Anda di halaman 1dari 4

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologis yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli.1 Di negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum juga diketahui secara pasti.2,3 Endometriosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh manusia4, tetapi didalam bidang ginekologi yang dimaksud adalah endometriosis pelvik atau genital. Endometriosis dapat menyebabkan keluhan dismenore, dispareni, nyeri pelvik kronis dan infertilitas. 1,2,4-8 Secara klinis, penyakit ini dapat berkembang begitu seorang wanita mencapai menars dan berlanjut ke masa remaja. Perkembangannya semakin jelas pada usia reproduksi dan masih dapat ditemukan pada usia pasca menopause.4 Terkait dengan masalah autoimun,6 maka penyakit ini sebenarnya menetap sepanjang hayat. Endometriosis dapat ditemukan secara terencana atau secara tidak terduga. Pada keadaan terencana, penyakit ini ditemukan karena memang sengaja dicari secara laparoskopi diagnostik pada wanita tanpa keluhan atau tanda klinis endometriosis, yakni wanita infertil, khususnya idiopatik.9 Salah satu marker biokimiawi pada endometriosis adalah Cancer Antigen-125 (CA 125) yang dapat meningkat pada endometriosis.1,4,8 CA 125 memiliki kekhasan yang baik (86-100 %) tetapi memiliki kepekaan yang rendah (13 %) pada populasi yang berisiko tinggi untuk endometriosis sehingga bila dibandingkan dengan
1
Universitas Sumatera Utara

laparoskopi, CA 125 tidak memiliki nilai diagnostik.4 Sehingga laparoskopi hingga kini masih dianggap sebagai baku-emas uji diagnostik untuk mencari bukti semua jenis dan derajat endometriosis. Namun demikian, pengukurannya dalam serum masih dapat digunakan sebagai marker objektif untuk memantau respons penanganan yang sedang atau telah dilakukan (pengobatan atau pembedahan) terhadap endometriosis, atau kekambuhannya;4,6,10-12 Pada wanita dengan endometriosis, diketahui terjadi peningkatan kadar serum CA 125, khususnya pada bentuk yang berat. CA 125 juga meningkat pada kista endometriosis dan infiltrasi endometriosis yang dalam. Untuk memahami hal ini, satu hal yang harus diketahui yaitu bahwa cairan kista endometriosis mengandung CA 125 dengan konsentrasi sangat tinggi, dan infiltrasi endometriosis yang dalam akan mensekresikan CA 125 ke dalam aliran darah, sedangkan implan endometriotik yang superfisial mensekresikan umumnya sampai kavum peritoneum dimana CA 125 hanya lambat diserap karena berat molekulnya yang tinggi. Kadar plasma CA 125 tersebut juga mencerminkan produksi endometrial, volume kista endometriosis dan volume nodul endometriotik yang berinfiltrasi dalam.13 Regulasi hormonal pada ekspresi CA 125 dan sekresi oleh endometrium dan endometriotik implantasi masih sangat sedikit dipahami. Kadar CA 125 secara nyata akan berkurang setelah pengobatan medikal atau setelah eksisi bedah dari implan endometriotik. Dengan demikian CA 125 dapat digunakan untuk evaluasi kualitas atau kesempurnaan dari eksisi bedah dari implan endometriosis.13 Garzetti GG, dkk (1994) di Roma menyatakan kadar CA 125 meningkat signifikan pada pasien endometriosis dan memiliki korelasi terhadap derajat penyakit. Dimana korelasi positif dijumpai pada skor adhesi & peritoneal endometriosis tetapi hubungan terhadap implan endometriosis tidak signifikan.14

2
Universitas Sumatera Utara

Cheng Ya-Min dkk (2002) menyatakan kadar serum CA 125 meningkat secara bermakna pada stadium lanjut (p < .001, F test). Lebih lanjut, kadar CA 125 secara bermakna meningkat pada adhesi yang lebih luas pada peritoneum, omentum, ovarium, tuba fallopii, kolon dan kavum douglas atau endometrioma yang pecah.1 Salehpour Saghar dkk (2009) mendapati rata-rata serum kadar CA 125 preoperatif lebih tinggi signifikan pada wanita endometriosis daripada kontrol.2 Kondo W, dkk (2010) meneliti komplikasi operasi mayor yang terjadi pada endometriosis pelvis yang berinfiltrasi dalam, dimana komplikasi yang sering terjadi bila dijumpai perlengketan pada rektum.15 Dengan diketahuinya hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis, diharapkan dapat dilakukan persiapan operasi yang maksimal pada kasus dugaan endometriosis.

1.2.

RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan pernyataan

penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis dan bagaimanakah hubungan antara kadar CA 125 preoperatif tersebut dengan stadium endometriosis menurut American Society of Reproductive Medicine (ASRM).

1.3.

HIPOTESIS Ada hubungan yang signifikan antara kadar CA 125 preoperatif dengan

stadium endometriosis.

3
Universitas Sumatera Utara

1.4. 1.

TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium endometriosis.

2.

Untuk mengetahui hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis.

3.

Untuk mengetahui hubungan keluhan-keluhan endometriosis dalam hal ini dismenore, dispareni, nyeri pelvik kronis dan infertilitas dengan stadium endometriosis.

1.5. 1.

MANFAAT PENELITIAN Dari hasil penelitian ini dapat diketahui ada tidaknya hubungan antara kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis.

2.

Dengan hasil penelitian ini maka dapat diketahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis.

3.

Dengan dapat diprediksinya stadium endometriosis dengan menggunakan CA 125, dapat dilakukan persiapan operasi yang lebih maksimal (preparasi usus dan pemberian hormonal sebelum operasi).

4.

Dari hasil penelitian ini dapat dilanjutkan penelitian hubungan respon efek pengobatan endometriosis dengan menggunakan CA 125 sebagai markernya.

4
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai