Anda di halaman 1dari 3

BETON PRATEKAN Beton merupakan bahan yang memiliki kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya memilki

kekuatan relative sangat rendah terhadap tarik sebab Beton be kerja tidak sefektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak di bagian yang tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang t idak bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan srtuktur -struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena te rlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Disamping itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya a ir dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur. Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton bertulang sepert i diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi-kombinasi baha n beton secara lain, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan Kelebihan beton pratekan : 1 Tahan terhadap korosi karena tahan retak di daerah tarik 2 Lebih kedap air 3 Lendutan lebih kecil 4 Penampang lebih kecil dari beton bertulang biasa/ volume lebih kecil 5 Berat baja yang digunakan lebih sedikit 6 Ketahanan geser dan puntir lebih besar Kekurangan beton pratekan `````1 Berat jenis sedikit lebih besar 1. Sistem Pemberian Gaya Prategang Secara umum, sistem pemberian gaya prategang pada beton ada 2 metoda, yaitu : 1. Pratarik (pra-tension), dimana tendon ditarik sebelum beton dicor 2. Pasca tarik (post-tension), dimana tendon ditarik setelah beton dicor 1.1 Metoda Pratarik (Pra-tension) Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pratarik (pre-tension) didefinisikan dengan memberikan prategang pada beton dimana tendon ditarik untuk ditegangkan sebelum dilakukan pengecoran adukan beton ke dalam bekisting yang telah disiapka n. Pelaksanaan cara pratarik ini, umumnya dilakukan pada suatu tempat khusus di lapangan pencetakan (casting yard). Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Pertama-tama tendon dipasang memanjang di antara dua jangkar di tempat p engecoran mengikuti pola tertentu sesuai dengan perhitungan seperti yang terliha t pada Gambar III.1.a. Tendon tersebut kemudian ditarik hingga mencapai nilai te gangan tarik (fsi) tidak lebih besar dari 85% kuat tarik ultimitnya (fpu) dan ti dak lebih dari 94% kuat lelehnya (fpy). Kemudian, tendon dalam keadaan tertarik tersebut di angkur kuat-kuat pada kedua ujungnya sedemikian rupa sehingga gaya t arik tetap tertahan pada tendon tersebut. 2. Apabila bekisting belum dipasang di tempatnya, segera dipasang mengitari beton sesuai dengan bentuk komponen yang direncanakan. Kemudian, dilakukan peng ecoran adukan beton ke dalam bekisting berisi tendon dalam keadaan tertarik dan dilanjutkan dengan pekerjaan perawatan pengerasan beton. Dalam pelaksanaannya h arus disertai upaya pengendalian keamanan dan kualitas pekerjaan mengingat resik o bahaya kecelakaan yang dihadapi, termasuk pelaksanaan perawatan pengerasan bet on yang harus dijaga sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga didapat hasil akhi r berupa beton mutu tinggi yang melekat dengan baik pada tendon yang sudah diteg angkan (ditarik) [Gambar b] 3. Apabila beton telah mencapai kekerasan dan kekuatan tertentu, yang mem erlukan waktu 24 jam, tendon dipotong di tempat penjangkarannya. Karena tendon te rekat kuat dengan beton, maka seketika setelah dipotong atau dilepas pada angkur nya akan terjadi pelimpahan gaya prategang tinggi (To) kepada beton, seperti tam pak pada Gambar III.1.c. Gaya prategang mengakibatkan beton cenderung memendek apabila letak tendon sentr

is terhadap penampang, atau melengkung akibat desakan apabila letak tendon tidak sentris. Tegangan-tegangan yang timbul sesaat setelah tendon dipotong dari angk urnya disebut sebagai tegangan pada saat transfer (pelimpahan tegangan). Dengan diputusnya tendon dan berlangsung pelimpahan tegangan, beban mati (berat sendiri) diperhitungkan bekerja serentak bersamaan dengan gaya prategang. Keadaa n tersebut diilustrasikan pada [Gambar d] yang merupakan keadaan tegangan paling kritis yang timbul sesaat setelah berlangsung pelimpahan, tetapi sebelum terjad i kehilangan gaya prategang. Untuk keadaan bersifat sementara ini, SNI-03 memberikan batasan tegangan tarik d i bagian atas balok tidak melampui (sekitar 40% kuat tarik) dan tegangan tekan di bagian tepi bawah tidak melebihi . Apabila tegangan tarik terhitung melampui nilai tersebut, harus dipasang tulangan tambahan (nonprategang atau prategang) di daerah tarik untuk memikul gaya tarik total dalam beton yang dihitung berdasa rkan asumsi penampang utuh. 4. Setelah cukup kuat dan sesuai persyaratan, komponen prategang dapat dile pas dan diangkat dari cetakannya untuk dipindahkan ke lapangan penyimpanan sehin gga tempat pencetakan dapat dipakai untuk proses prategang berikutnya. a. b. c. d. e. Tendon ditarik di antara dua angkur Bekisting dipasang dan adukan beton dicor di dalamnya Tendon dipotong dan gaya tekan dilimpahkan kepada beton Kombinasi beban mati dan prategang Kombinasi beban mati, beban hidup, setelah kehilangan gaya prategang

1.2 Metoda Pasca Tarik (Post-Tension) Pelaksanaan pemberian prategang dengan cara pasca tarik (post-tension) didefinis ikan sebagai cara memberikan prategang pada beton, dimana tendon baru ditarik se telah betonnya dicetak terlebih dahulu dan mempunyai cukup kekerasan untuk menah an tegangan sesuai dengan yang dinginkan. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1. Bekisting beton dipasang di tempat yang sesuai dengan rencana letak komp onen struktur dengan sekaligus dipasangi pipa selongsong lentur yang dibuat dari plastik atau metal, yang akan menyelubungi tendon. Pipa selongsong tendon dilet akkan di dalam bekisting dengan posisinya diatur dan ditahan untuk membentuk pol a tertentu sesuai dengan momen perlawanan yang direncanakan. 2. Kemudian adukan beton dicor ke dalam bekisting dengan menjaga agar pipa selongsong tendon tetap kokoh pada posisinya dan tidak kemasukan adukan, kemudia n dilakukan perawatan pengerasan beton secukupnya sampai mencapai kekuatan terte ntu. 3. Selanjutnya, tendon dimasukkan ke dalam pipa selongsong yang sudah disia pkan ke dalam beton. Pada cara lain, ada juga yang menempatkan pipa selongsong l engkap dengan tendon di dalam bekisting sebelum dilakukan pengecoran adukan beto n. 4. Tendon ditarik dengan menggunakan jacking di satu ujung dan angkur mati atau plat penahan pada ujung lainnya. Kadang-kadang angkur mati atau plat pena han sudah disiapkan dipasang tertanam pada ujung komponen. Fungsi angkur digabungkan dengan cara-cara yang mencengkram tendon agar tidak te rjadi slip (penggelinciran) dalam rangka upaya agar beban atau tegangan tarikan tetap bertahan pada tendon. Pada saat penarikan tendon, sudah terjadi kehilangan gaya prategang berupa : per pendekan elastis, kehilangan tegangan akibat gesekan dan sebagian momen beban ma ti sudah bekerja sebagai dampak dari posisi lengkung tendon. Dengan demikian, ga ya jacking harus sudah memperhitungkan hal-hal yang menyangkut kehilangan tegang

an tersebut. Pembatasan tegangan-tegangan ijin pada tahap-tahap pelimpahan dan p elayanan diambil sama dengan yang diberikan untuk cara pra tarik 5. Apabila digunakan tendon bonded, terutama pada lingkungan korosif, ruang kosong di dalam pipa selongsong yang mengelilingi tendon, harus diisi penuh pas ta semen dengan cara disuntikkan (grouting) setelah tendon ditarik atau sebelum beban hidup bekerja. Apabila demikian halnya, maka tegangan akibat beban hidup d ihitung berdasarkan penampang transformasi seperti yang dilakukan pada cara pra tarik. Tetapi ada juga tendon yang tetap dibiarkan unbonded tanpa penyuntikan pa sta semen, tegantung pada kebutuhan untuk perlindungan tendon dan perhitungan ek onomi. Untuk keadaan demikian, gaya prategang hanya diperhitungkan bekerja terha dap penampang betonnya saja (bukan penampang transformasi) paling tidak sampai t ercapainya keadaan seperti pada Gambar d. 6. Umunya angkur ujung setelah dikunci (dimatikan) perlu ditutupi atau dili ndungi dengan lapis pelindung.

Anda mungkin juga menyukai