Anda di halaman 1dari 24

NEURALGIA TRIGEMINUS

A. PENDAHULUAN Neuralgia trigeminus, yang disebut juga dengan sebutan tic douloureux adalah suatu kumpulan rasa nyeri yang sangat sering terjadi dan bersifat paroksismal, berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit pada daerah persarafan nervus kranialis kelima.1,2 Neuralgia trigeminus pertama kali dideskripsikan oleh Avicenna, 900 tahun yang lalu, dan istilah tic douloreux ditemukan oleh Andr pada tahun 1756. Charles Bell mendemonstrasikan dasar-dasar anatomi untuk daerah sensorik di wajah pada tahun 1820 dan memisahkan antara komponen sensorik nervus trigeminus dan fungsi motorik dari nervus fasialis, dan secara tetap menentukan sebuah dasar anatomi untuk neuralgia trigeminus.1,2

B. EPIDEMIOLOGI Pada tahun 1968, Penman melaporkan prevalensi neuralgia trigeminus di Amerika Serikat, kira-kira terdiri dari 107 pria dan 200 wanita per 1 juta penduduk. Kemudian pada tahun 1993, Mauskop mencatat kira-kira terdapat 40.000 pasien yang menderita penyakit ini pada suatu waktu, dengan insidens 4-5 kasus per 100.000 penduduk. Kini, estimasi prevalensi neuralgia trigeminus berkisar kurang lebih 1,5 kasus per 10.000 populasi, dengan insidens kira-kira 15.000 kasus per tahun.1 Rushton dan Olafson melaporkan bahwa kira-kira 1% pasien dengan multipel sklerosis terkena neuralgia trigeminus, sedangkan Jensen dkk melaporkan bahwa 2% pasien dengan neuralgia trigeminus menderita multipel sklerosis. Pasien dengan kondisi ini seringkali menderita neuralgia trigeminus bilateral.1 Tidak ada prevalensi neuralgia trigeminus dari segi penyebaran geografik dan ras. Namun, jenis kelamin wanita dua kali lebih sering terkena dibandingkan pria (berkisar antara 3:2 sampai 2:1). Dan pada jurnal yang berjudul Clinical Characteristics of Patients with Trigeminal Neuralgia Referred to Neurosurgery yang ditulis oleh Siqueira et al (2009) menyebutkan bahwa ras kulit putih lebih banyak menderita neuralgia trigeminus. Selanjutnya, pada 90% pasien, penyakit ini mulai muncul pada usia di atas 40 tahun, dengan onset tipikal antara usia 60-70 tahun (usia pertengahan dan usia lanjut). Pasien 1

yang terkena penyakit ini pada usia 20-40 tahun, lebih sering disebabkan oleh lesi demyelinisasi pada pons yang akan mengakibatkan multipel sklerosis, sehingga akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminus pada usia muda. Nervus trigeminus sebelah kanan lebih sering terkena daripada yang sebelah kiri, dan nervus V2 dan atau V3 adalah cabang yang paling sering terlibat.1,3

C. ETIOLOGI Etiologi neuralgia trigeminus masih kontroversial dan bersifat multifaktorial. Sebagian besar kasus neuralgia trigeminus adalah idiopatik, tetapi kompresi dari serabut nervus trigeminus oleh tumor atau kelainan vaskular dapat membuat nyeri yang serupa. Pada suatu penelitian, 64% pembuluh darah yang tertekan dapat diidentifikasi sebagai arteri, paling sering pada arteri serebellar superior (81%). Kompresi vena dapat diidentifikasi pada 36% dari keseluruhan kasus. Pada tahun 1934, Dandy yang pertama kali menyatakan bahwa neuralgia trigeminus disebabkan oleh serabut saraf yang tertekan dan terdistorsi oleh arteri serebellar superior, dan teori kompresi mikrovaskular diperluas oleh Gardner, yang membuat dasar spasme hemifasial yang disebabkan oleh tekanan pada nervus kranialis ketujuh. Konsep ini kemudian diperkenalkan lagi oleh Jannetta, yang menyebutkan bahwa neuralgia trigeminus merupakan akibat dari kompresi radiks nervus pada tempat keluarnya, yang mana merupakan area peralihan antara myelin nervus sentral dan perifer yang melekat pada batang otak. Namun, penelitian yang lain menyebutkan bahwa nyeri tersebut berasala dari disfungsi sentral dari nukleus nervus kranialis kelima, atau kelainan yang terjadi pada ganglion Gasserian.1,2 Neuralgia trigeminus dibagi menjadi 2 kategori, yaitu klasik dan simptomatik. Bentuk klasik, dapat dipertimbangkan penyebabnya adalah idiopatik, termasuk kasus yang memiliki arteri yang normal dan tetap berkontak dengan saraf. Bentuk yang simptomatik dapat memiliki beberapa penyebab. Aneurisma, tumor, inflamasi meningeal kronik, dan lesi lain yang dapat mengiritasi radiks nervus trigeminus yang terletak sepanjang pons, dapat menyebabkan neuralgia trigeminus. Kasus yang lebih jarang lagi, area demyelinisasi yang terjadi akibat multipel sklerosis dapat menjadi faktor presipitasi. Lesi ini dapat menyebabkan gejala nyeri yang serupa dengan neuralgia trigeminus.1

Tumor dapat menjadi penyebab timbulnya neuralgia trigeminus (paling sering pada sudut cerebello-pontine), termasuk neurinoma akustik, chordoma setinggi level clivus, glioma pontine atau glioblastoma, epidermoid, metastases yang berasal dari mandibula, dan limfoma. Neuralgia trigeminus dapat disebabkan oleh paraneoplastik. Penyebab vaskular adalah infark pada pontine dan malformasi arterivenosus atau aneurisma yang terjadi di sekitarnya. Penyebab yang diakibatkan oleh proses inflamasi meliputi multipel sklerosis (paling sering), sarkoidosis, abses pons, dan beberapa kasus infeksi bakteri (Shigella, Brucella, Leptospirosis, Lyme, syphilis sekunder, Mycobacterium leprae). Kadang-kadang, tambalan gigi yang terdiri dari bahan logam dapat memicu terjadinya serangan neuralgia trigeminus.1,4 Malformasi Chiari I telah ditemukan berhubungan dengan neuralgia trigeminus pada 19 kasus, seperti yang tertulis pada literatur di Inggris. Pada pasien yang sukar disembuhkan dengan penanganan medikamentosa, dekompresi suboksipital dapat mengurangi nyeri pada sekitar dua pertiga pasien. Penting untuk mempertimbangkan malformasi Chiari I sebagai penyebab yang langka dari neuralgia trigeminus dan hal ini hanya dapat disembuhkan dengan penanganan bedah.4 Diabetes juga dapat menyebabkan neuralgia di seluruh area tubuh, termasuk neuralgia trigeminus. Diabetes dapat merusak arteri-arteri kecil yang menyuplai sirkulasi pada nervus, sehingga mengakibatkan malfungsi dari serabut saraf dan kadang-kadang bahkan kehilangan serabut saraf tersebut.4

D. ANATOMI Nervus trigeminus adalah nervus yang paling besar dari semua nervus kranialis. Nervus ini keluar dari pertengahan pons dan terbagi menjadi 2, yaitu radiks motorik yang berukuran kecil (porsi minor) dan radiks sensorik yang berukuran besar (porsi mayor). Radiks motorik mempersarafi bagian temporalis, pterygoid, tensor tympani, tensor palati, mylohyoid, dan bagian anterior dari digastrik. Radiks motorik juga mengandung serabut saraf sensorik yang sebagian besar memediasi sensasi nyeri.1 Ganglion Gasserian terdapat di fossa trigeminal (cavum Meckel) pada os petrosus yang terletak pada fossa cranii media. Ganglion tersebut terdiri dari serabut somatis sensoris yang mempersarafi sensasi nyeri, temperatur, dan sentuhan dan prosessusnya 3

sentralnya berproyeksi ke nukleus sensorik prinsipalis nervi trigemini (untuk raba dan diskriminasi) dan ke nukleus spinalis nervis trigemini (untuk nyeri dan suhu). Nukleus mesensefali nervis trigemini merupakan kasus khusus, karena sel-selnya mirip dengan ganglion radiks dorsalis meskipun terletak di batang otak; yaitu seakan-akan nukleus perifer telah dipindahkan ke sistem saraf pusat. Processus perifer neuron pada nukleus ini menerima impuls dari reeptor perifer di spindel otot-otot pengunyah, dan dari reseptor lain yang memberikan respon terhadap tekanan.5,6

Gambar 1. a). Hubungan sentral berbagai serabut trigeminalis dan nukleinya yang bersesuaian (gambaran skematik). b). Radiks motorik nervis trigeminus. (dikutip dari kepustakaan 5 )

Neuron perifer yang berasal dari ganglion tersebut membentuk tiga buah cabang dari nervus trigeminal, yaitu; nervus oftalmika (V1), nervus maksillaris (V2), dan nervus mandibularis (V3). Cabang nervus oftalmika keluar dari kranium melalui fissura orbitalis superior, sementara cabang nervus maksilaris dan mandibularis keluar melalui foramen rotundum dan foramen ovale. Nervus oftalmika dan maksillaris hanya memiliki fungsi sensorik, sedangkan nervus mandibularis memiliki fungsi sensorik dan motorik.1,7 4

Gambar 2. Ilustrasi nervus trigeminus dengan 3 buah cabangnya (dikutip dari kepustakaan 5)

Serabut saraf proprioseptif aferen berjalan dengan radiks eferen dan aferen. Serabut saraf tersebut mempersarafi neuron unipolar yang terletak di tengah nukleus mesencephalik nervus trigeminus.1 Impuls propriseptifnya dari otot pengunyah dan palatum durum diantarkan oleh nervus mandibularis. Impuls ini merupakan mekanisme umpan-balik untuk mengontrol kekuatan gigitan.5 Serabut somatosensorik trrigeminalis. Bagian somatosensorik mempersarafi kulit wajah hungga verteks kepala. Distribusi kutan nervus trigeminus berbatasan dengan dermatom radiks nervi servikalis II dan III. (Radiks nervi servikalis I, adalah motorik

murni dan mempersarafi otot-otot leher servikalis bagian atas).5,6

yang melekat pada tengkorak dan vetebra

Selain itu, membran mukosa mulut, hidung dan sinus paranasal mendapatkan persarafan somatosensoriknya dari nervus trigeminus, seperti juga gigi maksila dan mandibula dan sebagian besar duramater (di fosa kranialis anterior dan media). Namun, disekitar telinga luar, hanya bagian anterior pinna dan kanalis auditorius eksternus dan sebagian membrana timpanika yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. Bagian kanalis auditorius eksternus lainnya mendapatkan persarafan somatosensoriknya dari nervus intermedius, nervus glosofaringeus dan nervus vagus.5 E. PATOFISIOLOGI Karena patofisiologi yang sebenarnya masih kontroversial, etiologi dari neuralgia trigeminus dapat berupa sentral, perifer, atau keduanya. Nervus trigeminus (nervus kranialis kelima) dapat menyebabkan nyeri, karena fungsi utamanya terletak pada sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural yang tampak (85%), meskipun banyak investigator yang setuju bahwa kompresi vaskular, secara khusus pada arteri atau vena pada tempat masuknya nervus trigeminus ke pons, merupakan patogenesis yang penting pada neuralgia trigeminus idiopatik. Kompresi ini menyebabkan demyelinisasi nervus trigeminus fokal. Etiologinya idiopatik dan dikategorikan sebagai neuralgia trigeminus klasik.1 Nyeri neuropatik merupakan tanda utama dari adanya kerusakan kecil akibat demyelinisasi serabut saraf aferen yang menangani nosisepsi. Mekanisme nyeri berubah, dan terjadi hipereksitasi. Kerusakan serabut saraf kecil dan besar secara mikroanatomis, terutama demyelinisasi, sering diamati pada tempat masuknya radiks nervus, yang mengakibatkan transmisi ephaptic (persilangan antara arus listrik dengan neuron yang terdemyelinisasi), yang akan mengakibatkan sensasi nyeri seperti disengat listrik. Kurangnya impuls inhibitor yang berasal dari demyelinisasi yang luas dari serabut saraf juga berperan. Selanjutnya, mekanisme re-entri menyebabkan amplifikasi dari impuls sensorik. Korelasi klinisnya merupakan getaran yang potensial untuk memicu serangan. Namun, beberapa hal juga dapat memberikan suatu mekanisme sentral yang utama,

misalnya penundaan antara stimulasi dan nyeri, dan perpanjangan periode refrakter, yang akan menyebabkan perpanjangan stimulus pada neuron.1,8

F. KLASIFIKASI Eller et al. (2005) memperkenalkan sebuah skema klasifikasi baru yang membagi nyeri pada wajah menjadi beberapa kategori yang berbeda, antara lain:1 1. Neuralgia trigeminus tipe 1, merupakan bentuk klasik dari neuralgia trigeminus di mana nyeri yang perih mendominasi 2. Neuralgia trigeminus tipe 2, merupakan bentuk atipikal dari neuralgia trigeminus dengan sensasi nyeri yang menetap (nyeri berdenyut atau nyeri seperti terbakar) yang mendominasi 3. Nyeri neuropati trigeminal, merupakan nyeri yang timbul akibat adanya trauma pada nervus trigeminus atau jalur otak pada sistem trigeminal. 4. Trigeminal deafferentation pain, merupakan nyeri yang timbul akibat usaha yang dilakukan untuk mengobati neuralgia trigeminus (mati rasa pada daerah wajah merupakan bagian dari gejala penyakit ini, yang sering disebut sebagai anestesia dolorosa) 5. Neuralgia trigeminus simptomatik, merupakan neuralgia trigeminus yang disertai dengan multipel sklerosis 6. Neuralgia post-herpetik, merupakan nyeri wajah yang kronik yang terjadi sebagai akibat dari penyakit herper zoster, biasanya pada cabang oftalmika (V1) dari nervus trigeminus dan biasanya terjadi pada usia tua 7. Neuralgia genikulata, merupakan nyeri yang perih dan bersifat episodik, terletak pada bagian dalam telinga 8. Neuralgia glossofaringeal, merupakan nyeri yang terjadi pada area tonsil dan tenggorokan, biasanya dipicu oleh berbicara atau mengunyah

Gambar 3 . Lokalisasi dari variasi tipe nyeri wajah dan neuralgia. 1. Nueralgia trigeminal distribusi dari nervus maxillary (V2), 2. Neuralgia distribusi dari nervus mandibular (V 3), 3. Neuralgia auroculotemporal, 4. Neuralgia nasocilliary, 5. Neuralgia Sluder, 6. Neuralgia Glossopharingea, 7. Neuralgia pada ganglion geniculate, 8. Neuralgia sendi temporomandibular (sindromnyeri myofacial). (dikutip dari kepustakaan 9)

G. GEJALA KLINIS Gejala klinis neuralgia trigeminus adalah nyeri yang sangat hebat, yang digambarkan oleh sebagian besar penderita sebagai nyeri yang paling buruk dari semua nyeri yang pernah mereka rasakan, dan pada kasus yang lebih berat, risiko bunuh diri pada penderita ini meningkat. Nyeri pada neuralgia trigeminus bersifat paroksismal. Di antara episode nyeri, penderita tidak merasakan gejala apapun, kecuali perasaan takut akan serangan nyeri yang berikutnya. Sensasi nyeri yang dirasakan seperti terbakar, seperti petir yang tiba-tiba menyambar. Serangan nyeri yang bersifat paroksismal ini dapat berlangsung selama 15 menit atau lebih. Frekuensi serangan bervariasi dari beberapa kali dalam sehari sampai beberapa kali dalam sebulan. Ketika rasa sakit menyerang, penderita tidak dapat berbicara, bahkan penderita seringkali menggosok atau mencubit wajahnya untuk menghilangkan sensasi nyeri tersebut. Gerakan wajah dan rahang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Kadang-kadang, terdapat lakrimasi ipsilateral yang prominen. Tidak ada penurunan sensorik yang ditemukan setelah serangan paroksismal tersebut terjadi, tetapi penderita bisa saja mengeluhkan suatu hiperestesia fasial.10 8

H. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Dari anamnesis, informasi yang yang dapat diperoleh pada penderita neuralgia trigeminus adalah nyeri wajah unilateral yang bersifat menyayat dan dipicu oleh gerakan mengunyah atau aktivitas yang serupa atau dengan menyentuh area wajah yang terkena. Neuralgia trigeminus mengenai bagian kanan wajah lima kali lebih sering dibandingkan dengan bagian kiri wajah. Menurut Fromm et al., beberapa penderita dapat mengalami sindrom pre-neuralgia trigeminus beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelumnya sebelum benar-benar mengalami neuralgia trigeminus. Mereka mengeluhkan nyeri pada sinus yang tak kunjung sembuh atau sakit gigi yang berjam-jam, yang dipicu oleh gerakan memindahkan rahang atau ketika sedang minum. Sayangnya, penderita seringkali berkunjung ke dokter gigi untuk pertama kali. Dan beberapa di antara mereka membaik dengan pengobatan karbamazepin.1 Karakteristik gejala neuralgia trigeminus adalah adanya zona pemicu, yang mana jika terstimulasi, akan menimbulkan nyeri tipikal yang paroksismal. Zona-zona ini meliputi area pipi, bibir, atau hidung yang dapat distimulus oleh gerakan wajah, mengunyah, menerapkan make up, bercukur atau, rangsangan sentuh. Penderita neuralgia trigeminus tidak akan melakukan gerakan ekspresi wajah selama percakapan, tidak makan selama berhari-hari, atau bahkan menghindari tiupan angin untuk mencegah terjadinya serangan.10

Gambar 4. Area facial dengan beberapa titik zona pemicu yang mempunyai area sensifitas yang lebih tinggi. ( di kutip dari kepustakaan 11).

Kriteria

diagnostik

neuralgia

trigeminus

berdasarkan

International

Headache Society (2004) adalah sebagai berikut:1,8 A serangan nyeri paroksismal yang berlangsung sedikit demi sedikit selama beberapa detik sampai 2 menit, yang mengenai satu atau lebih cabang nervus trigeminus dan memenuhi kriteria B dan C B nyeri yang dialami setidaknya mempunyai 1 karakteristik di bawah ini, yaitu: (1) nyeri yang terus-menerus, tajam, superfisial atau menyayat; atau (2) dipresipitasi oleh area pemicu atau faktor pemicu. C serangannya sama pada setiap individu D tidak ada bukti klinis terjadinya defisit neurologi E tidak disertai dengan penyakit yang lain

10

Gambar 5. Skematik neuralgia trigeminal. (dikutip dari kepustakaan 8)

Kriteria untuk neuralgia trigeminus simptomatik sedikit berbeda dengan kriteria di atas, seperti yang tertulis di bawah ini:1 A serangan nyeri paroksismal yang berlangsung sedikit demi sedikit selama beberapa detik sampai 2 menit, dengan atau tanpa nyeri yang menetap di antara serangan paroksismal, yang mengenai satu atau lebih cabang nervus trigeminus dan memenuhi kriteria B dan C B nyeri yang dialami setidaknya mempunyai 1 karakteristik di bawah ini, yaitu: (1) nyeri yang terus-menerus, tajam, superfisial atau menyayat; atau (2) dipresipitasi oleh area pemicu atau faktor pemicu. C serangannya sama pada setiap individu D terdapat sebuah lesi penyebab, selain kompresi vaskular, yang ditunjukkan dengan pemeriksaan khusus dan/atau eksplorasi fossa cranii posterior. Kadang-kadang, deskripsi gejala yang diberikan penderita menjadi tanda patognomonik sebuah neuralgia trigeminus, seperti: nyeri bagaikan disengat listrik, sengatan listrik yang langsung mengenai saraf, rasa panas di daerah pipi, dan rasa nyeri seperti tersentak.8 11

2.

Pemeriksaan Fisis Bagian sensorik nervus trugeminus diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, nyeri, dan suhu pada area wajah yang dipersarafinya. Bagian motorik saraf V diperiksa dengan cara meminta pasien merapatkan giginya sekuat mungkin dan pemeriksa meraba m. Masseter dan m. Temporalis. Dalam hal ini pemeriksaan tonus dan bentuk otot-otot tersebut. Selain itu, pemeriksa juga meminta pasien membuka mulut untuk melihat adanya deviasi rahang bawah.12 Diagnosis neuralgia trigeminus idiopatik dapat dipertahankan hanya jika tidak ditemukan disfungsi dari nervus kranialis kelima. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal, dan tidak ada kelainan sensoris pada wajah, tidak ada kelainan pada otot masseter, dan refleks kornea baik. Pada pasien dengan mutipel sklerosis atau terdapatnya lesi struktural yang disertai dengan neuralgia trigeminus, hilangnya rangsangan sensorik dapat ditemukan pada pemeriksaan.1

3.

Pemeriksaan Penunjang Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan dua hal yang sangat penting untuk mendiagnosis neuralgia trigeminus klasik. Namun, kemajuan dalam bidang neuroimaging telah menunjukkan kemampuannya dalam mendiagnosis neuralgia trigeminus simptomatik. MRI digunakan untuk mendiagnosis kasus ini dan menentukan apakah ada tidaknya kompresi vaskular pada nervus trigeminus. Faktor risiko yang utama pada neuralgia trigeminus adalah multipel sklerosis; meskipun hal ini merupakan suatu penyebab yang jarang, hal ini sangatlah penting untuk diidentifikasi, karena terapi dari neuralgia trigeminus akan sangat bervariasi, mulai dari obatobatan anti-epilepsi sampai dengan pembedahan.13,14

12

Gambar 6. Gambaran MRI yang menunjukkan kompresi neurobaskular pada nervus trigeminus kanan (dikutip dari kepustakaan 13)

Pedoman terkini yang diterbitkan oleh American Academy of Neurology (AAN) dan European Federation of Neurological Societies (EFNS) tidak dapat menemukan bukti-bukti yang cukup untuk mendukung atau membantah fakta bahwa penyebab neuralgia trigeminus adalah suatu anomali vaskular. MRI akan mengidentifikasi penyebab neuralgia trigeminus pada pasien, apakah plak multipel sklerosis atau suatu kompresi. Indikasi pemeriksaan MRI pada pasien neuralgia trigeminus adalah mereka yang berusia di bawah 60 tahun, terutama untuk meniadakan tumor sebagai diagnosis banding.1,13 Magnetic Resonance Angiography (MRA) dapat berguna dalam menentukan lokasi kompresi vaskular, namun sensitivitasnya masih rendah.1

Tes neurofisiologi dapat membantu membedakan neuralgia trigeminus simptomatik dengan neuralgia trigeminus klasik, karena neuralgia trigeminus simptomatik mempunyai:13 13

Refleks trigeminal yang abnormal (spesifisitas 94%, sensitivitas 87%) Nervus trigeminus yang abnormal akan membangkitkan aksi potensial Adanya defisit sensorik pada area yang dipersarafi nervus trigeminus atau adanya keterlibatan pada dua sisi wajah.

I.

DIAGNOSIS BANDING Neuralgia trigeminus bisa didiagnosis banding dengan nyeri kraniofasial yang sering terjadi, seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini:1 Tabel 1. Karakteristik dari 3 Nyeri Kraniofasial yang Sering Terjadi Neuralgia trigeminus Rasio pria : wanita Usia onset Lokasi 1:2 >50 tahun Unilateral Cluster headache 31 : 1 30-40 tahun Selalu unilateral Sindrom Horner, Gejala yang menyertai Tidak ada infeksi konjungtiva, dan epifora Durasi serangan Beberapa detik Dalam beberapa bulan Area pemicu 15-180 menit Beberapa minggu sampai beberapa bulan Serangan malam Bervariasi Beberapa hari Migrain 1:1 10-20 tahun Bervariasi Fotofobia, fonofobia, dan gejala-gejala gastrointestinal 4-72 jam

Siklus serangan

Pemicu

Gangguan yang melibatkan sarafotak kelima dapat dimanifestasikan sebagai penyakitpenyakit neuralgia trigeminus yang merupakan serangan nyeri pada wajah dalam teritorial cabang nervus trigeminus tertentu, dan sering kali disertai dengan gangguan vasomotor serta sekretorik. Sering kali tidak dijumpai adanya penyebabkan kelainan anatomis.

14

Neuralgia trigeminus dapat juga merupakan tampilan penyakit lain seperti : Glaukoma, uveitis yang menimbulkan nyeri mata dan dahi. Sindrom Charlin yang terdiri dari gejala nyeri bagian dalam mata, hidung, lakrimasi, sekresi ingus akibat iritasi ganglion siliaris. Sindrom Gradenigo yang menimbulkan nyeri daerah frontal serta paresis nervus abdusen yang kemungkinan dikarenakan adanya inflamasi sel-sel pneumatik tulang petrosus. Sindrom Bing-Horton yang disebut juga eritroprosopalgia di mana terjadi serangan nyeri dan kemerahan wajah sisi ipsilateral diduga disebabkan oleh iritasi N.Petrosus. Aneurisma a. Karotis interna dalam sinus kavernosus yang mengiritasi nervus oftamik (V1) dan nervus maxillari (V2). Gangguan intrakranial yang merusak nervus trigeminal seperti meningitis, tumor (sudut ponto-serbelar), dan berbagai jenis infeksi.12

J.

PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan non-bedah a. Obat-obatan antikonvulsan Karbamazepin, merupakan pengobatan standar dan pengobatan lini pertama pada neuralgia trigeminus. Dapat dimulai dari dosis 100 mg, 2 kali sehari. Dan jika dosis inisial ini tidak berhasil, dapat ditingkatkan dosisnya menjadi maksimal 1200 mg per hari (dibagi dalam 4 dosis), kemudian ketika toleransi terjadi, pertahankan dosis, kemudian dosis pemeliharaan lebih rendah yaitu 100-800 mg per hari. Banyak penderita neuralgia trigeminus yang tidak dapat mentoleransi efek samping dari obat ini, seperti rasa pusing, mengantuk, gelisah, mual, dan muntah. Komplikasi hemopoetik karena depresi sumsum tulang jarang terjadi.1,2,14 Gabapentin, merupakan obat yang dipilih jika penderita menunjukkan gejala yang refrakter terhadap karbamazepin. Obat ini seringkali lebih ditoleransi daripada karbamazepine pada pasien-pasien usia lanjut.1

15

Lamotrigine; Lunardi et al. melalui penelitian prospektifnya menunjukkan 5 orang penderita neuralgia trigeminus simptomatik yang disertai dengan multipel sklerosis dan 10 dari 15 orang dengan neuralgia trigeminus idiopatik sembuh total dalam waktu 3-8 bulan. Dosis bervariasi mulai dari 100-400 mg per hari. Obat ini dapat dikombinasikan dengan baclofen.1,14

Fenitoin, merupakan obat yang memiliki mekanisme yang sama dengan karbamazepine namun seringkali kurang efektif. Fenitoin dapat menjadi obat tambahan pada penderita neuralgia trigeminus yang berobat dengan karbamazepin namun memberikan efek yang kurang setelah satu atau beberapa tahun. Obat ini seringkali menimbulkan efek samping pada penderita usia lanjut.1

Topiramate; terapi ini masih bersifat eksperimental.1 Oxcarbazepine, merupakan obat yang segolongan dengan karbamazepin dan diasumsikan bahwa obat ini memliki mekanisme kerja yang sama dengan karbamazepin. Obat ini memiliki toleransi yang lebih baik, namun obat ini belum diakui oleh US Food and Drug Administration sebagai pengobatan neuralgia trigeminus.1

b.

Obat-obatan pelumpuh otot skelet Baclofen, merupakan satu-satunya obat dari golongan ini yang memiliki data publikasi yang menunjukkan kemanjurannya dalam pengobatan neuralgia trigeminus. Obat ini menginduksi hiperpolarisasi dari terminal aferen dan menghambat refleks monosinaptik dan polisinaptik pada level spinal. Baclofen sering digunakan setelah terapi inisial dari karbamazepin, dan memiliki efek yang sinergis dengan karbamazepin.1

c.

Antidepresan trisiklik Amitriptilin, merupakan obat yang termasuk golongan antidepresan trisiklik yang memiliki efek antikolinergik sentral dan perifer, dan juga efek sedatif. Obat tersebut memiliki efek sentral pada transmisi nyeri dan memblok aktif reuptake norepinefrin dan serotonin.1

16

d.

Toksin Botulinum toksin; injeksi botulinum toksin dilihat memiliki manfaat pada penderita neuralgia trigeminus dengan manifestasi oftalmologik, tetapi hasilnya belum dipublikasikan.1

2.

Penatalaksanaan bedah Secara umum, bedah saraf dapat membantu penderita neuralgia trigeminus yang memiliki nyeri yang paroksismal dan pada penderita neuralgia trigeminus yang mengenai satu cabang atau lebih, bukan neuralgia trigeminus yang bersifat difus. Tindakan bedah biasanya kurang efektif pada penderita neuralgia trigeminus yang disebabkan oleh multipel sklerosis. Indikasi operasi pada penderita neuralgia trigeminus adalah penderita neuralgia trigeminus yang tidak dapat ditangani lagi dengan medikamentosa, dan pada mereka yang telah melakukan prosedur operasi sebelumnya namun gagal.7 Terdapat beberapa teknik operasi pada penderita neuralgia trigeminus dewasa ini. Ablasi lokal nervus preifer dan eksisi luas dari radiks sensorik sudah tidak diperbolehkan untuk dilakukan lagi. Beberapa teknik operasi yang direkomendasikan kini adalah sebagai berikut:7

a.

Prosedur perkutaneus (Percutaneous procedures) Tiga prosedur perkutaneus untuk neuralgia trigeminus adalah percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG), percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR), dan percutaneous balloon microcompression (PBM). Pada setiap prosedur, ahli bedah memasukkan trocar atau jarum ke bagian lateral sudut mulut, dan dengan tuntunan fluoroskopik, menuju ke foramen ipsilateral. Ganglion Gasserian segaris dengan lokasi tersebut.7

17

Gambar 7 . Selama prosedur PRTG memberikan aliran panas yang digunakan untuk menghancurkan rasa sakit yang disebabkan serat saraf. (dikutip dari kepustakaan 11)

1) Percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG) PRTG merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan menempatkan jarum pada ganglion Gasserian, kemudian mengalirinya dengan arus listrik yang akan memanasi probe, dan membuat suatu lesi termal pada ganglion. Melalui prosedur ini, kejadian nyeri yang rekuren dilaporkan sangat rendah. PRTG, sama halnya dengan PBM, merupakan tindakan yang relatif tidak mahal dan menggunakan teknik yang mudah diakses, dan merupakan tindakan minimal invasif, dengan rasio rekurensi nyeri sangat rendah, meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa tindakan ini memiliki rekurensi yang tinggi. Selain itu, tindakan ini dapat membuat wajah penderita menjadi mati rasa pasca dilakukannya tindakan. Saat melakukan tindakan PRTG, pasien dapat dalam keadaan sadar, cepat pulih, dan dapat pulang ke rumah sehari setelah operasi dilaksanakan. Hasil akhirnya sangat tergantung pada keahlian ahli bedah.2,7

18

2) Percutaneous balloon microcompression (PBM) Dengan menggunakan teknik PBM, operator akan memasukkan sebuah balon kateter melalui foramen ovale ke dalam ganglion kemudian mengembangkannya selama 1-10 menit. Beberapa ahli bedah melaporkan hasil akhir yang baik sehubungan dengan penggunaan teknk PMB, dan dapat dibandingkan dengan PRTG.7,14 3) Percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR) Injeksi gliserol ke dalam ganglion Gasserian untuk merusak serabut saraf yang menghantar nyeri telah digunakan sejak lama. Teknik ini mudah dilakukan dan memiliki efisiensi yang tinggi, serta memiliki angka rekurensi yang rendah. Pada teknik PRGR, seperti pada prosedur perkutaneus lainnya, jarum spinal dimasukkan menembus wajah, masuk ke cisterna trigeminal, di mana suatu cistenogram diperoleh dengan menggunakan larutan kontras. Setelah menghilangkan larutan kontras, ahli bedah akan menginjeksi gliserol anhidrat, kemudian meminta pasien untuk duduk sekitar 2 jam sampai saraf tersebut terablasi.7,14

b.

Gamma Knife Surgery (GKS) Stereotatic Gamma Knife Surgery (GKS) adalah salah satu teknik terbaru dalam menangani neuralgia trigeminus. Teknik ini merupakan tindakan yang minimal invasif dibandingkan semua teknik operasi, dan tidak terlalu bergantung pada keahlian ahli bedah. Teknik ini lebih efektif dibandingkan dengan prosedur perkutaneus, tetapi teknik ini membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk memperoleh kesembuhan dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar. GKS terdiri dari beberapa sinar foton (> 200) yang terkonsenttasi tinggi disertai dengan akurasi yang tinggi untuk memberikan dosis 70-90 Gy pada target, yaitu radiks nervus trigeminus. Teknik ini merusak komponen spesifik dari nervus sehingga nervus ini berhenti mengirim sinyal nyeri ke otak. GKS dapat diindikasikan pada penderita neuralgia trigeminus yang tidak berhasil dengan pengobatan dan prosedur yang telah disebutkan di atas.7,15

19

Gambar 8. Radiasi merusak nervus trigeminus (area yang berwarna) agar nervus tersebut berhenti mengirim sinyal nyeri (dikutip dari kepustakaan 15)

Dari semua penderita neuralgia trigeminus yang ditangani dengan GKS, 60% penderita segera terbebas dari nyeri, dan lebih dari 75% penderita terbebas dari nyeri sekitar 1,5 tahun kemudian. Rekurensi terjadi pada 25% penderita dalam rentang waktu 1-3 tahun. Angka rekurensi rendah pada penderita yang telah sembuh sempurna.7 c. Dekompresi mikrovaskular Dekompresi mikrovaskular adalah prosedur bedah yang klasik pada neuralgia trigeminus, dan merupakan tindakan yang paling efektif. Tindakan ini berdasarkan hipotesis bahwa kompresi vaskular di sekitar nervus trigeminus akan mengakibatkan abnormalitas dari fungsi nervus tersebut. Dekompresi mikrovaskular diindikasikan pada penderita neuralgia trigeminus yang usianya lebih muda, terutama pada penderita neuralgia trigeminus yang nyerinya terisolasi pada area oftalmika atau pada seluruh cabang nervus trigeminus dan pada penderita dengan neuralgia trigeminus sekunder. Kini, dekompresi mikrovaskular merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan untuk neuralgia trigeminus.7 Pada dekompresi mikrovaskular, kulit di belakang telinga diinsisi dan dibuat kraniotomi sebesar 3 cm. Buka duramater agar nervus trigeminus terlihat, dan 20

indentifikasi pembuluh darah yang menekan nervus saat pembuluh darah masuk ke pons. Teflon felt digunakan untuk mengalasi nervus agar nervus tersebut menjauhi arteri dan vena.7,16

Gambar 9. Ilustrasi tindakan dekompresi mikrovaskular (dikutip dari kepustakaan 15)

Gambar 10. Dekompresi mikrovaskular (Jannetta procedure) yang digunakan untuk menangani neuralgia trigeminus. Arteri cerebellar anteroinferior berkontak dengan nervus trigeminus (dikutip dari kepustakaan 7)

21

Pasca operasi, penderita harus dirawat di ruang intensif, dan nyeri bekas sayatan operasi dapat ditangani dengan analgetik. Hanya ada 2 kematian yang dilaporkan oleh Peter Jannetta pasca operasi ini. Selain nyeri kepala pasca operasi, mati rasa pada daerah wajah, dan gangguan pendengaran juga dapat terjadi.7,16 d. Sensory Rhizotomy Sensory Rhizotomy adalah pemotongan irreversibel dari cabang nervus trigeminus yang memberikan koneksi pada batang otak. Tekniknya dengan membuat lubang kecil di belakang tengkorak. Stimulasi probe digunakan untuk mengidentifikasi cabang saraf motorik. Cabang saraf motorik dimana berfungsi mengontrol otot pengunyah harus dipertahankan. Cabang saraf sensorik dimana berfungsi yang mengirimkan sinyal nyeri dari otak di potong. Pemotongan saraf akan menyebabkan mati rasa pada bagian wajah secara permanen sehingga harus dipertimbangkan karena adanya nyeri kambuhan yang tidak berespon dengan pengobatan lain.11

Gambar 11. Selama prosedur sensory rhizotomy, cabang saraf sensory dipotong dan cabang saraf motorik tetap dipertahankan. (di kutip dari kepustakaan 11)

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

Singh MK, Egan RA. Trigeminal neuralgia [online]. 2012 [cited 2013 January 13]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview#showall

2.

Kaye AH. Essential neurosurgery third edition. United States: Blackwell Publishing; 2005. p. 248-50.

3.

Siqueira SRDT, Teixeura MJ, Siqueira JTT. Clinical characteristics of patients with trigeminal neuralgia referred to neurosurgery. European Journal of Dentistry 2009. 3: 207-12.

4.

Popovici F, Mergeani A, Popescu D, Antochi F. Review on the causes of trigeminal neuralgia symptomatic to other diseases. Romanian Journal of Neurology 2011. 10, 2: 6972.

5.

Baechr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi keempat. Jakarta; EGC. 2007. p. 142-4.

6.

Snell RS. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi kelima. Jakarta: EGC. 2002. p. 378-81.

7.

Burchiel KJ, Wyler AR. Trigeminal neuralgia surgery [online]. 2012 [cited 2013 January 13]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/248933-overview#showall McMillan R. Trigeminal neuralgia a debilitating facial pain. Reviews in Pain 2011. 5, 1: 26-32.

8.

9.

Mumenthaler M, Mattle H. Fundamental of Neurology an Illustrated Guide. New York;Thieme Stuttgart. 2006. p.253-4.

10. Gooch CL, Lange DJ, Trojaborg W. Cranial and peripheral nerve lesions. In: Rowland LP, editor. Merritts Neurology eleventh edition. United States: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. 11. Tew J, McMahon N. Trigeminal Neuralgia [online]. 2012. [cited 2013 January 19]. Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PE-TRIN.htm 12. Satyanegara, Hasan RY, et al. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi keempat. Jakarta;Kompas Gramedia. 2010. p. 131

23

13. Zakrzewska JM, McMillan R. Trigeminal neuralgia: the diagnosis and management of this excruciating and poorly understood facial pain. Postgraduation Medical Journal 2011. 87: 410-6. 14. Hollway T, Brosnan K. Pain. In: Moore AJ, Newell DW, editors. Neurosurgery Principles and Practice. United Kingdom: Springer; 2005. p. 586-7. 15. Prall JA. Three options for treating trigeminal neuralgia. Neuroscience News 2011. 2, 1: 1-4. 16. Anil SM, Kanno T, Watanabe S, Kato Y, Sano H. Microvascular decompression in trigeminal neuralgia. Pan Arab Journal of Neurosurgery 2009. 13, 2: 17-23.

24

Anda mungkin juga menyukai