Anda di halaman 1dari 3

Anies Dyaning Astuti H1010009 Sumber :Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI.

Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed.Jakarta: IDAI; 2012.
Leptospirosis Epidemiologi Pada umumnya semua mamalia dapat terinfeksi Leptospira dan

menyebarluaskan penyakit tersebut. Bintang yang dapat menularkan pada manusia misalnya: tikus, landak, anjing, musang, ikan, burung, dan reptil. Transmisi leptospira terhadap manusia dapat terjadi karena (1) kontak dengan urin, darah, atau organ dari binatang yang terinfeksi. Urin sapi yang terinfeksi misalnya, dapat mengandung 100 juta Leptospira permililiter, (2) kontak dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi Leptospira. Keseimbangan biologis dapat terjadi antara beberapa serotipe Leptospra dengan jenis hewan tertentu. Organisme tersebut dapat berdiam di dalam tubulus ginjal hewan yang terinfeksi tanpa menimbulkan kerusakan pada epitel tubulus. Bila keadaan keseimbangan biologis ini tidak terjadi, binatang tersebut dapat menjadi sakit atau mati. Manusia merupakan titik terakhir dari rantai penularan, walaupun transimisi dari orang ke orang secara teoritis masih mungkin. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada individu yang pekerjaannya banyak berhubungan dengan ternak, babi, anjing, atau air yang terkontaminasi.

Etiologi Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu mikroorganisme spirocaeta. Genus ini memiliki 2 spesies, yaitu L. biflexa yang non pathogen serta L. interrogans yang bersifat pathogen. Beberapa serovar L. interrogans yang menginfeksi manusia diantaranya L. icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing serta L. Pomona dengan reservoir sapi dan babi. Leptospira memiliki morfologi

berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan salah satu ujungnya membengkak membentuk kait. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.

Patofisiologi Leptospira dapat masuk melalui luka di kulit atau menembus jaringan mukosa seperti konjungtiva, nasofaring, dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa, organisme ini ikut aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Leptospira juga dapat menembus jaringan seperti serambi depan mata dan ruang subarahnoid tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang berarti. Faktor yang bertanggung jawab untuk virulensi Leptospira masih belum diketahui. Sebaliknya Leptospira yang virulen dapat bermutasi menjadi tidak virulen. Virulensi tampaknya berhubungan dengan resistensi terhadap proses pemusnahan di dalam serum oleh neutrophil. Antibody yang terjadi meningkatkan klirens Leptospira dari darah melalui peningkatan opsonisasi dan dengan demikian mengaktifkan fagositosis. Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat

mengeluarkan enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbiulkan gejalagejala klinis. Hemolisis pada Leptospira dapat terjadi karena hemolisin yang tersirkulasi diserap oleh eritrosit, sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun di dalam darah sudah ada antibodi. Diathesis hemoragik pada umumnya terbatas pada kulit dan mukosa, pada keadaan tertentu dapat terjadi perdarahan gastrointestinal atau organ vital dan dapat menyebabkan kematian. Beberapa penelitian mencoba menjelaskan bahwa proses hemoragik tersebut disebabkan rendahnya protrombin serum dan trombositopenia. Namun terbukti, walaupun aktivitas protrombin dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K, beratnya diathesis hemoragik tidak terpengaruh. Juga trombositpenia tidak selalu ditemukan pada pasien dengan perdarahan. Jadi, diastesis hemoragik ini merupakan refleksi dari kerusakan endothelium kapiler yang meluas. Penyebab kerusakan endotel ini belum jelas, tapi diduga disebabkan oleh toksin.

Beberapa teori menjelaskan terjadinya ikterus pada leptospirosis. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hemolysis bukanlah penyebab ikterus. Di samping itu, hemoglobinuria dapat ditemukan pada awal perjalanan leptospirosis, bahwa sebelum terjadinya ikterus. Namun akhir-akhir ini ditemukan bahwa anemia hanya ada ada [asien leptospirosis dengan ikterus. Tampaknya hemolysis hanya terdapat pada leptospirosis berat dan mungkin dapat menimbulkan ikterus pada beberapa kasus. Penurunan fungsi hati juga sering terjadi. Gangguan fungsi hati yang paling mencolok adalah (1) ikterus, (2) gangguan faktor pembekuan, (3) albumin serum menurun (4)globulin serum meningkat. Gangguan fungsi jantung seperi miokarditis, pericarditis, dan aritmia dapat menyebabkan terjadinya hipoperfusi pada leptospirosis. Gangguan jantung ini terjadi sekunder karena hipotensi, gangguan elektrolit, hipovolemia atau uremia. Myalgia merupakan keluhan umum pada leptospirosis, hal ini disebabkan oleh vakuolisasi sitoplasma pada myofibril. Keadaan lain yang dapat terjadi antara lain pneumonia hemoragik akut. Hemoptysis, meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis, radikulitis, myelitis dan neuritis perifer. Peningkatkan titer di dalam antibodi di dalam serum tidak disertai peningkatan ntibodi Leptospira di dalam cairan bola mata, sehingga Leptospira masih dapat bertahan hidup di serambi depan mata berbulan-bulan. Hal ini penting dalam terjadinya uveitis rekurens, kronik atau leten pada kasus leptospirosis.

Anda mungkin juga menyukai