Anda di halaman 1dari 4

Kerdilnya Negara Indonesia di Mata Negara Lain (Artikel yang lolos kontest)

Terkait dengan masalah perekonomian dunia, Indonesia termasuk ke dalam kategori negara miskin terbesar ke empat setelah negara India, hal ini tercatat dalam rekor dunia tentang negara-negara miskin terbelakang. Indonesia dulu memang sangat dikagumi oleh bangsa lain karena dikenal dengan keramahtamahannya, dikenal dengan suku budayanya yang beraneka ragam, bahkan dikenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah. Tapi semua itu kini hanyalah menjadi dongeng dan momok untuk anak negerinya dalam mengenyam pendidikan Sejarah bangsa atau bahkan dapat diartikan sebagai "kenangan". Semua itu terjadi dikarenakan masyarakat Indonesia terlebih dari sikap Pemerintah, yang tidak bisa memanfaatkan kekayaan alam yang ada, tidak dapat memanfaatkan fasilitas yang diberikan Tuhan Sang Pencipta agar mengolahnya dengan baik, tidak dapat melestarikan agar terus produktif. Sehingga akhirnya negeri ini menjadi kacau balau, yang menyebabnya masyarakat Indonesia banyak yang terpuruk akibat krisis perekonomian yang melanda Indonesia. Banyak faktor-faktor negatif yang mencoreng negara Indonesia dalam kacamata dunia. Diantaranya adalah disebabkan sering terjadinya kerusuhan dalam era globalisasi, yang mengakibatkan Warga Negara Asing ketakutan datang untuk menikmati wisata di Indonesia. Sehingga mengurangi asset terbesar yang dihasilkan oleh bangsa dari para turis mancanegara. Pun disebabkan oleh merajalelanya para pengamen jalanan maupun pedagang asongan yang menggunakan tindak kekerasan berupa paksaan. Mengapa hal itu dibiarkan saja terjadi?, Padahal sangat meresahkan para turis-turis domestik maupun turis mancanegara lainnya. Kenapa pemerintah tidak ada penindak lanjutan yang tegas untuk mengamankannya atau para aparat yang berwenang tidak sergap dalam menertibkan situasi seperti itu, sehingga membuat ketakutan para pengunjung bahkan menjadi kapok. Juga tingkat pengangguran yang cukup hebat dalam tiap tahunnya, sementara populasi penduduk Indonesia terus meningkat pada tiap-tiap periode, terakhir disebabkan oleh sikap Pemerintah yang kurang tanggap atau lambat dalam memotori roda kehidupan rakyatnya. Sehingga memicu hal-hal dan tindakan yang amoral akibat kurangnya lapangan kerja di negeri sendiri. Untuk itu hampir seluruh masyarakat pedesaan di Indonesia lebih memilih bekerja di luar negeri dibanding di negaranya sendiri, karena merasa mendapat hasil yang jauh lebih unggul bila dibandingkan dari hasil pendapatan perkapita di negeri sendiri. Hal demikian telah gamblang dituturkan mengenai gambaran dari negara kita di mata negara asing. Tak ayal negeri ini dipandang dengan sebelah mata oleh bangsa lain karena kebodohan dan kurangnya kesadaran akan pendidikan pada perekonomian dalam masing-masing keluarga. Meskipun pada realita tidak semua masyarakat seperti yang telah digambarkan tadi akan tetapi untuk mengklaim atau mengantisipasi permasalahan tersebut, agar nama baik negara kita di mata negara asing tidak terinjak-injak. Tentunya hal terpenting yang harus dihimbau secara garis besar yaitu harus didasari dengan kesadaran pribadi masing-masing, membangkitkan semangat pada diri masing-masing, menggunakan hati nurani dan kasih sayang, bergotong-royong agar dapat menciptakan kebersamaan persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap utuh seperti yang tercantum pada "Panca Sila." Juga seperti terpapar dalam slogan yang dijadikan semboyan negara yang berbunyi "Bhineka Tunggal Ika" yang memberi artian bahwa ; "Walau berbeda-beda tapi tetap satu

jua." Tampaknya itu hanya terpampang dengan maraknya yang diserukan oleh bangsa. Namun kenyataannya, justru tidak demikian. Bahkan keadaan Indonesia saat ini lebih tepatnya dikiaskan dengan motto "Bersatu kita teguh,bercerai kita runtuh." Dulu masyarakat Indonesia benar-benar bersatu dalam menuju gerbang kemerdekaan. Sehingga, dapat mengusir para penjajah dunia. Semangat pun begitu tinggi demi membangun bangsa dengan segenap jiwa raga membentuk pasukan yang kokoh dan gigih agar setelahnya merdeka negara Indonesia akan menjadi negara yang super makmur dan "Gemah Ripah loh Jinawi". Mengapa sekarang beda situasi dan kondisinya malah menjadi negeri yang runtuh terceraiberai. Banyak diantaranya masyarakat Indonesia yang tertindas. Tak heran termonitor dengan motif "yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin." Beginilah kenyatanya yang dialami bangsa Indonesia. Untuk menghindari hal tersebut dan agar terus dapat menyambung hidup, masyarakat Indonesia banyak yang lebih memilih untuk pergi menjadi seorang "Buruh Migrant atau Tenaga Kerja Indonesia." Bukan lantaran kebodohon masyarakat, sehingga pergi meninggalkan negerinya. Tapi dikarenakan sulitnya menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Tidak sedikit pula para Sarjana yang pengangguran, mungkin dikarenakan saat telah mendapat pekerjaan merasa tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya, dan mendapat gaji rendah. "Saya lebih memilih untuk tidak bekerja sekalipun dari pada mendapatkan upah rendah yang tidak sesuai skill." Tutur rekan saya. Atau banyaknya para instansi-instansi perusahaan yang meminta uang muka sebagai uang jaminan bila ingin bergabung di perusahaan tersebut. Atau bahkan banyak para tenaga profesional lainnya, yang berhasil sepulangnya bekerja dari luar negeri dengan alasan karena bekerja di negara luar sangat menjanjikan. Parahnya bahkan di negeri ini terjadi kasus pemalsuan Ijazah, KTP, atau juga surat-surat berharga lainnya. Yang tentu tidak menjamin akan keahliannya dalam Ijazah palsu yang didapatnya dengan cara praktis atau instants. Semua itu dapat dengan mudah dilakukan di negara kita, asal mengikuti prosedurnya. Mengetahui hal tersebut, negara Indonesia dijadikan bahan lelucon, bahkan cibiran yang negatif oleh bangsa asing. Begitu kerdilnya sistem kinerja yang berlangsung. Kasus seperti itu di negara luar tidak terpakai bahkan tidak ada. Saat menyadarinya, bahwa kenapa Indonesia begitu lemah, pantas saja menjadi negara terbelakang. Mengetahui hal semacam itu uniknya malah mengakar kuat, tidak malu atas kesalah-kaprahan yang dibudidayakan, malah menjadi momentum yang diunggulkan. *Sepintas kisah yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu. Tini nama kakak saya, masuk kesalah satu PJTKI yang berlokasi di kawasan daerah Bogor dengan tujuan Singapura. Selama masuk di sana seminggu Tini melakukan medikal awal, dan seminggu kemudian hasil cek-up nya anfit, Tini di vonis mengidap Kanker ringan di bagian tenggorokan. Akhirnya sponsor menyuruh Tini, untuk menyediakan uang sebagai biaya untuk melakukan operasi kecil. Mendengar keluhan Tini tersebut dari telepon saya merasa ada kejanggalan. Menurut saya Tini telah ditipu yang tidak lain adalah hasil rekayasa antara pihak PJTKI dengan sponsor yang telah memanipulasi data dari fakta. Maka pada minggu berikutnya saat menjenguk Tini, saya meminta Tini untuk Ijin Pulang. Atas kesepakatan dari keluarga, kami berencana

membawa Tini untuk melakukan medikal ulang di klinik lain, dan ternyata hasilnya fit. Pada bagian tenggorokan Tini tidak terdapat penyakit apapun apalagi Kanker. Dari kasus di atas kami pihak keluarga di rumah langsung mengklaim adanya penipuan yang secara gamblang dilakukan pihak PJTKI dengan sponsor. Akibat ketakutan dilaporkan pihak berwajib, pihak PJTKI meminta jalan damai. Akhirnya proses dibatalkan. Tini pun beralih proses ke PJTKI lain, masih beruntung kasus itu bisa segera tercium, bila terlanjur maka tidak tahu bagaimana kelanjutannya? Bahkan tutur dari Tini "Penipuan itu hampir dilakukan pada para CTKI lain, para CTKI yang masuk PJTKI tersebut kasusnya sama, bahwa para CTKI dinyatakan anfit namun dimanipulasi dengan berbagai penyakit yang berbeda." Pun demikian saat ini kasus seputar keberangkatan CTKI yang ingin keluar negeri diimingimingi hadiah dari sponsor kepada CTKI, dengan menghadiahkan sepeda motor atau undian lainnya. Hal demikian tentu sangat menggiurkan bagi siapa saja yang akan dijadikan sasaran. Karena masyarakat awam pasti berpendapat hal itu sangat "menguntungkan." Namun apakah Pemerintah tahu hal semacam itu? Apakah tanggapan dari Pemerintah dan bagaimana mengatasi motif seperti itu? Harapan dari para TKI/BMI kepada Pemerintah untuk lebih tegas dalam bertindak, bila perlu terjun kelapangan dan melihat praktek-praktek yang terjadi pada tiap-tiap lembaga PJTKI yang beroperasi. Agar tidak terjadi kenakalan-kenakalan yang dilakukan secara liar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Seperti dilansir pada berita-berita yang marak terjadi. Tentang kasus-kasus kecolongan akibat hukuman sadis yang memvonis para TKI/BMI di negara Timur Tengah. Seperti berita Ruyati TKI Arab Saudi. Tentang kasus kematiannya akibat tervonis hukum pancung atas tuduhan pembunuhan terhadap majikkannya yang menggempar tanah air. Akibat kurang tanggapnya Pemerintah dalam mendata para TKI/BMI yang sudah berada di negara orang. Juga masih banyak kasus-kasus menyedihkan yang dialami oleh Ruyati Ruyati lainnya yang serupa, atau bahkan maraknya kasus pelecehan seksual. Apabila pada saat di dalam negeri telah melakukan filter atau penyaringan dengan peninjauan yang ketat, mungkin akan dapat diketahui dan mengurangi jumlah pengiriman yang dilakukan oleh PJTKI ilegal. Imbas dari mengalami kejadian seperti kasus Ruyati tersebut, Indonesia baru merasa tercambuk dan tertampar hebat oleh rakyatnya. Hingga dibentuknya undang-undang baru dengan mengadakan KTKLN. Ketentuan daripada peraturan pembuatan KTKLN tidak lain adalah alat untuk mendata para TKI/BMI yang baru akan berangkat maupun yang akan kembali dengan menggunakan sistem ri-entry atau direct-hiring. Para CTKI wajib memiliki kartu KTKLN tersebut tanpa terkecuali. Namun para TKI telah mengeluh dan membuat gerakan anti KTKLN. Karena prakteknya dilapangan, prosedur pembuatan tidak semudah yang di informasikan. Bagi para eks TKI/BMI yang kembali bekerja ke negara tujuan merasa kesulitan akibat berbelit-belitnya dalam mengurus KTKLN. Bisa dibayangkan, para TKI/BMI yang mengambil cuti dan buru-buru kembali sementara waktunya sudah tidak cukup dikarenakan habisnya masa cuti. Hal demikian bukan membantu tapi malah mempersulit.

Keluhan berbagai keluhan hampir mencuat dari mulut-mulut para TKI/BMI, bahwa proses pembuatan KTKLN yang berlangsung sangat rumit bahkan dipersulit. Akhirnya karena menyita banyak waktu serta menguras tenaga juga rasa ketidaksabaran atas kelicikan para petugas maka para eks TKI/BMI lebih memilih untuk mengambil jalur kuning dengan membayar lebih mahal. Setelahnya, proses pembuatan KTKLN pun berjalan lancar, selancar jalan tol. Himbauan! Bagi para CTKI yang akan berangkat ke negara manapun, sebisa mungkin mewaspadai diri. Karena sistem yang dipakai oleh PJTKI saat ini adalah memberi kemudahan biaya untuk berangkat, namun harus menaruh jaminan bahkan mengambil hasil dari potongan gaji yang tidak sewajarnya. Juga dilansir banyak kasus ketidaksesuaian dalam penempatan kerja atas SPK (Surat Perjanjian Kontrak kerja) yang telah ditandatangi ketika di Indonesia. Nyatanya job yang dikerjakan tidak sesuai prosedur kerja saat di negara tujuan. Juga masalah-masalah lainnya akan hak-hak para TKI/BMI yang sering dipermainkan oleh para agensi-agensi nakal. Di Taiwan sendiri saat ini banyak kasus yang dialami oleh para ABK (Anak Buah Kapal) seperti kecelakaan-kecelakaan yang terjadi saat mengklaim asuransi begitu sulit dicairkan atau masalah uang makan dengan potongan-potongan yang tidak jelas, dsb. Bahkan juga para TKI yang bekerja sebagai perawat orang tua jompo atau lansia yang tidak sesuai prosedur, malah dipekerjakan menjadi pedagang di pasar, membersihkan dua sampai tiga rumah. Belum lagi keterbatasan informasi akibat larangan untuk menggunakan HP, larangan berlibur bahkan larangan beribadah sehingga membuat para TKI bagai dikekang dalam sel tahanan karena tidak mendapat kebebasan. Tak jarang para TKI yang memilih kabur mengadu nasibnya yang entah di bawa kemana? Karena HAM yang terasa tidak benar-benar diperjuangkan untuk para TKI/BMI . Terkait tentang banyaknya kasus TKI/BMI yang terus mengeluhkan tentang terminal 4 pada saat pulang ke Indonesia. Bahwa kasus ini tidak pernah mendapatkan "titik terang" yang memuaskan untuk para TKI/BMI. Rupanya terminal ini telah menjadi miris di mata para TKI/BMI. Meski banyak hal yang dilakukan oleh para TKI/BMI dengan berunjuk rasa dan lain sebagainya agar dapat menghindar dari terminal 4 nampaknya hanya sia-sia. Mengapa prosedur yang dijanjikan oleh Pemerintah tidak pernah nyata dilaksanakan ketika dilapangan? Banyaknya oknum-oknum yang berkecimpung di terminal 4 malah menguatkan menguatkan sistem nepotisme sehingga para pungli bandara pun semakin leluasa beraksi. Tak heran hati nurani sudah ternoda oleh kebusukan akal dan pikiran. Bahkan terjadi pemerasan saat menurunkan para TKI/BMI nya saat tiba di tujuan. Harga tiket yang dijual sama besar dengan pemerasan yang dilakukan. Modusnya dengan tema "uang rokok". Padahal rokok sebatang tidak harus memberi ratusan ribu rupiah, cukup lima atau enam ribu malah dapat membeli sebungkus rokok. Kekhawatiran para TKI/BMI dalam menghadapi kasus yang dilakukan oleh para oknum dan pungli-pungli liar di terminal 4 menjadi topik basi. Banyak yang ingin menghindari terminal tersebut, bahkan banyak yang lebih memilih transit ke kota lain. "Walaupun harus menempuh jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal, asalkan bebas dan aman dari pungli di bandara Soekarno-Hatta khususnya terminal 4." Tutur para TKI/BMI. Semoga Indonesia kedepannya dapat lebih baik dan lebih efektif serta lebih efisien dalam menanggulangi kasus-kasus para TKI/BMI yang tengah marak terjadi. Terlebih Pemerintah untuk lebih tanggap dalam menanggulangi kasus-kasus yang tengah dialami para TKI/BMI agar kekerdilan di negeri ini dapat berubah dan lenyap.

Anda mungkin juga menyukai