sarkub Sallaab dan jallaab merupakan kemampuan yang diberikan Allah kepada seorang Ghauts RA. Tentang hal yang satu ini, tidak semua orang tahu dan mempercayainya. Bahkan ketika ada sekelompok orang yang percaya, serta merta orang-orang itu mengenggap mereka sebagai orang yang menyekutukan Allah (musyrik). Oleh karena itu, bahasan ini kami sajikan dan kami kupas secara tuntas. Secara teks, kata jallaab dan sallaab tidak terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits. Hal ini sebagaimana ilmu nahwu/sharaf, biologi, ushul fiqh, astronomi, juga secara teks tidak terdapat dalam Al Quran dan Hadits. Namun- menurut para ahlinya ilmu tersebut telah tersirat dalam Al Quran dan Al Hadits. Begitu pula makna jallaab dan sallaab. jallaab memiliki arti mengangkat hal batiniyah atau lahiriyah makhluk (manusia atau lainya), dan sallaab memiliki arti mencabut/melorot hal batiniyah atau lahiriyah makhluk. Sifat atau tabiat ini merupakan karomah yang diberikan Allah SWT kepada Ghauts RA. Kemampuan Jallaab dan sallaab ini, jika dipahami oleh mukmin yang memiliki iman yang bercampur syirik (menyekutukan Allah), dapat timbul salah pemahaman. Yakni, mukmin meyakini bahwa kemampuan jallaab dan sallaab murni semata-mata dari Allah wa Rasulihi SAW. Jallaab dan sallaab-nya Ghauts RA hanya dapat difahami oleh orang mukmin yang imanya tidak bercampur syirik. Jallaab dapat diartikan sifat meningkatkan, dan sallaab sebagai sifat mengurangi atau menghilangkan. kedua sifat ini pada hakikinya secara umum, ada pada setiap makhluk Allah SWT. Hanya saja beda dalam manfaat dan obyeknya. Misalnya, air dapat mencabut (sallaab) rasa haus manusia, serta dapat meningkatkan (jallaab) bagi kesehatan dan kesegaran badan. Begitu pula makhluk lain. Semestinya secara hakiki seluruh kekuatan makhluk itu milik dan dari Allah SWT. Jika jallaab dan sallaab-nya air kita terima, sedangkan jallaab seorang Ghauts kita tolak, berarti kita tergolong orang-orang yang kacau pemikiran.
yang terisrat diwariskan kepada salah satu hamba Allah SWT yang dipilih dan dikehendakiNya. Dalam kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqi, tertulis hadits dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Mewarisi ilmu ini, orang-orang terbaik pada setiap generasi. Mereka menepis penyimpangan kaum ekstrim, membongkar pemalsuan kaum ahli bathil dan mematahkan takwil (pengalaman) kaum jahil Dalam kitab Syawahidul Haq halaman 414 diterangkan, bahwa pewaris agung sirri Nabi Muhammad SAW adalah Ghauts RA. Pewaris sirri pimpinan para rasul yang paling agung adalah Al Qutub Al Ghauts. Jallaab dan sallaab, ada yang bersifat makro atau kolektif (untuk keseluruhan makhluk, sehingga bermanfaat untuk seluruh makhluk), dan ada yang bersifat mikro atau individual (manfaatnya untuk setiap individu makhluk).
SWT, sebagaimana yang tercermin pada bagian akhir hadits di atas, yang artinya, . Diantara mereka ada orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak mara bahaya. Dalam hadits lain yang dari sahabat Ubadah Ibn Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim, Rasulullah SAW bersabda: Tidak sepi di kalangan umatku dari tiga puluh orang hamba. Sebab merekalah bumi tetap berdiri tegak, sebab mereka makhluk diberi hujan, dan sebab mereka, manusia ditolong (oleh Allah). Dalam kitab Al Yawaqit wal Jawahir nya Syaikh Abdul Wahab As Syarani, juz II halaman 80 juga dijelaskan: Tidak akan sepi (kosong) di setiap zaman dari adanya seorang Rasul (litajdiduntuk pembaharuan). Dia adalah Al Qtuthbu (Al Ghauts). Beliau dijadikan Allah sebagai tempat memancarkan sinar pemeliharaan-Nya kepada alam semesta. Dan melalui Beliaulah bercabang-cabang pemeliharaan Allah terhadap seluruh alam atas dan alam bawah.
Terjadinya kematian jahiliyah, karena iman tercabut (sallaab). Dan ketercabutan iman diakibatkan memusuhi membenci Sultanul Auliya. Sedangkan jallaab dan jallaab-nya Al Ghauts RA , pelaksanaanya secara rohaniyah. Yakni, dengan nadrahnya yang terpancar dari jiwa sucinya ke dalam jiwa murid atau orang yang memusuhi dan membencinya. Dengan sinar nadrahnya ini, iman sesorang dapat bertambah, bila mancintai dan mendekatinya dengan cinta dan pendekatan yang semestinya, akan tersebut. Syaikh Muhammad Wafa (w 801), Guru Agung Pemandu kaum sufi pada zamanya, menyimpulkan makna hadits diatas sebagai berikut: Hai orang arif (apalagi Amirul Arifin/ Al Ghauts RA) itu, hadrah (lambang kehadiran) Allah. Barangsiapa mendekat kepadanya dengan cara pendekatan yang semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-pintu kehadiran (Allah). Terbukanya kesadaran hati seseorang tentang kehadiran Allah SWT merupakan sifat jallabnya Al Ghauts RA.
2. Pada masa Al Ghauts fii zamanihi Syaikh Abdul Qodir Jaelani QS wa RA, ada salah seorang waliyullah yang memiliki karomah dapat berjalan diangkasa. Suatu saat, waliyullah ini berjalan-jalan di atas angkasa (peristiwa ini dilihat banyak orang). Dalam hati waliyullah ini berbisisik, akulah manusia yang paling tinggi karomahnya. Syaikh Abdul Qadir (atas kehendak Allah semata) yang dapat mendengarkan atas hati waliyullah ini, berkata di hadapan muridnya: Buta mata hatimu, sehingga kamu merasa tertinggi. Setelah beliau berkata begitu, jatuhkah waliyullah ini dari angkasa di hadapan Syaikh dan para murid. Waliyullah ini menyadari jika kejatuhanya karena hatinya suul adab dengan syaikh. Akhirnya ia mohon ampun dan idzin untuk menjadi murid syaikh. (Lujain ad-Dani ) 3. Jallaab. pada masa Al Ghauts fii zamanihi Syaikh Zakaria Al Anshari QS wa RA. Imam Muhammad Al Juwaini (buta matanya), dalam salah satu penyampaian mata kuliyahnya di hadapan mahasiswa Universitas Al Azhar Kairo Mesir, bercerita bahwa waliyullah dan Al Ghauts RA serta karomahnya itu tidak ada. Semua itu hanya bualan kaum sufi belaka. Imam Ibnu Hajar Al Haitami sebagai mahasiswa termuda (waktu itu berumur 14 tahun), melakukan interupsi kepada dosenya tersebut, seraya berkata: Pak Dosen, Anda telah mengingkari keberadaan Waliyullah. Beranikah anda saya ajak menghadap kepada ulama yang menguasai dan memahami hal tersebut serta diskusi secara ilmiyah? Siap dan aku berani jawab Syaik Al Juwaini. Seusai penyampaian mata kuliah, mereka menghadap Syaikh, Al Juwaini berkata: Tuan, doakanlah saya agar mata saya sehat kembali. Amin, amin, amin jawab syaikh. Al-Haitami berkata sang syaikh: Guru, apakah waliyullah, wali autad dan wali Qutub (Al Ghauts), itu benar-benar ada? Ada anakku jawab syaikh. Al-Haitami bertanya kembali: Seandainya ada orang yang mengingkari bagaimana Guru? Siapa orang itu anakku? jawab syaikh. Al Juwaini ini Guru jawab Al Haitami. Kemudian Syaikh Al Anshari berkata: O.. kamu Syaikh Muhammad (perkataan ini di ulang sampai tiga kali). Spontan saja Al Juwaini gemetar badanya serta matanya dapat melihat kembali. Sambil berlari dihadapan syaikh, Al Juwaini berkata: Guru, sekarang aku percaya kalau waliyullah itu memang ada dan aku berkeyakinan bahwa wali Quthub (Al Ghauts) saat ini adalah Tuan Guru sendiri. (Syawahid Haq-nya Syaikh An Nabhani RA 4. Pada tahun 1962, Dr. dr. Ibrahim Hasan direktur rumah sakit Ain Syams Kairo bercerita: Saya memiliki teman (ulama yang terkenal di Mesir). Teman ini bercerita kepada saya, bahwa ia berkali-kali mimpi bertemu Rasulullah SAW. Namun suatu saat, lama sekali ia tidak bermimpi melihat Rasulullah SAW. ia pun sangat susah sekali. Namun pada suatu malam, ia bisa bermimpi lagi bertemu Rasulullah SAW. Kepada Beliau SAW ia bertanya: Wahai Rasulullah, apa sebab dalam waktu yang lama Paduka tidak bersedia menemui hamba? jawab Rasulullah SAW: Bagaimana AKu menemui kamu, sedangkan ditanganmu ada kitab ini (Yaitu kitab Nailul Amani fi raddi alan Nabhani kitab ini kontra dengan kitab Jami Karamah Al Auliya nya An Nabhani, serta kontra dengan prinsip kaum sufi). Setelah aku bangun, pagi harinya aku membakar kitab Nailul Amani. Setelah aku membakar kitab tersebut, malamnya ketika tidur, aku mimpi bertemu Rasulullah SAW yang tersenyum gembira kepadaku. ( Kitab Jami Karamah Al Auliya-nya Syaikh An Nabhani )