Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PERENCANAAN KOTA

PERENCANAAN KOTA DI INDONESIA

OLEH

GABRYELLA B. 100406060 (email : cozyofme@yahoo.co.id)

DEPARTEMEN ARSITEKTUR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERENCANAAN KOTA Pengertian Perencanaan adalah cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program. Definisi lain dari perencanaan adalah pemikiran hari depan, perencanaan berarti pengelolaan, pembuat keputusan, suatu prosedur yang formal untuk memperoleh hasil nyata, dalam berbagai bentuk keputusan menurut sistem yang terintegrasi. Menurut Wilson, pengertian perencanaan merupakan salah satu proses lain, atau merubah suatu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencanaan atau oleh orang/badan yang di wakili oleh perencanaan itu. Perencanaan itu meliputi : Analisis, kebijakan dan rancangan. Pengertian Kota dan yang terkait (UU 26/2007), kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Karakteristik Perencanaan 1. Mengarah ke pencapaian tujuan 2. Mengarah ke perubahan 3. Pernyataan Pilihan 4. Rasionalitas Jenis Perencanaan (Glasson 1974) 1. Physical planning and economic planning 2. Allocative and innovative planning 3. Multi or single objective planning 4. Indicative or imperative planning Di Indonesia (Robinson Tarigan) 1. Top-down and Bottom Up planning 2. Vertical Planning and Horizontal Planning 3. Perencanaan yang melibatkan masyarakat langsung dan yang tak melibatkan masyarakat sama sekali

Perencanaan kota menyangkut tiga lingkup perencanaan yaitu : perencanaan social (social planning), perencanaan ekonomi (economic planning), dan perencanaa fisik (physical planning). 1. Perencanaan social : perencanaan pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada segisegi kehidupan kemasyarakatan a. Rencana pengembangan pendidikan b. Rencana kependudukan dan keluarga berencana c. Perencanaan kelembagaan d. Perencanaan pengembangan keagamaan e. Perencanaan pengembangan politik

2. Perencanaan ekonomi : perencanaan pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada pengembangan perekonomian a. Rencana pengembangan produksi b. Rencana pengembangan perkapita, regional, dan nasional c. Rencana pengembangan lapangan kerja d. Rencana distribusi konsumsi e. Rencana pengembangan pengangkutan dan perhubungan f. Rencana moneter

3. Perencanaan fisik : perencanaan pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada aspek fisik untuk dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan ruang dan sumber daya a. Perencanaan tata ruang yang berwawasan luas b. Perencanaan tata guna lahan c. Perencanaan prasarana dan sarana fisik Perencanaan social merupakan landasan bagi perencanaan ekonomi, demikian juga sebaliknya. Perencanaan fisik tidak dapat dikembangkan tanpa ditunjang oleh rencana pengembangan social dan ekonomi.

Lingkup Perencanaan 1. Hierarki Spasial (Ruang) Dalam konteks ini perencanaan kota/perkotaan merupakan salah jenis perencanaan berdasarkan hierarki spasial, yakni pada tingkat/skala kota atau kawasan perkotaan. 2. Hierarki Operasional Dalam hal ini perencanaan kota/perkotaan penyiapan dan antisipasi kondisi kota pada masa yang akan datang, dengan titik berat pada aspek spasial dan tata guna lahan, yang dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai kesejahteraan.

HIERARKI RENCANA TATA RUANG KOTA 1. Prosedur perencanaan kota di Indonesia sudah dikenal sejak 1930-an oleh Thomas Karsten. Tetapi secara ofisial prosedur perencanaan kota diundangkan pada tahun 1948 dan SSV (Stadvormingsvorerdening) 1949. Pada undang-undang ini dikenal prosedur penyusunan rencana kota dan prosedur pengesahan. 2. Pada tahun 1971, telah diupayakan pula untuk penyesuaian SVO-SVV ini dengan keadaan setelah merdeka yaitu dengan diusulkannya Rancangan Undang-Undang yang dikenal sebagai Rancangan Undang-Undang Bina Kota (RUUBK) Prosedur Standart Perencanaan Kota digambarkan sbb : 1. Prosedur Perencanaan Kota menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1980 2. Prosedur Perencanaan Kota berdasarkan Keputusan Mentri Pekerjaan Umum No. 64/Kpts/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota dan oleh Mentri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Perencanaan Kota 3. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka sistem dan prosedur perencanaan wilayah dan kota d Indonesia kemuadian disesuaikan dengan undang-undang tersebut. Pentingnya penataan ruang adalah untuk melakukan pembangunan nasional secara tertib, efektif dan efisien. Serta untuk mengalokasikan kegiatan-kegiatan dalam pembangunan nasional sekaligus merencanakan penggunaan sumber daya alam secara baik. RPJMN diharapkan dapat berjalan sejalan dengan rencana tata ruang, dan hal ini memang belum pernah terjadi sebelumnya. Dulu ada Repelita tapi

itu pun berbeda substansi dengan tata ruang wilayah nasional. Mudah-mudahan ke depan bisa dibuat selaras. Oleh karena itu, rencana tata ruang ini perlu dipahami dan dikuasai oleh semua jajaran di Bappenas, kata Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.

RTRWN dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan: 1. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan; 2. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 3. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, kabupaten/kota; 4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia 5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang 6. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah; 7. Keseimbangan dan keserasian antar sektor; dan 8. Pertahanan dan keamanan yang dinamis serta integrasi nasional. RTRWN ini juga merupakan bahan dalam penyusunan RPJPN dan RPJMN.

Sedangkan menurut Dirjen Penataan Ruang PU, RTRWN merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara dalam jangka waktu 20 tahun (2008-2028) sekaligus sebagai matra spasial dari RPJPN dan pedoman penyiapan RPJMN tahun 2010-2014.

Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor dan antar wilayah, diperlukan tools yang dapat mensinergiskan kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah, pusat daerah dalam membentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, yaitu RTRWN di tingkat Nasional, RTRW di tingkat Provinsi dan RTRWK di tingkat Kabupaten/Kota.

RTBL (RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN ) SEBAGAI PRODUK URBAN DESIGN Penerapan RTBL merupakan upaya dalam pengendalian terhadap perwujudan tertib pembangunan, terjaminnya aspek keselamatan bangunan, lingkungan dan manusia, baik pada saat pembangunan

maupun pemanfaatannya. Secara makro dapat dikatakan pula bahwa penerapan RTBL diharapkan dapat meningkatkan aspek perlindungan kawasan/kota tertentu yang mempunyai nilai ekonomi, sosial dan budaya yang penting.

Selain faktor-faktor fisik (terutama pengaturan bangunan dan ruang kota) terdapat faktor-faktor non fisik seperti sosial budaya yang harus diikutsertakan dalam perencanaan dan perancangan suatu kota. Oleh karena itu, RTBL selain merancang elemen-elemen fisik kota, juga harus memeperhatikan faktor-faktor sosial dan budaya masyarakat. Sebagai suatu produk dari perancangan kota (urban design), maka RTBL akan lebih banyak mengkaji aspek-aspek kualitas ruang kota secara visual maupun fungsional. Sebagai kelanjutan dari rencana kota yang telah ada, maka RTBL lebih banyak memberikan arahan dan aturan (urban design guidlines) pembangunan secara 3 dimensi. Bangunan sebagai elemen fisik utama akan banyak dikaji, demikian juga dengan jalan dan ruang-ruang terbuka (street and square) sebagai elemen pembentuk struktur ruang kota.

Peranan dan Manfaat RTBL Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan rencana pendayagunaan pemanfaatan ruang kota untuk membentuk jati diri kota yang produktif dan efisien. Rencana ini dilakukan pada kawasankawasan potensial kota guna meningkatkan kemampuan kawasan sesuai dengan potensi yang dimiliki kawasan tersebut, sehingga memberikan manfaat tidak saja kepada penduduk setempat tetapi juga kepada calon-calon pengusaha, warga masyarakat dan pemerintah kota, serta pembangunan perkotaan di Indonesia. Peningkatan fungsi kawasan kota melalui RTBL dapat diprioritaskan pada kawasan andalan yang terpilih sesuai dengan rencana tata ruang kota. Peningkatan kawasan potensial ini dilaksanakan melalui penyusunan tata bangunan dan lingkungan yang berskala ekonomi sebagai wujud dari rencana tata ruang kota. RTBL juga akan berperan penting pada kawasan spesifik yang memiliki nilainilai kultural, historis serta secara visual estetis memiliki karakter sebagai memori kota agar dapat dilakukan penanganan lebih lanjut dari sekedar perencanaan kota (urban planning). Perlu dilakukan upaya dan strategi, arahan pengembangan kawasan agar lebih terkendali, terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan spesifik yang berkembang cepat juga harus diikuti pengaturan, pengendalian bangunan baik mengenai tata bangunan dan tata lingkungan (RTBL) sebagai bagian kesatuan manajemen pembangunan perkotaan. Diharapkan kawasan yang dikembangkan secara ekonomi akan bermanfaat pula secara psikologis, visual estetis, ekologis dalam kesatuan arsitektur kota dinamis. RTBL juga sangat diperlukan dalam kawasan kota yang memiliki vitalitas ekonomi yang tinggi mengalami kemunduran karena berbagai sarana dan prasarana yang ada sudah usang dan tidak dapat dikembangkan lebih lanjut. Kawasan ini menjadi tidak produktif dan tidak lagi memberikan kontribusi yang positif terhadap kehidupan ekonomi kota. Secara fisik kawasan ini juga mengalami degradasi lingkungan yang membawa dampak yang buruk bagi menurunnya kualitas lingkungan hidup dan meningkatnya tindak laku yang bersifat negatif di wilayah tersebut. Dengan perannya pada beberapa jenis kawasan tersebut, maka RTBL sudah sewajarnya mengacu pada kondisi nyata di lapangan dengan tetap merujuk pada RUTRK, RDTRK dan RTRK searah dengan prediksi pengembangan ke depan, agar mampu mengantisipasi perkembangan ke depan secara nyata. Pengalokasian fungsi kawasan kota ke dalam optimasi lahan serta intensitas pembangunan disesuaikan

dengan potensi lingkungan masingmasing. Beberapa pembatasan penting yang berdasar pada potensi historis dan kendala alami meruapakan aspek penting yang harus dikaji dalam RTBL.\ Adapun peran Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah sebagai pedoman untuk:

Dasar bagi pemberian ijin mendirikan bangunan dan pemanfaatan bangunan secara lebih jelas dan tegas

Penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung serta bukan bangunan Penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung Pengaturan elemen-elemen private agar dapat terpadu dengan kawasan kota melalui urban design gudenlines.

Jaminan kepastian hukum dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk kepastian untuk mendapatkan pelayanan, kondisi yang selaras dan serasi dalam melakukan kegiatannya.

Kedudukan RTBL dalan RTR Produk perencanaan kota dimulai dari jenjang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sifatnya makro dan bersifat filosofis, produk ini merupakan dasardasar yang penting dalam menentukan arah

kebijaksanaan perkembangan kota. Produk selanjutnya Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) yang secara makro sudah lebih teknis sifatnya, sedangkan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) skalanya wilayah dan lebih detail dari yang di atasnya. Makin ke bawah lagi skalanya makin mikro yaitu yang dikenal dengan Rencana Teknik Ruang Kota) RTRK. Dalam tataran hirarki, RTBL sebenarnya setingkat dengan RTRK namun RTBL tidak tidak secara administratif hirarkis dari rencana tata ruang di atasnya, sehingga kawasan RTBL lebih dibatasi pada kawasan fungsional khusus tertentu. Dari berbagai tingkatan rencana kota tersebut, maka akan diikuti dengan peraturan daerah sebagai alat implementasi rencana tata ruang. Produk RTBL juga harus diikuti dengan pembentukan Peraturan Bangunan Khusus (PBK). Penyusunan dan Pelaksanaan RTBL

RTBL sebagai produk ideal dalam upaya pengaturan bangunan dan lingkungan kawasan kota adalah tidak dapat terlepas dari berbagai kendala dalam penyusunan dan terlebih lagi dalam tahap pelaksanaannya. Hal ini terjadi mengingat produk-produk perancangan yang dihasilkan adalah bersinggungan langsung antara kepentingan public dan private. Pengaturan yang ideal untuk kepentingan publik tentu akan banyak memberikan batasan pada kepentingan private, dan demikian sebaliknya. Bagaimana suatu produk RTBL dapat berada pada keseimbangan kepentingan public dan private tentu merupakan posisi perancangan yang ideal dalam arti sebenarnya. Berkaitan dengan penyusunan RTBL, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Perancangan tata bangunan dan lingkungan harus berdasar pada kebutuhan dan aspirasi kondisi dan permasalahan warga/masyarakat setempat, sehingga bentuk analisis dan perancangan yang disusun dapat diterima dalam masyarakat. Suatu konsep study yang sangat baik, namun butuh usaha luar biasa untuk implementasinya. 2. Perancangan elemen-elemen bangunan dan lingkungan harus dapat membentuk citra lokal yang seharusnya tidak dapat secara mudah diimplementasikan secara mudah untuk kawasan lain. 3. Ketersediaan data kapling dan masa bangunan eksisting menjadi syarat utama yang seringkali tidak tersedia. Hal ini tentu bukan merupakan kendala biaya biaya pengukuran tapak kawasan dan bangunan dapat dilakukan. 4. Bahwa produk RTBL hendaknya berbasis perancangan secara tiga dimensi dan tidak lagi hanya mengkaji aspek fungsi dan tata ruang. 5. Produk RTBL tidak hanya berhenti pada tampilan gambar-gambar perspektif yang idealis dan sangat menarik, namun menekankan pula aspek realisasinya di lapangan. 6. Semua bentuk pendekatan dan perancangan harus dapat disertai dengan arahan dan manajemen dalam realisasi pelaksanaan, termasuk berbagai insentif dan disinsentif yang akan diterapkan. 7. Keterbatasan biaya untuk penyusunan produk RTBL dapat menjadi akar permasalahan mengenai kualitas produknya, walau hal ini tidak selalu bersifat mutlak. Akhirnya sebagai suatu produk kajian, maka keberhasilan pengaturan bangunan melalui RTBL sangat tergantung pada kemampuan perencana, kesungguhan pelaksana serta peran serta masyarakat dan investor. Tanpa dikuti sinergi semua stakeholder maka produk RTBL hanya akan menjadi dokumen rapi yang tersimpan di dinas/instansi Pemerintah Daerah atau Kota.

Dengan makin tingginya apresiasi terhadap produk-produk rencana tata ruang (termasuk RTBL), maka diharapkan bahwa berbagai aspek mendasar yang berpengaruh terhadap kompleksitas permasalahan kota dapat dikendalikan secara lebih terencana dan terpadu.

DAFTAR PUSTAKA Pusat Pengembangan Bahan Ajar-Umb Oleh Ir. Joni Hardi MT. http://dokter-kota.blogspot.com/2012/08/pengertian-perencanaan.html http://hohokplanologiuns.blogspot.com/2010/09/perencanaan-definisi-suatu-kegiatan.html http://www.inkindo-jateng.web.id/?p=287 http://perencanaankota.blogspot.com/2008/07/sosialisasi-peraturan-pemerintah.html

Anda mungkin juga menyukai