Anda di halaman 1dari 57

PENDAHULUAN

1|

Koordinasi merupakan fungsi pengaturan dan pengintegrasian. Mengatur (to regulate) berarti mengatur/ menyetel sejumlah tertentu, kadar tertentu, kecepatan tertentu atau variabel tertentu mencapai kondisi tertentu yang diinginkan. Sebagai contoh, dalam proses respirasi, oksigen harus tersedia pada laju tertentu agar dapat dimanfaatkan organisme. Integrasi berarti mengumpulkan beberapa bagian menjadi satu. Dalam fisiologi, integrasi diartikan sebagai pengendalian semua komponen fungsional sehingga menjadi satu sistem kendali, dan tak ada proses tunggal yang dapat berlangsung tanpa tergantung dari proses lain. Fungsi-fungsi fisiologi dapat dikendalikan oleh hormon dan atau saraf, tetapi ada 2 perbedaan penting antara hormon dan saraf. Perbedaan tersebut berkaitan dengan kecepatan aksi (speed of action) dan ukuran target (size of target). Respon cepat otot skeletal tergantung pada impuls saraf dengan kecepatan sebesar 100 m/detik; waktu tanggap hanya dalam beberapa milidetik. Sebaliknya, hormon tertentu tidak menampakkan pengaruhnya hingga hormon tersebut mencapai sasaran (selalu melalui sirkulasi darah). Waktu tanggap minimum dapat hanya beberapa detik, tetapi dapat pula beberapa menit atau lebih lama lagi. Perbedaan yang kedua adalah ukuran sasaran dan ketepatan (precision) kendali. Suatu akson saraf motorik mempengaruhi hanya satu fraksi otot tanpa mempengaruhi bagian otot yang lain. Hormon, mempengaruhi semua sel-sel sensitif yang menjadi sasarannya, dapat seluruh organ atau seluruh sistem organ. Dapat dikatakan bahwa sistem saraf seperti jaringan kabel telepon, sinyal saraf akan mengikuti kabel tilpun menuju penerima tertentu. Sistem hormon lebih mirip

Sistem koordinasi - 2

dengan radio, sinyal akan dikirimkan lewat pembuluh darah dan reseptor khas diperlukan untuk dapat menerimanya tiap jenis sinyal. Meskipun demikian saraf berhubungan erat dengan sistem endokrin. Sistem saraf mengatur banyak sistem endokrin dan saraf sendiri merupakan penghasil hormon-hormon penting. Bagian utama sistem fisiologi organisme hidup adalah ketanggapan pada mekanisme pengendalian pada pemeliharaan kondisi tunak (steady state). Sebagai contoh, burung dan mamalia memelihara temperatur tubuhnya pada kondisi di sekitar temperatur konstan, padahal temperatur eksternal dan produksi panas internal sangat bervariasi. Untuk memahami mekanisme kerja sistem kendali , sistem kendali pada organisme hidup dapat dianalogkan dengan sistem kendali yang dikenal di bidang

teknik. Beberapa pengendalian yang dikenal pada sistem fisiologi organisme hidup adalah pengendalian umpan balik (feedback), dan proporsional. Alat dengan mekanisme kerja menggunakan pengendalian umpan balik yang sudah dikenal adalah termostat, untuk mengatur temperatur ruang atau waterbath. Temperatur merupakan variabel terkendali (controlled variable) yang dijaga pada kisaran di sekitar nilai yang diinginkan (set point) dengan kisaran sekecil mungkin. Mekanisme tersebut diatur oleh suatu error detector pengirim sinyal . Sinyal yang dikirim akan mengaktifkan suatu mekanisme kendali yang menghasilkan koreksi yang diperlukan. Jika waterbath diinginkan tetap pada temperatur konstan, dapat digunakan alat dengan skema seperti pada Gambar 1. A. dapat menambah panas air dalam waterbath dengan jalan memijat tombol elektrik, sehingga menyebabkan temperatur meningkat.

Sistem koordinasi - 3

Gambar 1. Diagram yang menunjukkan pengendalian temperatur suatu waterbath. Termometer akan menunjukkan berapa temperatur di dalam air. Jika temperatur air turun hinggga kurang dari set point, A kemudian memijat tombol agar temperatur naik. A dapat diganti dengan mekanisme otomatis (suatu termostat), sama dengan sistem pengendalian panas sentral di dalam rumah, mekanisme tersebut dapat dibuat seperti diagram pada Gambar 2a.

Gambar 2. Diagram sistem kendali dari sistem pada gambar 1 (a) dan sistem kendali yang menggunakan istilah-istilah umum dalam teori kendali (b)

Informasi tentang output sistem (dalam hal ini, temperatur) merupakan umpan balik bagi termostat sehingga terjadi aksi yang sesuai untuk mengoreksi deviasi temperatur, sehingga temperatur dipertahankan pada tingkat yang diinginkan. Hal seperti ini disebut sebagai mekanisme umpan balik/feedback, istilah yang dgunakan

Sistem koordinasi - 4

untuk membandingkan kondisi output melalui sistem kendali dengan set point. Dalam hal ini, peningkatan temperatur air dikoreksi dengan terjadinya penurunan input panas disebut sebagai negative feedback (umpan balik negatif- aksi koreksi terhadap deviasi berlawanan arah). Dengan bantuan diagram sistem kendali mesin (Gambar 2b), sistem umpan balik khas diketahui sebagai sistem kendali tertutup (closed-loop control system), sinyal dari variabel terkendali merupakan umpan balik ke sistem, membentuk lingkaran tertutup. Selain sistem tertutup, dikenal juga sistem terbuka (open-loop systems), meskipun sistem demikian tak begitu penting dalam fisiologi. Sebuah house furnace (pemanas ruangan) diasumsikan mempunyai suplai bahan bakar yang bervariasi, sehingga penurunan temperatur luar meningkatkan aliran bahan bakar ke dalam furnace. Sistem tersebut dapat diatur dengan hati-hati sehingga terjadinya penurunan temperatur luar tertentu akan memerlukan jumlah bahan bakar tertentu untuk menjaga teemperatur ruangan tetap konstan. Pada contoh tersebut, input adalah temperatur luar dan outputnya adalah temperatur ruang yang disuplai oleh pembakaran bahan bakar di dalam furnace. Jika gangguan tertentu misalnya badai masuk ke dalam sistem yang sudah diatur secara hati-hati tersebut, akan menyebabkan furnace tak dapat mensuplai lebih banyak panas, karena lebih banyak panas yang ke luar rumah sehingga temperatur ruangan turun. Pada sistem ini tak ada feedback, hanya merupakan sistem kendali yang terbuka (open loop control system). Umpan balik negatif memungkinkan terjadinya pengurangan perbedaan yang terjadi antara output dengan set point; termostat merupakan contoh yang baik. Jika ada umpan balik negatif, adakah umpan balik positif ?. Pentingkah dalam biologi?

Sistem koordinasi - 5

Umpan balik positif tidak selalu baik untuk semua tujuan pengendalian, karena sistem akan berubah ke suatu kondisi ekstrim. Meskipun demikian, sistem umpan balik positif dapat digunakan pada beberapa kondisi biologis. Umpan balik negatif digunakan untuk memelihara kondisi tunak, sedangkan umpan balik positif mengakibatkan sistem berubah dengan cepat menuju kondisi ekstrim. Contoh umpan balik positif adalah mekanisme kerja enzim tripsin. Tripsin disekresi pankreas dalam bentuk inaktif (tripsinogen). Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh enzim usus yang disebut enterokinase dan juga oleh tripsin. Oleh karena itu, semakin banyak tripsin yang terbentuk, aktivasi tripsinogen semakin cepat. Reaksi serupa juga terjadi pada proses aktivasi pepsin di dalam lambung. Contoh umpan balik positif yang lain adalah pada proses timbulnya impuls saraf. Sudah diketahui bahwa penurunan potensial membran sedikit saja akan meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion sodium dan berakibat terjadinya peningkatan influks sodium ke dalam sel. Peningkatan influks sodium ke dalam sel akan lebih menurunkan potensial membran. Umpan balik positif tersebut mengakibatkan aksi potensial saraf sepenuhnya. Umpan balik positif memungkinkan terjadinya amplifikasi sejumlah kecil sinyal/isyarat sehingga terjadi tanggapan yang lengkap (full response). Umpan balik positif juga digunakan dalam proses mating. Saat bertemu dengan pasangan yang sesuai, yang kemudian berkembang ke kawin merupakan peristiwa bertingkat yang diawali hanya oleh tanggapan-tanggapan terhadap sejumlah kecil sinyal. Tanggapan-tanggapan tersebut menyebabkan peningkatan mutual reinforcement dan dilanjutkan umpan balik positif antar pasangan sehingga mengakibatkan peningkatan keinginan untuk melakukan kopulasi. Kendali termostatik pemanas ruangan merupakan sistem on-off. Furnace dapat on maupun off, dan karenanya memberikan suplai panas yang diskontinu. Akibatnya,

Sistem koordinasi - 6

terjadi osilasi temperatur. Agar siklus dapat dimulai, diperlukan adanya deviasi terhadap set point tertentu. Saat heater dalam keadaan on, selalu ada kelebihan temperatur sebelum heater off. Kelebihan tersebut dapat dikurangi dengan membuat sistem lebih sensitif, meskipun pada sistem on off tak ada cara untuk menghilangkan osilasi. Output variabel terkendali yang lebih konstan dapat dicapai dengan sistem kendali yang lain. Salah satu sistem penting dalam fisiologi adalah sistem kendali proporsional (Gambar 3). Permukaan air di dalam tank dikendalikan dengan bantuan pelampung yang memberikan kondisi on-off. Jika aliran air keluar bak meningkat, katup akan terbuka sehingga meningkatkan aliran air ke tank. Permukaan air yang terus menerus meningkat seiring dengan peningkatan aliran air ke dalam tank akan menyebabkan katup menutup. Sistem seperti ini terkendali secara sinambung dan tingkat aksi pengendalian berbanding langsung dengan deviasi terhadap set point. Dalam pengendalian proporsional, set point dapat berubah-ubah untuk mencapai kondisi tunak yang baru. Jika kondisi tunak yang diatur sedemikian rupa mempunyai set point asal permukaan air, maka saat outflow diturunkan, peningkatan permukaan air akan mengangkat pelampung dan menurunkan inflow. Kondisi tunak baru mempunyai set point permukaan air yang lebih tinggi. Pelampung harus tetap pada permukaan air yang lebih tinggi untuk menjaga agar inflow dan outflow baru tetap dalam keadaan seimbang (level baru merupakan error dari set point asal). Aksi koreksi tak dapat mengubah set point kembali ke asal (dengan error atau tingkat kesalahan nol), karena jika pelampung dapat kembali ke posisi semula, inflow tak akan sesuai dengan terjadinya penurunan outflow. Jika ada faktor yang mengakibatkan terjadinya peningkatan inflow lagi. Permukaan cairan akan naik lagi dan mengurangi kendali terhadap inflow, dan kondisi tunak baru akan tercapai tetap lebih tinggi dari set point.

Sistem koordinasi - 7

Gambar 3. Diagram sistem kendali proporsional sederhana yang dapat mengatur aliran air ke dalam tank untuk menyesuaikan dengan aliran air yang ke luar tank Sistem fisiologi yang menunjukkan pengendalian proporsional adalah pada sistem respirasi (ventilasi paru). Ventilasi paru dikendalikan oleh kadar CO2 di dalam darah. Saat mamalia istirahat, tekanan CO2 pada arteri adalah 40 mmHg dianggap sebagai set point. Jika kandungan CO2 pada udara yang dihirup ditingkatkan, akan terjadi peningkatan pula pada tekanan (P) CO2 arteri yang kemudian mengakibatkan peningkatan ventilasi. Peningkatan ventilasi berbanding langsung dengan peningkatan PCO2. (Penurunan PCO2 saat latihan -akibat pusat respirasi menerima dan

mengintegrasikan sejumlah input termasuk impuls saraf dari otot yang sedang bekerja dan dari motor cortex otak- sering dianggap sebagai akibat dari resetting set point selama latihan). Berapa cepatkah terjadi perubahan sinyal saat terjadi error ?. Jika suatu kesalahan besar tiba-tiba terjadi, sinyal akan berubah pula dengan cepat. Jika kesalahan yang terjadi kecil, kecepatan perubahan sinyal kemungkinan kecil juga. Kecepatan perubahan sinyal memberikan informasi berharga tentang perkiraan ukuran kesalahan dan kekuatan aksi koreksi yang diperlukan. Jika kecepatan perubahan digunakan untuk menentukan aksi pengendalian, disebut dengan pengendalian derivatif ( derivative control) atau pengendalian laju (rate control) karena waktu derivatif suatu sinyal atau kecepatan perubahan sinyal digunakan untuk mengantisipasi aksi koreksi yang

Sistem koordinasi - 8

diperlukan. Karena aksi kendali ini menanggapi hanya terhadap suatu kecepatan perubahan dan bukan pada kesalahan sinyal itu sendiri, aksi kendali ini selalu digunakan dalam kombinasi dengan aksi kendali yang lain. Di dalam fisiologi, kombinasi demikian sangat berarti, karena dapat digunakan untuk mendapatkan aksi yang sesuai saat terjadi perubahan temporer pada variabel terkendali. Bagaimanakah suatu kesalahan kecil yang berlangsung sangat lambat dapat diatasi?. Jawabnya adalah, diperlukan total kesalahan dari sejumlah kesalahan kecil tersebut yang terjadi dalam waktu lama untuk input bagi pengendali (controller). Sistem kendali demikian disebut dengan pengendalian integral karena output berbanding lurus dengan waktu integral input. Jika terjadi gangguan pada sistem konstan, kesalahan pada output cenderung menuju nol. Oleh karena itu gangguan apapun, jika gangguan tersebut konstan, aksi integral dapat mencapai kondisi tunak dengan tingkat kesalahan nol (pada sistem kendali proporsional sederhana, adanya gangguan pada sistem membuat sistem tak dapat mencapai kondisi tunak dengan tingkat kesalahan nol). Pengaturan temperatur tubuh dapat dianalogikan dengan pengendalian

termostatik pada waterbath atau pemanas ruangan sentral. Pada pemanas ruangan sentral, ruangan yang cenderung hangat pada musim panas dapat ditambahkan sistem pendingin. Jika temperatur ruang meningkat, termostat akan memulai siklus pendinginan aksi menurunkan temperatur melalui set point yang diinginkan (merupakan umpan balik negatif).. Jika temperatur tubuh cenderung menurun, produksi panas akan meningkat, terutama melalui menggigil (kontraksi otot involunter). Jika temperatur tubuh meningkat yang disebabkan baik karena panas internal atau eksternal, akan menyebabkan pendinginan melalui pengeluaran keringat (sweating) atau panting (bernafas pendekpendek, seperti yang dilakukan hewan yang kelenjar keringatnya sangat sedikit, misalnya

Sistem koordinasi - 9

anjing). Jadi baik pemanasan maupun pendinginan tubuh, keduanya tergantung pada sistem umpan balik negatif. Pusat pengatur temperatur tubuh terletak di hipotalamus. Letak pengatur temperatur tubuh ini dapat ditentukan dengan berbagai cara. Jika darah pada arteria karotis anjing dipanasi, anjing akan terengah-engah, dengan demikian menunjukkan bahwa pengatur temnperatur tubuh terletak di kepala. Saat terengah-engah anjing akan kehilangan panas dan temperatur tubuh akan turun. Sebaliknya jika darah arteria karotis didinginkan, anjing akan menggigil dan suhu tubuh akan meningkat. Lokasi tepat pusat pengatur temperatur dapat ditunjukkan dengan jalan memanaskan area sempit di hipotalamus. Pusat pengatur temperatur dapat dianggap sebagai termostat dan temperatur normal tubuh sebagai set point. Sistem tersebut tidak sederhana, karena bagaimanapun tak ada set point konstan dan input umumnya merupakan multiple input. Temperatur tubuh berfluktuasi pada siklus harian, bahkan saat panas internal dan eksternal konstan. Hal tersebut menunjukkan bahwa set point mengikuti siklus diurnal. Selama latihan, temperatur tubuh diatur pada tingkat yang lebih tinggi dibanding dengan saat istirahat. Dari sekian banyak input ke pusat pengatur temperatur, input dari reseptor panas dingin di kulit merupakan informasi penting, sedangkan input yang lain merupakan input tambahan, misalnya suhu darah arterial. Kontraksi otot jantung, dimulai pada nodus sinus, menyebar sepanjang otot jantung dan diikuti dengan relaksasi, yang diikuti dengan terjadinya kontraksi baru. Kecepatan kontraksi jantung di bawah kendali dua saraf yaitu saraf akselerator yang mempercepat denyut jantung dan saraf deselerator (cabang nervus vagus) yang memperlambat denyut jantung. Dengan demikian, denyut jantung ditentukan oleh keseimbangan antara dua saraf antagonis, satu menstimulasi, sedangkan satunya lagi

Sistem koordinasi - 10

menghambat. Keseimbangan antara stimulasi dan inhibisi demikian merupakan pengendalian umum dalam fisiologi.

Sistem koordinasi - 11

SISTEM SARAF

2|

Sistem saraf tersusun atas neuron (sel saraf). Neuron adalah unit dasar semua sistem saraf. Dua bagian fungsional neuron yang terpenting adalah akson (the long fibrous extensions ) dan sinapsis (hubungan antara sel-sel saraf). Akson berfungsi sebagai kabel dan adanya sinapsis memungkinkan terjadinya kontak yang sangat kompleks dan berperan sebagai alat pertukaran informasi. Neuron ditemukan dalam beragam bentuk dan ukuran, tetapi mempunyai ciri umum tertentu (Gambar 4). Secara umum, neuron tersusun atas badan sel (cell body) yang mengandung nukleus dan serabut-serabut/ prosesi yang menyebar dari badan sel. Tiap neuron mempunyai satu serabut panjang (akson) yang pada hewan besar panjangnya hingga beberapa meter, dan sejumlah besar serabut pendek bercabangcabang yang disebut dendrit (panjang cabang umumnya kurang dari 1 mm). Badan sel neuron Vertebrata cukup kecil, umumnya berdiameter kurang dari 0,1 mm dan tebalnya kurang dari 0,01 mm. Neuron secara keseluruhan, termasuk serabutnya diselubungi membran tipis yang disebut membran saraf.

Sistem koordinasi - 12

Gambar 4. Neuron mempunyai beragam bentuk, tetapi tiap neuron mempunyai sebuah badan sel dan sejumlah prosesus. (a) neuron motorik Arthropoda; (b) neuron sensorik spinal mamalia; (d) neuron dari anyaman saraf Coelenterata Sistem saraf kompleks tersusun atas neuron dalam jumlah yang sangat banyak, sebagai contoh, otak manusia mengandung sekitar 10.000.000.000 neuron. Serabut panjang (akson) merupakan jalur konduksi utama saraf. Yang dikenal sebagai saraf atau tali saraf tersusun atas beratus atau beribu-ribu akson, masing-masing berasal dari neuron yang berbeda. Di dalam tali saraf tidak ditemukan badan sel. Badan sel ditemukan di sistem saraf pusat, dalam bentuk agregasi khusus yang disebut ganglia, dan pada organ sensorik. Tempat neuron dan prosesusnya berkontak dengan neuron lain disebut sinapsis. Melalui sinapsis, sebuah neuron dapat berhubungan dengan dengan beratus-ratus

neuron lain. ciri khas penting neuron adalah bahwa fungsinya merupakan one-way valve. Transmisi impuls terjadi hanya searah, dan tidak dapat terjadi sebaliknya.

Sebagai akibatnya, konduksi di sebarang akson dapat terjadi hanya satu arah. Akson sebenarnya dapat menghantarkan impuls ke dua arah yang berlawanan, tetapi pada sistem saraf terintegrasi, semua hantaran selalu searah. Pada tali saraf, beberapa akson penyusunnya dapat menghantar impuls ke arah yang berlawanan dengan arah hantar impuls pada akson penyusun yang lain. Sebagai contoh, pada saraf yang menginervasi otot tertentu, impuls yang menstimulasi kontraksi dihantar dari SSP (sistem saraf pusat) ke otot, dan pada saat yang sama informasi sensorik dikirim ke SSP dari otot. Untuk memahami fungsi neuron harus dipahami bagaimana sel-sel saraf bekerja. Fakta bahwa sel-sel saraf berbagai jenis hewan seragam, maka tidak lagi perlu

dipermasalahkan pada hewan apa sel saraf tersebut. Untuk memahami prinsip-prinsip

Sistem koordinasi - 13

fungsi sel saraf akan sama relevannya jika digunakan sel saraf dari bekicot, cumi, katak atau ikan.

2.1. Mekanisme kerja neuron


Adanya fenomena elektrik yang berasosiasi dengan transmisi impuls saraf telah diketahui sekitar dua abad yang lalu, tetapi mekanisme terjadinya fenomena elektrik tersebut baru dapat dipahami hanya beberapa dekade lalu. Pemahaman tersebut berkembang setelah ditemukannya serabut saraf pada mantel cumi yang berukuran besar dan hanya mengandung satu akson yang kemudian disebut sebagai giant axon (Gambar 5.) Akson pada umumnya berukuran kurang dari 1 m dengan diameter sekitar 10 m. Giant axon cumi mempunyai diameter hampir 1.000 m. Karena ukurannya yang besar, giant axon digunakan untuk berbagai eksperimen yang tak mungkin dilakukan pada akson yang berukuran kecil.

Gambar 5. Giant axon yang menginervasi mantel cumi.

Sistem koordinasi - 14

Neuron normal, termasuk aksonnya, menunjukkan beda potensial antara bagian luar dan bagian dalam membran sel yang disebut sebagai potensial membran sel. Potensial membran neuron saat tak aktif disebut sebagai membrane resting potential / potensial membran istirahat .Potensial membran istirahat giant axon sekitar -60 mV (di dalam sel negatif). Saat aktif, potensial membran akan berubah menjadi sekitar +40 (di dalam positif), sehingga total potensial aksi (action potential) yang ditimbulkan sekitar 100 mV. Informasi terpenting berkaitan dengan potensial membran adalah kadar ion di dalam dan di luar sel, serta permeabiltas membran akson terhadap ion-ion tersebut. Kadar ion potasium (K+) aksoplasma relatif lebih tinggi sedangkan kadar ion sodium (Na+) lebih rendah dibandingkan dengan di luar membran. (Tabel 1)

Tabel 1. Kadar beberapa jenis ion di dalam aksoplasma dan darah cumi, dan air laut Ion Potasium Sodium Klorida Kalsium Magnesium Kadar ion (mmol/l) dalam Aksoplasma Darah Air laut 400 50 100 10 20 450 570 10 55 10 470 550 10 54

Membran akson, saat istirahat, selektif permeabel terhadap ion potasium. Permeabilitas terhadap ion sodium dan klorida (Cl-) cukup rendah sehingga membran dianggap impermeabel terhadapnya. Karena kadar potasium di dalam lebih tinggi dari di luar, sejumlah ion potasium akan berdifusi ke luar sel, menurunkan gradien kadar. Ion

Sistem koordinasi - 15

potasium yang ke luar sel tanpa diikuti oleh ion Cl- mengakibatkan di luar sel menjadi bermuatan positif. Difusi potasium ke luar sel berlangsung hingga dicapai suatu keadaan yang mencegah ion potasium berdifusi ke luar sel lagi. Pada keseimbangan potensial membran, positif di luar sel , secara tepat mengimbangi gradien kadar yang menyebabkan potasium ke luar sel. Kekuatan

potensial tersebut tergantung pada kadar potasium di dalam dan di luar sel, dan dapat dihitung dengan menggunakan hukum-hukum kimia fisik. Beda potensial (E, dalam mV) disebabkan oleh distribusi ion yang tak imbang antara bagian luar dan bagian dalam suatu membran yang permeabel, dapat dijelaskan dengan persamaan Nernst berikut.

RT (K)o ---------- loge ---------F (K)i

Pada persamaan tersebut di atas, R adalah konstanta gas umum, T= temperatur absolut, F=muatan 1 g ekivalen (grek) ion, dan K adalah kadar potasium diluar (K)o dan di dalam sel (K)i. Pada temperatur kamar, nilai R dan F akan mengakibatkan persamaan menjadi,

E = 25 loge (K)o mV = 58 log (K)o mV (K)i (K)i

Rasio kadar potasium di darah dan aksoplasma giant axon adalah 1:20, dan potensial istirahat terhitung= -75 mV dengan di dalam relatif negatif dibandingkan dengan di luar. Potensial membran dapat diukur dengan menyisipkan mikroelektroda tipis ke dalam akson, dan membaca potensial relatif di dalam akson dengan di luar akson pada volmeter. Potensial istirahat terukur mendekati hasil hitung potensial istirahat di atas, yaitu sekitar -60 hingga -70 mV.

Sistem koordinasi - 16

Koreksi dasar dari kesimpulan yang menunjukkan bahwa potensial membran disebabkan gradien potasium dapat diverifikasi dengan mengubah rasio kadar potasium di dalam dan di luar sel. Hal tersebut mudah dilakukan dengan mengubah kadar

potasium di luar sel. Saat kadar potasium di luar sel tinggi, potensial membran dapat merespon perubahan kadar potasium sesuai dengan persamaan Nernst, tetapi pada kadar potasium rendah, terdapat deviasi antara potensial membran terukur dengan hasil hitung. Gambar 6 menunjukkan pengaruh perubahan kadar potasium di luar sel pada potensial membran sel otot kodok terisolasi. Jika kadar potasium di luar sel ditingkatkan hingga sama dengan di dalam sel, potensial membran menurun menuju nol. Sedangkan pada kadar potasium di luar sel rendah, terjadi deviasi dengan hasil prediksi menggunakan persamaan Nernst, yang menunjukkan adanya pengaruh ion lain dalam penentuan potensial membran.

Gambar 6. Pengaruh perubahan kadar potasium ekstrasel terhadap potensial membran sel otot kodok terpisah. Garis lurus merupakan prediksi perubahan potensial internal. Pada kadar potasium rendah ada deviasi antara nilai hasil prediksi dengan hasil pengukuran (garis lengkung).

Sistem koordinasi - 17

Pendekatan teoritis untuk memecahkan masalah tersebut dikembangkan oleh Goldman (1943). Pada persamaan Goldman potensial membran ditentukan oleh permeabilitas dan kadar semua ion di dalam sistem, dengan tidak melihat apakah ion tersebut negatif atau positif.

RT E F

PK (K)o + PNa (Na)0 + PCl(Cl)o PK (K)i + PNa (Na)i + PCl(Cl)i

= ---- loge ----------------------------------

Jika permeabilitas membran terhadap sodium (Pna) -yang sebelumnya diasumsikan nol- diasumsikan 0,01 dari permeabilitas membran terhadap potasium, persamaan Goldman akan mampu memprediksi potensial membran meskipun kadar potasium rendah. Bukti bahwa membran sel merupakan elemen esensial sedangkan aksoplasma mempunyai peran yang tak langsung, ditunjukkan oleh hasil eksperimen dengan akson yang aksoplasmanya ditarik, kemudian diganti dengan larutan garam artifisial. Akson tersebut berperilaku seperti akson normal: peka terhadap stimulus selama beberapa jam, dan menunjukkan terjadinya beberapa ratus ribu potensial aksi. Eksperimen tersebut menunjukkan dua hal penting: Pertama, bahwa aksoplasma tidak mengandung elemen struktural yang diperlukan untuk timbulnya potensial membran; Kedua, jika kadar potasium internal berubah, potensial membran berubah sesuai potensial membran teoritis, dan jika kadar potasium internal sama dengan kadar ekstrasel, potensial

istirahat dapat diabaikan. Potensial membran dapat dibalikkan dengan membuat kadar potasium internal lebih rendah dari kadar potasium ekstrasel.

Sistem koordinasi - 18

Permeabilitas membran terhadap sodium rendah dan mempunyai pengaruh kecil terhadap potensial istirahat membran. Potensial istirahat lebih ditentukan oleh permeabiltas membran terhadap potasium yang menyebabkan bagian dalam sel lebih negatif terhadap ekstrasel. Dengan tingginya kadar sodium di ekstrasel, berarti ada dua gaya yang menyebabkan sodium cenderung masuk ke sel, yaitu: Potensial negatif di dalam sel dan kadar sodium yang tinggi di luar sel. Jika kita mengabaikan adanya ion potasium, dan mengandaikan ada suatu keadaan yang menyebabkan membran menjadi sangat permeabel terhadap sodium, maka baik gradien kadar maupun potensial membran akan mengakibatkan sodium masuk ke sel, dan karenanya di dalam sel menjadi lebih positif hingga tak terjadi lagi pemasukan ion sodium. Menurut persamaan Nernst, potensial membran akan menjadi +55 mV ( di dalam positif). Jadi potensial membran berubah dari -70 mV menjadi +55 mV (potensial sodium). Dengan kata lain, potensial membran berubah sebesar 125 mV, semata-mata karena perubahan permeabilitas relatif terhadap ion sodium dan potasium. Jika dalam waktu singkat, membran tak lagi permeabel terhadap sodium, permeabilitas terhadap potasium akan kembali pada potensial istirahat. Keadaan tersebut di atas -saat terjadi perubahan permeabilitas dengan cepatsejumlah ion sodium akan masuk ke sel, dan sodium ini harus dibuang dari dalam sel untuk membuat sistem kembali ke keadaan semula. Pembuangan sodium ke luar sel dilakukan dengan transpor aktif. Gambar 7. menunjukkan yang terjadi saat giant axon diletakkan dalam air laut yang mengandung ion sodium radioaktif. Stimulasi berulang pada akson tersebut akan menghasilkan potensial aksi, ion sodium masuk ke dalam akson sehingga bagian dalam sel menjadi radioaktif. Saat stimulasi dihentikan dan akson kembali dalam keadaan istirahat, ion sodium secara lambat akan dibuang ke luar sel.

Sistem koordinasi - 19

Gambar 7. Grafik yang menunjukkan masuknya ion sodium ke dalam giant akson yang diletakkan dalam air laut yang mengandung sodium radioaktif, dan bahwa pembuangan ion sodium ke ekstrasel dengan transpor aktif. Untuk menunjukkan bahwa mekanisme pembuangan sodium dengan transpor aktif, digunakan DNP (dinitrophenol) sebagai inhibitor pompa sodium. Dengan DNP, pembuangan sodium terhenti, dan kadar intrasel relatif konstan. Setelah direstimulasi, lebih banyak ion sodium masuk ke sel, dan menunjukkan bahwa potensial aksi dan masuknya ion sodium ke dalam sel merupakan peristiwa yang berpasangan. Eksperimen lain yang memberikan bukti bahwa pembuangan ion sodium ke luar sel melalui transpor aktif adalah sebagai berikut. Larutan mengandung sodium radoaktif diinjeksikan ke dalam giant akson melalui pipa gelas halus yang disisipkan ke dalam akson. Akson tersebut kemudian diletakkan dalam air laut yang volumenya diketahui dan kecepatan keluarnya ion sodium ke luar sel diukur. Jika akson diracuni dengan DNP, maka kecepatan ekstrusi ion sodium turun drastis. Hal tersebut terjadi karena DNP berpengaruh terhadap proses respirasi yang menghasilkan ATP dan energi yang diperlukan untuk pompa sodium. Jika ATP diinjeksikan ke dalam akson, akan terjadi peningkatan sangat cepat pada kecepatan

Sistem koordinasi - 20

ekstrusi ion sodium, menunjukkan bahwa pompa sodium merupakan proses yang memerlukan energi. Perpindahan ion sodium ke luar akson melawan gradien kadar ion sodium yang tinggi di dalam air laut -yang digunakan sebagai media. Dengan demikian, pompa sodium merupakan proses yang dikendalikan oleh energi yang diperoleh dari ATP.

Gambar 8. Giant axon cumi yang diinjeksi dengan sodium radioaktif dan kemudian diletakkan dalam air laut artifisial. Kecepatan keluarnya sodium ditunjukkan oleh banyaknya ion sodium tersebut dalam air laut. Ekstrusi aktif sodium dari akson tergantung pada kadar potasium eksternal, dan pada air laut bebas potasium (potassium-free seawater) ekstrusi sodium menurun drastis. Dari eksperimen tersebut diketahui bahwa ekstrusi sodium terjadi berpasangan (coupled) dengan terjadinya uptake potasium. Eksperimen yang menggunakan sodium dan potasium radioaktif secara simultan menunjukkan bahwa kedua proses tersebut terjadi berpasangan, tiap 3 ion sodium yang dibuang ke luar sel, akan diambil oleh sel 2 ion potasium.

Sistem koordinasi - 21

Pompa sodium merupakan proses umum yang terjadi pada sel hewan, karena ditemukannya enzim sodium-potasium ATPase (Na, K-ATPase) pada sel-sel yang melakukan transpor aktif sodium. Ensim tersebut diisolasi pertama kali oleh ahli

fisiologi Skou, dari Denmark. Aktivitas Na, K-ATPase dihambat oleh senyawa glikosida yang disebut ouabain dengan menduduki tapak aktifnya. Dengan menggunakan ouabain berlabel tritium radioaktif, jumlah tapak sodium pump pada membran dapat diperkirakan. Pada giant axon cumi terdapat beribu-ribu tapak pemompaan sodium per m2 membran. Banyaknya sodium yang memasuki akson selama potensial aksi tunggal sangat sedikit. Giant akson yang sudah diracuni DNP atau sianida masih dapat menunjukkan eksitabilitas dan potensial aksi normal hingga beberapa jam. Akson demikian masih dapat menghantarkan impuls dengan kecepatan 50 impuls per detik dan dapat

berlangsung hingga 70 menit (total 210.000 impuls) sebelum sistem berhenti karena akumulasi sodium di dalam sel. Dalam kaitannya dengan potensial membran, perpindahan ion klorida diabaikan karena pengaruhnya sangat kecil dan yang terutama, permeabilitas membran terhadap ion klorida tidak berubah selama potensial aksi. Potensial membran, baik saat aktif maupun istirahat, ditentukan oleh permeabilitas membran. Dengan mengubah permeabilitas membran terhadap sodium dan potasium membran secara selektif, potensial membran dapat bergeser antara -75 mV hingga +55 mV. Perubahan permeabilitas terjadi sangat cepat dan berlangsung hanya dalam hitungan mikrodetik. Kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam eksperimen yaitu mengukur kekuatan alir ion dalam waktu yang sedemikian singkat, dapat diatasi dengan menggunakan voltage clamp method. Dengan menjaga potensial membran tetap

Sistem koordinasi - 22

konstan (clamped) pada nilai tertentu yang diinginkan, dapat ditentukan langsung berbagai ion

aliran

melintas membran. Dari hasil tersebut dapat diestimasi fungsi potensial membran.

permeabilitas membran terhadap ion tertentu sebagai

Diungkapkan oleh Hodgkin, Huxley dan Katz (Inggris) bahwa penurunan potensial membran (depolarisasi) meningkatkan permeabilitas membran terhadap sodium. Depolarisasi juga menyebabkan perubahan permeabilitas membran terhadap potasium, tetapi lebih lambat. Jika permeabilitas terhadap potasium dan sodium meningkat secara simultan, tidak akan ada potensial aksi, dan potensial membran ada dalam nilai antara tertentu. Namun, karena permeabilitas terhadap potasium berubah setelah permeabilitas terhadap sodium menurun., maka pengaruhnya adalah

mengembalikan potensial ke nilai mula-mula yang disebut sebagai repolarisasi membran (Gambar 9). Selama potensial aksi, ion mengalir melalui membran sel mengikuti gradien kadar. Perpindahan tersebut dibantu oleh protein transpor khusus yang terletak di bagian lipid membran sel, yang membentuk channel (saluran) yang dapat dilewati solut dengan ukuran dan muatan tertentu dengan difusi sederhana.

Sistem koordinasi - 23

Gambar 9. Perubahan konduktansi sodium dan potasium selama potensial aksi pada giant axon cumi Beberapa jenis channel dapat terbuka secara sinambung, tetapi channel yang lain hanya terbuka saat-saat tertentu. Jenis kedua, disebut sebagai gated channels. Jika gated channels terbuka sebagai tanggapan atas agen tertentu- suatu ligan- disebut dengan ligand -gated channels, jika terbuka sebagai tanggapan atas perubahan potensial membran disebut sebagai voltage- gated channels. Voltage-gated channels dapat menutup segera setelah terbuka, bahkan saat stimulus yang mampu membukanya masih ada. Diketahui bahwa saat potensial aksi, terjadi aliran berlawanan dari ion sodium dan potasium melintas membran. Tetapi keduanya melewati voltage-gated channel yang berbeda. Pernyataan tersebut dibuktikan dari eksperimen menggunakan tetrodoksin/ TTX (racun berasal dari ikan buntal, sangat toksik), yang ternyata hanya menghambat voltage-gated sodium channels dan tidak pada potasium channels.

Demikian pula halnya dengan menggunakan TEA (tetra methyl amonium ion), hanya memblok potassium channels tanpa berpengaruh terhadap sodium channels. Saat potensial membran pada nilai potensial istirahat, hanya sedikit sodium masuk ke dalam akson, menunjukkan bahwa sodium channels tertutup. Jika potensial membran berubah menjadi sedikit lebih negatif dari nilai normal, voltage-gated sodium channels terbuka, dan ion sodium akan mengalir masuk ke dalam sel menurut gradien kadar karena kadar di luar sel lebih tinggi.

Sistem koordinasi - 24

Aliran ion sodium akan mencapai maksimum hanya dalam waktu milidetik, dan kembali lagi ke nol meskipun membran masih dalam keadaan terdepolarisasi. Voltagegated channels tetap tertutup hingga tercapai potensial istirahat, dan akan terbuka lagi sebagai tanggapan atas depolarisasi membran. Dengan demikian dapat dipahami peran voltage-gated channels dalam penjalaran potensial aksi sepanjang akson. Jika pada titik tertentu di akson mengalami depolarisasi sebagian (partly depolarized), sodium gates akan terbuka dan ion sodium mengalir masuk ke akson, dan mengubah potensial membran mencapai potensial aksi penuh, katakanlah + 40 mV. perubahan ini menyebabkan membran akson di dekatnya dengan segera mengalami depolarisasi sebagian sehingga sodium channels membuka dan sodium mengalir hingga terjadi depolarisasi penuh. Hal tersebut akan berpengaruh pada bagian membran yang berdekatan, menyebabkan depolarisasi sebagian, demikian seterusnya hingga potensial aksi menyebar sepanjang akson.

2.2. Impuls saraf


Seperti tersebut sebelumnya, depolarisasi lokal membran akson meningkatkan laju alir sodium ke dalam sel, dan melalui umpan balik positif, aliran sodium lebih lanjut dapat menimbulkan potensial aksi. Bagian membran berdekatan tak dapat

mempertahankan potensial istirahatnya dan akan terdepolarisasi sebagian, konduktansi terhadap sodium meningkat menyebabkan aliran sodium lebih lanjut, dst, hingga

tercapai potensial aksi penuh. Depolarisasi akan menyebar dan dihantarkan sebagai potensial aksi sepanjang akson. Stimulus sangat lemah tak akan menimbukan potensial aksi. Untuk itu stimulus harus mempunyai kekuatan tertentu yang disebut sebagai kekuatan ambang (treshold). Di bawah nilai ambang, tak terjadi potensial aksi, tetapi jika melampaui nilai ambang,

Sistem koordinasi - 25

terjadi potensial aksi. Ukuran potensial aksi tidak dipengaruhi oleh kekuatan stimulus, meskipun stimulus ditingkatkan menjadi dua atau tiga kali nilai ambang, potensial aksi yang timbul tetap sama. Suatu stimulus dapat menimbulkan potensial aksi penuh atau tidak sama sekali. Dalam fisiologi, tanggapan seperti ini disebut sebagai all-or-none response. Sekali membran akson mengalami depolarisasi dan timbul potensial aksi, potensial aksi akan dijalarkan sepanjang akson. Karena potensial aksi merupakan akibat dari kadar ion lokal, maka akan dijalarkan sepanjang akson tanpa mengalami perubahan kekuatan yang disebut dengan conduction without merupakan ciri khas akson. Perubahan permeabilitas membran yang dibarengi dengan perpindahan ion dan perubahan potensial membran merupakan prinsip umum fungsi saraf . Tak dikenal adanya kaitan antara ukuran potensial aksi dengan ukuran akson, ukuran hewan atau kelompok hewan (Tabel 2.) Secara umum, potensial aksi tergantung pada tingginya kadar sodium ekstrasel dan terjadinya perubahan cepat pada permeabilitas membran terhadap sodium. Oleh karena itu kadar sodium ekstrasel hewan relatif tinggi, yaitu sekitar 100 mmol per liter atau lebih, tetapi pada beberapa jenis insekta pemakan serangga tersebut kadar sodium dalam hemolimfa sangat rendah ( Tabel 3.). Rendahnya kadar sodium dalam hemolimfa disebabkan oleh tingginya kadar potasium dan rendahnya kadar sodium tanaman, sehingga hewan yang memakannya tak dapat memperoleh sumber sodium dengan mudah. Fenomena memperoleh sumber sodium dapat kita amati dengan baik mulai dari hewan domestik hingga hewan liar pemakan rumput, yang sering nampak menjilat-jilat tanah sebagai upaya memenuhi kebutuhan sodium tubuhnya. decrement. Ciri tersebut

Sistem koordinasi - 26

Tabel 2. Potensial istirahat dan potensial aksi neuron berbagai hewan Hewan Serabut atau sel Potensial istirahat (mV) 60 70 90 70 71-94 60-80 65-82 55-80 Puncak potensial aksi (mV) 120 100 145 80-104 116-153 100-130 75-103 80-110 spike duration (ms) 0,75 1,0 2 0,4 1,0 1,0 4-7 1-1,5

Cumi (Loligo) Cacing tanah (Lumbricus) Crayfish (Cambarus) Jengkerik (Periplaneta) Ketam pantai (Carcinus) Katak (Rana) Kelinci (Oryctolagus) Kucing (Felis)

Giant axon Median giant fiber Median giant fiber Giant fiber 30 m leg axon Akson saraf sciaticus Sel simpatetik Neuron motorik spinal

Tabel 3. Kadar sodium dan potasium dalam hemolimfa beberapa jenis insekta pemakan tumbuhan, dibandingkan dengan insekta omnivora (Periplaneta) Na+ Hyalophora cecropia Bombyx mori Sphinx ligustri Antheraea poliphemus Carausius morosus Perplaneta americana 2,5 9,0 3,6 2,5 15,0 161,0 K+ 54,0 41,3 49,8 54,1 18,0 7,9

Bagaimanakah dapat timbul potensial aksi pada akson insekta pemakan tanaman -tersebut, sedangkan kadar sodium ekstrasel yang mengakibatkan potensial aksi ada dalam kadar rendah ?. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mempelajari struktur sistem sarafnya. Sistem saraf pusat insekta dikelilingi oleh selubung saraf yang memisahkannya dari cairan ekstrasel. Selubung tersebut terdiri atas membran luar nonselular dan membran dalam (perineurium) yang tersusun atas selapis sel khusus. Selubung saraf berperan sebagai penghalang yang memisahkan permukaan akson dari

Sistem koordinasi - 27

hemolimfa dan membatasi perpindahan materi antara hemolimfa dan cairan pada permukaan neuron. Struktur tersebut memungkinkan kadar sodium cairan pada permukaan neuron lebih tinggi dari kadar sodium hemolimfa. Oleh karena itu, fungsi SSP insekta tak begitu tergantung pada perubahan komposisi materi substansial di dalam hemolimfa. Tetapi bila selubung dihilangkan, akson insekta akan berperilaku persis dengan giant axon cumi yang mampu menanggapi perubahan kadar ion eksternal (dalam hal in kadar ion hemolimfa). Kadar sodium dalam cairan pada permukaan neuron dijaga lebih tinggi dari hemolimfa, kemungkinan dengan jalan transpor aktif. Meskipun ukuran potensial aksi dapat dikatakan sama, tetapi kecepatan konduksi berbeda dari satu saraf dengan saraf yang lain atau dari satu jenis hewan dengan jenis hewan yang lain (Tabel 4).

Tabel 4. Kecepatan konduksi (m/detik) saraf dari berbagai jenis hewan Hewan Vertebrata Kucing Ular Katak Ikan Avertebrata Jengkerik Cumi Cacing tanah Ketam Keong Anemon laut Kecepatan konduksi Saraf motorik biasa Giant axon 30-120 10-35 7-30 3-36 2 4 0,6 4 0,8 0,1 10 35 30

Saraf motorik vertebrata mempunyai kecepatan konduksi lebih besar dari saraf motorik avertebrata. Meskipun demikian, pada beberapa jenis avertebrata ditemukan

Sistem koordinasi - 28

adanya giant axon yang merupakan fast-conducting axon. Ukuran giant axon lebih besar dari akson pada umumnya, dan kecepatan konduksinya 10 kali kecepatan konduksi akson biasa pada hewan yang sama. Kecepatan konduksi yang tinggi berkaitan dengan mekanisme respon cepat lokomosi hewan, terutama untuk menghindari predator. Sebagai contoh, karena adanya konduksi cepat giant axon yang terdapat sepanjang mantel cumi, kontraksi seluruh otot mantel terjadi hampir bersamaan. Kontraksi tersebut diperlukan saat cumi secara mendadak berenang dengan jet propulsion -yang tak akan terjadi jika kecepatan konduksi lambat. Umumnya, terdapat hubungan langsung antara kecepatan konduksi dengan diameter akson. Berdasar teori kabel, kecepatan konduksi () berbanding secara proporsional dengan akar diameter (d). = k V d Dari hasil pengamatan, hubungan tersebut hampir pasti benar, hanya saja nilai konstanta k bervariasi antar jenis hewan. Jadi jika diharapkan kecepatan konduksi meningkat 10 kali, maka diameternya harus ditingkatkan 100 kali. Giant axon tersebut di atas jiika dibanding dengan akson lain dalam satu individu, 50-100 kali lebih tebal dari akson biasa. Vertebrata tidak mempunyai giant axon , padahal kecepatan konduksi pada saraf motorik tercepat dibanding kelompok hewan yang lain. Penyebab utama terjadinya konduksi cepat meskipun akson tipis, adalah pada struktur nya. Akson vertebrata dibungkus oleh selubung tipis yang tersusun atas substansi mirip lemak yang disebut mielin. Mielin terputus-putus, sehingga pada tempat tertentu yang disebut nodus (nodus Ranvier), membran sel terekspos pada cairan ekstrasel. .Jarak antar nodus berkisar sepersekian milimeter hingga beberapa milimeter (Gambar 10).

Sistem koordinasi - 29

Selubung mielin dibentuk dari sel glia atau sel Schwann, yang tumbuh membungkus membentuk lapisan-lapisan. Jika pada nodus terjadi potensial aksi (terjadi depolarisasi membran lokal), maka nodus tersebut relatif lebih negatif, hal ini akan menyebabkan nodus di dekatnya mengalami depolarisasi dan memicu terjadinya potensial aksi di situ. Dengan demikian nampak potensial aksi melompat dari satu nodus ke nodus yang lain. Transmisi cepat internodus disebut dengan saltatory conduction. Akson katak yang bermielin dengan diameter 10 m mempunyai kecepatan konduksi 20 m/detik, penundaan yang terjadi pada tiap nodus kira-kira 0,06 milidetik. Karena jarak internodus sekitar 1,6 mm, maka waktu konduksi dapat dihitung dengan memperhitungkan pula lamanya penundaan tiap nodus. Ternyata lama penundaan tiap nodus hanya menghabiskan waktu yang sangat singkat, tak berarti jika dibandingkan dengan waktu konduksi.

Gambar 10. Diagram serabut saraf bermielin.

Sistem koordinasi - 30

Hasil eksperimen lain yang juga mendukung kesimpulan tersebut di atas adalah bahwa kecepatan induksi akson yang didinginkan akan menurun, namun jika pendinginan dilakukan pada area di antara dua nodus, lamanya transmisi hampir tidak terpengaruh. Kecepatan konduksi pada akson bermielin juga tergantung pada diameter akson, tetapi pada akson bermielin, kecepatan konduksinya berbanding lurus dengan diameter akson (Gambar 11). Jarak internodus meningkat jika diameter akson meningkat. Karena penundaan terjadi di nodus, maka kecepatan konduksi akson dengan jumlah nodus per satuan panjang lebih sedikit, konduksi potensial aksi akan lebih cepat. Akson bermielin dengan diameter sangat kecil (kurang dari beberapa

mikrometer), jika dibandingkan dengan akson tak bermielin, mengkonduksi potensial aksi lebih lambat (Gambar 12). Hal ini terlihat pada serabut saraf C (C-fiber) dari sistem saraf simpatik yang paling besar berdiameter 1,1 m dan tidak bermielin tetapi kecepatan konduksinya mencapai 2,3 m/ detik.

Gambar 11. Grafik yang menunjukkan hubungan antara kecepatan konduksi dengan diameter serabut saraf bermielin kucing

Sistem koordinasi - 31

Gambar 12. Kecepatan konduksi serabut saraf bermielin dan tidak bermielin. Garis putus-putus merupakan ekstrapolasi data yang tercantum pada Gambar 11. Garis tidak putus-putus merupakan kurva teoritis berdasar pengamatan pada serabut C kucing. Adanya selubung mielin pada akson memungkinkan tersusunnya sistem saraf yang kompleks, dengan kecepatan konduksi tinggi tetapi tidak memerlukan ruang yang besar. Sebagai contoh, nervus opticus manusia (bermielin) mempunyai diameter 3 mm. Jika tidak bermielin, untuk kecepatan konduksi yang sama, memerlukan diameter 300 mm (0, 3 m).

2.3. Sinapsis
Sinapsis adalah tempat akson dari neuron kontak dengan neuron yang lain. Bagian-bagian sebuah sinapsis meliputi membran sel prasinapsis (presynaptic cell), celah sinapsis (synaptic cleft) dan membran sel pascasinapsis (postsynaptic cell). Transmisi impuls melalui sinapsis dapat secara elektrik maupun kemis (Gambar 13). Transmisi elektrik lebih terbatas dibanding dengan transmisi kemis, meskipun demikian dalam situasi tertentu , penggunaan transmisi elektrik lebih menguntungkan.

Sistem koordinasi - 32

Pada sinapsis elektrik, akhiran akson (membran sel prasinapsis) sangat dekat dengan membran sel pascasinapsis, sehingga terjadi kesinambungan elektrik antara

keduanya. Hubungan demikian disebut dengan gap junctions karena ada gap (celah) yang memisahkan membran pra dengan pasca sinapsis. Celah tersebut tak lebih dari 2 nm (0,002 m). Ruangan sempit tersebut membentuk jalur dengan tahanan rendah (low resistance pathway) antara neuron yang satu dengan neuron berikutnya. Dengan demikian dimungkinkan adanya aliran arus dari terminal akson ke sel berikutnya.

Bagian tempat dua membran neuron saling melekat, membentuk tahanan tinggi untuk mencegah penyebaran arus. Impuls yang ditransmisikan dengan cara ini, langsung diterima oleh sel pascasinapsis karena tak ada waktu penundaan yang berarti. Sinapsis elektrik dapat diamati pada tali saraf abdominal (abdominal nerve cord) crayfish (krustasea dari genus Cambarus dan Astacus, yang mirip lobster tetapi dengan ukuran lebih kecil), juga pada beberapa jenis artropoda, anelida, coelenterata, dan moluska). Pada ikan, sinapsis elektrik terjadi pada sel saraf tertentu yang disebut dengan Mauthner cells (berperan dalam escape reaction), yang dapat mentransmisikan impuls dengan cepat . Pada sinapsis kemis, akhiran akson dari sel prasinapsis membentuk pelebaran yang disebut dengan axon knob/ synaptic knob. Axon knob dapat mengadakan kontak dengan badan sel atau dendrit neuron berikutnya (Gambar 14). Dibanding dengan sinapsis kemis, membran sel prasinapsis dan pascasinapsis pada sinapsis kemis tidak berfusi, synaptic cleft sekitar 20 nm (jarak antar membran sel lebih jauh dibanding pada sinapsis elektrik). Jarak antar membran sel pada synaptic cleft yang relatif konstan diduga disebabkan oleh adanya molekul-molekul di dalam cairan terorientasi tertentu antara membran pra dan pascasinapsis. celah yang

Sistem koordinasi - 33

Gambar 13. Diagram yang menunjukkan perbedaan antara sinapsis elektrik dan sinapsis kemis

Synaptic knob mengandung banyak vesikula berdiameter sekitar 20-100 nm. Transmisi impuls dari prasinapsis ke pascasinapsis terjadi melalui pelepasan neurotransmiter yang terdapat di dalam vesikula tersebut. Saat impuls datang pada knob prasinapsis, perubahan potensial membran menyebabkan ion kalsium masuk dari celah sinapsis ke bagian terminal knob melalui channel kalsium yang biasanya tertutup. Channel tersebut merupakan voltage-gated channel, karena channel akan terbuka oleh perubahan potensial membran. Peningkatan kadar ion kalsium di dalam bagian terminal knob berlangsung sangat cepat, setelah itu akan dibuang kembali ke celah sinapsis. Peningkatan ion kalsium yang hanya sementara tersebut mengakibatkan berfusinya vesikula dengan membran prasinapsis, sehingga isi vesikula (neurotransmitter) dilepas ke celah sinapsis.

Sistem koordinasi - 34

Gambar 14. Sinapsis kemis. Akhiran akson menggembung membentuk axon knob. Impuls ditransmisi ke neuron pascasinapsis dengan melepas neurotransmiter yang dikandung vesikula sinaptik

Ada beberapa jenis neurotransmiter, tetapi umumnya satu akson hanya menghasilkan satu jenis neurotransmiter, sehingga ada penggolongan jenis neuron berdasar jenis neurotranmiter yang dihasilkan, misalnya neuron kolinergik (menghasilkan asetilkolin), adrenergik (menghasilkan adrenalin/epinefrin), noradrenergik (menghasilkan noradrenalin/ norepinefrin), aminergik (menghasilkan amina), dst. Kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa dapat disebut sebagai neurotransmiter adalah (1) merupakan bahan atau prekursor yang harus ada pada neuron yang diduga menghasilkannya; (2) terdapat di cairan ekstrasel pada sinapsis yang teraktivasi; (3) mempunyai kemampuan beraksi seperti neurotransmiter yang sesungguhnya saat bahan tersebut diberikan pada struktur pascasinapsis; (4) bahwa ada mekanisme pemecahan atau inaktivasi bahan tersebut baik secara enzimatik, uptake khusus maupun reabsorbsi. Dengan kriteria tersebut, ditemukan bahwa neurotransmiter umum pada sistem saraf tepi Vertebrata adalah asetilkolin (berbeda dengan

Sistem koordinasi - 35

neurotransmiter pada sistem saraf pusat, yang umumnya adalah amina). Beberapa jenis neurotransmiter perifer yang lain adalah epinefrin dan norepinefrin. Aksi asetilkolin dapat diamati pada : (1) saraf spinal, yang menstimulasi medula adrenal untuk mensekresikan epinefrin dan norepinefrin; (2) saraf simpatik, yang menstimulasi ganglia pada rantai simpatik sepanjang kolumna vertebralis; (3) saraf spinal parasimpatik, yang menstimulasi ganglia parasimpatik perifer, dan (4) saraf motorik pada neuromuscular junction. Pada neuromuscular junction, masing-masing vesikula sinaptik mengandung sekitar 10.000 molekul asetilkolin. Asetilkolin yang dilepaskan dari neuron prasinapsis dapat berdifusi dengan cepat melintas celah sinapsis, berikatan dengan reseptor asetilkolin di membran pascasinapsis. Reseptor asetilkolin merupakan protein membran yang membentuk channel, yang dalam keadaan normal tertutup. Reseptor asetilkolin akan membuka sebagai respon terhadap adanya asetilkolin, 1 molekul reseptor memerlukan 2 molekul asetilkolin.. Channel demikian disebut dengan chemically gated channel atau ligand gated channels (berbeda dengan channel kalsium yang merupakan voltage-gated channels). Channel tersebut akan menutup setelah kira-kira 20.000 ion sodium dan potasium melintasi channel. Sebagai akibat dari perpindahan ion, beda potensial membran pasca sinapsis berkurang bahkan dapat mendekati nol. Besarnya penurunan tergantung pada jumlah channel yang membuka dan lamanya channel membuka. Oleh karena terjadinya transmisi tergantung pada adanya vesikel yang berisi neurotransmiter yang ada di prasinapsis, dapat dimengerti mengapa transmisi impuls antar neuron hanya berlangsung searah.

Sistem koordinasi - 36

Akson pada umumnya mempunyai banyak percabangan, sehingga satu akson akan mempunyai hubungan dengan banyak neuron, demikian pula satu neuron akan menerima banyak cabang akson dari banyak neuron lain. (Gambar 15). Norepinefrin disekresikan oleh saraf simpatik (terutama pascaganglion). Pada pengaturan irama detak jantung, norepinefrin memberikan efek antagonis terhadap asetilkolin. Jantung diinervasi oleh dua jenis saraf, yang satu berasal dari cabang saraf splanchnic (simpatik) yang jika terstimulasi akan melepaskan norepinefrin dan memacu detak jantung, sedangkan saraf yang lain merupakan cabang nervus vagus yang akan melepas asetilkolin jika terstimulasi. Pelepasan asetilkolin menyebabkan detak jantung melambat, mengurangi frekuensi kontraksi (catatan: pada otot lurik, pelepasan asetilkolin mengakibatkan kontraksi).

Gambar 15. Diagram yang menunjukkan badan sel dan dendrit neuron motorik. Sinaptic knob merupakan akhiran akson neuron lain.

Asetilkolin merupakan ester asetil dari kolin. Neuron yang melepaskan asetilkolin disebut neuron kolinergik.

Sistem koordinasi - 37

Impuls yang sampai di synaptic knob, akan menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion kalsium. Influks kalsium yang terjadi mengakibatkan dilepaskannya asetilkolin dari vesikula jernih ke celah sinapsis secara eksositosis. Asetilkolin yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor pada membran sel pascasinapsis, lebih meningkatkan permeabilitas membran sel pascasinapsis terhadap ion kalsium. Sintesis asetilkolin merupakan reaksi penggabungan antara kolin dengan asetat aktif (asetil koensim-A = asetil ko-A) dengan katalis kolinasetiltransferase (terdapat di sitoplasma). Asetilkolin pada umumnya akan cepat diurai oleh asetilkolinesterase

(terdapat di membran sel) saat terjadi repolarisasi membran. Ada dua jenis reseptor untuk asetilkolin, yaitu reseptor muskarin (muscarinic receptors) dan reseptor nikotin (nicotinic receptors). Reseptor muskarin ditemukan pada otot polos dan kelenjar. Reseptor muskarin dapat diblok oleh atropin, dan ditemukan bukti bahwa aksi stimulasi reseptor muskarin terjadi melalui pelepasan c-GMP intrasel. Sedangkan pada ganglia simpatik, dalam jumlah kecil asetilkolin dapat menstimulasi neuron pascaganglion dan dalam jumlah besar asetilkolin dapat memblok transmisi impuls dari neuron pra ke pascaganglion. Aksi ini tidak dipengaruhi oleh atropin tetapi malahan mirip dengan aksi nikotin. Reseptor untuk asetilkolin tersebut disebut dengan reseptor nikotin. Reseptor pada akhiran saraf motorik pada myoneural junction otot skeletal merupakan reseptor nikotin, tetapi tidak identik dengan yang terdapat pada ganglia simpatik, karena responnya terhadap obat-obatan berbeda. Katekolamin yang dapat ditemukan pada tubuh vertebrata adalah: epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Ketiganya disintesis dari hidroksilasi dan dekarboksilasi asam amino fenilalanin dan tirosin. Tirosin diubah menjadi dopa dan kemudian dopamin, di dalam sitoplasma. Dopamin kemudian masuk ke dalam vesikula bergranula melalui

Sistem koordinasi - 38

transpor aktif, dan di dalamnya dapat diubah menjadi norepinefrin. Rate-limiting step dalam sintesis ini adalah konversi tirosin menjadi dopa oleh tirosin hidroksilase. Tirosin hidroksilase diatur aksinya oleh dopamin dan epinefrin melalui umpan balik negatif. Sintesis katekolamin di dalam medula adrenal serupa dengan yang terjadi di neuron, tetapi pada granula pada beberapa sel medula adrenal mengandung enzim PNMT (phenylethanolamine-N-methyltransferase), yang dapat mengubah epinefrin menjadi norepinefrin. Di dalam vesikula, keduanya (epinefrin dan norepinefrin) terikat ATP dan suatu protein pengikat yang disebut kromoganin. Masuknya dopamin ke dalam vesikula melalui transpor aktif, yang dihambat oleh reserpin. Katekolamin disekresikan ke luar sel neuron otonom dan medula adrenal dengan eksositosis. ATP, kromogranin, dan dopamin hidroksilase disekresikan bersama-sama dengan epinefrin dan norepinefrin. Level dopamin hidroksilase dalam sirkulasi dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas simpatik. Pada neuron noradrenergik ditemukan adanya mekanisme reuptake aktif. Demikian juga sejumlah norepinefrin dan epinefrin yang bersirkulasi akan diambil kembali secara aktif oleh neuron noradrenergik pada sistem saraf otonom. dalam hal ini ada perbedaan dengan neuron kolinergik. Pada neuron kolinergik, asetilkolin tidak diambil kembali dalam jumlah yang berarti, tetapi kolin-hasil pemecahan asetilkolin- yang secara aktif diambil kembali. Mekanisme reuptake ini akan terhenti jika terjadi degenerasi akhiran saraf. Epinefrin dan norepinefrin akan dimetabolisme menjadi bentuk inaktif dengan oksidasi dan metilasi oleh MAO (monoamine oxidase) dan atau COMT (catechol-Omethyltransferase).MAO terdapat di mitokondria, selain pada akhiran saraf

adrenergik/noradrenergik , MAO terutama terdapat berlimpah pada mitokondria sel-sel

Sistem koordinasi - 39

otak, hepar dan ginjal . Sedangkan COMT terdapat berlimpah pada sel-sel hepar dan ginjal, tetapi tidak terdapat pada akhiran saraf. Norepinefrin merupakan neurotransmiter utama pada neuron simpatik

pascaganglion, sedangkan epinefrin bukan merupakan neurotransmiter pada neuron simpatik pascaganglion. Pada sebagian kecil sel pada ganglia otonom dan tempat tertentu di otak, sintesis katekolamin terhenti hanya sampai dopamin, yang kemudian akan disekresikan sebagai neurotransmiter. Pelepasan dopamin akan ditanggapi oleh reseptor dopamin. Terdapat sekurang-kurangnya dua jenis reseptor untuk dopamin. Reseptor D1 dapat mengaktivasi adenilat siklase yang sensitif terhadap dopamin, sedangkan reseptor D2 tidak. Dopamin yang dilepaskan akan diambil kembali melalui mekanisme reuptake aktif. Dopamin dapat diinaktivasi oleh monoamin oksidase dan katekol-O-metiltransferase yang analog dengan inaktivasi norepinefrin. Serotonin (5HT= 5 hydroxytryptamine) terdapat berlimpah di keping darah dan saluran pencernaan. Pada dinding saluran terdapat sel-sel enterokromafin dan pleksus myenterikus. Serotonin terdapat juga dalam jumlah yang lebih sedikit pada otak dan retina. Serotonin dibentuk di dalam tubuh dari hidroksilasi dan dekarboksilasi triptofan. Peningkatan diet triptofan akan meningkatkan kandungan serotonin otak . Setelah dilepas dari neuron serotonergik, serotonin akan diambil kembali dengan transpor aktif. Inaktivasi serotonin dilakukan oleh MAO membentuk 5 HIAA (5-

hydroxyindoleaceticacid).

5HIAA merupakan metabolit serotonin utama yang

diekskresikan ke urin. Pada kelenjar pineal, serotonin diubah menjadi melatonin.

Sistem koordinasi - 40

GABA ditemukan sebagai neurotransmiter sinapsis pada neuromuscular junction inhibitori krustasea. Pada mamalia, GABA berperan dalam inhibisi prasinapsis pada sumsum tulang belakang dan dalam terjadinya inhibisi pada otak dan retina. GABA dibentuk dari proses dekarboksilasi asam glutamat, dengan bantuan enzim GAD (glutamic decarboxylase), yang dapat diidentifikasi dengan teknik imunositokimia. GABA dimetabolisme terutama melalui transaminase menjadi succinic semialdehyde dan kemudian menjadi asam suksinat (siklus asam sitrat). Ensim yang mengkatalisis transaminasi tersebut adalah GABA-T (GABA transaminase). Kofaktor untuk GAD dan GABA-T adalah piridoksal fosfat (merupakan derivat piridoksin /vitamin B kompleks). Proses dekarboksilasi merupakan proses yang ireversibel , oleh karena itu defisiensi piridoksin berkaitan dengan timbulnya hipereksitabilitas neural dan konvulsi. GABA meningkatkan permeabilitas terhadap Cl-. Pengaruh GABA pada permeabilitas Cl tersebut dipacu oleh benzodiazepin. Benzodiazepin ( contoh = chlordiazepoxide/Librium, diazepam/valium, flurazepam/Dalmane) adalah obat anti kelelahan, dan juga efektif sebagai relaksan otot, antikonvulsi, dan sedatif. Tapak pengikatan khas untuk benzodiazepin dengan afinitas tinggi terdapat pada otak dan sumsum tulang belakang. Neuron tunggal di dalam sistem saraf pusat umumnya mempunyai beratus-ratus sinapsis, sedangkan pada medula spinalis dapat beribu-ribu, padahal dalam sistem saraf pusat terdapat sekitar 10.000.000.000 neuron. Meskipun amat kompleks, namun hubungan antar neuron tidaklah acak : sangat spesifik dan membentuk dengan tepat jalur-jalur fungsi khusus dalam sistem saraf pusat. Meskipun terdapat berbagai jenis neurotransmiter, tetapi mekanisme kerja neurotransmiter umumnya tergantung pada protein reseptor pada membran

Sistem koordinasi - 41

pascasinapsis yang merupakan ligand-gated channels. Channel-channel tersebut dapat mempunyai selektivitas yang berbeda. Channel tertentu dapat dilalui baik sodium maupun potasium, tetapi yang lain sangat selektif, dan perubahan potensial membran yang terjadi tergantung pada apakah keluarnya ion potasium dan masuknya ion sodium melalui channel yang sesuai. Di otak, neurotransmiter yang sama dapat menimbulkan pengaruh menghambat pada sinapsis tertentu dan memacu pada sinapsis yang lain.

2.4. Potensial Pascasinapsis


Akson dapat bersifat menghambat (inhibitory) atau memacu (excitatory). Tidak ada perbedaan impuls yang dibawa baik oleh akson excitatory maupun inhibitory, demikian pula dalam mekanisme timbulnya dan transmisi potensial aksi. Pengaruh yang berlawanan disebabkan oleh berbedanya jenis neurotransmiter yang dilepaskan oleh akhiran prasinapsis. Impuls yang datang pada membran prasinapsis, akan ditransmisikan ke membran pascasinapsis. Transmidi impuls mengakibatkan perubahan potensial membran pascasinapsis. Potensial membran pascasinapsis tersebut disebut dengan PSP (postsynaptic potential) atau potensial pascasinapsis (Gambar 16.). Pada awalnya PSP muncul cepat dan kemudian menghilang dengan kecepatan lebih lambat. PSP berbeda dengan potensial aksi dalam hal: (1) Amplitudonya lebih pendek, dan (2) durasi lebih lama (kadang mencapai 10 hingga 100 kali durasi potensial aksi). Keadaan tersebut mengakibatkan PSP tunggal jarang sekali cukup untuk menimbulkan potensial aksi pada neuron pasca sinaps, dan lamanya durasi memungkinkan terjadinya interaksi dengan PSP lain pada neuron yang sama. Hasil kajian pada neuromuscular junction menunjukkan bahwa kekuatan PSP tergantung pada banyaknya asetilkolin yang dilepaskan. Saat asetilkolin berikatan

Sistem koordinasi - 42

dengan membran pascasinaps dan terakumulasi di celah sinaps, PSP akan berlangsung sinambung. Terjadinya hidrolisis asetilkolin oleh asetilkolinesterase menyebabkan menghilangnya PSP secara bertahap

Gambar 16. Potensial aksi yang datang pada membranprasinaps (a) akan ditransmisikan ke membran pascasinaps sebagai PSP (postsynaptic potential) (b) yang lebih lemah tetapi mempunyai durasi yang lebih panjang Jika impuls kedua datang ke membran pascasinaps sedangkan PSP sebelumnya belum menghilang sepenuhnya, banyaknya neurotransmiter di celah sinaps menjadi lebih banyak, dan PSP menjadi lebih besar. fenomena tersebut disebut dengan sumasi impuls, dan karena sumasi tersebut merupakan sumasi yang disebabkan oleh waktu datang impuls, maka disebut dengan sumasi temporal (temporal summation). Jika banyak impuls datang pada membran pascasinaps pada laju tetap. Jumlah total PSP berbanding langsung dengan frekuensi datangnya impuls. Jika frekuensi

ditingkatkan, PSP meningkat, dan kondisi tunak PSP baru terjadi saat laju hidrolisis neurotransmiter sebanding dengan laju pelepasan neurotransmiter dari membran

prasinaps. Kekuatan PSP merupakan ekspresi langsung frekuensi impuls, dengan kata

Sistem koordinasi - 43

lain PSP merupakan potential).

potensial yang dimodulasi frekuensi (frequency modulated

Serangkaian potensial aksi - masing-masing merupakan peristiwa all-or-none dengan kekuatan konstan- dapat digunakan untuk membawa informasi tentang perubahan sinyal. Sebagai contoh, Peningkatan kekuatan sinyal dari neuron sensorik dikode dan ditransmisikan dalam akson neuron sensorik tersebut sebagai peningkatan frekuensi potensial aksi; potensial aksi-potensial aksi tersebut kemudian ditransmisikan sebagai PSP yang kekuatannya berbanding dengan kekuatan sinyal asal. Pada permukaan neuron pascasinapsis dapat pula ditemukan banyak sekali sinapsis lain. PSP pada sinapsis yang satu tidak terbatas pada sinapsis yang bersangkutan, tetapi menyebar dengan kekuatan yang semakin kecil jika jarak semakin jauh. Adanya penyebaran tersebut mengakibatkan membran di dekat sinapsis tersebut mengalami sedikit perubahan potensial. Jika ada impuls yang kemudian datang pada sinapsis lain tetapi masih dalam area tempat menyebarnya PSP terdahulu, akan menyebabkan terjadinya sumasi. Sumasi yang demikian disebut dengan sumasi spatial (spatial summation). Jika banyak impuls datang pada banyak sinapsis pada suatu neuron, sumasi temporal dan spatial yang terjadi akan membuat PSP menjadi cukup besar untuk menyebabkan penyebaran pasif mencapai dan menyebabkan depolarisasi pada axon hillock, sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi. PSP dapat meningkatkan atau menurunkan potensial membran. Jika potensial membran pascasinapsis sedikit menurun, atau terdepolarisasi oleh PSP, maka perubahan tersebut akan mengarah ke terbentuknya potensial aksi. PSP demikian disebut dengan PSP pemacu (excitatory PSP =EPSP). Jika PSP menyebabkan peningkatan potensial membran, atau hiperpolarisasi, pengaruhnya akan berlawanan dengan arah

Sistem koordinasi - 44

(menghambat) pembentukan potensial aksi. PSP demikian disebut sebagai PSP penghambat (inhibitory PSP = IPSP). Meskipun dikenal banyak jenis neurotransmiter, tetapi diyakini sebelumnya

bahwa terminal prasinapsis tertentu hanya akan melepas satu jenis neurotransmiter saja (dogma one neuron-one messenger). Pada neuromuscular junction Vertebrata, neurotransmiter yang dihasilkan adalah asetilkolin. Tetapi pada kenyataannya- baik pada sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi- ditemukan neuron yang mengandung lebih dari satu neurotransmiter. Dengan kenyataan tersebut dimungkinkan satu neuron dapat berperan baik sebagai excitatory maupun inhibitory. Synaptosomes (salah satu jenis saraf pada otak tikus) mengandung neurotransmiter pemacu dan penghambat. Interaksi antara impuls penghambat dan pemacu dapat diamati pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik yang menunjukkan interaksi antara EPSP dan IPSP. EPSP menyebabkan depolarisasi parsial pada embran pascasinapsis, dan jika depolarisasi mencapai nilai ambang, akan timbul potensial aksi. Jika IPSP juga datang, sumasi dua muatan berlawanan menyebabkan nilai ambang tidak tercapai, sehingga tidak timbul potensial aksi. Terjadi tidaknya suatu aksi potensial tergantung pada impuls-impuls yang

diterima neuron dari berbagai sinapsis dan waktu datangnya impuls-impuls tersebut.

Sistem koordinasi - 45

EPSP -EPSP akan mengubah impuls yang datang ke arah depolarisasi, sedangkan IPSP ke arah hiperpolarisasi. Perbedaan tanggapan neuron tertentu terhadap berbagai informasi yang datang, tergantung pada informasi yang sudah diterima dan yang sedang diterima dari sumber lain. Jika neuron dalam keadaan terdepolarisasi sebagian, dan saat itu impuls yang bersifat excitatory datang (EPSP), memungkinkan terjadinya potensial aksi, meskipun EPSP tersebut secara tunggal tidak akan mampu menimbulkan potensial aksi.

Gambar 18. Impuls pada akson penghambat (inhibitory) dapat berpengaruh langsung pada neuron melalui membran pascasinapsis, atau pada membran prasinapsis pemacu (excitatory)

Dengan mekanisme tersebut, neuron tunggal dapat membawa integrasi dari berbagai informasi yang diterima dari berbagai sumber. Meskipun sinapsis merupakan one-way valve, integrasi dan komputasi dari sinapsis inhibitory dan excitatory, yang

Sistem koordinasi - 46

dikombinasikan dengan sumasi spatial dan temporal membuat neuron tunggal mampu berperan sebagai perangkat proses komputasi dalam sistem saraf. Proses penting lain -yang terjadi pada neuron- adalah inhibisi prasinapsis (presynaptic inhibition). Inhibisi tersebut terjadi saat serabut saraf penghambat berhubungan langsung dengan terminal knob serabut excitatory (Gambar 18). Impuls pada akson inhibitory akan menyebabkan hiperpolarisasi pada terminal knob akson excitatory. Sebagai akibatnya neurotransmiter yang dilepaskan jika ada impuls datang pada akson excitatory, lebih sedikit, sehingga menurunkan PSP. Penurunan PSP pada terminal knob akson excitatory disebut dengan presynaptic inhibition Inhibisi prasinapsis amat sangat selektif, karena hanya mempengaruhi sinyal yang datang pada sinapsis tertentu, sedangkan inhibisi pascasinapsis menghambat semua EPSP yang datang pada neuron (inhibisi nonselektif). Spesifitas dan kompleksitas integrasi tingkat neuron lebih ditingkatkan oleh adanya inhibisi prasinapsis.

Sistem koordinasi - 47

SISTEM HORMON

3|

Sistem hormon (endokrin) dan saraf dahulu dianggap sebagai pengatur fisiologi yang terpisah. Tetapi pandangan tersebut berubah setelah ditemukannya neuron-neuron termodifikasi yang dapat mensekresi hormon. Beberapa di antara neuron-neuron tersebut menunjukkan mekanisme pengaturan terhadap kelenjar-kelenjar khusus yang menghasilkan hormon. Sekresi neuron-neuron termodifikasi tersebut dipengaruhi neuron-neuron biasa, dan banyak kelenjar penghasil hormon (kelenjar endokrin) yang secara langsung diinervasi oleh neuron yang mempengaruhi aktivitas sekretorinya. Sistem endokrin Vertebrata melibatkan kelenjar endokrin yang mensintesis dan melepaskan duta kimia khas ke dalam darah (the blood spesific chemical messenger) yang disebut hormon. Hormon diangkut melalui darah ke jaringan sasaran khas tempat hormon menyebabkan perubahan aktivitas sel penyusun jaringan tersebut. Karena suatu hormon hanya mempengaruhi sasaran tertentu, maka sasaran harus dapat menerima sinyal tersebut, berarti sasaran harus mempunyai reseptor khas agar dapat merespon sinyal. Organ lain yang bukan sasaran dan dipapar oleh hormon yang sama dengan kadar yang sama harus tidak mampu merespon, dalam arti harus tidak mempunyai reseptor yang mampu merespon keberadaan hormon.

3.1. Sifat Kimia Hormon Vertebrata


Terdapat banyak jenis hormon Vertebrata dengan banyak pola aksi, tetapi berdasar struktur dan sifat kimianya, hormon-hormon Vertebrata dapat dikelompokkan menjadi 3 , yaitu kelompok hormon steroid, hormon peptida dan protein, dan hormon yang berasal dari tirosin (Tabel 5.). Struktur dan sifat kimia hormon menentukan pola aksi hormon terhadap sel sasaran.

Sistem koordinasi - 48

Hormon steroid berasal dari kolesterol, dengan struktur dasar 3 cincin karbon (tersusun atas 6 atom karbon) dan satu cincin karbon yang tersusun dari 5 atom karbon (Gambar 19). Perbedaan struktur kimia sedikit saja akan mengakibatkan perbedaan efek fisiologi yang besar. Sebagai contohnya adalah sedikit perbedaan struktur kimia pada estradiol dan testosteron (Gambar 19) mengakibatkan dua jenis hormon steroid tersebut mempunyai pengaruh yang berlawanan. Hormon-hormon yag tergolong dalam kelompok ini adalah hormon androgen, estrogen, progesteron, dan kortikosteroid. Hormon-hormon yang termasuk ke dalam kelompok hormon peptida dan protein dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi hormon Vertebrata berdasar struktur dan sifat kimia. LARUT LEMAK Hormon steroid Testosteron Estrogen Progesteron Kortikosteroid Vitamin D3 LARUT AIR Hormon peptida dan protein Peptida Hormon-hormon hipotalamus Angiotensin Somatostatin Gastrin Sekretin Glukagon Kalsitonin Insulin Parathormon Protein berberat molekul besar Growth hormone (GH) Prolaktin Luteinizing hormone (LH)

3-14 asam amino 8 asam amino 14 asam amino 17 asam amino 27 asam amino 29 asam amino 32 asam amino 51 asam amino 84 asam amino

Sistem koordinasi - 49

Follicle Stimulating Hormone (FSH) Thyrotropic Hormone Hormon yang berasal dari tirosin Katekolamin Noradrenalin Adrenalin Hormon-hormon tiroid Tiroksin Triiodotironin

Gambar 19. Struktur kolesterol, dan dua jenis hormon steroid (estradiol dan testosteron) . Beberapa jenis hormon hipotalamus mempengaruhi pelepasan/sekresi hormon lain yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin tertentu. Hormon hipotalamus dengan aksi memacu pelepasan hormon lain disebut sebagai releasing hormone, sedangkan sebaliknya release-inhibiting hormone. Hormon-hormon hipotalamus merupakan peptida dengan jumlah asam amino penyusun sekitar 3-14 asam amino. Thyrotropin releasing hormone (TRH) tersusun hanya dari 3 asam amino, growth hormone releasing hormone (GH-RH) tersusun atas 10 asam amino, dan growth inhibiting hormone (GH-RIH) tersusun atas 14 asam amino. Hormon utama yang berasal dari adenohipofisis merupakan protein yang mengandung beberapa ratus asam amino. Growth hormone manusia, sebagai contoh mengandung 191 asam amino dan mempunyai berat molekul sekitar 22.000. Beberapa merupakan glikoprotein yang selain mengandung rantai peptida juga mengandung hormone release-

Sistem koordinasi - 50

komponen karbohidrat. Sebagaimana protein, ukurannya tak terlalu besar, beberapa jjenis berberat molekul sekitar 30.000, tetapi seringkali sulit mengatakan apakah komponen aktif yang diisolasi dari kelenjar identik dengan hormon fungsional pada organisme hidup. Hormon-hormon yang berasal dari tirosin, misalnya dua jenis katekolamin yang dikenal yaitu noradrenalin dan adrenalin, berbeda gugus metilnya (-CH3). Adrenalin mengandung gugus metil sedangkan noradrenalin tidak. Tirosin juga merupakan bahan baku pembuatan hormon tiroid (T3 dan T4). Hormon tiroid bukan katekolamin, tetapi membentuk kelompok tersendiri. Hormon tiroid dibentuk dari tirosin dengan jalan mengkondensasi 2 cincin C6. Hormon aktif setelah terjadi iodinasi.

3.2. Pengaturan Fungsi Endokrin Oleh Otak Organ-organ endokrin secara konstan berinteraksi dengan sistem saraf pusat. Otak mempengaruhi dan mengendalikan fungsi-fungsi endokrin baik secara langsung maupun tak langsung. Hormon-hormon berpengaruh besar terhadap funsi sistem saraf pusat. Sebagai contoh, anjing betina yang sedang birahi menerima perilaku kawin anjing jantan meski pada saat lain sinyal yang sama menimbulkan perilaku antagonis. Kenyataannya bahwa sinyal yang sama yang dapat mengakibatkan perilaku berbeda tergantung pada pengaruh hormonal yang dapat ditiru dengan menginjeksikan hormon yang sesuai.

3.3. Sistem Kontrol Hipotalamus Hipotalamus terletak pada dasar otak, berdekatan dengan hipofisis (kelenjar pituitari), jadi terletak posterior chiasma optici.

Sistem koordinasi - 51

Hipotalamus merupakan tempat

pengatur beberapa fungsi saraf, termasuk

pengaturan temperatur tubuh dan pengaturan intake minum dan makanan. Pengendalian suhu tubuh merupakan sistem feedback. perannya dalam pengaturan intake makanan dapat ditunjukkan dengan merusak bagian tertentu hipotalamus dengan stimulasi elektrik. Jika perusakan pada lokasi yang tepat, hewan akan makan dalam jumlah yang sangat besar dan tumbuh gemuk abnormal. Pengaturan intake air, dapat ditunjukkan dengan cara serupa. Stimulasi elektrik atau injeksi larutan garam pekat ke area tertentu di hipotalamus, akan menyebabkan hewan minum berlebihan. Dengan cara tersebut, biri-biri akan minum terus secara berlebih, hanya dalam hitungan menit, 40% berat badannya adalah air. Hipotalamus merupakan bagian penting dalam pengendalian endokrin karena hipotalamus mengendalikan fungsi-fungsi hipofisis yang disebut sebagai master gland dari sistem endokrin. Pengendalian ini diperantarai oleh neurohipofisis melalui pembuluh darah khusus yang dikenal dengan sirkulasi portal. Neurohipofisis mengandung dua jenis hormon yaitu vasopressin (yang berperan dalam reabsorbsi air di ginjal dan diperlukan dalam pemekatan urin ) dan oksitosin (menyebabkan kontraksi otot polos uterus menjelang melahirkan). Anti diuretic hormon mamalia identik dengan vasopresin (disebut sebagai vasopresin karena injeksi dalam jumlah besar mengakibatkan peningkatan nyata pada tekanan darah akibat konstriksi arteriol). Vasopresin dan oksitosin merupakan oktapeptida. Keduanya dibentuk dalam sel saraf di dekat hipotalamus, dan ditranspor sepanjang akson menuju ke akhiran saraf di neurohipofisis, dari neurohipofisis kemudian dilepaskan ke darah. Dengan demikian neurohipofisis hanya berperan sebagai penyimpan dan pelepas hormon (organ

Sistem koordinasi - 52

neurohemal) karena hormon yang disekresikannya ternyata dihasilkan oleh bagian otak yang lain. Adenohipofisis, sebaliknya, menghasilkan hormon dan pelepasnan hormonhormon tersebut ke darah diatur oleh hipotalamus melalui hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon tersebut dapat mencapai hipofisis melalui sirkulasi portal. saat ini diketahui ada 10 hormon pengatur yang dihasilkan oleh hipotalamus yang terlibat dalam sistem pengendalian hipofisis. Tiga hormon adenohipofisis (GH, prolaktin/ P, dan melanocyte stimulating hormon/MSH) dikendalikan hipotalamus secara dual, satu inhibisi dan satunya lagi stimulasi. Dengan demikian pelepasan ketiga jenis hormon tersebut tidak diatur dengan sistem feedback sederhana, meskipun tidak diragukan lagi bahwa sinyal feedback terlibat dalam pengaturan tersebut.

Tabel 6. Hormon-hormon hipotalamus yang mengendalikan pelepasan/ sekresi hormonhormon hipofisis


Hormon Growth hormone releasing hormone Growth hormone release-inhibiting hormone Prolactin releasing hormone Prolactin release-inhibitinghormone Melanocyte-stimulating hormone Melanocyte-stimulating hormone release-inhibiting hormone Corticotropin (ACTH) releasing hormone Thyrotropin releasing hormone Luteinizing hormone releasing hormone Follicle-stimulating hormone releasing hormone GH-RH GH-RIH P-RH P-RIH MSH MSH-RIH C-RH TRH LH-RH FSH-RH

Pelepasan empat hormon yang lain nampaknya tergantung pada sistem feedback negatif. Corticotropin (ACTH), TSH, LH, dan FSH mempunyai organ target korteks adrenal, tiroid, dan gonad. Kelenjar-kelenjar tersebut saat distimulasi melepaskan hormon yang

Sistem koordinasi - 53

sesuai ke dalam darah. Keberadaan hormon di dalam darah sebaliknya menghambat ,dengan feedback negatif, sekresi hormon-hormon tropik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa inhibisi terjjadi pada tingkat hipotalamus (kecuali tiroksin yang kemungkinan mempunyai lengkung feedback lebih pendek melalui adenohipofisis). Peran utama hipotalamus pada pengaturan endokrin menimbulkan pertanyaan bagaimana organ penting tersebut dikendalikan. Hubungan hipotalamus dengan

berbagai lokasi di otak melalui saraf memungkinkan pengendalian oleh berbagai lingkungan, juga faktor-faktor emosi, siklus terang gelap, musim, dan sebagainya. Dengan demikian jjelas bahwa sistem endokrin secara keseluruhan ada di bawah kendali saraf, melalui peran hipotalamus.

3.4. Efek cascade Pengendalian fungsi-fungsi metabolik oleh sistem endokrin dapat menyebabkan terjadinya cascade, atau amplifikasi tahap-demi tahap (step by step amplification) yang memungkinkan pengendalian suatu proses akhir dengan hanya memerlukan sangat sedikit hormon untuk mengawali proses. Sebagai contoh, untuk proses akhir deposisi glikogen pada hepar, diperlukan sejumlah kecil C-RH (0,1 ug) yang dilepaskan oleh hipotalamus. pelepasan C-RH mengakibatkan rangkaian peristiwa dengan tahap akhir pembentukan 5.600 ug glikogen di hepar.

Sistem koordinasi - 54

Gambar 20. Amplifikasi biologi pada sistem endokrin. Pelepasan hormon hipotalamus dalam jumlah sangat sedikit akan mengakibatkan deposisi glikogen dengan total amplifikasi 56.000 kali 3.5. Interaksi hormon dengan sel target Suatu hormon hanya dapat menampakkan aksinya pada sel target jika sel tersebut mempunyai reseptor yang sesuai, dan sel lain-yang bukan merupakan sel targetharus tidak mempunyai reseptor tersebut. Dalam kaitannya dengan sel target, hormon dapat dikelompokkan menjadi (1) katekolamin dan hormon peptida, yang beraksi melalui reseptor pada permukaan sel, dan (2) steroid dan hormon tiroid, yang mampu melakukan penetrasi ke dalam sel dan menampakkan efeknya langsung pada inti sel dan mekanisme sintesis protein selular.

Sistem koordinasi - 55

Gambar 21. Pelepasan glukosa dari hepatosit yang diinduksi oleh adrenalin

Hasil pengamatan aksi adrenalin pada hepatosit menunjukkan bahwa adrenalin menyebabkan terjadinya konversi glikogen menjjadi glukosa dengan jalan mengendalikan pembentukan c-AMP. Proses tersebut tergantung serangkaian enzim, yang salah satunya adalah fosforilase yang merupakan rate limiting step proses (gambar 21). Enzim aktif, fosforilase a dibentuk dari prekursor, fosforilase b melalui aksi suatu fosforilase kinase dan ATP pada fosforilase a. Proses secara keseluruhan hanya diawali dari terikatnya adrenalin pada reseptornya pada membran sel. Ikatan adrenalin-reseptor mengakibatkan pelepasan enzim adenilat siklase yang kemudian akan megkatalisis pembentukan cAMP dari ATP. AMP siklik (C-AMP) disebut sevagai second messenger pada proses aksi hormon, sedangkan hormonnya disebut sebagai first messenger CAMP dan adenilat siklase ditemukan pada beberapa jenis jaringan Vertebrata dan Avertebrata, dan ditemukan pula pada sel bakteria. Peristiwa awal aksi hormon melalui c-AMP selalu melibatkan pelepasan adenilat siklase dari tapak pengikatan hormon di membran sel. Fungsi sel dapat juga dimodulasi oleh mekanisme aktivasi reseptor yang tidak melibatkan c-AMP. Proses tersebut salah satunya tergantung pada pembentukan

inositol trifosfat dan mobilisasi ion kalsium dari pool kalsium intraselular. Pada sistem ini ion kalsium dan fosfoinositol berperan sebagai second messenger. Hormon steroid, termasuk hormon seks betina dan jjantan, dan hormon yang disekresikan korteks adrenal, beraksi melalui mekanisme yang berbeda. Estradiol terikat

Sistem koordinasi - 56

pada reseptor di uterus, testosteron pada prostat, progesteron pada oviduct burung, dan sebagainya. Pada permukaan sel, hormon-hormon tersebut membentuk kompleks dengan dengan proein reseptor dan dengan cepat menuju ke nukleus, menstimulasi/ menginduksi ekspresi gen. Hormon steroid yang disekresikan gonad tikus yang baru lahir dapat dirunut hingga ke sel target di area tertentu di otak, Hormon berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menginduksi perkembangan jaringan saraf. Jaringan saraf yang diinduksi perkembangannya tersebut, akan menjadi pengendali apakah individu dewasa menunjukkan perilaku jantan atau betina. Diferensiasi seksual pada jaringan saraf

menentukan terjadinya aktivasi pada jenis perlaku tertentu dan supresi bagi perilaku yang lain. Selama perkembangan fungsi sistem saraf pusat dimodulasi hormon dan seperti kita ketahui sistem saraf pusat yang kemudian menjadi pengatur utama fungsifungsi endokrin tubuh.

---------dwn - 2002------

Sistem koordinasi - 57

Anda mungkin juga menyukai