perguruan Islam Maros ALAMSYAH 06.20717.064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN YAYASAN PERGURUAN ISLAM MAROS

2010 HALAMAN PERSETUJUAN Proposal penelitian dengan Judul Pengaruh Tingkat Pengetahuan Sistem Reproduksi dalam Pembelajaran Biologi Terhadap Tingkat Psikomotorik Peserta Didik Kelas X Pergis YAPKI Maros Atas nama mahasiwa Nama NIM Jurusan : ALAMSYAH : 0620710064 : Pendidikan MIPA

Program Studi : Pendidikan Biologi Setelah diperiksa dan diteliti ulang telah memenuhi persyaratan untuk diseminarkan . Maros, Maret 2010 Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Lahadassy Jusuf, MS.

Drs. H. Hasanuddin, M. Pd

Mengetahui : Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yayasan Perguruan Islam Maros, (STKIP-YAPIM)

Prof. Dr. H. Kaharuddin, M. Hum. NIP 19591231 198703 1 020

ii

PROPOSAL PENELITIAN A. Identitas Mahasiswa Nama NIM Jurusan Program Studi Alamat B. Judul Penelitian Pengaruh Tingkat Pengetahuan Sistem Reproduksi dalam Pembelajaran Biologi terhadap Tingkat Psikomotorik Siswa Kelas X SMA Pergis Maros. C. Latar Belakang Saat ini jumlah remaja di Indonesia yaitu mereka yang berusia 10-19 tahun adalah sekitar 30 % dari jumlah penduduk atau kurang lebih 65 juta jiwa. Besarnya proporsi penduduk yang berusia remaja menimbulkan beberapa masalah yang mengkhawatirkan apabila tidak diadakan pembinaan yang tepat dalam perjalanan hidupnya terutama kesehatannya (BKKBN, 2001). Pada masa remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis. Perubahan secara fisik yang terjadi diantaranya timbul proses perkembangan dan pematangan organ reproduksi. Seiring dengan proses perkembangan organ reproduksi pada remaja timbul juga perubahan secara psikologis. Sehingga mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian : ALAMSYAH : 0610710064 : Pendidikan MIPA : Pendidikan Biologi : Bonto Jolong Kabupaten Maros

dan muncul perasaan cinta, yang kemudian akan timbul dorongan seksual (Imran, 2000). Menurut Kothai (2003), meningkatnya minat seksual remaja mendorong bagi remaja itu sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet. Namun ironisnya sangat sedikit remaja memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan seksual dan kesehatan reproduksi dari guru ataupun orang tua, sehingga tidak jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global (paparan media audiovisual) yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat yaitu berbagai macam perilaku seksual seperti melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan dan hubungan seksual pra nikah. Hasil studi PKBI mengenai perilaku seksual kawula muda di Indonesia menyatakan bahwa remaja merupakan kelompok resiko tinggi terhadap kehamilan yang tidak dikehendaki (KTD) serta berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Pada tahun 20002003, sekitar 30 persen dari 37.000 kasus perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah remaja. Remaja berusia antara 15 24 tahun sangat rentan terhadap KTD karena mereka cenderung selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Studi kualitatif PKBI selama tahun 2005 menyebutkan prosentase KTD remaja tertinggi ada di Yogyakarta, Denpasar, dan Mataram. Sekitar 15-20 % dari remaja usia sekolah sudah melakukan hubungan seksual di

luar nikah dan sebanyak 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahun. Penyimpangan terhadap perilaku seksual tersebut selain dikarenakan kurangnya pengetahuan remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi juga sebagai akibat pengaruh media massa dan internet yang menyediakan informasi yang kurang tepat dan salah. Keluarga, sekolah atau pesantren kurang membekali pengetahuan kesehatan reproduksi yang sebanding sehingga remaja tidak mampu membuat keputusan secara tepat. Akibatnya rasa ingin tahu yang sangat kuat membuat remaja menjadi terjebak ke dalam permasalahan seksualitas. Pendidikan kesehatan reproduksi yang dimaksud adalah memberikan informasi kepada remaja sehingga para remaja tahu bagaimana cara menghindari terjadinya hubungan seksual sebelum waktunya dan membentuk remaja yang mempunyai sikap dan perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab (Imran, 2000). Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Selayaknya para remaja memperoleh informasi antara lain tentang: pengenalan alat, sistem, fungsi dan proses reproduksi; kehamilan yang tidak diinginkan, penularan penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS; pengaruh lingkungan sosial dan media terhadap perilaku remaja; pelecehan seksual dan pornografi; kesetaraan dan keadilan gender, dan tanggung jawab remaja terhadap keluarga.Bimbingan dan pengawasan perlu diberikan selama siswa melaksanakan/ mengikuti pembelajaran kesehatan reproduksi agar siswa termotivasi untuk mempelajarinya dengan sungguhsungguh, sehingga siswa memperoleh informasi kesehatan reproduksi yang benar

dan tepat. Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi penting bagi proses belajar karena menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memiliki tujuan belajar yang paling berguna bagi kehidupan individu. Dalam proses belajar mengajar, motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku (Notoatmodjo, 2003). Pada studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti diperoleh keterangan dari guru BK bahwa para siswa telah mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi dari pelajaran biologi, yang secara umum membahas tentang sistem reproduksi manusia. Motivasi belajar siswa untuk mengetahui lebih banyak tentang kesehatan reproduksi pada saat pelajaran biologi ditunjukkan dari pertanyaan yang diajukan yaitu seputar perkembangan seksualitas remaja seperti pubertas dan perkembangan organ reproduksi. Mulai tahun ajaran 2000/2001 saat MOS (Masa Orientasi Siswa) mendapatkan penyuluhan dari Polres dan Puskesmas tentang narkoba dan seksualitas. Walaupun upaya yang dilakukan sudah optimal, tetapi program penyuluhan ini belum berhasil apabila dibandingkan dengan target yang diinginkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa tentang kesehatan reproduksi. D. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu Apa pengaruh pengetahuan sistem reproduksi pada dalam pembelajaran

biologi terhadap psikomotorik/ perilaku peserta didik kelas X SMA Pergis Maros?

E. Tujuan Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan sistem reproduksi dalam pembelajaran biologi terhadap

psikomotorik siswa kelas X SMA Pergis Maros.

F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah 1. dapat memberikan suatu masukan pada pembelajaran biologi, khususnya pengetahuan sistem reproduksi. 2. memberikan sumbangan pemikiran terhadap guru-guru mata pelajaran biologi di SMA tentang cara penyusunan materi pembelajaran biologi mengenai sistem reproduksi.

G. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir 1. Tinjauan Pustaka a. Pengertian belajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan

beberapa perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang mengajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalaui pengalaman. (learning is definied as the modification or strengthening of behavior through experience)(Oemar Hamalik, 2008: 36). Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar ukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.(Oemar Hamalik, 2008: 36) Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan; belajar adalah latihan-latian pembentukan kebiasaan secara otomatis, an seterusnya. Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. (Oemar Hamalik, 2008: 36) Diandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapainnya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah

terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton (dalam Oemar Hamalik, 2008: 36) Belajar dan mengajar merupakan suatu proses komuniasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sedangkan belajar sedangkan belajar dilakukan oleh pihak peserta didik. Belajar dan mengajar dalam proses pendidikan merupakan dua hal yang berhubungan erat. Oleh karena itu, proses belajar dan mengajar merupakan aspek yang paling menentukan terhadap keberhasilan suatu pendidikan. Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian pada peserta didik baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun perubahan tingkah laku sesuai yang diharapkan. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh ahli psikologi pendidikan, W.S. Winkel (2983: 73) bahwa: Belajar dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya. Arthur T. Jersild (Suryabrata, 1987: 247), mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang disebabkan karena adanya pengalaman dan latihan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam melakukan

aktivitas sehingga dalam proses belajar tersebut diharapkan dapat terjadi perubahan pada diri anak didik ke arah yang positif sesuai dengan tujuan dari program pembelajaran yang telah direncanakan. Sedangkan rumusan definisi mengajar yang banyak dijadikan dasar atau asuan adalah yang dikemukakan oleh S. Chauchan (Thonthowi, 1993: 98) bahwa mengajar adalah upaya dalam memeberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada peserta didik agar terjadi proses belajar. Mengajar merupakan suatu aktivitias yang dilakukan oleh guru yang di dalamnya bersifat memberikan bimbingan dalam mengorganisasikan semua aktivitas peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pengertian yang lebih luas peranan guru dalam mengajar bukan sekedar memberikan informasi, tetapi juga mengarahkan dan memberikan fasilitas, agar proses belajar dan mengajar lebih memadai dan bermaknda bagi peserta didik, serta berhasil mencapai tujuan yang lebih penting yaitu tujuan dari pendidikan itu sendiri. Adapun perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi dalam proses belajar adalah sebagai berikut: 1. Perubahan terjadi secara sadar dan terencana. 2. Perubahan dalam mengajar mempunyai arah dan tujuan.

3. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif. 4. Perubahan dalam bersifat berkesinambungan. 5. Perubahan dalam belaajr bersifa fungsional . 6. Perubahan dalam belajar bersifat dinamis dan terarah. b. Tujuan belajar dan mengajar Bahwa belajar mengajar sebagai suatu proses akan terarah kepada tercapainya tujuan, maka dalam proses ini dapat dilihat baik dari pihak peserta didik sebagai warga belajar maupun dari pihak guru sebagai komponen utama dalam proses pembelajaran. Peserta didik untuk mencapai sesuatu yang bermakna baginya, demikian halnya dengan seorang guru mengajar bertujuan untuk memberikan perubahan tingkah laku kepada peserta didik, yang meliputi perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar dan mengajar sangat penting bagi kehidupan manusia. Belajar merupakan suatu kegiatan yang membawa perubahan pada setiap individu yang belajar, perubahan tersebut tidak hanya berkaitan dengan perolehan pengetahuan tetapi dapat dikatakan bahwa belajar merupakan seluruh rangkaian yang tidak terpisahkan dari seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya.

c. Prinsip dalam belajar Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan individu yang mengalami proses belajar terjadi perubahan kea rah yang positif. Dalam proses belajar terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu:

1) Belajar adalah suatu proses berpikir Belajar adalah suatu proses berpikir, yang menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam proses belajar di sekolah tidak hanya menekankan akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan peserta didik untuk memperoleh dan membangun pengetahuannya sendiri melalui proses berpikir atas dasar struktur kognitif yang dimilikinya.

2) Proses belajar adalah memanfaatkan potensi otak

Belajar berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut para ahli otak pada manusia terbagi

10

menjadi dua belahan yaitu kanan dan kiri. Kedua belahan otak tersebut memiliki spesialisasi dalam kemampuan tertentu. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier dan rasional. Sedangkan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic (De Porter, 1992), kedua belahan otak perlu dikembangkan secara optimal dan seimbang.

3) Belajar berarti mengembangkan kemampuan intelektual Tujuan utama menguasai materi pelajaran adalah

mengembangkan kemampuan intelektual atau mengembangkan aspek kognitif. Perkembangan kemampuan intelektual biasanya diukur dari sejauh mana individu dapat mengungkapkan kembali materi pelajaran yang telah dipelajarinya.

4) Belajar sebagai perubahan tingkah laku Proses belajar pada hakekatnya merupaka kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya proses perubahan yang terjadi dalam

11

diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan, yang dapat kita lihat hanya gejala perubahan perilaku yang tampak pada diri seseorang. Berdasarkan adanya perubahan perilaku yang ditimbulkan, maka kita yakin bahwa sebenarnya ia sudah melakukan proses belajar. Inilah makna bahwa pencapaian kompetensi dalam harus dapat ditunjukkan oleh indicator hasil belajar.

5) Belajar berlangsung sepanjang hayat Kegiatan belajar adalah proses yang berlangsung secara berkesinambungan yang tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan terus belajar. Melalui hasil belajar inilah, maka manusia akan dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.

d. Strategi pembelajaran Dalam konteks pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), strategi dapat dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang rentetan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai pedoman agar kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

12

optimal. Pola atau cara yang ditetapkan sebagai hasil dari kajian strategi itu dalam proses pembelajaran dinamakan metode pembelajaran. Sedangkan bagaimana cara untuk menjalankan metode yang telah ditetapkan disebut teknik atau taktik penerapan metode. Istilah lain yang lebih umum dari istilah strategi dan model pembelajaran adalah istilah pendekatan (approach). Pendekatan memang tidak sama dengan strategi atau metode, pendekatan adalah istilah yang diberikan untuk hal yang bersifat umum (Sanjaya, 2001).

e. Prinsip penggunaan strategi pembelajaran Prinsip penggunaan strategi pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktuaslisasikan diri dalam kehidupan. Dengan demikian kegiatan pembelajaran bersifat: 1. Berpusat pada peserta didik 2. Mengembangkan kreativitas peserta didik 3. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang 4. Bermuatan nilai, etika estetika, logaik dan kinestetika 5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam

13

Selanjutnya

ada

beberapa

prinsip

penggunaan

strategi

pembelajaran sebagai berikut: 1. Berorientasi pada tujuan 2. Menunjukkan aktivitas peserta didik 3. Bersifat individualitas 4. Bersifat integratis

f. Nilai-nilai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

1) Nilai etika dan estetika Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) baik sebagai suatu kumpulan pengetahuan ilmiah maupun sebagai suatu proses untuk mendapatkan ilmu itu sendiri mempunyai nilai etika dan estetika yang tinggi. Nilai itu terletak pada sistem yang menerapkan kebenaran yang obyektif pada tempat yang paling utama. Adapun proses Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu latihan mencari nilai, meresapkan nilai, dan menghayati nilai luhur tersebut.

2) Nilai moral humonaria

14

Yang dimaksud dengan nilai moral dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah selain mempunyai tujuan mulia untuk

kemanusiaan, dapat juga disalahgunakan untuk hal yang sangat berbahaya seperti senjata Biologi yang dapat memusnahakan umat manusia, bom kimia, bom hydrogen sampai pada penyalahgunaan teknik rekayasa genetika, dan sebagainya. Dengan demikian, nilai moral dari Ilmu Pengetahuan Alam tampaknya mempunyai dua sisi yang berlawanan awah, yaitu satu sisi yang bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan umat manusia, namun di sisi lain juga dapat menciptakan bencana bahkan akan melenyapkan nilai kemanusiaan itu sendiri.

3) Nilai ekonomi Nilai ekonomi dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam, memang tidak dapat dianggap sebagai bidang profesi yang secara langsung dapat dirasakan sebagaimana bidang profesi yang lain, hal ini karena dalam melakukan penelitian secara ilmiah tidak menghasilkan suatu produk atau jasa, akan tetapi hanya melahirkan suatu teori atau metode dalam memecahkan suatu persoalan secara ilmiah. Dari temuan inilah

15

dapat dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam bidang lain yang dapat menghasilkan nilai ekonomi.

4) Nilai pedagogis Nilai pedagogis dalam ilmu pengetahuan alam meliputi hal sebagai berikut : a) Sikap mencintai kebenaran b) Sikap tidak berburuk sangka c) Menyadari bahwa kebenaran ilmu itu tidak mutlak d) Keyakinan bahwa tatanan alam bersifat teratur e) Bersifat toleran terhadap pendapat orang lain f) Bersifat gigih dan ulet g) Sikap teliti dan hati-hati h) Bersikap selalu ingin tahu i) Selalu optimis

g. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

16

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang khusus mempelajari fenomena yang terjadi di alam semester. Ilmu Pengetahuan Alam memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam melalui kegiatan empiric, karena berhubungan erat dengan fakta, konsep, prinsip dan procedural, melalui eksperimen yang dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam bebas. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah berfungsi untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah. Sedangkan tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah untuk merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah.

h. Model pengajaran dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1) Pengajaran langsung (direct instruction)

Pangajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang sebenarnya bersifat pada guru (teacher center). Dalam model pengajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada peserta didik secara langsung selangkah demi selangkah. Oleh karena itu, dalam

17

pembelajaran ini guru sangatlah dominan, maka guru dituntut harus dapat menjadi model yang menarik bagi peserta didik.

2) Pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran di mana peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar dianggap belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

3) Pengajaran berdasarkan permasalahan (problem based instruction)

Secara garis besar PBI terdiri atas menyajikan kepada peserta didik situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat member kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyeledikan dengan cara inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, menfasilitasi penyelidikan dan dialog peserta didik, serta mendukung proses belajar peserta didik. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana. Adapun cirri utama PBI meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, suatu

18

pemusatan antara disiplin ilmu, penyeledidikan autentik, kerja sama, serta menghasilkan karya dan peragaan.

i. Sikap belajar 1) Minat belajar Minat dapat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu sehingga degan segala usaha dan upaya untuk mendapatkan atau meraihnya. Minat juga dapat diartikan sebagai suatu rasa suka pada suatu aktivitas atau sesuatu hal, tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang lain. Dengan demikian, minat ada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu Hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri sendiri, makin kuat Hubungan tersebut, maka makin besar pula minat yang ditimbulkannya. Minat belajar tidak dibawah sejak lahir, melainkan diproses melalui belajar. Mengembangkan minat belajar peserta didik terhadap sesuatu pelejaran pada dasarnya adalah membantu peserta didik melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan diri peserta didik sebagai individu. Proses ini berarti meunjukkan kepada peserta didik bagaimnan suatu

pengetahuan atau kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi

19

dirinya, melayani apa yang tujuannya, dan memuaskan semua kebutuhannya. Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan tolak ukur terhadap minat belajar peserta didik, antara lain (1) kehadiran di kelas, (2) ketepatan waktu mengumpulkan tugas, (3) kerapihan buku catatan, (4) kelengkapan buku catatan, (5) keteraturan belajar mata pelajaran di rumah, (6) partisipasi dalam berbagai kegiatan praktikum, (7) kerapihan dan kelengkapan hasil laporan praktikum, dan (8) partipasi dalam kelompok belajar dan praktikum.

2) Motivasi belajar Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang baik secara sadar ataupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan atau aktivitas dengan suatu tujuan tertentu. Selanjutnya Mc. Donald (Oemar Hamalik, 2001: 158) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya keinginan dan didahului dengan tanggapan terhadap tujuan.

20

Dari pengertian motivasi di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi erat kaitannya dengan kata motif. Motif itu sendiri diartikan sebagai daya pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dapat pula dimaknai sebagai daya penggerakan dalam diri seserang untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata motif itu maka motivasi diartikan sebagai daya penggerak, motif menjadi aktif pada saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan sangat mendesak. Sejalan dengan pendapat di atas, Siagian (2995: 138) mengemukakan bahwa: Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga, dan waktu untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, mka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keadaan di mana dalam diri setiap individu yang cenderung memberikan dorongan atau semangat untuk siap melakukan suatu kegiatan baik yang berasal dari dalam dirinya maupun karena ada rangsangan dari lingkungannya.

21

Jika dihubungkan antara motivasi dengan pengertian belajar, maka Sardiman (1989: 55), mengatakan bahwa: Motivasi adalah keseluruhan daya penggerakan di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar dapat tercapai.

Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan atau segala sesuatu yang menjadi daya pendorong bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan belajar sesuai dengan yang diinginkannya.

3) Macam-macam motivasi dalam belajar Berdasarkan alasan timbulnya motivasi belajar, maka motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah bentuk motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan teruskan berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar tersebut. Berdasarkan alasan tersebut, jelas bahwa belajar harus aktif, karena

22

tanpa aktivitas tersebut tidak mungkin tercapai tujuan pembelajaran dengan baik. Motivasi ekstrinsik atau motivasi yang berasal dari luar dapat diartikan sebagai motif yang aktif dan dapat berfungsi karena adanya rangsangan dari lingkungannya. Motivasi ini dapat pula dimaknai bahwa motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Antara motivasi intrinsic dengan motivasi ekstrinsik dalam kenyataannya sukar dibedakan karena keduanya saling mempengaruhi. Adapun tujuan dari motivasi belajar adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan untuk melakukan aktivitas sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu.

j. Proses belajar mengajar Dalam proses belajar mengajar dapat dibedakan menjadi tiga fase yaitu: 1) Fase informasi

23

Dalam setiap memulai suatu pelajaran kita memperoleh sejumlah informasi, ada yang sifatnya menambah pengetahuan, ada yang sifatnya memperluas wawasan tentang apa yang telah kita miliki, bahkan dapat bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya.

2) Fase transformasi Informasi harus dianalisis diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau bentuk konseptual agar dapat digunakan untuk menjangkau hal yang lebih luas yang berhubungan dengan ilmu itu sendiri. 3) Fase evaluasi Evaluasi adalah suatu tahap untuk memberikan penilaian diri terhadap suatu pengetahuan, sejauh mana pengetahuan tersebut dapat memberikan kemajuan dalam memperoleh dan mengelola

pengetahuan itu sendiri.

k. Evaluasi

24

Evaluasi adalah penilaian hasil belajar peserta didik untuk mengetahui sejauh mana suatu program pengajaran yang telah dilaksanakan mencapai hasil sesuai dengan program yang telah direncanakan. Persamaan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif (Slamento, 2001: 4) mengatakan bahwa : Evaluasi adalah proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang telah dicapai oleh seseorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Evaluasi merupakan salah satu komponen yang dimiliki peran yang sangat penting dalam suatu rangkaian kegiatan pembelajaran. Melalui evaluasi bukan saja guru dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan dalam proses pembelajaran sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya, akan tetapi juga dapat melihat sejauh mana peserta didik telah mampu mencapai tujuan pembelajaran. Adapun alat ukur yang sering digunakan untuk melakukan penilaian terhadap tingkat keberhasilan sebuah program pengajaran antara lain dengan melakukan tes atau sering disebut sebagai ulangan.

l. Prestasi belajar

25

Dalam setiap aktivitas pendidikan, manusia selalu dituntut untuk mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Proses perubahan tersebut meliputi perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Berdasarkan masalah prestasi belajar tersebut, maka Purwanto (1998: 97), mengatakan bahwa: Evaluasi pencapaiann hasil belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru. Dikatakan kewajiban karena setiap pengajar pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada peserta didik itu sendiri bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapau oleh siswa tentang materi dan keterampilan mengenai mata pelajaran yang diberikkanya.

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat pengausaan dan kemampuan peserta didik dalam mempelajari suatu materi tingkat penguasaan dan kemampuan peserta didik dalam memplejari suatu materi pelajaran yang telah dianjurkan, sebagai bukti keberhasilan atau kegagalan peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan.

m. Hasil belajar Hasil belajar adalah perubahan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Perubahan yang dimaksud sebagai

26

hasil dari proses belajar meliputi perubahan dalam bentuk pengetahuan, perubahan dalam bentuk keterampilan, dan perubahan dalam bentuk sikap. Ketiga hasil belajar tersebut diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: 1) Pengetahuan Perubahan pengetahuan sebagai hasil dari proses belajar dapat diidentifikasi seperti, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti sesuatu. Sifaat perubahan yang demikian merupakan hasil dari belajar yang berkaitan dengan pengetahuan atau kognitif. 2) Keterampilan Perubahan keterampilan sebagai hasil dari proses belajar dapat diidentifikasi seperti, dari tidak dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan sesuatu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan dari tidak mahir menjadi mahir dalam melakukan sesuatu. Sifat perubahan yang demikian merupakan hasil dari belajar yang berkaitan dengan keterampilan atau psikomotorik. 3) Sikap Perubahan sikap sebagai hasil dari proses belajar dapat diidentifikasi pada diri individu yang telah mengalami belajar seperti,

27

dari sikap anti pati kesikap simpati, dari sikap pemarah kesikap peramah. Perubahan sikap yang demikian merupakan hasil belajar yang berkaitan dengan perubahan sikap atau afektif. n. Pengertian sistem reproduksi Reproduksi menghasilkan adalah kemampuan yang baru. makhluk Tujuannya hidup adalah untuk untuk

keturunan

mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manausia untuk mengahasilkanketuruna yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilalkukan dengan cara generative atau seksual. Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia , maka harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ proses yang berlangsung di dalamnya. o. Psikomotorik Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Pada umumnya penilaian yang dilakukan oleh pendidik lebih menekankan pada penilaian ranah kelamin yang terlibat serta

28

kognitif. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pendidik kurang memahami penilaian ranah afektif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu adanya acuan untuk mengembangkan perangkat penilaian psikomotor. Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan

29

menekankan

pada

reaksireaksi

fisik

dan

keterampilan

tangan.

Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu:gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan

berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat,atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji,

30

menggunakan jangka sorong, dan lain-lain. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik. Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah

kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola

31

sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan elajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatankegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor.

p. Pengaruh televisi terhadap psikomotorik Darwin (1997), menyatakan bahwa remaja selalu bersikap tertutup pada orang dewasa dan sikap terbukanya pada teman sebaya akan memberikan peluang pada remaja untuk mengakses informasi tentang seksual dan kesehatan reproduksi dan menganggap seksual adalah masalah biasa yang perlu diketahui melalui teman sebaya. Orang tua

32

menganggap pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi merupakan masalah tabu untuk dibicarakan secara terbuka kepada anaknya, sehingga remaja lebih banyak memperoleh informasi dari luar. Dalam penelitiannya Tumkaya (2003), mengatakan bahwa meningkatnya minat remaja tentang akibat dari pengaruh pengetahuan tentang seksual dan kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh maraknya informasi global melalui paparan media internet, audiovisual, buku atau koran, majalah, televisi dan VCD yang menyediakan film porno, teman sebaya dan pacar yang banyak diakses oleh remaja memancing remaja untuk mengadaptasi kebiasaan yang tidak sehat berupa penyalahgunaan seksual yang tidak sehat dan penggunaan obat-obatan. Dianawati (2003), menyatakan pengaruh media elektronik dalam menyampaikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi mempunyai pengaruh yang paling besar. Media televisi menyediakan gambar atau film-film porno yang memberikan reaksi negatif untuk merangsang para remaja dalam merespon seksual seperti dalam penelitiannya Kothari (2001), mengatakan informasi tentang seks yang tidak benar diterima oleh remaja selalu memberikan efek negatif. Artinya remaja lebih banyak mengetahui masalah seksual melalui televisi merangsang para remaja lebih penasaran dan ingin tahu setelah mengakses informasi bahkan selalu mencoba-coba dan merasakan apa arti dari ciuman, sentuhan dan pelukan seperti yang sering diperlihatkan di televisi

33

atau lingkungan sekitarnya. Remaja ingin mengetahui perasan khayalan seksual dan proses reproduksi yang mungkin masih membingungkan. Hal ini bisa menimbulkan berbagai resiko terhadap kesehatan dimana resiko tersebut menyangkut kehamilan ataupun resiko penyakit. Perilaku seksual adalah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Dan perilaku seks pranikah remaja merupakan Perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seks memang kasat mata, namun tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Kartono (1997), menyatakan bahwa penyimpangan terhadap seksual pada remaja dikarenakan terlalu dominannya pengaruh lingkungan dan media massa dalam menyebarkan informasi seksual bebas, sementara petugas kesehatan dan sekolah kurang membekali pengetahuan tentang seksual yang sebanding dengan apa yang diperoleh melaliu internet. Pengaruh informasi tidak benar mudah didapatkan remaja yang dapat memberikan pengaruh buruk bila tidak diimbangi dengan informasi yang benar dan tepat tentang kesehatan reproduksi, maka remaja dengan mudah

34

mengeksploitasi dan menyalurkan gejolak jiwa dalam dirinya sehingga mudah terjerumus dalam permasalahan seksualitasnya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan perilaku seks karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, dorongan inilah yang memotivasi remaja untuk belajar tentang kesehatan reproduksi.

Pendidikan seksualitas yang diberikan harus sesuai kebutuhan remaja, serta tidak menyimpang dari prinsip pendidikan seksulitas itu sendiri. Pendidikan seksualitas harus mempertimbangkan :Pertama, pendidikan seksualitas harus didasarkan penghormatan hak reproduksi dan hak seksual remaja untuk mempunyai pilihan. Kedua, berdasarkan pada kesetaraan gender. Ketiga, partisipasi remaja secara penuh dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan seksualitas. keeempat, tidak hanya dilakukan secara formal, tetapi juga nonformal. Bila remaja sulit mendapatkan informasi melalui jalur formal, terutama dari lingkungan sekolah dan petugas kesehatan, maka kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri mencari sumber informal (Notoatmodjo, 2003). Menurut teori perkembangan sosial remaja, orang tua yang memberikan bekal pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada anak berarti dapat menciptakan rasa nyaman dan memberikan perlindungan agar terhindar dari bahaya akan masa depannya sendiri. Hasil penelitian

35

ini sejalan dengan teori perkembangan sosial remaja yaitu apabila informasi yang diperoleh benar dan wajar, remaja tidak lagi mempunyai keinginan untuk menyalurkan dorongan seksualnya dengan perilaku yang negatif tentang kesehatan reproduksi.

2. Kerangka Pikir Keberhasilan suatu proses pendidikan sangat ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: keterampilan mengajar guru, motivasi belajar peserta didik strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik sebagai peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka piker penelitian ini adalah secara sederhana dapat dilihat pada skema berikut. Kurikulum/ Silabus

Pembelajaran Biologi

Motivasi Belajar Hasil Belajar Analisis Perubahan Psikomotorik

36

Gambar 1: Skema Kerangka Pikir H. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah peserta didik kelas X di SMA Pergis YAPKI Kabupaten Maros

2. Variabel dan Desain Penelitan Variabel selalu ada pada setiap jenis penelitian yang bersifat kuantitatif maupun penelitian yan bersifat kualitatif. Variabel dalam penelitian ini yaitu penagaruh tingkat pengetahuan sistem reproduksi dalam

pembelajaran biologi terhadap tingkat psikomotorik peserta didik kelas X SMA Pergis YAPKI Maros Kabupaten Maros. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penulisan kualitatif atau prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan tulisan tentang orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.

3. Populasi dan Sampel 1) Populasi Populasi penelitian ini baik berupa manusia, benda, peristiwa, maupun gejala yang terjadi (Ali, 1985: 54). Dalam penelitian ini, yang

37

dijadikan populasi adalah keseluruhan sebanyak 45 siswa dan satu orang guru mata pelajaran biologi. 2) Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik proporsional random sampling atau secara acak berimbang. Mengingat keadaan populasi yang banyak, maka tidak semua populasi dijadikan sampel. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (1992: 70) bahwa: Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua. Sehingga penelitiannya adalah penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah sujeknya di atas 100 orang dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25%. Jadi sampel dalam penelitian adalah sampel populasi karena subjek yang diteliti kurang dari 100 orang.

4. Teknik Pengumpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu memperoleh data dan informasi serta mengidentifikasi problematika keterampilan berbicara bahasa Indonesia di kelas X SMA Pergis YAPKI Maros Kabupaten Maros. Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap, peneliti mengunakan metode antara lain: a. Observasi atau pengamatan Untuk memperoleh informasi secara langsung dengan

menyaksikan proses belajar mengajar di kelas.

38

b. Wawancara Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara dengan senantiasa berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. c. Angket / kuesioner Angket ini digunakan untuk memperoleh data tentang motivasi belajar peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran biologi utamanya materi sistem reproduksi. Angket ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui teknik wawancara.

5. Teknik Analisis Data Setelah semua data terkumpul, peneliti memeriksa data yang dipergunakan untuk penelitian. Data yang diperoleh dari angket peserta didik akan dibahas melalui teknik identifikasi respons dari sampel. Begitu pula data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara akan diidentifikasi. Dari semua analisis merupakan gambaran deskriptif mengenai peningkatan motivasi belajar siswa di kelas X SMA Pergis YAPKI Maros Kabupaten Maros.

6. Instrumen Penelitian

39

Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga kategori yaitu: Kuesioner untuk mengukur pengaruh tentang kesehatan reproduksi menggunakan skala Likert dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS). Kuesioner berupa pertanyaan tertutup dengan jumlah pertanyaan 14 item. Penilaian diberikan dengan nilai 1 sampai 5. Penentuan skor dapat digolongkan dalam 3 kategori yaitu: Motivasi tinggi, skor 52-70, Motivasi sedang, skor 33-51, Motivasi rendah, skor 14-32. Kuesioner untuk mengukur sumber-sumber informasi tentang kesehatan reproduksi berupa pertanyaan tertutup dengan dua pilihan jawaban ya dan tidak berdasar skala Guttman. Jumlah pertanyaan terdiri dari 14 item dengan nilai 1 diberikan untuk jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak. Penentuan skor dapat digolongkan dalam 3 kategori: sumber informasi banyak > 7, Sumber informasi cukup = 7, Sumber informasi kurang < 7 Kuesioner untuk mengukur perilaku seksual remaja berupa pertanyaan tertutup dengan dua pilihan jawaban ya dan tidak berdasar skala Guttman, Jumlah pertanyaan terdiri dari 21 item dengan nilai 0 sampai 1. Pada pertanyaan favorable nilai 1 diberikan untuk jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak. Pada pertanyaan unfavorable, nilai 1 diberikan untuk jawaban tidak dan nilai 0 diberikan untuk jawaban ya. Penentuan skor dapat digolongkan dalam 3 kategori yaitu: perilaku seksual tinggi, skor 14-21, Perilaku seksual sedang, skor 7-13, perilaku seksual rendah, skor 0-6

40

7. Jadwal Kegiatan No . 1. Jenis Kegiatan Persiapan a. Pengajuan Judul b. Penyusunan Proposal c. Konsultasi Dosen d. Perbaikan Proposal 2 Pelaksanaan a. Pengumpulan data b. Analisis data 3 Penyelesaian a. Seminar ujian skripsi b. Perbaikan hasil seminar c. Pemasukan skripsi Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

41

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Kesehatan Reproduksi. http://www.kespro.Htm.go.id Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Azwar, S., 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Edisi 2) Cetakan IV. Yogyakarta : Pustaka Pelajar BKKBN, 2001. Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Yogyakarta Elyawati, R., 2001. Perilaku Seksual. http://www.BKKBN.go.id Gusti Ayu, T., 2005. Hubungan Sumber-sumber Informasi dengan Tingkat Pengetahuan Siswa tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Yogyakarta : UGM Imran, I., 2000. Modul 2 Perkembangan Seksualitas Remaja . Jakarta : PKBI, IPPF, BKKBN, UNFPA Kuswardani, I., Risyanti, E.I 2000. Panduan Konseling Seksualitas Remaja, Lentera Sahaja. Yogyakarta : PKBI Luthfie, E.R., 2001. Fenomena Perilaku http://www.BKKBN.go.id Seksual Pada Remaja.

Mappiere, A., 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Mardalis, Drs., 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta :Bumi Aksara Monks, J.F., 2002. Psikologi Perkembangan, Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Terjemahan Sri Rahayu Haditomo, Yogyakarta : UGM

Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

42

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Nursalam,

Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Penelitian Ilmu

2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Purwanto, H., 1998. Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta :EGC Sardiman, 2000. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawa Pers Santoso, B.P dan Ashari, 2005. Analisis Statistik Dengan Microsoft Excell dan SPSS. Yogyakarta : Andi Sarwono, S.W., 2003. Psikologi Remaja (ed. Revisi). Jakarta : PT. Raja Grafika Persada Soekanto, S., 2000. Sosial Budaya Dasar. Jakarta : Gravindo Prasaja Sugiyono, 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Sunaryo, M.Kes., 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC The Oxford English dictionary, 1989. vol 5, 2n ed. Oxford : Clarendon Wahyudi, 2000. Modul 1 Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : PKBI, IPPF, BKKBN, UNFPA Warliana, 2001. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Seksual Pra nikah. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Yogyakarta : UGM Walgito, 2000. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset Winkel, W.S, 1996. Psikologi Pengajaran, ed. Revisi, Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia Kadaryanto et al. 2006.20. Biologi 2. Yudhistira, Jakarta Saktiyono. 2004. 86-93, 96, 98.Sains : Biologi SMP 3. Esis-Penerbit Erlangga, Jakarta. Tim IPA SMP/MTs. 2007.14. Ilmu Pengetahuan Alam 3. 15-18. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.

43

Tim Biologi SMU.1997. 320,339-344, 348,349, 354-359. Biologi 2. Galaxy Puspa Mega. Jakarta.

44

Anda mungkin juga menyukai