Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SOSIOLOGI PEDESAAN HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA KELOMPOK DENGAN KELOMPOK INTERAKSI ANTARA MASYARAKAT PRIBUMI DAN

ETNIS CINA

Pendahuluan Indonesia

adalah

masyarakat

majemuk

yang multikultural,

yaitu

suatu

masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda berakulturasi, dengan menghargai pluralisme sebagai keragaman budaya untuk tetap dilestarikan.

Kemajemukan tersebut ditandai oleh adanya suku-suku bangsa yang masing-masing mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara etnik yang satu dengan etnik lainnya, tetapi secara bersama-sama hidup dalam satu wadah masyarakat Indonesia. Menurut Suparlan (1989:4) perbedaan tersebut pada hakekatnya adalah perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh sejarah perkembangan kebudayaan masing masing. Puncak-puncak kebudayaan tersebut adalah konfigurasi yang masing -masing kebudayaan memperlihatkan adanya pinsip-prinsip kesamaan dan saling penyesuaian satu dengan lainnya sehingga menjadi landasan bagi terciptanya kebudayaan nasional. Selanjutnya, terdapat kebudayaan umum yang bersifat local yang dapat dilihat sebagai sebuah wadah untuk mengakomodasi proses pembauran atau asimilasi dan proses akulturasi, yang di antara kebudayaan-kebudayaan itu saling berbeda wilayah atau dikelilingi wilayah kebudayaan umum yang bersifat lokal. Corak kemajemukan

masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal I itu menjadi lebih kompleks karena ka adanya sejumlah warga negara atau masyarakat Indonesia yang tergolong sebagai keturunan asing yang hidup di dalam dan menjadi sebagian dari masyarakat Indonesia, yang walaupun relatif kecil jumlahnya, tetapi penting peranan ekonominya. Keturunan asing yang paling kuat kedudukannya dalam masyarakat Indonesia antara lain adalah orang Cina (Suparlan,1989:5). Telah menjadi ciri khas bahwa hampir di semua tempat di Indonesia terdapat WNI keturunan Cina yang telah bermukim secara turun temurun. Soemardjan (1988:176), menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari mereka kebanyakan masih tinggal dan bermukim di daerah-daerah tertentu dengan mengelompok, sehingga kurang atau tidak terlibat secara aktif dalam kemasyarakatan, terutama dalam melakukan pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya. Husodo (1985:38), menyatakan bahwa tempat tinggal golongan Cina di banyak tempat, selalu

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 1

bergerombol dalam suatu tempat tersendiri yang disebut pecinan (Cina Town) dan memberikan kesan eksklusif.

Interaksi etnis Cina dengan Masyarakat Pribumi Keberadaan orang Cina di Indonesia sudah berlangsung sangat lama dan secara yuridis formal mereka telah menjadi warga negara Indonesia. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa kota dan kabupaten termasuk di dalamnya di Pati Jawa tengah, di Sumba Timur NTT, di Banten di Maluku Utara dan sebagian besar tempat tinggal mereka (etnis tionghoa, kesan eksklusif masih terpola. Dalam kehidupan sosial mereka cenderung hidup berkelompok dan interaksi dengan etnik lain masih sangat terbatas. Hal tersebut ditandai adanya eksklusivitas lokasi pemukiman dan eksklusivitas pada sekolah-sekolah tertentu yang mayoritas muridnya orang Cina. Dalam percakapan sehari-hari masih banyak menggunakan bahasa Cina serta dalam bertetangga masih mempunyai kecenderungan untuk tidak menunjukkan ciri solidaritas. Hal lain adalah mereka masih enggan bekerjasama dalam bidang usaha tertentu dengan kelompok pribumi. Ikatan solidaritas yang dilakukan adalah ikatan solidaritas antara sesama mereka. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa peran orang Cina dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi, sosial, dan agama belum dapat memberikan kesan yang berarti dalam peningkatan pembauran dengan penduduk setempat, termasuk pula tingkat solidaritas yang relatif rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Suparlan (1989:66) hubungan etnik Cina dengan kelompok etnik pribumi pada umumnya tidak terlalu dekat dan tidak telalu jauh . Etnik lokal di satu pihak kurang menye-nangi golongan etnik Cina lainnya, tetapi di pihak lain dapat bekerjasama bahkan hidup berdampingan. Masingmasing kelompok etnik yang berbeda berdasarkan identitasidentitas yang dimiliki melakukan interaksi hanya sebatas kepentingan masing-masing serta disesuaikan dengan kondisi yang melahirkan interaksi sosial. Kondisi tersebut mengacu pada pendapat Bruner (Suparlan,1989:19), bahwa kondisi setempat terwujud sebagai kekuatan sosial, yaitu ada atau tidaknya kekuatan dominan, mempengaruhi wujud dari corak hubungan di antara suku-suku bangsa yang berbeda yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa contoh interaksi pribumi dengan etnis cina secara spesifik adalah sebagai berikut: a. Interaksi Pribumi dengan Etnis Cina di Sumba Timur NTT Secara umum hubungan sosial antara masyarakat pribumi dengan etnis cina di Sumba Timur NTT, berjalan dengan nprmal, namun dalam beberapa aspek masih ada perlakuan diskriminasi secara tidak langsung terhadap warga etnis cina/tionghoa,

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 2

dalam kasus seleksi calon pegawai negeri sipil bagi warga etnis cina/tionghoa masih sulit untuk bisa menjadi aparat pemerintah, hal ini ditengarai akibat dari kecemburuan sosial yang tinggi terhadap etnias cina akibat dari penguasaan yang dominan mereka terhadap aspek perekonomian masyarakat sekitar. Dalam aspek komunal (tempat tinggal dan komunitas) masyarakat etnis cina, tempat tinggal mereka relatif menyebar karena mereka biasanya membeli tanah, membangun rumah dan toko dan mereka tinggal ditempat tersebut, tetapi dalam aspek pergaulannya mereka biasanya berhubungan (bisnis, atau pergaulan) hanya dengan sesam mereka, adapun sosialisasi dengan masyarakat pribumi tidak signifikan dan relatih hanya seperlunya saja. Dalam aspek proses hubungan pernikahan, masyarakat etnis cina

memerbolehkan laki-laki dari etnis cina diperbolehkan menikah dengan masyarakat pribumi atau dengan etnis cina sendiri, tetapi perempuan dari etnis cina jarang sekali menikah dengan warga pribumi khususnya di NTT.

b. Interaksi Pribumi dengan Etnis Cina di Maluku Utara Secara umum hubungan interaksi antara etnis cina dengan pribumi di Maluku Utara, khususnya di Kabupaten Halmahera Timur, relatif berjalan kondusif, etnis telah berbaur dengan masyarakat pribumi, dan masyarakat pribumi cukup toleran terhadap etnis cina hal ini dibuktikan dengan terpilihnya seorang anggota DPD dari etnsi cina. hal lain yang menyebabkan etnis lebih berbaur dengan masyarakat

pribumi di Maluku Utara adalah, masyarakat dari etnis cina jumlah penduduknya lebih sedikit sehingga mau tidak mau mereka harus berbaur dan mengikuti norma dan adat yang berlaku di wilayah tersebut (baca: Halmahera Timur). Dalam aspek pola marital (pernikahan) etnis cina dengan pribumi tidak memiliki masalah yang berarti mereka baik laki-laki cina dengan pribumi ataupun laki-laki pribumi dengan etnis cina atau sebaliknya tidak ada larangan yang mengatur baik secara hukum tertulis maupun konvensional.

c.

Interaksi Pribumi dengan Etnis Cina di Pati Jawa Tengah Pola hubungan timbal balik (interaksi) antara masyarakat etnis cina di Pati khususnya dan di Jawa Tengah Secara umum ibarat api dalam sekam, diluar seolah tidak terjadi apa-apa, tetapi apabila ada pemicu maka bisa terjadi chaos, terutama yang menjadi adalah kalangan etnis cina, kasus Solo 1998 menjadi contoh yang paling nyata dalam perkembangan hubungan antara etnis cina di Jawa Tengah.

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 3

Penguasaan ekonomi di kawasan Jawa Tengah-seperti di Pati misalkan pertokoan di pusat perbelanjaan, pasar tradisional maupun modern dikuasai oleh etnis Cina, hal inilah salahsatu pemicu paling besar meningkatkan sinisme dan kecemburuan terhadap etnsi cina. Seperti pernah terjadi kasus pada tahun antara 1999-2000 yaitu terjadi kebakaran pasar Juana, masyarakat pribumi tidak menolong untuk memadamkan api tapi malah menjarah barang-barang yang ada.

d. Interaksi Pribumi dengan Etnis Cina di Indramayu Jawa Barat Pola hubungan interaksi secara spesifik masyarakat pribumi dengan Etnis Cina di Indramayu relatif terjalin dengan baik, masyarakat cina telah berbaur dengan komunitas pribumi walaupun tidak sepenuhnya, bahkan dikawasan tertentu ada warga keturunan yang telah menjadi Sekertaris Desa dan aparat pemerintah lainnya. Dalam akar sejarah kawasan karesidenan Cirebon termasuk didalamnya adalah daerah Indramayu, memiliki hubungan yang kental dengan etnis cina, hal ini tidak terlepas dari kawasan pantai utara (Cirebon dan Indramayu) yang menjadi pusat perdagangan dikawasan asia pada jaman dahulu, ditandai dengan adanya hubungan interaksi masyarakat cina dengan pribumi di Pelabuhan Cimanuk. Bermukimnya masyarakat cina di Indramayu sejak dahulu menjadikan interaksi sosial masyarakat cina di Indramayu berjalan cukup harmonis.

e. Interaksi Pribumi dengan Etnis Cina di Banten Dalam sejarah, hubungan etnis cina dengan masyarakat banten tidak bisa dianggap remeh, pada jaman dahulu Kesultanan Banten pernah memberikan bangunan kepada orang-orang cina di Pabean sebuah bangunan yang kemudian pada proses selanjutnya dibuat menjadi Kelenteng hingga sekarang. Dalam catatan arkeologi pada setiap tahun banyak perahu Cina yang berlabuh di Banten, mereka datang untuk berdagang dan melakukan perdagangan dengan cara barter/menukar dengan lada sebagai bahan utamanya, pada tahun 1614 di Banten a 4 buah da perahu Cina yang rata-rata berukuran 300 ton. Sedangkan menurut catatan J. P. Coen perahu Cina membawa barang dagangan bernilai 300.000 real dengan menggunakan 6 buah perahu. Selain sebagai pedagang orang -orang Cina datang ke Banten sebagai imigran (Clive Day, 1958:69). Intensitas kehadiran para pedagang Cina cukup meramaikan dalam perdagangan di Banten diiringi pula dengan kehadiran imigran yang berfekwensi cukup tinggi.

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 4

Mata uang Cina yang ditemukan de Houtman di Banten (Rouffer, 1915:122) sebagai tanda peran serta bangsa Cina pada perdagangan di Baten tidak bisa diangap ringan. Penemuan mata uang Cina ini oleh tim arkeolodi di Keraton Surosowan terdapat tulisan Yung Cheng T ung Pou = Coinage of Stable Peace yang berarti pembuatan mata uang untuk kesetabialn dan perdamaian, sedangkan pada koin sebaliknya diketahui huruf Manchu yang artinya tidak diketahui. Mata uang Cina tersebut berbentuk bulat berlubang segi empat, diameter 2.25 -2.80 cm, tebal 0.100.18 cm, dan diameter lubang 0.45-0.60 cm. (Halwany, 1993:36) Dalam Tambo Tulangbawang, Primbon Bayah, dan berita Cina, orang menyebut daerah Banten dengan nama Medanggili. Sebutan ini setidak-tidaknya berlaku hingga abad ke-13. Sementara itu, sumber Cina yang berjudul Shung Peng Hsiang Sung, yang diperkirakan ditulis tahun 1430, memberitakan bahwa Banten merupakan suatu tempat yang berada dalam beberapa rute pelayaran yang dibuat Mao Kun pada sekitar tahun 1421. Rute pelayaran itu adalah Tanjung Sekong -GresikJaratan; Banten-Timor; Banten Demak; Banten-Banjarmasing; Kreug (Aceh)-BarusPariaman-Banten. Sementara dalam buku Ying-Yai-She-Lan (1433) Banten disebut Shut a yang sangat dekat pelafalannya dengan Sunda. Buku ini merupakan laporan ekspedisi Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan ke beberapa tempat di Pulau Jawa. Tulisan, mata uang, klenteng menjadi bukti sejarah hubungan masyarakat Banten dengan etnis cina telah berjalan cukup lama dan harmonis. Saat ini sebagaimana juga di sebagian besar masyarakat cina yang tinggal di Indonesia, kebanyakan etnis cina yang tinggal di Banten pun masih bersosialisasi dengan sesama mereka, dan kebanyakan dari mereka adalah orang -orang yang menguasai perekonomian di Banten. Masyarakat banten pada umumnya relatif toleran terhadap masyarakat atau kelompok dari etnis cina, namun begitu perasaan enggan , tidak suka kebanyakan masih terpateri dalam diri mereka, akseptasi masyarakat banten terhadap

masyarakat etnis cina terlihat baik diluar, namun apabila ada pemicu bisa dengan cepat berubah.

Uraian contoh interaksi di atas menunjukan bahwa interaksi antara masyarakat pribumi dengan etnis cina berlangsung telah sejak lama, banyak warna yang menyelimuti dalam proses interaksi tersebut, hal ini dikarenakan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya sosio historis, kecemburuan sosial, ego etnis, dan lain sebaginya.

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 5

Jika ditarik garis besar sebagaimana telah diurai oleh para pakar dan peneliti serta pemerhati kebudayaan dan interaksi antara masyarakat pribumi dengan etnis cina pada paragraf-paragraf awal makalah ini, maka dapat dibuat garis besar poin-poin penting hubungan interaksi antara masyarakat pribumi dan etnis cina di Indonesia, hal itu antara lain sebagai berikut: 1. Masyarakat etnis cina adalah masyarakat yang telah sejak lama berinteraksi dengan masyarakat pribumi di Indonesia 2. Masyarakat etnis cina dalam aspek pergaulan dan sosialisasi di akar rumput tidak memiliki kontribusi yang signifikan dalam pembauran, mereka cenderung bergaul dengan komunitasnya saja, kecuali dalam aspek-aspek tertentu seperti

perdagangan. 3. Jaringan yang dimiliki oleh masyarakat etnis cina secara umum amatlah kuat (dalam koridor jaringan inter etnis) sehingga hal tersebut selain faktor yang lain menjadi faktor utama yang menentukan mereka menjadi raja ekonomi bangsa ini. 4. Penguasaan ekonomi cina di Indonesia sangat kuat (Taipan) sehingga banyak kebijakan di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh lobi mereka. 5. Di beberapa daerah termasuk contoh interaksi di daerah yang telah diuraikan oleh tim penyusun makalah ini akseptasi masyarakat akar rumput terhadap etnis tiong hoa (cina) baik, namun masih ibarat api dalam sekam (sensitif) sedikit pemicu bisa terjadi chaos apalagi dijaman yang penuh ketidak jelasan saat ini. 6. Masih ada diskriminasi di beberapa daerah tertentu terutama diakibatkan oleh kecemburuan sosial pribumi terhadap masyarakat etnis cina di akar rumput, namun tak sebesar opini yang telah ditebar oleh para pejuang pluralisme etnis.
1

1. 2.

Afif, 1999. Etnik Cina dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Majemuk. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Ali, HM & Hariyudin (editor), 1999. Persepsi WNI Keturunan Cina terhadap Islam. Jakarta: Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan. 3. Susiyanto, Paper social solidarity beetween moslem and non moslem chinese (e book) 4. Bachrun, R dan Hartanto (2000), Krisis Identitas diri pada kelompok minoritas cina (e book) 5. Budiman, A (1998), Cina atau Tionghoa, Majalah Mingguan D&R NO.01/XXX/22 Agustus 1998 6. Anonymous, (2006), Interaksi Sosial Masyarakat Etnik China di Sumatra Utara, Jurnal Sosiologi USU nomor 1 tahun 2006 7. Dian Nafi, (2000) Kerentanan Konflik di Soloraya Perspektif Pembangunan Perdamaian, e book 8. Ade Irman Susanto (2003) Multi Kultural Berpotensi Konflik di Solo, e book 9. Zoelfan T (2002), Paper Anatomi Kekerasan Sosial dalam Konteks Transisi ( United Nation Support Facility for Recovery Indonesia) 10. Anonymous, 2010, Perkembangan etnis china di Indonesia, Detik forum 11. Anonymous, 2010, Janji SBY untuk Etnis China, Okezone.com 12. Humaspdg.wordpress.com, 2010, sejarah perkembangan banten

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 6

[Makalah Sosiologi Pedesaan]

Page 7

Anda mungkin juga menyukai